Late Night Chats

Unfamiliar Feeling of Familiar Loneliness (Indonesia Ver.)

"Ini tidak bagus! Demi Tuhan, apa kau selalu tidak punya bakat begini? Kau bahkan tidak mendapatkan nada yang benar!"

 

Junho mundur ketika pelatih vokalnya terus berteriak padanya. Ia terlihat marah dan melempar semua kertas lirik ke segala arah di ruangan tersebut. Junho hanya ingin merangkak ke bawah batu dan bersembunyi disana sampai ia menyerah terhadapnya. Ia terus mundur sampai ia merasakan dinding dingin di punggungnya dan terus memperhatikan perempuan yang sedang marah itu mendekat kalau-kalau ia menemukan sebuah pisau didalam tas besarnya dan melemparkannya kepadanya.

 

"Kau seharusnya debut sebagai penyanyi juga! Bagaimana aku bisa membuatmu mengeluarkan performermu yang sesungguhnya? Kau!" Ia menunjuk ke wajahnya dengan kuku jari merahnya yang panjang dan Junho berpikir ia akan mencongkel matanya. "Kau harus menyerah kau tahu. Ada begitu banyak talenta muda di perusahaan ini. Kau tidak bagus..."

 

Ia melangkah keluar ruagan dan selama satu detik, Junho bernafas lega karena kuku tajam berbahaya itu tidak menyentuh wajahnya. Kelegaannya tidak berlangsung lama, ia kembali merangkak ke pojok ruang rekaman ketika perempuan itu tiba-tiba kembali berjalan kearahnya. "Aku akan menunjukkanmu bagaimana seharusnya menjadi performer yang sebenarnya!" Itulah yang ia katakan selagi ia membuka tasnya. Junho merasa takut dan hampir mulai berdoa ketika ia mengeluarkan handphonenya dari tas merahnya.

 

"Hey, sayang, kau dimana?" Junho mengerutkan dahi mendengar suara lembut yang ia buat. Ada senyuman yang menunjukkan gigi putihnya di wajahnya. "Oh, kau sedang di studio rekaman juga? Oh, bukan masalah besar sayang. Aku hanya sedang bersama rookies yang tidak berguna dan aku ingin menunjukkan padanya talenta terbaik kita. Bisakah kau datang kemari? Bagus! Aku akan menunggu sayang!"

 

Ia membuat suara ciuman aneh dan berbalik melihat Junho. Senyuman diwajahnya sirna ketika mata mereka bertemu. "Kau akan melihat bagaimana kau seharusnya untuk menjadi seorang penyanyi. Gosh, akan menjadi industri apa kita! Setiap pemuda/pemudi bisa menjadi penyanyi bahkan jika mereka tidak punya kemampuan untuk menyanyikan lullaby. Negara ini menjadi semakin buruk setiap harinya."

 

Junho hanya mengangguk dan melihatnya dengan kerutan dahi di wajahnya. Ia bukan rookie tidak berguna dan ia jelas bukan sembarang pemuda acak. Ia telah memenangkan kompetisi; Ia tentu saja mempunyai bakat jika ia mendapat tempat pertama! Tetapi ia tidak menyuarakan pendapatnya selagi berada disana menunggu yang dikatakan jenius muncul.

 

Ia tidak perlu menunggu lama bersama pelatih vokalnya didalam ruangan kecil itu, karena pintu terbuka hanya beberapa menit kemudian. Seorang laki-laki, tidak terlalu tua darinya, muncul dengan senyuman lebar di wajahnya dan berjalan menuju pelatih vokal, memeluknya secara natural. Junho membuat catatan di kepalanya untuk bertanya pada laki-laki itu mengapa ia akan memeluk penyihir itu.

 

"Bagaimana kabarmu?" Laki-laki itu bertanya dengan suara yang dalam. Junho menaikkan alisnya mendengar suara manly laki-laki itu, yang terlihat seperti baru berumur 18.

 

"Aku mulai gila. Anak ini membuatku gila. Aku tidak bisa membuatnya menyanyikan lagu ini." Ia melambaikan kertas didepan wajah laki-laki itu. "Jelasnya! Ia bahkan tidak dapat nadanya."

 

"Biar kucoba," laki-laki itu berkata dengan senyum lembut di wajah tampannya. Tiba-tiba Junho merasa risih pada kata-katanya yang kelewat percaya diri, tapi ia tetap menutup mulutnya. Laku-laki itu menuju depan microphone tanpa bahkan melihatnya dan, melihat ke kertas itu sekali, ia mulai bernyanyi.

 

Mulut Junho terbuka lebar saat ia mendengar suara husky laki-lai itu yang sangat indah. Ia bahkan tidak memakai headphonenya; hanya mengeluarkan suaranya bebas tanpa kontrol apapun. Matanya fokus pada note dan ia terlihat baru pertama kali menyanyikan lagu tersebut. Junho melihat wajah laki-laki itu, berpikir bagaimana ia tidak pernah merasa sebebas itu ketika menyanyikan sebuah lagu. Ia sangat yakin wajahnya tidak terlihat se-bahagia wajah laki-laki itu saat ia menutup matanya untuk menyanyikan baris terakhir.

 

Ia tidak bisa berkata-kata ketika pelatih vokalnya memuji laki-laki itu lagi dan lagi karena membuat lagu itu terdengar indah lagi. Ia bisa melihat kerutan di dahi laki-laki itu saat ia berkata pada pelatihnya bahwa ia melakukan beberapa kesalahan dan tidak bisa mendapat lirik dengan benar, tapi baginya, lagu tersebut terdengar lebih baik ketika laki-laki itu yang menyanyikannya. Ia merasa aneh ketika ia terus menerus memuji laki-laki itu dalam hatinya, tapi tidak pernah mengatakan apapun. Jadi ia membersihkan tenggorokannya dan meregangkan tubuhnya untuk mendapatkan kembali perhatiannya sendiri.

 

Saat kedua mata itu melihat kearahnya, ia kembali pada posturnya sebelumnya.

 

"Kau mengatakan sesuatu?"

 

Junho gemetar. Ia tidak tahu apakah ini kekagetan setelah mendengar suaranya atau kemarahan yang memukul dirinya sendiri lantaran menyadari bahwa ia tidak akan pernah cukup baik untuk perusahaan ini sementara laki-laki itu berada disini. Ia menelan ludahnya dan mengangguk pelan.

 

"Aku... Itu tadi sangat bagus." Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Apa yang kau pikirkan, bodoh. Kau terdengar seperti gay, kau tahu itu bukan?

 

Laki-laki itu tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. "Itu bisa lebih baik lagi. Bagaimanapun, aku pergi dulu." Laki-laki itu memeluk pelatih vokalnya sebelum membungkuk pada Junho. "Semoga beruntung dengan lagunya. Kau bisa melakukannya jika kau banyak berlatih."

 

Setelah itu, ia pergi.

 

Junho melihatnya pegi tanpa berkata apa-apa, tidak mendengarkan penyihir itu yang terus saja mengatakan betapa berbedanya mereka padahal berada di perusahaan yang sama. Junho hanya mengangkat bahunya dan mengambil headphone yang tergantung entah dimana dan melihat ke kertas lirik.

 

"Aku akan mulai lagi dari awal."

 

Ia sama terkejutnya dengan pelatih vokalnya saat mendengar suaranya sendiri yang penuh keyakinan.

 


Junho melepaskan headphonenya diatas tempat tidur. Ia melempar kertas yang ia pegang ke dinding, tidak peduli bila urutannya menjadi berantakan. Ia membenci lagu itu dan ia membenci kenyataan bahwa ia lah yang menulisnya. Ia menaruh tangannya dikepalanya, memijat pelipisnya seolah rasa frustasi sedang mendidih dalam dirinya. Matanya terasa panas karena melihat layar komputer terlalu sering, tapi ia bisa menahannya. Ia ingin mendapatkan lagu itu keluar dari kepalanya, tapi liriknya tidak muncul dan musiknya tidak mematuhinya.

 

Ia merasa tidak berguna dan putus harapan melihat kertas-kertas bersebaran di lantai. Ia merasa sepertinya lagu itu tidak akan pernah selesai dan ia harus membuangnya ke tempat sampah seperti lagu-lagu lainnya. Tapi kali ini lagu itu sangat berarti dan ia tidak bisa membuangnya.

 

Ia melirik ke arah jam. Tidak lama lagi sampai pesawat akan tiba di Incheon - mungkin mereka sudah dalam perjalanan menuju Seoul. Ia tidak yakin. Yang ia tahu hanyalah ia terbangun karena mendapat SMS dari Chansung yang mengatakan mereka tiba di pesawat tepat waktu. Saat ia sadar, ia mendengar melodi yang familiar di telinganya dan menemukan dirinya mengetik keyboard dengan marah, mencoba membuat musik dengan mata panda dan rasa sakit di kepalanya.

 

Tidak tahu apa yang dilakukan, ia memutuskan untuk mengikuti rutinitas yang ia buat kapanpun ia terjebak. Ia bangun, berjalan menuju kulkas dan membuka pintunya, menaruh kepalanya kedalam freezer.

 

Ia ingin menjambak semua rambutnya. Ia membencinya saat lagu dikepalanya tidak terbentuk sendirinya dan ia ingin melepasnya dan meletakkan potongan-potongan itu kembali. Biasanya seperti cara lain, ia akan bangun dengan seluruh lagu terencana di kepalanya selama ia tidur dan ia akan duduk di kursi membuat lagu yang luar biasa. Ini adalah salah satu waktu yang jarang ketika segalanya seakan berhenti dan pikirannya hanya fokus pada setengah lagu yang tertulis pada notes kosong.

 

Ia mengeluarkan kepalanya dari freezer dan menutupnya ketika mendengar suara pintu terbuka. Ia berbalik untuk melihat pintu masuk, hanya melihat tiga buah koper besar. Tiga lainnya mengikuti mereka, termasuk Taecyeon yang sangat lelah. Junho bernafas lega, berpikir untuk beberapa saat bahwa sasaeng fan atau pencuri memasuki rumah dan ia harus mengeluarkan jurus yang diajarkan Chansung padanya.

 

"Hey," Ia memanggil dari kulkas saat ia melihat Chansung yang mengikuti Taecyeon menjatuhkan diri diatas lantai. Sang maknae mengangkat kepalanya kaget dan melihat Junho dengan tatapan seperti melihat hantu. "Apa?"

 

"Kenapa kau masih bangun?" Junho tertawa mendengar suara kecil Chansung dan berjalan kearah pintu masuk. Ia melihat Junsu dan Wooyoung melepas sepatu mereka sementara Nichkhun menunggu mereka pergi.

 

"Aku tidak bisa tidur."

 

Chansung mengangguk dan meminta Junsu untuk membangunkannya. Member yang paling tua itu meraih tangan Chansung dan menariknya sebelum menaruh sepatunya di rak. Ia mengambil kopernya dan menendang Taecyeon.

 

"Selamat datang kembali," Kata Junho dengan nada monoton. Mereka semua mengangguk dan dengan malas melepas jaket mereka. Junsu melihat kearahnya dan, membawa kopernya bersamanya, berjalan melewatinya menuju kamarnya. Junho mencoba untuk tidak terlalu memperhatikan Junsu, karena ia tahu, cepat atau lambat, mereka harus berbicara dan mengakhiri pertengkaran anak kecil ini.

 

Wooyoung mengambil kopernya dibawah tubuh berat Taecyeon dan, setelah mendorong member lainnya untuk membuatnya menyingkir, membawanya ke ruang tengah. Disana ia berdiri di depan Junho dan merentangkan tangannya untuk sebuah pelukan.

 

Junho tersenyum lembut pada 'twin' dan memeluknya seerat yang ia bisa. Ia dingin; angin dari luar masih terasa di pakaiannya. Junho mencoba mendorongnya untuk mengeluh betapa dinginnya ia, tapi 'twin' nya malah menghempaskan seluruh berat tubuhnya pada Junho. Ia mundur kebelakang beberapa langkah hampir terjatuh saat Wooyoung melepaskannya sambil tertawa kecil.

 

"Aku merindukanmu kawan. Sekarang bantu aku membawa ini." Ia menunjuk koper dan Junho hanya menggeleng sambil tersenyum. Ia mengambilnya dan membawanya ke kamar Wooyoung bersama-sama, mendengar suara dengkur Taecyeon yang menandakan ia sudah tertidur. Nichkhun mulai mengutuk dalam bahasa Thai saat mereka masuk ruangan dan menutup pintu.

 

"Ah, raksasa itu. Ia tertidur dimana saja. Versi kau mabuk saat kau minum terlalu banyak." Wooyoung tertawa pada joke nya sendiri lalu membiarkan dirinya terjatuh diatas tempat tidur. Junho hanya tersenyum dan duduk bersila diatas kursi. Mereka terdiam beberapa saat dan Junho mulai berpikir Wooyoung tertidur tepat sebelum percakapan mereka dimulai.

 

"Ngomong-ngomong, kenapa kau belum tidur?"

 

Junho mendesah. "Aku mendapat ide untuk sebuah lagu, tapi aku tidak bisa membuatnya. Aku sedang mencoba mencari beberapa ide saat kalian masuk."

 

"Di dalam dapur?" Wooyoung membuka matanya dan melihat kearah Junho. "Kau tahu, freezer tidak akan banyak membantumu, begitu pula dengan susu coklat yang kau minum."

 

Junho memutar matanya dan Wooyoung tertawa lembut. "Katakan padaku saat kau punya ide yang lebih baik, Young"

 

"Aku mengatakan padamu untuk tidak memanggilku seperti itu, sialan."

 

Junho tersenyum dan berbalik kearah meja belajar Wooyoung. Ia meletakkan kepalanya diatas lengannya. "Aku suka memanggilmu seperti itu. Terdengar cute."

 

"Aku tidak suka cute." Ia mendengar Wooyoung bangun dan menebak ia sedang berganti pakaian. Ia menutup matanya, berharap ia bisa tidur sekarang dan tidak bisa terus membuat lagu. Wooyoung mungkin tidur diatas tempat tidur malam ini dan ia mudah tertidur. Ia mungkin akan mendengarnya mbuat lagu, sejak kamarnya tepar berada disamping kamar Wooyoung. Jika tidak, Nichkhun mungkin mendengarnya dan itu lebih buruk.

 

Ia mendengar Wooyoung berbicara dan mengangkat kepalanya sedikit untuk mendengar lebih baik. "Aku akan tidur. Apa kau akan tetap disitu? Karena aku tidak keberatan."

 

Junho terkekeh dan meluruskan punggungnya. Ia melihat kearah Wooyoung sambil cemberut. "Aku terlalu lelah untuk pergi ke kamarku, Young. Bisa aku tidur disini?" Wooyoung tertawa lembut dan menggelengkan kepalanya, tapi ia mengatakan pada Junho terserah padanya. Member yang paling muda disitu terkekeh dan berbaring diatas tempat tidur Wooyoung.

 

Ia tidak benar-benar serius tidur bersama dengan Wooyoung, karena tempat tidurnya terlalu kecil untuk dua orang, tapi ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama temannya... Meskipun ia belum merasa nyaman memanggilnya seperti itu.

 

Sambil tertawa kecil, Wooyoung mematikan lampu. Kegelapan meliputi mereka dan Junho memutuskan untuk menutup matanya lagi. Ia merasakan Wooyoung naik ke tempat tidur. Ia bisa merasakan pundaknya dan tersenyum. Saat mereka berbagi kamar, terkadang mereka berbaring seperti ini dan berbicara sepanjang malam satu sama lain. Mengingat hal itu, ia menyentuh tangan Wooyoung, mendengar suara orang berlari mendekati mereka.

 

Setelah beberapa detik keheningan, ia mendengar seseorang berkata. "Kita harus menemui JYP-hyung besok pukul 11 pagi. Kita punya banyak waktu untuk berbicara setelah itu."

 

Junho mebuka matanya sekali lagi. Ia merasakan kepanikan kembali padanya saat ia berpikir mengenai pembicaraan penting mereka yang akan segera terjadi dan ia hanya bisa menelan ludah. "Yeah," hanya itu yang bisa ia katakan lalu ia berbalik untuk mencari posisi yang lebih nyaman.

 

Wooyoung mungkin menyadari keraguannya karena ia membalikan wajahnya untuk melihat yang lainnya berbaring di dadanya. Ia merasakan kepanikan yang sama semenjak ia masih tidak tahu pembicaraan apa yang akan mereka lakukan. Ia tidak yakin bagaimana ini akan berakhir, atau apakah ini akan mengubah 2PM; baik di layar kaca maupun di baliknya. Ia masih tidak tahu apakah pembicaraan itu sendiri membutuhkan waktu seperti ini; namun yang lebih ia pikirkan, keputusan mendesak sepertinya sudah dibuat. Mereka harus mencari tahu apakah mereka dan bertingkah seperti sebelum mereka berhadapan dengan netizen sebagai suatu grup.

 

Mereka berbaring di tempat tidur yang sama selama beberapa waktu, menikmati keberadaan satu sama lain. Setiap dari mereka berada pada pikiran masing-masing dan mereka terdiam mendengarkan suara nafas yang lainnya. Tiba-tiba tempat tidur berderik karena Junho bangun. "Aku akan pergi mandi," katanya. Wooyoung melihat kearahnya dan mengangguk. Junho tersenyum padanya, tiba-tiba terlihat bernostalgia. "Kau tahu, aku merindukan saat-saat kita berbagi kamar. Kurasa lebih baik seperti itu." Wooyoung tertawa dan menggangguk saat Junho berjalan keluar ruangan.

 

"Selamat malam, Ho," Ucapnya pada member yang lebih muda. Junho berbalik dan melambai.

 

Ia berbaring disitu, melihat ke atap kamarnya yang gelap dan mendengar suara shower dari kamar mandi tepat disebelah kamarnya. Ia mendengarkan suara itu sambil mengingat hari dimana ia memukul Junho di wajahnya untuk pertama kali sejak mereka bertemu. Itu hampir membuatnya tertawa bagaimana gambaran itu terlihat lucu, bahkan bagi dirinya. Ia tidak pernah berpikir ia akan berakhir menjadi yang pertama yang melakukan hal itu terhadap Junho.

 

Mengingat alasan mengapa ia memukul maknae kedua itu, Wooyoung seakan merasa ingin memukul dirinya sendiri karena bertingkah kekanak-kanakan. Semua pertengkaran ini merupakan hasil kebodohan dan ke-keras-kepala-an mereka dan ia membenci fakta bahwa mereka tidak menyadari ke-absurb-an ini lebih awal.

 

Suara air terus terdengar saat Wooyoung bangun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar. Semua lampu mati saat ia berjalan menuju ruang tengah. Ia melihat cahaya terang dari dapur saat ia mencapai sofa dan melangkahi kaki Chansung, membuatnya menuju sana. Ia melihat ragu tanpa masuk ke ruangan itu.

 

Ia melihat Junsu memakan sesuatu sambil memegang handphone di tangannya. Ia terlihat bingung dengan sumpit terangkat diudara dan mulutnya setengah terbuka. Menahan tawa melihatnya, Wooyoung berjalan ke sebelahnya dan duduk di kursi.

 

"Hyung?" Panggilnya, menepuk pundak Junsu. Laki-laki yang lebih tua itu menjatuhkan makanan ke piringnya dan melihat kearah Wooyoung. "Ada apa?"

 

"Ah, bukan apa-apa," Kata Junsu, menunjuk handphone-nya dengan sumpit. "Aku baru saja membaca sesuatu yang aneh mengenai orang kidal. Apa kau tahu kalau mereka punya potensi meninggal lebih tinggi?" Wooyoung mengangguk. "Itu karena hampir semua hal dibuat oleh dan untuk orang yang menggunakan tangan kanan sehingga orang kidal lebih banyak mengalami kecelakaan, seperti kecelakaan mobil." Wooyoung mengangguk lagi sementara Junsu melanjutkan makannya, lalu berhenti dan melihat kearah Wooyoung. "Aku baru ingat... Junho kan kidal! Dan... bukankah ia bilang ia ingin menjadi pembalap sebelumnya?"

 

"Yeah, ia bilang. Tapi dia tidak benar-benar kidal, kau tahu... Dia ambidextrous." *Bisa menggunakan tangan kiri dan tangan kanan*

 

Junsu melihat kearahnya dengannya datar sebelum kemudian ia kembali melanjutkan makannya. "Lalu? Apa bedanya?" Tanyanya dengan mulut penuh makanan. "Ia mungkin akan meninggal lebih cepat daripada kita."

 

Wooyoung menggelengkan kepalanya dan meletakkan kepalanya diatas meja. "Kenapa kau terbangun? Aku pikir kau terlalu lelah untuk melakukan apapun selain tidur?"

 

"Aku juga berpikir begitu, tapi aku terlalu lapar untuk tidur." Junsu melihat kearah dongsaengnya. "Kenapa kau bangun?"

 

"Junho sedang mandi dan aku hanya... tidak bisa tidur kurasa." Wooyoung menutup matanya dan mendesah. "Aku khawatir tentang besok. Au tidak yakin apa yang akan kukatakan pada Junho, kau tahu. Ia masih lupa akan sekitarnya, aku tidak yakin ia akan minta maaf. Ia terlalu keras, kita juga... Aku tidak pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya, terutama dengan seseorang yang se-keras-kepala Junho. Aku menyerah." Wooyoung membuka matanya lagi sementara Junsu tidak berkata apa-apa. "Hyung? Apa kau mendengarkan?"

 

Junsu menggeleng dan menjatuhkan sumpitnya. "Maaf, aku sedang berpikir sesuatu yang lain. Kau bilang Junho sedang mandi kan?"

 

Wooyoung mengangkat kepalanya sedangkan Junsu bangun dan menaruh piringnya disebelah tempat cuci piring. "Yeah... Kau mau kemana tiba-tiba?" Ia melihat Junsu berjalan keluar dapur.

 

"Aku akan berbicara dengannya."

 

Wooyoung cepat-cepat bangun dan berdiri di depan Junsu. "Apa kau serius? Kau tidak bisa berbicara dengannya jam segini. Tunggulah sampai besok, kau akan berbicara dengannya sebelum kita semua duduk untuk menyelesaikan hal ini."

 

Junsu menggeleng. "Aku harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, Wooyoung. Aku lelah, tapi aku tidak bisa tidur karena suatu hal yang Taecyeon katakan padaku dan aku harus segera mengeluarkannya dari kepalaku. Aku harus menyelesaikannya malam ini."

 

Wooyoung melihat Junsu selama beberapa saat. Ia merasa ini bukan ide yang baik membiarkan member yang lebih tua itu pergi dan berbicara dengan Junho selarut ini. Mereka berdua lelah dan ia tahu pembicaraan mereka mungkin malah akan mempengaruhi tingkah laku Junho. Namun pada saat yang bersamaan, ia tahu Junsu ingin segera membebaskan perasaannya dan mereka membutuhkan privasi untuk membicarakannya. Kelihatannya merupakan ide yang terbaik untuk membiarkannya melakukan hal tersebut sementara member lainnya sedang terlelap.

 

Ia memeluk erat pundak Junsu. "Hyung... Kau tahu Junho mudah terganggu saat ia lelah bukan?" Junsu terkekeh dan mengangguk. "Hanya... Tolong cobalah untuk tidak meninggikan suaramu. Ingat kami mencoba untuk tidur." Junsu mengangguk lagi sambil tertawa kecil. "Dan... Tolong jangan menjadi orang yang begitu mudah memaafkan."

 

Tawa Junsu menghilang, ia melihat kearah Wooyung. Ia menaikkan alisnya saat menyadari member yang lebih muda darinya itu serius. "Mengapa kau berkata begitu?"

 

"Dia... Hal-hal yang ia katakan pada kita, di beberapa point, dimengerti. Ia menunjukkan ketakutannya dengan caranya sendiri... Seperti itu. Tapi kau dan dia memiliki pertengkaran lain. Bahkan dengan Taecyeon, itu tidak terlalu serius. Itu sesuatu yang bisa kita bicarakan dan lalui; tapi aku tahu ia menyakitimu paling banyak. Kau selalu memaafkannya... Kita semua memaafkannya -kecuali Taecyeon, tentu saja- tanpa benar-benar ia minta maaf. Tapi kau tidak seharusnya memaafkannya begitu saja. Kau pantas mendapatkan permintaan maafnya yang sesungguhnya."

 

Junsu tersenyum pada Wooyoung dan mendorong lengannya pelan. "Terima kasih karena berpikir seperti itu. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan, aku bahkan tidak tahu apakah aku akan memaafkannya; tapi aku harus berbicara dengannya. Aku harus memastikan ia tidak..." Ia menahannya dengan desahan. "Tidurlah Wooyoung."

 

Wooyoung mengangguk dan mengikuti Junsu menuju kamar Junho. Pintu kamar mandi terbuka dan lampunya mati. Ia melambai pada Junsu, berharap ia beruntung sebelum membuka pintu kamarnya sendiri dan melangkah kedalam dengan berat hati.

 

Junsu juga merasakan hal yang sama di hatinya dan, melihat Wooyoung menutup pintu di belakangnya, perasaannya mulai bergetar dan membuatnya lebih sulit untuk meyakinkan dirinya sendiri untuk berani. Ia mengambil nafas dalam-dalam, memutuskan bahwa saat ini atau tidak sama sekali, dan meraih kenop pintu di depannya.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LUCIVER #1
Chapter 14: Kerenn
lanjut yaa
mannuel_khunyoung
#2
Chapter 13: aghhhrkkkk , baru komen sekarang.

fix,ini bukan sekedar ff , tapi banyak makna yg mau disampaikan.


terimakasihuntuk autor yg membuat ff ini,dan thx juga utk nunna yg telah nge translatin ini :) terharuh,plis updaaate nun
TikaChan
#3
Chapter 12: ff ini mengandung banyak arti, mengagumkan

Di tunggu next chap nya
channuneo90 #4
Chapter 11: cepet update ya,author-nim...
ditunggu chapter selanjutnya :D
pengen lihat mereka kayak dulu,kasian junhonya.....
TikaChan
#5
Chapter 9: aigoo tuh junior songong amat yak

setiap baca ini ff rasanya campur aduk

update soon !!!
mannuel_khunyoung
#6
Chapter 9: Huaaaaaa ini kok angst yah nun??? :,( kok angst cobaaaa

atau aku yg ngerasa sedi ma junho?ntalah kkk

udah mau bahagia nih asyyiiik

bener,ternyata bang taec.berharap dpet bombastis wkkwwkwk

jaeho!dari awal tuh orng bru junior ajah kurang ajar!rasain!

fighting nuuuuuuun.cpet update ye o.o :3 ^^
mannuel_khunyoung
#7
Chapter 8: Ohooooooouuu

chan,woo (tpi kan blum deket)khun,baru siapa lagi?asyiik

o y nun,pas kemarin aku bca yg aslinya (masih chap ini lagian -,-) aku lupa komentar.

aku mau nanya nun,cygs itu memang ada ya?wkwkwk

yesss junho bener2 imut disini -_- :v hahahaha mau lanjut baca nih nun,senengnya update dua x wkwwk
mannuel_khunyoung
#8
Chapter 7: ehem ehem *senngnyaaaaah* nun,catfish bukan ikan lele yah? hehehe :3

bg chan udah, bg woo masih setengah.

menurutku pasti yg pertama ini bg taec or bg khun tpi kok lbih yakin bg minjun ya wkwkwk O.o

Thxxxxxxxxx nunnnaa udaaaaah mau updaaateeeee ff iniiiii senenngyaaah:apalagi liat tingkah junho #adorable-ny mulai keliatan wkwkwk
mannuel_khunyoung
#9
Chapter 6: seneeengnya nunna update :3

sebenarny aku udah baca ini kemarin nuna (yg original,tpi brhubung bhs inggrisku kurang baik,jdi beruntung ada translate-an nuna,kata2 yg kemarin ngk kutahu muncul semua disini hehehe) cepet update nun :3

tpi kayaknya nanti endingnya ini bakaln sedih yah nun?(aku blum bca sih nun,cuman bru liat koment2an ff nya hehehe)

fighting nunnnaaaaaaaa!
mannuel_khunyoung
#10
Chapter 5: Ohhhhhh GOD!

pleaseeeee nunnnnn update cepet..
kasian ma junhooooooo T.T