"Hyungie, ireonna.. Palli.." Kwangmin mengguncang-guncang tubuh itu dengan panik.
Matanya sudah mengalirkan air mata sejak beberapa saat lalu menemukan hyungnya dengan kondisi yang tidak seharusnya.

Karena seharusnya mereka sekarang ada di villa mereka, duduk di depan perapian dengan coklat hangat dan selimut yang menambah hangat tubuh mereka.
Tapi yang terjadi?

Youngmin pergi tanpa memberitahunya yang masih terlelap. Hingga saat ia bangun dirinya tak dapat menemukan sosok hyungnya itu.

"Hyung, ireonna..!" Kwangmin kembali menepuk-nepuk pipi putih pucat milik hyungnya yg teraliri cairan merah yang Kwangmin benci.

Darah.
Ya, darah mengucur begitu deras dari pelipis hyung enam menitnya itu.
Ia bahkan tidak mengetahui apa yang terjadi pada Youngmin hingga ia bisa tergeletak di belakang villa mereka dengan kondisi seperti itu.

Kwangmin menyeka kasar air matanya sebelum mengangkat tubuh Youngmin yang cukup berat untuknya, mengingat berat dan tinggi tubuh mereka yang hampir sama.

Ia membawa tubuh Youngmin ke dalam dan menaruhnya di tempat tidur miliknya.

"Hyung.. Ireonna, palliwa.." Kwangmin terus mengucap kata itu sambil mengusap darah dari wajah hyungnya dengan handuk basah.

Bibir mungil yang dulu berwarna pink kemerahan kini berubah menjadi kebiruan.

Tidak ada lagi kata-kata manja ataupun celotehan dari bibir itu.
Bahkan detak jantung pun sepertinya sudah tidak menjadi bagian darinya.

Tapi Kwangmin tidak peduli, ia menggantikan baju Youngmin dengan piyama yang biasa di kenakannya untuk tidur.

"Hyung neomu yeoppo.." Ia mengecup bibir itu sekilas dan mengelus rambutnya perlahan.

Menghindari kenyataan bahwa tubuh itu sudah tidak bernyawa. Memposisikan dirinya untuk percaya bahwa Youngmin hanya sedang beristirahat dan akan bangun keesokan harinya, atau esok yang lain lagi. Dan sampai saat itu Kwangmin akan selalu ada disampingnya untuk menunggu.
Berbaring disampingnya dan memeluk raga itu seperti yang biasa dilakukannya.

"Jaljayo hyung. I'll be here, beside you."