12

Are You Afraid of Loneliness?

Ia benar-benar tak ingin pergi kemanapun. Ia sudah membayangkan dirinya akan melewati malam dengan membaca buku-buku yang baru ia beli sambil menghabiskan beberapa kotak snack. Mungkin beberapa snack saja, jika agensi modelnya  mengetahui kebiasaan buruk ini, kabar buruk baginya.

Zi tahu-tahu sudah didepan gedung apartemennya. Ia bilang lewat pesan singkat jika Bi tak mau turun, ia akan menunggu diluar mobil sambil tak memakai jaket sampai Bi menurutinya. How childish .ia tak repot-repot naik keatas untuk menjemput temannya.

Terpaksa ia menuruti kemauan sahabatnya yang kekanak-kanakan itu. Kalau tidak, ia bisa disalahkan oleh keluarga Zi karena membiarkan anak mereka berlaku macam-macam.

Ia turun dengan memakai gaun malam hitam sepaha penuh manik-manik yang berkilauan , tapi tak terlihat mencolok. Sepatu tinggi dengan warna yang sama, di telinganya ia sematkan anting-anting panjang yang juga berkilauan. Tas biru besar menemaninya.

Mereka menuju tempat diadakan pesta ulang tahun itu. Sebuah gedung apartemen di pinggiran kota. Bi melihat apartemen yang bertingkat-tingkat itu. Mereka melihat teman-teman YG yang lain ada di tempat parkir. Bi sudah memarkir mobil dan mereka keluar saat ia mendengar temannya berteriak.

“Ya ampun. Bi, i’m so sorry.” Ia terlihat panik.

“Apa?”ia tak mengerti, tapi setelah melihat gedung apartemen yang menjulang tinggi itu ia melotot, “say it, what floor?”

“eh.... sep..sepuluh. aku benar-benar lupa, Bi. Kau tak akan pulang kan? Akan kutemani kau naik tangga.”

“sudah kubilang aku tak mau pergi. dan kau benar-benar mengerjaiku. Katakan kau tak sengaja dan aku akan pulang.” Bi sangat marah. Ia memakai sepatu hak tinggi.

“aku benar-benar lupa, aku tak sengaja, kau tahu. Dan please jangan pulang, kita sudah terlanjur disini.” Ia masih panik.

“berikan kunci mobilmu, kau bisa naik taksi atau menumpang yang lain. I’m leaving.”

“aku akan menemanimu ,okay. Jangan terus-terusan marah deh.”

“marah? Wah, aku tak marah. Lantai sepuluh dan aku naik tangga. Aku benar-benar santai.” Bi sedikit berteriak, Jiyong, Yongbae dan TOP menghampiri.

Zi memasang wajah tak berdaya,”okay, pulanglah. Aku akan disini dengan yang lain, padahal kau tahu kan aku akan sangat senang kau ada disini, menemaniku.” ia merengek, itu siasatnya saat yang lain mendatangi.

Bi tertawa setengah hati, “aisshhh, baik baik. Aku akan keatas. Dan kau tak perlu menemaniku, karena itu akan membuatku semakin marah. Jangan bikin aku mendorongmu di tangga ya dengan memasang wajah seperti itu.”

Ia pun pergi ke arah tangga menuju keatas, ia dengar saat Jiyong, Yongbae dan TOP menghampiri Zi.

“ada apa?” tanya TOP.

“Bi tak bisa naik lift. Dan ini salahku, aku lupa memberitahunya kalau kita berpesta di lantai 10.”

“kenapa tak bisa naik lift?” Yongbae yang bertanya.

“aku tak bisa cerita, yang jelas ia tak bisa berada di ruang sempit dan gelap. Badannya akan langsung drop. Tapi dia tetap akan naik tangga keatas. Aku akan menemaninya”

Terus saja mencibir, dasar tukang gosip, batin Bi. Temannya itu benar-benar pintar membuat suasana menjadi dramatis.

“Tak perlu.” Kata Jiyong. Dan Bi mendengar Jiyong mendekat, pria itu menggandeng tangannya dan menuntunnya ke arah tangga.

Yongbae dan TOP juga akan menyusul, saat Zi menahan mereka. Zi mengerling nakal ke mereka berdua dan berbisik, “biarkan saja, kita pakai lift.”

Bi kaget, “Ah, eh... kau mau apa?”

“Aku temani.” Jiyong hanya memandang lurus tanpa melihat Bi.

“tak perlu, aku bisa sendiri. Kau akan capek.”

Jiyong diam saja.

“Jiyong ah, aku bisa sendiri.”

Ia masih diam. Akhirnya Bi membiarkan tangannya digandeng pria itu. Saat naik tangga pun, Jiyong tak melepas pegangannya. Ia tetap tak bersuara. Bi melihat pria itu. Malam ini ia sangat keren, memakai jas hitam dengan dalaman kaos putih. Bi terpesona melihatnya.

Tak boleh, tak boleh. Ini hanya kebaikan seorang teman. Tapi ia tak melihat Zi juga mengejarnya seperti Jiyong. Ini hanya kebaikan seorang teman.

 

 

“Kenapa tak bilang kau tak bisa naik lift?” akhirnya Jiyong bicara.

“kau tak tanya.” Bi menjawab pelan.

“bagaimana aku tanya pertanyaan seperti ini? Kenapa kau tak bisa naik lift?”

“aku... pernah terjadi sesuatu dulu.”

“boleh aku tau?” mereka tak saling bertatapan, hanya memandang lurus dan sesekali menunduk.

“ehmm, itu...waktu itu... kau tahu...”

“tak perlu. Kau tak perlu cerita kalau kau tak mau.”

Bi menatap Jiyong, pria itu hanya memandangi jalannya.

“tak hanya lift, tau. Aku juga tak bisa berada di fitting room kalau ingin mencoba baju yang akan kubeli. Dirumahku pun tak pernah mematikan lampu. Setidaknya harus ada sedikit cahaya, baru aku bisa tidur.”

“makanya waktu itu kau yang harus menyetir mobil ya?”

“hmm.”

Sudah hampir sampai ke lantai 10, Bi tahu Jiyong mulai berkeringat. Ia merasa tak enak, tapi tak bilang apa-apa. Ia hanya tersenyum geli. Karena ia sudah terbiasa pakai tangga, baginya lantai 10 tak begitu masalah.

Saat mereka sampai, sebelum masuk ke tempat pesta itu, Jiyong bilang, “kau tahu kita teman kan? Kau bisa bilang apapun padaku. Walau kau tetap cantik saat marah, kau masih lebih cantik saat tersenyum.”

“Ya.” Bi menelan ludah.

 

 

Malam itu berlangsung meriah. Tapi seperti biasa Bi memilih duduk di pojok sambil menikmati minumannya. Seungri dan Zi memaksanya menenggak bergelas-gelas bir. Sambil tertawa-tawa. Bi memang sering minum, tapi ia jarang mabuk. Dengan sangat gampang ia merasa pusing akibat minuman itu.

Sudah lewat tengah malam saat mereka memutuskan pulang, dan Bi sukses mabuk. Ia masih bisa melihat jelas walau agak kabur, tapi ia masih bisa berjalan tegak dan sedikit membungkuk menyembunyikan pipinya yang kemerahan.

“wah, nuna mabukkk.” Teriak Seungri sambil tertawa merangkul Bi.

“No way.” Jawab Bi, tapi kelihatan sekali wajahnya merah sambil melepas tangan Seungri dari pundaknya. Tapi makin lama ia merasa pusing.Sial, gara-gara dua orang itu, batinnya. Dan ia harus turun dari lantai 10. Seandainya ia tadi menolak.

“biar kuantar kau pulang.” Suara Jiyong terdengar olehnya. Bi sudah tidak fokus dengan sekitarnya, walau ia masih bisa merasakannya sedikit.

“tak perlu, aku bareng Zi.”

“eh, tapi aku masih akan ke suatu tempat dengan yang lain.” Zi beralasan. Semua ini rencanamu, tunggu saja, aku tak akan menemuimu lagi dear best friend, batin Bi sambil melirik Zi sinis.

Jiyong menggandeng tangannya lagi. Ia tidak protes, kepalanya terlalu pusing dan ia tahu jalannya tak lagi lurus.

Bi sudah akan menuju ke arah tangga turun ketika Jiyong menariknya ke arah lain. Ke arah lift. Ia mendongak.

“aku rasa kau salah jalan.” Katanya.

“tidak.” Jiyong tetap menyeretnya ke depan lift, Bi bisa melihat ia memncet tombol turun.

“kau, tahu, aku harus pakai tangga. Kita bisa bertemu di bawah.”

Ia menarik tangannya dari genggaman Jiyong, tapi pria itu tak mau melepasnya. Terlalu kuat.

“kau pikir kau kuat turun tangga dengan keadaan seperti ini?”

“let me go.”

Ia panik melihat tanda di pintu lift akan berhenti di lantai itu. Ia menoleh mencari Zi, temannya itu juga akan turun, wajahnya kebingungan. Zi bilang pada Jiyong.

“Jiyong ssi, kurasa kau harus menemaninya seperti tadi. Kau tahu kan?” ia mencoba membujuk juga. Tapi Jiyong tetap diam, genggamannya semakin kuat.

“tenang saja.” Jawabnya singkat.

Bi menoleh ke temannya, wajahnya sangat panik. Kepalanya terlalu pusing, badannya juga lemas untuk melawan seorang pria. Jiyong menoleh pada Bi. Ia bisa melihat Zi merasa bersalah menuju pintu lift di sebelahnya.

“kau percaya aku kan? Aku akan menemanimu dan mengantarmu sampai di apartemen.” Wajahnya tersenyum menenangkan, tapi Bi tak butuh itu. Pokoknya ia tak bisa.

Cling.

Pintu lift terbuka. Bi mundur selangkah, tangannya yang bebas berusaha membebaskan yang lainnya. Akhirnya Jiyong melepas tangannya.

“kita teman kan? Kau percaya padaku kan? Apa kau mau selamanya hidup dalam ketakutan? Sebagai temanmu aku cuma ingin membantu.” Ia bilang sambil menahan pintu lift dengan kakinya agar tak menutup. tangannya diulurkan pada Bi.

            Bi akan berbelok pergi menuju ke arah tangga, jalannya tak fokus dan tangannya diraih oleh Jiyong. Bi menatapnya, pria itu menaikkan alisnya sambil menoleh ke arah lift.

            Ragu-ragu ia mendekat ke lift. Tangannya masih dituntun Jiyong masuk. Matanya membelalak melihat kesekeliling lift, Jiyong merangkulnya dari samping, menuntunnya seperti orang sakit. Ia memang sakit.

            Pusing karena mabuk semakin bertambah parah. Kepalanya mendengung, nafasnya memburu. Saat ia melihat kedalam lift, seakan-akan kotak persegi panjang itu menyempit menghimpit tubuhnya. Ia mulai kesulitas bernafas. Matanya terbelalak, ia akan ambruk kebawah, tapi tangan Jiyong tetap memegang pundaknya. Ia tak bisa berkata-kata, ia mau teriak tapi hanya kengerian yang ia rasakan. Ia melepaskan diri dari Jiyong, ia akan memukul-mukul dinding lift saat Jiyong menariknya.

            Jiyong mendekapnya erat-erat. Tangannya mengarahkan kepala Bi untuk bersandar di pundaknya. Jiyong menenangkan Bi yang tangannya masih berusaha mengatasi kepanikannya. Tapi pria itu juga tak kalah kuat, ia masih mendekap Bi dengan kuat.

            “Bi, tolong. Ada aku disini, kau percaya aku kan?.”

            “please, Jiyong ah. Kkk...keluar..keluar..kan aku.”

            “ssst. Jangan melihat apa-apa, aku disini.” Jiyong semakin mendekapnya erat. Ia mengelus rambut coklat Bi.

            Dalam kepanikannya ia berusaha mengingat kejadian-kejadian menyenangkan dengan ayahnya dulu. Saat mereka merayakan ulang tahun ke-8 Bi. Ia ingat ia mengenakan kostum badut untuk mengejutkan ayahnya. Dan seharian itu mereka tertawa bahagia. Air matanya mulai menetes ke pipi.

            Perlahan ia mulai tenang, nafasnya masih memburu, tapi badannya yang semakin lemas tak bisa berbuat apa-apa. Aroma tubuh Jiyong sangat khas, ia menyukainya. Dekapannya pun hangat dan nyaman. Ia semakin lemas dan membiarkan badannya ditopang Jiyong. Rasanya turun kebawah memakan waktu selamanya sampai akhirnya pintu itu membuka.

            Bi basah oleh keirngat, she looks like hell. Dalam perjalanan pulang, tak tahu kenapa, Jiyong yang menyetir mobil. Bi memejamkan matanya setengah sadar. Jiyong mendengar gadis itu mengigau memanggil ayahnya.

 

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
doraemonmojacko #1
ill just use my cp to readthis nice storuy
stefanie #2
aahhhh..seneng de hepi ending^^
tawphawt
#3
Wow, baru baca foreword aja kayaknya udah bagus! :)))
Rizuki_15 #4
Yay!! Udah selese... Sweet ending., Love it! ^.^
SPalBB #5
new chapter added.....<br />
apa aku ending disini aja yaaaaa , komen pliss
Rizuki_15 #6
Yay!! Confession!!<br />
Tapi knpa sikap Bi musti sedingn itu sih, kasian Jiyoung.. -_-
Rizuki_15 #7
aww.,, so sweet., nice chapt...
SPalBB #8
terima kasih yang udah baca FF saya ya, jangan lupa komen<br />
<br />
new chapter added!
Rizuki_15 #9
Lagi nyari fanfic yg seru, pas nemu yg ini, bahasa indonesia pula., jd makin suka + t'tarik.,<br />
well, so nice so far.., waiting 4 the next chapt! ^.^