PART 11

PERFECT HUSBAND

Author’s POV

OKamoto meremas berkas didepannya. Konsentrasinya benar-benar buyar. Dia sendiri tidak percaya dengan apa yang ada dikepalanya saat ini. Bayangan Nina dan Ryuu 4 hari yang lalu masih menghantuinya, menyita banyak konsentrasinya, isi otaknya. Padahal biasanya dia tidak demikian. ‘Mungkin karena kamu terlalu mempersona, Nina.’ Batinnya menyuarakan alasan yang dianggap paling masuk akal.

Ping..

Ponsel Okamoto berbunyi, diraihnya ponsel itu dan dibukanya e-mail yang baru diterimanya.

 

To : Okamoto Keito

From : Kaminari Nina

Subject : angry?

Kei Nii-chan, apakah marah padaku?

 

Okamoto menarik nafasnya, dia benar-benar bingung dengan hati dan keadaannya yang bertolak belakang. Berminggu-minggu dia meyakinkan diri bahwa dia tidak ada apa-apa dengan Nina. Tidak ada perasaan khusus yang sempat disuarakannya pada Bianca Hanafiah yang ternyata adalah Nina. Dia menguatkan hatinya bahwa selama ini dia hanya kagum. Tidak lebih.

Tapi saat empat hari yang lalu dia, Arioka dan Chinen menjadi saksi mata bagaimana Morimoto dan Nina saling berbalas ciuman diruangan Arioka tanpa ragu sedikitpun. Kenapa hatinya terluka? Kenapa dia merasa cemburu? Okamoto mengetuk meja dengan kepalan tangannya,  merasa kesal karena merasa dirinya sangat lemah. Diketiknya pesan balasan. Dikirimkannya untuk Nina. Tidak peduli dengan apa reaksi Nina apalagi alasan Morimoto.

 

 

Nina’s POV

 

To : Kaminari Nina

From : Okamoto Keito

Subject : I saw something

I know you like Ryuu… tapi pikirkanlah, aku juga menyukaimu.

 

Aku menggigit bibirku membaca e-mail yang kuterima. Rasa sesak menyelimutiku. Mataku rasanya memanas. “Nina-chan?” suara Takaki menyadarkanku bahwa aku tidak sendirian kali ini. Makan siang kali ini aku harus ditemani Takaki Yuya karena sekalian akan bertemu dengan investor dari Dubai, Sazhi Al-Rasyiid. Aku menghela nafasku dan menggeleng. “Tidak ada apa-apa, Yuu nii-chan.” Jawabku.

Takaki menepuk pundakku, seolah-olah mengetahui ada apa denganku, “Kau mau bercerita?” tanyanya ramah. Aku mempertingkan tawarannya, namun lagi-lagi aku menggeleng. “Nii-chan, kalau kau sendirian yang menghadapi investor ini bagaimana? Aku ada keperluan?” ujarku, sangat berharap dia mengangguk setuju. Takaki tersenyum sambil meminum white wine digelasnya, dia selalu memesan wine saat makan siang. Dan selalu white wine.

“Pergilah. Dan berhati-hati.” Ujarnya. Aku mengangguk lalu bergegas pergi, memanggil taksi karena aku sendiri tidak membawa mobil.

 

 

“Dai nii-chan… melihat dimana Kei nii-chan?” tanyaku saat mendapati ruangan Keito kosong, hanya ada ruangan Daiki didepan ruangan Keito. Keito nampak sedang berdiskusi dengan Kota, Inoo dan Hikaru. Mereka serentak menoleh padaku, “Ada apa Nina?” tanya Kota khawatir. Aku hanya melempar senyum kearah Daiki yang sepertinya memahami maksudku.

“Tadi sepertinya dia bilang ingin bekerja dirumah. Sebelum makan siang dia pulang lebih dulu. Dan Nina, sepertinya kalau mencari berkas yang kita diskusikan 4 hari yang lalu Keito-kun membawanya kerumah juga. Kalau kau mau mencarinya kerumah, mungkin Keito ada diruang kerjanya.” Ujar Daiki. Aku memahami kalimatnya sebagai kode bahwa dia mengetahui sesuatu. Aku mengangguk, “Arigatou Dai nii-chan. Jyaa ne niichannn…” ujarku seceria mungkin.

Aku bergegas menuju lobi dan menginformasikan pada resepsionis untuk menyiapkan mobil yang available untukku. “Aku antar.” Aku menoleh dan sudah mendapati Inoo tengah tersenyum padaku. Dia menarikku menuju mobilnya yang terparkir eksklusif untuk direksi. Aku mengangguk, “Arigatou..”

Inoo menyetir dengan tenang namun cukup cepat. Dia diam dan menatap kejalanan. Aku justru bingung dengannya. Kenapa dia menolongku, apa dia tahu sesuatu, apa dia… aku menghilangkan semua pikiran buruk yang mungkin merasukiku. Inoo menoleh padaku dan tersenyum, satu tangannya memegang kemudi dan satu lagi menepuk-nepuk puncak kepalaku.

“Kau khawatir soal Keito kan? Bukan karena berkas yang dimaksud Daiki kan?” ujarnya masih sambil menatap jalanan. Aku menoleh padanya, tanganku sudah meremas ujung rokku. “Inoo nii-chan, bagaimana kalau dia membenciku dan sampai sakit karena itu.” Ujarku. Air mataku sudah tak dapat dikendalikan. Entahlah, setiap bersama Inoo aku merasa sangat lemah, dan gampang menangis.

“Kamu iniiii… selalu menangis jika denganku. Tidak seperti saat kau bersama Ryuu atau Keito atau yang lain. Biasanya kau tertawa saat bersama yang lain.” Protesnya sambil mencubit pipiku. Aku memberengut dan menghapus air mataku. “Nii-channnn… “ ujarku manja. Merajuk. Inoo malah terkekeh. “Kau harus menjelaskannya pada Keito, apapun masalah kalian. Jangan curiga dulu, aku tidak tahu apa masalah kalian. Tapi aneh saja kalau sampai Keito ingin bekerja dirumah dia tidak pernah begitu. Mungkin kau tahu masalahnya.”

Aku terdiam. Mobil sudah berhenti tepat didepan rumah sepuluh saudara angkatku. “Arigatou nii-chan..” ujarku sambil mengecup pipinya. Inoo tersenyum, “Hati-hati. Kalau ada apa-apa aku ada di apartemenku. Jyaa ne.” aku mengangguk lalu bergegas masuk kedalam rumah besar milik kakek. Rumah yang dirancang untuk menampung keluarga besarnya.

 

 

Author’s POV

Okamoto masih berdiri memandangi jendela ruang kerjanya, membayangkan segala kemungkinan memilah-milah lagi apa yang harus dia pikirkan. Tapi bayangan satu gadis itu benar-benar menyita pikirannya. “Kei nii-chan.” Okamoto menghela nafasnya, ‘Bahkan aku masih saja membayangkan suaranya, mengimajinasikan dia memanggilku. Bodoh.’ Batinnya. “Kei nii-chan.” Suara itu lagi memanggilnya.

Okamoto memejamkan matanya, yakin bahwa itu hanyalah halusinasinya. “Sudah, jangan dibayangkan lagi Keito. Dia tidak mungkin disini.” Ujar Okamoto berbicara pada dirinya sendiri. Cukup keras untuk diengar Nina. Nina benar-benar gemas dengan laki-laki yang memunggunginya, yang menganggap dirinya adalah ilusi. Nina bergerak maju lalu melingkarkan sepasang lengannya dipinggang Okamoto. Okamoto terperanjat.

Dieberanikan dirinya melepas pelukan dipinggangnya, dibaliknya badannya sendiri. Mata Okamoto membulat sempurna saat menghadapi sosok gadis didepannya. “Nina-chan..” panggilnya. Nina menangis seketika saat Okamoto memanggil namanya. “Hei… nande? Kenapa menangis?” ujar Okamoto panik. Nina justru semakin terisak dan memeluk erat pinggang Okamoto.

Okamoto membiarkan pelukan itu, membiarkan Nina menangis dipelukannya. Dipererat pelukan pada tubuh Nina. Dan dikecupnya puncak kepala Nina. “Gomen-ne nii-chan. Bagaimana kalau aku benar-benar menyukai Ryuu, dan bagaimana kalau aku tak ingin melukaimu karena hatikupun masih ragu. Aku… aku… bingung..” ujar Nina masih terisak. Okamoto menghela nafasnya.

“Nina-chan.. aku yang harus meminta maaf. Aku egois sekali memaksamu untuk mempertimbangkan perasaanku. Bukankah semua tergantung pada hatimu. Kalau kau menyukai Ryuu aku bisa apa.” Ujar Okamoto. ‘Rasanya pedih membiarkan orang lain untuk memilikimu.’ Batin Okamoto. Nina mengangkat kepalanya dari dada bidang Okamoto, menatap laki-laki muda diepannya..

“Gomen.. gomen..” ujar Nina berkali-kali. Okamoto tersenyum lalu meraih dagu gadis didepannya, didaratkan sebuah kecupan hangat dibibir gadis yang hari ini menggunakan lipstick warna orange rasa apricot. Nina memejamkan matanya. Masih menangis namun menerima kecupan dari Keito. “Its okay Nina.” Ujar Okamoto sambil mempererat pelukannya seolah tidak ingin melepaskan. Tapi dia harus melakukannya. Dia tidak ingin memaksa gadis yang dicintainya.

“Kau pergilah, Nina. Pergilah.” Nina kaget dengan ucapan Okamoto yang tegas padanya. Biasanya dia selalu lembut padanya. “Nii-chan.” Panggil Nina lirih, kalimat untuk memastikan akan kehadirannya bagi Okamoto. Okamoto tersenyum dan mengecup singkat kening Nina. “Pergilah. Aku lelah. Aku ingin beristirahat. Pergilah, Nina. Kumohon. Pergi sekarang ya.” Kalimat Okamoto melembut diujung.

Nina mengangguk, sekuat tenaga dia menahan air matanya. Lalu diraihnya handbag Coach warna pastelnya, meninggalkan Okamoto.

“Kalau aku tidak melepasmu sekarang, aku tidak yakin bisa melepaskanmu nanti.” Ujar Okamoto lirih begitu pintu kamarnya tertutup sempurna, mengantarkan bayangan Nina untuk yang terakhir kalinya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
greyrani
#1
Chapter 14: Oke, the end sudah. Aku komen jujur ya, Ciel-chan. Agak sedikit kecewa dengan development plotnya, karena awalnya berharap akan lebih dalam dan banyak twist nya, juga karena I do not condone outside a marriage. Makanya paling sedih waktu part Inoo dan Nina melakukannya dan juga hamil sebelum menikah. But well, it's not my story.
Anyway, terima kasih banyak sudah menulis cerita ini, Ciel-chan :)
greyrani
#2
Chapter 10: Maaf ya Ciel-chan... tapi aku jadi sebel sama Nina sekarang :( Aku setuju sama Daichan... Nina harusnya gak flirting begitu :o Yah, tapi semua plot ada di tanganmu, Ciel-chan. Gonna wait for the next update :)
greyrani
#3
Chapter 5: Ah, I like the last part of this chapter! Yamachan becomes a gentleman here, ahaha. Curious for what will happen next. Thanks for updating, author-san :)
greyrani
#4
Chapter 3: Woah, I like it very much. Plotnya sangat menarik dan gaya penulisannya juga indah, menurut penilaianku. Aku jarang menyukai fanfic berbahasa Indonesia, tapi cerita ini benar-benar bagus. Semoga cepat di-update XD
Thanks for writing this awesome story XD