Chapter 6: week 4 - Persona -- Non Grata

Beyond the Confines (side story of: Retro-Reflection)

Tao tidak pernah mengerti cara kerja tim kepolisian dan ia tidak akan pernah mengerti. Namun sekarang, entah bagaimana menjelaskannya. Semua orang bekerja begitu cepat, membuat Tao diam tercengang. Anggota dari perkumpulan penyidik amatir itu, termasuk Kim Jongin dan Minseok, tidak berjumlah cukup banyak, setidaknya di ruangan ini. Namun dari yang Tao dengar dari seru-seruan mereka, anggota-anggota yang lain sedang melakukan penyelidikan di tempat lain. Tao semakin tidak mengerti berapa jumlah anggota perkumpulan ini sebenarnya.

Tempat kejadian perkara masih sama seperti saat terjadinya pembunuhan itu. Dilihat dari jejak kaki yang mengarah ke ruangan tempat kejadian, pelaku datang dari pintu belakang. Pintu belakang sendiri tidak mengalami kerusakan, entah si pelaku datang sendirian ataukah ia datang bersama korban. Namun, sepertinya korban tidak meninggalkan ruangan yang adalah studionya sepanjang hari. Kemungkinannya adalah pelaku sudah memiliki kunci pintu belakang studio, atau mungkin pelaku sudah membuat duplikatnya, dan mungkin pelaku menggunakan cara halus tanpa merusak pintu untuk masuk ke dalam, seperti layaknya pencuri. Itu perkiraan yang dilontarkan oleh seorang anggota yang bernama Youngjun, yang tidak Tao kenal karena tidak satu jurusan dengannya.

Anggota-anggota tim penyidik ini boleh jadi tidak bisa menyimpan banyak barang bukti karena polisi telah memilikinya terlebih dahulu, namun hal itu tidak membuat mereka kekurangan informasi. Mereka mengetahui kabar yang tersebar di kepolisian. Tao tidak bisa tidak berpikir kelompok ini memiliki semacam mata-mata di kantor polisi atau mereka yang sudah membobol data pihak kepolisian. Mereka juga memiliki foto barang bukti di tempat kejadian perkara juga sample darah yang tercecer di lantai. Dan ada satu kabar hangat yang baru tersebar di kantor polisi.

“Mereka menemukan jenis kayu untuk semua topeng itu,” lapor seorang anggota, Yooeun namanya. Ia satu-satunya anggota perempuan di perkumpulan ini.

Jongin yang sibuk mendata daftar keluarga korban mengangkat kepala dan menatap Yooeun. “Mereka menemukannya?”

Yooeun menatap catatan kecil yang ada di tangannya. “Kurasa mereka baru saja menemukannya. Kayu untuk topeng itu bereaksi sangat lama untuk ditentukan jenisnya. Mereka mendapat hasil sample untuk kayu itu dan baru bisa menyimpulkan kayu itu terbuat dari kayu Alder.”

Beberapa anggota yang tadinya sibuk dengan pekerjaan masing-masing mendadak terdiam. Tao kebingungan dengan reaksi mereka, ia mengamati setiap wajah yang sedang terlihat berpikir keras itu. Mereka seperti tidak butuh waktu lama untuk berpikir dan akhirnya mereka mulai buka suara

“Pembuatan topeng dari kayu Alder bisa cukup rumit.”

“Tidak banyak toko di Seoul yang menjual topeng dari kayu itu.”

“Kayu itu untuk tarian tradisional Tal-nori, bukan?”

“Pabrik topeng untuk tari-tarian itu pun nyaris tidak ada di Seoul.”

“Lalu bagaimana pelaku bisa membuat berbagai ragam wajah untuk topeng-topeng dalam aksinya bila pembuatan topeng dari kayu itu cukup lama dan rumit?”

“Dia telah membuatnya jauh sebelum dia kembali? Kalian tahu dia tidak melakukan apapun dua bulan sebelum ini.”

“Bisa jadi dia sudah merencanakan jauh sebelum itu, jadi dia punya kesempatan untuk merancang setiap wajah baru untuk aksi baru.”

Youngjun berdeham. Semua orang berhenti bergumam. Jika dilihat sekali saja, bisa ketahuan bahwa Youngjun adalah ketua dari semua penyelidikan secara amatir ini. Ia menggoyangkan tangannya memanggil Jongin. Jongin mendekat dan Youngjun mulai berbicara. “Aku tahu satu tempat, pabrik pembuatan topeng dari kayu Alder ini. Kau mengerti maksudku, bukan?”

“Ya, Hyung.” Jongin mengangguk patuh dan berjalan menuju pintu. Anggota-anggota yang lain mulai sibuk dan bising seperti sesaat yang lalu.

Tao yang masih kebingungan dengan segala aktifitas perkumpulan ini memanggilnya. “Jongin ssi, kau mau pergi ke mana?” tanyanya.

Jongin hanya tersenyum kecil. Wajahnya sedikit terlihat mengantuk. “Kau bisa ikut denganku, Tao ssi.” Anak itu berkata tanpa menjawab pertanyaan Tao.

 

 

“Tunggu.” Tao menahan Jongin untuk tidak terus berjalan. Mereka sedang berada dalam perjalanan mereka untuk menemukan pusat kerajinan topeng Hahoe yang terbuat dari kayu Alder. Tempat itu hanya ada satu di Seoul dan sudah lama tutup. Pemilik sekaligus pengrajinnya tinggal di rumah kecil di sebelahnya. Orang itu adalah kunci yang dibutuhkan oleh Tao dan Jongin saat ini. Mereka hanya perlu ke sana dan bertanya, namun apa yang menghambat mereka untuk sampai di sana?

Tao tidak pernah lupa dengan wajah yang pernah ia temui itu. Ia pernah melihat orang itu di perpustakaan tempat Joonmyun bekerja. Ia melihat salah satu anggota kepolisian, salah satu anak buah dari polisi bernama Wu itu, sedang berada di depan toko yang dimaksud sebelumnya oleh Youngjun. Orang yang berambut hitam dengan potongan yang rapi itu tampak berbincang dengan seorang laki-laki tua yang cukup pendek dengan tubuh bungkuk. Tao dengan sangat jelas menduga bahwa laki-laki tua itu adalah pemilik pusat kerajinan topeng Hahoe yang sudah tutup itu. Tentu saja polisi sudah bergerak lebih dulu dari mereka. Sial.

Jongin melihat ke arah yang sama dengan Tao dan paham tanpa harus bertanya lagi. Tao tidak mengerti bagaimana namun sepertinya Jongin juga mengenali pemuda dari kantor polisi itu. Tao dan Jongin akhirnya berjalan dengan langkah lambat, dengan mata masih terpancang dengan pemandangan di depan mereka. Mereka tidak perlu menunggu lama, akhirnya pemuda berambut hitam itu berpamitan pada laki-laki tua itu. Ia membungkuk dan mengucapkan salam perpisahan.

Sekarang saatnya.

“Harabeoji!” Jongin memanggil sebelum laki-laki tua itu masuk kembali ke dalam rumah. Laki-laki tua itu nampak kebingungan menatap Tao dan Jongin yang menyongsongnya. Tao mengedarkan pandangan ke jalan dan melihat bahwa anggota kepolisian itu sudah tidak terlihat lagi. Bagus.

“Kenapa hari ini banyak sekali anak muda yang menemuiku?” laki-laki itu berkomentar dengan nada bingung bercampur gurau. Ia menatap Tao dan Jongin dengan matanya yang kecil. “Katakan, apa yang bisa aku lakukan untukmu? Kau tahu tidak banyak yang bisa kakek tua ini lakukan.” Laki-laki itu terkekeh, memperlihatkan barisan giginya yang sudah tidak lengkap lagi. Tao dan Jongin tersenyum sopan.

“Apakah Kakek adalah pemilik tempat kerajinan topeng Hahoe?” Tao menunjuk toko yang sudah tutup di sisi kiri rumah si Kakek.

Kakek itu mengernyit. “Kenapa semua orang menanyakannya?” komentarnya. “Ya, aku memang pemiliknya, tapi jika kau hendak bertanya hal yang sama dengan pemuda barusan, aku tidak bisa memberikan banyak jawaban.”

Sudah jelas, jelas sekali orang dari kepolisian tadi bertanya banyak hal pada kakek ini, pikir Tao tanpa bisa dicegah.

“Apa yang orang tadi tanyakan pada Kakek?” tanya Jongin polos dengan wajah mengantuknya.

Kakek itu membuang napas kemudian berkata,”Tentang topeng Hahoe buatanku.”

“Apakah Kakek tidak membuat topeng lagi?” kali ini Tao yang bertanya. “Yang aku tahu, di toko ini Kakek memproduksi banyak topeng dari kayu Alder,” sambungnya, berusaha untuk terdengar biasa saja.

Kakek itu tertawa sekilas. “Yang kalian perlu tahu, toko ini sudah tutup lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dalam jangka waktu itu, aku tidak pernah memproduksi topeng apapun lagi, apalagi topeng dari kayu Alder. Dan dalam tiga tahun terakhir, tidak ada yang memintaku untuk mengerjakan puluhan bahkan ratusan topeng.” Kakek itu menjelaskan.

Setelah mendapatkan informasi itupun, Tao merasa semakin bingung. Topeng-topeng milik Kakek ini bisa dikatakan tidak berhubungan dengan pembunuhan berantai ini. Lantas apakah pelaku memproduksi topeng-topeng itu sendiri? Ia membuatnya sendiri? Sungguh kreatif dan mandiri, komentar Tao dalam hati. Ia dan Jongin masih menyusuri jalan yang sama dan masih membicarakan tentang topeng dan kayu Alder saat ia melihat sepeda yang familiar terparkir di sebuah toko buku kecil. Tao melirik ke dalam toko dan sedetik kemudian ia melihat temannya Joonmyun berjalan keluar.

“Joonmyun? Sedang apa kau di sini?” Tao bertanya begitu Joonmyun melihatnya dan menghampirinya dengan senyum ceria tersungging di bibir. Sungguh Tao tidak menyangka ia akan bertemu dengan Joonmyun di saat-saat perdananya menjadi penyidik amatir. Ia rasa, suatu hari, entah kapan, dan tidak di depan Jongin, ia akan menceritakannya pada Joonmyun, dan mungkin juga Yeonjoo. Jika mereka sepaham dalam hal ini, Tao bisa membuat mereka berdua bergabung dan menjadi anggota baru. Tapi sepertinya Joonmyun dan Yeonjoo lebih sibuk dari yang ia bayangkan. Dan sepertinya saat ini, Joonmyun sedang bekerja.

Joonmyun tertawa dengan sangat renyah. “Aku? Aku sedang mencari beberapa buku.” Ia menunjuk ke arah toko di belakangnya dengan ibu jarinya. Ia tersenyum dengan senyum menawannya yang sudah sangat terkenal itu.

“Buku yang berhubungan dengan perpustakaan? Kau sedang bekerja saat ini?” Tao bertanya. Ia tahu Joonmyun akan bekerja setelah kuliah berakhir pada siang hari. Yeonjoo yang memberitahukannya. Terkadang ia tidak suka bagaimana Yeonjoo menceritakan segala hal tentang Joonmyun di depannya. Astaga, ia berlebihan sekali.

Joonmyun tertawa lagi. “Ah, tidak, Tao. Aku sedang mencari buku yang tidak berhubungan dengan perpustakaan.”

“Lalu?” Tao tersenyum kecut karena tebakannya salah.

“Kau ingat buku yang kita temukan saat kita kecil dulu? Buku dongeng itu.” Joonmyun mulai memberitahu Tao hal yang tidak pernah Tao duga sama sekali. Tao teringat akan buku dongeng bersampul merah muda pucat yang mereka temukan dulu. Ia sudah lama tidak melihat buku itu, sudah lama sekali. Ia pun tidak bisa mengingat dengan jelas apa isinya. Dan apakah saat ini Joonmyun ingin menemukannya?

“Ada apa dengan buku dongeng itu, Joonmyun?” tanya Tao sambil berusaha mengingat semua isi dari buku dongeng yang dulu sering ia baca bersama Joonmyun dan Yeonjoo, dan juga bersama sepupu Joonmyun, Baekhyun.

“Aku hanya sedang berusaha menemukannya, kau tahu.” Joonmyun tertawa kecil. “Aku ingin kembali  mengingat setiap cerita yang sudah kita baca.”

“Di mana buku yang dulu kaumiliki itu?” tanya Tao.

“Saat aku pindah rumah dulu, Ibuku membuang buku itu dan memberikannya pada tukang loak.” Joonmyun mengangkat bahu dan terlihat sangat menyesal. “Sudah lama sekali aku mencarinya. Dan aku semakin sering mencari dua tahun belakangan ini.” ia tersenyum kecil.

Oh, jadi begitu rupanya.

“Lalu, apakah buku itu masih banyak diproduksi? Maksudku, saat kita kecil dulu, buku itu seperti sudah sangat tua, eh? Kurasa, tidak banyak orang yang memilikinya,” kata Tao, meski ia tidak yakin dengan pemikirannya sendiri.

“Tidak banyak memang, yah, sepertinya memang tidak banyak,” jawab Joonmyun sambil mengangkat bahu.

“Jika diingat-ingat lagi, semua cerita yang ada memang menarik.” Tao berkomentar.

“Benar, bukan? Karena itu aku ingin membacanya lagi.” Joonmyun tersenyum manis. Tao yakin senyum Joonmyun yang seperti ini yang sangat disukai Yeonjoo. Astaga. Tao tidak bisa tidak tidak mengingat Yeonjoo pada saat ia melihat Joonmyun. Ia tahu Yeonjoo menyukai Joonmyun, dan ia tidak ingin terus mengingat kenyataan itu. Kenyataan itu membuat dadanya nyeri.

“Dan kau masih akan terus mencari buku itu?” tanya Tao saat Joonmyun sudah bersiap di sepeda.

Joonmyun mengangguk. “Tentu saja. Ada satu cerita yang sangat ingin kubaca, apakah kau mengingat cerita yang itu?”

“Cerita yang mana?”

“Dermaga dan Laut.”

“Aku tidak ingat.”

Joonmyun tertawa kecil. “Aku sangat membutuhkan buku itu karena aku sangat ingin membaca cerita yang itu. Cerita itu sangat penting untukku, saat ini. Dan sepertinya kau tidak ingat cerita yang dulu sangat kausukai.”

Meski tidak mengerti dengan perkataan Joonmyun, Tao tidak bertanya lagi dan membiarkan temannya itu berpamitan dan pergi meninggalkannya, tidak sadar ada sepasang mata yang mengawasi gerak-gerak mereka sejak tadi.

 

 

Belakangan Joonmyun memang jarang pulang bersama dengan Yeonjoo, jadi Yeonjoo tidak pernah lagi makan bersamanya. Namun sepertinya hari ini sedikit berbeda. Setelah pulang bekerja, Joonmyun mengajak Yeonjoo untuk makan bersama. Rasanya sudah lama sekali. Yeonjoo merasakan perasaan senang begitu menerima pesan dari Joonmyun siang tadi setelah mereka berpisah di kampus. Meski Joonmyun tidak bisa menjemputnya di toko, Yeonjoo tidak keberatan. Saat ini Yeonjoo sedang menunggu Joonmyun di restoran pasta yang pernah mereka datangi sebulan yang lalu. Ini sudah hampir pukul lima sore, Yeonjoo sudah menunggu hampir sepuluh menit. Joonmyun pasti akan datang sebentar lagi, pikirnya.

Orang-orang yang memenuhi restoran ini tidak terlihat mendapat banyak beban. Mereka semua tertawa, tersenyum, berbicara dengan riangnya kepada satu sama lain. Yeonjoo bertanya-tanya dalam hati apakah orang-orang tidak memikirkan pembunuhan berantai yang melanda kota itu seperti dirinya. Ah, mungkin saja mereka memikirkannya, hanya saja mereka tidak begitu memperlihatkannya. Mereka tidak memikirkannya karena mereka tidak punya kriteria itu.

Ya, itu benar.

Tiba-tiba napas Yeonjoo menjadi berat dan dadanya sesak. Ia tidak berharap ia akan dihantui perasaan ketakutan ini terus menerus. Ia tidak bisa tidur tenang. Bahkan ia dengan mudahnya berprasangka buruk pada setiap orang asing yang ditemuinya. Ia benar-benar takut. Tidak banyak hal yang bisa ia lakukan untuk lepas dari ketakutannya ini. Ia mungkin bisa mencari tahu tentang pembunuh berantai itu untuk lebih mengerti pola pergerakannya dan dengan begitu ia bisa berusaha menghindar jika kemungkinan buruk terjadi. Namun rasanya jika ia ingin mengetahui segala hal tentang pembunuh itu, ia akan terkesan mengejar kematiannya sendiri.

Yeonjoo melirik jam tangannya selagi ia membuang napas dengan berat. Ia ingin Joonmyun segera ada di sini.

“Apa maksudmu? Kita harus melakukan pengintaian terhadap Kim Joonmyun?”

Apa? Apa yang barusan ia dengar?

Telinga Yeonjoo dengan segera menangkap suara yang menyebutkan nama Joonmyun. Yeonjoo mengerjap dan mencari sumber suara. Suara itu tidak begitu keras namun ia bisa mendengarnya dengan jelas hanya karena pemilik suara itu berada di meja di belakangnya. Yeonjoo menahan napas, ia menajamkan pendengaran. Ia tahu banyak orang yang bernama Kim Joonmyun di Seoul, namun ia tidak bisa melewatkan hal ini. Bagaimana jika orang yang sedang dibicarakan ini adalah benar Joonmyun teman kecilnya? Ia tidak ingin berprasangka buruk namun ia tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukannya.

Pada akhirnya ia mencoba mendengarkan percakapan itu.

“Chief sendiri yang memintaku untuk melakukannya. Aku sudah mulai melakukannya siang tadi,” sahut suara yang lain, suara laki-laki muda yang terdengar hampir sama ringannya dengan suara yang pertama.

“Benarkah? Kau sudah mulai melakukannya? Kau mengikutinya ke mana saja?”

“Aku hanya mengikutinya ke kampus, lalu beberapa toko buku, lalu ke perpustakaan kecil di area perumahan itu.”

Perpustakaan kecil di area perumahan. Astaga.

Meski tidak disebutkan secara rinci di mana letak perpustakaan kecil itu, Yeonjoo benar-benar merasa Joonmyun-nya yang sedang dibicarakan oleh dua orang ini. Ia ingin memastikan siapa orang-orang ini namun ia tidak berani menoleh ke belakang. Untuk saat ini ia tidak berani. Jantungnya berdetak semakin kencang. Mengapa ada yang ingin melakukan pengintaian kepada Joonmyun? Apa yang sudah Joonmyun lakukan?

“Kenapa Chief menyuruh kita untuk membuntuti Kim Joonmyun?” suara pemuda yang pertama menyuarakan pertanyaan dalam kepala Yeonjoo. “Sudah jelas anak itu anak baik-baik. Dengan wajah seperti itu, mana mungkin dia otak dari semua pembunuhan berantai ini? Yang benar saja.”

Apa? Otak dari pembunuhan berantai? Joonmyun?

Yeonjoo mengerjap tidak percaya.

Apa yang sudah didengarnya ini?

“Tidak mungkin dia, tidak mungkin Kim Joonmyun,” kata pemuda itu lagi. Yeonjoo yang membeku masih berusaha mendengarkan percakapan dua orang itu dengan konsentrasi penuh. “Aku yakin kali ini Chief salah dengan instingnya. Apa yang Chief bilang padamu?”

“Chief bilang bahwa Kim Joonmyun adalah orang pertama yang ia curigai sebagai tersangka. Aku tidak mengerti atas dasar apa Chief mengatakan itu. Setelah pertemuan di perpustakaan, aku rasa Kim Joonmyun sudah melaksanakan kewajiban dengan baik dan dia memberikan informasi yang kita butuhkan.”

“Lantas dengan itu Chief mencurigainya? Ini sungguh tidak masuk akal.”

“Kau tahu Chief selalu mencurigai siapa saja. Chief sudah terbiasa seperti itu. Dia selalu waspada.”

“Tapi, kenapa Kim Joonmyun?”

“Aku tidak begitu paham.  Yang penting kita laksanakan saja tugas dari Chief ini. Meski terdengar tidak masuk akal, tapi aku rasa Chief punya alasan untuk mencurigai Kim Joonmyun. Kita hanya perlu menemukan alasan itu.”

“Kurasa kau benar, Luhan.”

“Cepat habiskan makananmu, kita harus ke lokasi.”

Yeonjoo terdiam. Ia pernah mendengar nama Luhan sebelumnya, di kantor polisi. Jadi dua orang ini adalah anggota kepolisian? Benarkah? Yeonjoo tidak bisa berpikir dengan jernih. Matanya berkunang-kunang. Tangannya yang mendingin bergetar. Jantungnya sudah tak karuan berdebar dalam dadanya. Apakah benar yang sedang dibicarakan orang-orang itu? Joonmyun sedang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan berantai? Kenapa Joonmyun? Kenapa temannya? Ia sungguh tidak bisa membayangkan hal itu, ia tidak akan pernah bisa membayangkan Joonmyun sebagai pembunuh. Temannya itu sungguh orang yang baik, tidak pernah sekalipun ia terlihat ingin melukai orang lain, apalagi membunuh. Bagaimana mungkin semua tuduhan itu diberikan kepada Joonmyun? Atas dasar dan bukti apa kepolisian mencurigainya?

Dada Yeonjoo terasa semakin sesak.

Ia sudah hendak membuka menu pesan dalam ponselnya saat sebuah pesan masuk

 

From: Joonmyunnie

Yeonjoo-ku~ aku sedang ada urusan. Aku rasa aku akan datang terlambat ke sana. Maaf sudah membuatmu menunggu. Aku janji aku akan datang. Urusanku tidak akan lama. Kau akan tetap menungguku, bukan?

 

Yeonjoo mengecek jam pada layar ponselnya. Pukul 5 tepat. Di jam-jam seperti ini, Joonmyun selalu sedang ada urusan. Dan di jam-jam seperti ini juga pembunuhan berantai itu selalu terjadi. Ya, setahu Yeonjoo, penyerangan dan pembunuhan itu terjadi sekitar pukul 5 sampai 6 sore, dan terjadi selama tiga puluh menit.

Tunggu sebentar.

Dua orang dari kepolisian itu sedang di sini. Mereka membahas tentang Joonmyun, mereka mencurigai Joonmyun.

Joonmyun akan ada urusan di jam-jam seperti ini.

Ini sudah pukul lima sore.

Jantung Yeonjoo berdetak kencang. Semua imajinasinya seakan menjadi kenyataan tepat di depan matanya. Tidak, tidak mungkin.

Joonmyun-nya…. tidak mungkin…

Yeonjoo membekap mulutnya dengan sebelah tangan. Matanya mulai berkaca-kaca.

Ada satu orang yang bisa menjawab pertanyaannya. Ia bangkit dari kursinya dengan derit keras dan berlari keluar restoran.

 

 

Kris mengucapkan salam pada petugas penjaga saat ia keluar dari pintu gedung kepolisian. Ia merapatkan mantel hitamnya sambil membuang napas keras. Sudah pukul lima lebih sepuluh menit. Setelah penyelidikan yang dilakukan Yixing siang tadi, mereka sudah mendapat data tentang lokasi mini market yang dekat dengan studio-studio foto yang ada di seluruh Seoul. Memang belum tentu akan ada korban baru di mini market, namun setidaknya perkiraan ini sudah lebih baik. Kris bisa menyuruh anak buahnya untuk berjaga-jaga di beberapa titik yang ada. Entah terjadi hari ini atau besok, Kris sudah bersiap-siap. Ia sudah tidak sabar ingin menangkap pelakunya. Mereka tidak boleh kecolongan lagi. Tidak boleh ada korban yang jatuh lagi.

Ia sudah akan bersiap menghampiri mobilnya saat ada seseorang yang berlari menyongsongnya. Kris mengerjap. Bukankah orang itu, gadis itu Song Yeonjoo?

“Tunggu!” gadis itu berteriak. Kris menghentikan aktifitasnya, berhenti berjalan dan terdiam mematung di tempatnya berdiri. Song Yeonjoo sudah berada di depannya dengan napas memburu. Ia membungkukkan badan beberapa saat dan mengatur napas. Kris tidak tahu gadis ini berlari dari mana namun ia terlihat sangat lelah. Keringat bercucuran deras dari pelipisnya.

“Apa yang kauinginkan?” tanya Kris langsung. Ia sedang terburu-buru. Ia sudah harus ada di salah satu lokasi dalam waktu lima menit. Ia tidak ada waktu untuk mengurusi gadis ini. Lagipula ada urusan apa ia dengan gadis ini? Terakhir mereka bertemu di toko pakaian itu, mereka tidak saling berbincang banyak hal. Kris yakin mereka tidak ada urusan lagi kali.

Namun, mungkin ia salah menduga?

Song Yeonjoo menegakkan tubuh. Ia menatap Kris dengan penuh amarah. “Apa yang sudah kaulakukan? Mengapa kau mencurigai temanku sebagai pelaku pembunuhan itu?” teriaknya penuh emosi. “Bagaimana kau bisa mencurigainya? Katakan padaku!” ia mengguncang lengan mantel Kris.

Kris heran bagaimana gadis ini bisa tahu tentang hal ini, namun ia tidak mengatakan apa-apa. Ia pura-pura bodoh. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan nada dinginnya yang biasa. Ia menurunkan tangan Song Yeonjoo yang mencengkeram lengan mantelnya dengan kuat.

Gadis itu mendesis kesal. “Jangan pura-pura bodoh seperti itu.” ia mencemooh. “Aku tahu kau yang meminta dua anggotamu untuk melakukan penyelidikan pada Joonmyun. Mereka melakukan pembuntutan dan semacam itu pada Joonmyun, mengikuti kemana pun Joonmyun pergi. Apa maksudmu memerintahkan mereka seperti itu? Mengapa kau mencurigai Joonmyun?”

Itu bukanlah pertanyaan yang harus dijawab oleh Kris. Kris tidak ingin menjawabnya. Belum ada bukti apapun yang mengatakan bahwa Kim Joonmyun adalah tersangka. Kris hanya menduga-duga, namun ia tidak mereka-reka. Segala hal yang berhubungan dengan Kim Joonmyun memang mencurigakan. Sesuai yang dilaporkan oleh Luhan, Kim Joonmyun melakukan beberapa aktivitas ganjil. Yang pertama, ia selalu pergi ke berbagai toko buku di kota untuk menemukan sebuah buku dongeng tua. Yang kedua, ia selalu membuntuti dua orang, yang setelah dicari informasinya adalah seorang gadis bernama Park Sooyoon dan seorang pemuda yang sering terlihat bersama Park Sooyoon sendiri. Lokasi tempat perpustakaan kecil tempat ia bekerja dulunya adalah bangunan rumah tua milik keluarga besarnya. Enam belas tahun yang lalu, keluarga mereka pindah dari rumah itu setelah ada satu anggota keluarga yang hilang, seorang sepupu yang berbeda usia setahun darinya. Dua tahun yang lalu, terjadi kerusakan listrik dan rumah itu hangus terbakar. Pembangunan kembali rumah itu menjadi perpustakaan sepertinya rencana dari pihak keluarga Kim Joonmyun sendiri. Bisa dikatakan Kim Joonmyun adalah pemilik perpustakaan kecil itu.

Karena ia adalah pemilik, ia bisa berkeliaran di kota kapan saja. Karena itu, selain kuliah, ia punya banyak waktu luang untuk membuntuti gadis bernama Park Sooyoon itu dan juga mencari buku dongeng tua yang entah dicarinya untuk apa. Ia punya banyak waktu luang, dan mungkin di waktu luangnya ia merencanakan pembunuhan? Tidak ada yang tahu.

 Kris menatap Song Yeonjoo di depannya. Gadis ini terlihat semakin marah padanya. Apakah Kris harus menceritakan semua hal mencurigakan Joonmyun pada gadis ini? Karena sepertinya gadis ini tidak tahu apa-apa tentang temannya. Sepertinya benar tentang dugaan Kris bahwa Kim Joonmyun memiliki banyak wajah. Kris yakin banyak hal tentang Kim Joonmyun yang gadis ini tidak ketahui, meski mereka sudah berteman sejak usia delapan tahun.

“Kau tidak bisa mencurigai dia sebagai tersangka! Kau tidak punya bukti yang memberatkannya!” seru Song Yeonjoo begitu tidak kunjung mendapat respons dari Kris. Matanya berkaca-kaca. Ia sudah terlihat hampir menangis. Kris tidak bereaksi. Ia sungguh tidak peduli. Di matanya, Kim Joonmyun sudah menjadi tersangka.

“Aku rasa aku akan menemukan bukti itu sebentar lagi,” sahut Kris sambil berjalan ke mobilnya. Gadis itu menghalangi jalan. Kris memutar mata menatap gadis itu.

“Kau tidak mungkin menemukan bukti apapun. Joonmyun bukan pelakunya. Joonmyun bukan orang seperti itu!” Song Yeonjoo menatap Kris dengan tajam.

“Terserah apa katamu.” Kris berjalan melewatinya. Song Yeonjoo kembali menghalangi jalan. Ini menyulitkan sekali, Kris membatin. “Minggir. Aku sedang bertugas. Kau menggangguku,” kata Kris, ia melemparkan tatapan dingin pada gadis itu. Gadis itu balas menatapnya tanpa rasa takut dengan mata yang basah.

“Aku ingin tahu alasanmu mengapa kau mencurigai Joonmyun sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berantai yang sedang kautangani itu.”

“Aku menanyakan ini padamu, di mana temanmu itu sekarang?” tanya Kris.

Gadis itu terlihat bingung. “I-itu…”

“Kau bahkan tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sementara aku bisa menebak di mana dia berada.”

Song Yeonjoo mengerjap beberapa kali. “Apa maksudmu?”

Kris menatap gadis itu lurus-lurus. Kedua mata gadis itu tampak mirip dengan mata Jiali. Ia seperti sedang bertatapan dengan adiknya sendiri. Hal itu hanya memperkuat keinginannya untuk segera membekuk pelaku pembunuhan berantai itu. Tanpa sadar ia mengepalkan tangan dengan kuat.

“Aku tidak akan memberikan banyak alasan, tapi jika kau melihatnya langsung dengan mata kepalamu apakah kau akan percaya?”

Saat itu ponsel Kris berdering. Luhan mengabarkan bahwa terjadi penyerangan di salah satu mini market yang dekat dengan studio foto.

 

 

Darah segar berceceran di lantai. Kris melihat wajah Song Yeonjoo memucat. Seharusnya ia tidak membawa gadis ini kemari. Korban yang adalah seorang pegawai mini market terbujur kaku di antara dua rak makanan ringan dengan luka tusukan di dada dan perut. Song Yeonjoo tampak gemetaran. Kris ingat gadis ini sepertinya tidak terbiasa melihat hal semacam ini, dan ia akan selalu bereaksi berlebihan. Tatapan gadis itu seketika tampak kosong, entah apa yang sedang dipikirkannya.

“Hei, kau baik-baik saja?” Kris mendapati dirinya bertanya pada gadis itu. Song Yeonjoo tidak menjawab dan terus menatap kosong pada mayat korban. Kris membuang napas. Ini memang tidak boleh, namun ia sudah membawa gadis itu masuk ke dalam TKP. Bagaimanapun ia harus membuktikan sesuatu pada gadis itu. Kris memutuskan untuk melihat sekeliling. Mulai banyak orang yang mengerumuni mini market ini. Beberapa petugas polisi tampak menghalangi orang-orang yang ingin masuk dan melihat korban. Di antara kerumunan itu, Kris bisa melihat Luhan yang berbicara serius dengan beberapa orang pemuda. Hei, ada apa?

Sejurus kemudian, Yixing berjalan tergesa ke dalam mini market. Ia langsung menghadap Kris.

“Chief, segerombol mahasiswa di luar ingin menyelidiki TKP ini,” lapor Yixing.

“Apa?” Kris terheran-heran. “Apa maksudmu menyelidiki?”

“Mereka tergabung dalam perkumpulan, bisa dikatakan seperti penyidik amatir. Mereka juga sedang menyelidiki kasus ini.” Yixing terlihat kebingungan. “Mereka sudah sering melakukan olah TKP tanpa sepengetahuan kita, Chief. Kurasa mereka juga banyak membobol data milik kita.” Dahi Yixing berkerut. “Apa yang harus aku katakan pada mereka? Mereka keras kepala sekali. Mereka bersikeras ingin masuk.”

Kris merasa terusik. Kris bagaikan naga yang sudah dibangunkan dari tidur oleh segerombol mahasiswa itu. Ia dengan langkah lebar melangkah keluar dan langsung menemui segerombol anak kurang kerjaan yang ingin menambah kerja kepolisian. Ia tidak bisa memasang ekspresi terkejut pada wajahnya, ia melihat kenalan Song Yeonjoo dan Kim Joonmyun yang bernama Tao, dalam gerombolan mahasiswa ini. Jadi bocah kurang kerjaan itu tergabung dalam kelompok amatir ini?

“Oh, annyeonghaseyo.” Pemuda bernama Tao itu menyapa Kris dengan nada yang tidak menyenangkan, membuat beberapa temannya menoleh padanya terheran-heran. Sepertinya Tao sendiri sudah menduga pertemuannya dengan Kris di lokasi ini. Cih, sejak awal anak ini memang berniat mencari perkara denganku, Kris membatin.

“Kau pikir apa yang sedang kaulakukan di sini?” tanya Kris langsung. Ia tidak menyukai kehadiran gerombolan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok penyidik amatir atau apalah namanya itu. Mereka sungguh mengganggu kerja divisinya. Tao memandangnya dan tersenyum mengejek.

“Kami akan menyelidiki, tentu saja. Kami sudah berada di sekitar area ini selama hampir satu jam.”

Selama hampir satu jam katanya?

“Apa hakmu untuk menyelidiki tempat ini? Kau bahkan bukan petugas forensic,” sahut Kris ketus.

Tao masih tersenyum kecut. “Kurasa bila kami tidak punya hak di sini, kami benar-benar berniat untuk menyelidiki. Kami bekerja dengan cepat. Hitung saja bahwa kami ingin memperingan tugas kalian dari pihak kepolisian. Karena selama ini, kalian tidak juga menunjukkan pergerakan berarti dalam menangani kasus ini. Dan bagaimana jika kami yang turun tangan?”

Kris terkesiap. “Apa katamu?”

“Kami sudah tidak percaya lagi dengan pihak kepolisian, kami tidak bisa mengandalkan pihak kepolisian dalam kasus ini.” Tao berkata dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya. “Karena itu kami turun tangan, kami tidak bisa diam saja.”

“Lalu apa menurutmu aku akan membiarkan kalian menyelidiki?” Kris tertawa sumbang yang terdengar sangat aneh di telinganya sendiri. “Kalian bahkan tidak tahu apa-apa, kalian hanya amatir, sama sekali tidak ahli.”

Bocah bernama Tao itu tersenyum mengejek sekali lagi. “Mungkin kami hanya melakukan ini demi kesenangan kami, kami sama sekali tidak mencari apapun. Kami hanya ingin mengungkap kasus dan menangkap pelakunya.” Ia berkata kepada Kris tanpa ragu. Anak ini sungguh pandai berbicara.

“Dan bagaimana denganmu, Pak Polisi? Kau sudah menemukan pelakunya? Kau sudah menangkapnya? Belum, bukan?

“Lalu menurutmu siapa yang tidak ahli di sini?”

“Yah kau!” Kris mencengkeram kerah kemeja Tao. Ia menatap Tao dengan penuh amarah. Ia sudah kesekian kalinya bocah ini menguji kesabarannya. “Jangan kurang ajar padaku. Sebaiknya kalian jangan mengganggu tugas kepolisian.” Ia berkata dengan pelan dan menusuk. “Sebaiknya kalian menjauh dari tempat ini.”

Tao hanya tertawa meski ia berada dalam ancaman. “Kau tidak berhak memutuskan. Kita lihat saja nanti, Pak Polisi, apakah kami akan bertahan atau tidak.”

“Tao?” suara Song Yeonjoo mengubah atmosfer yang ada. Kris perlahan melepaskan cengkramannya pada kerah kemeja Tao dan berbalik. Gadis pucat itu berjalan pelan mendekati gerombolan. Tao terlihat keheranan mendapati Song Yeonjoo ada di sini. Terlihat sekali ia tidak tahu menahu tentang Song Yeonjoo yang ikut bersama Kris ke tempat kejadian perkara ini.

“Apa yang sedang kaulakukan di sini, Yeonjoo?” Tao terperangah. Ia tampak sangat terkejut, raut wajahnya seketika berubah menjadi cemas. Ia terlhat khawatir dengan Song Yeonjoo yang tampak pucat seperti kertas.

Song Yeonjoo terdiam beberapa saat. Ia seperti tidak berniat menjelaskan namun ia juga tidak ingin berbohong. “A-aku melihat…aku sedang melihat lokasi kejadian bersama petugas polisi ini..” jawabnya. Ia sedikit melirik Kris dengan ragu dan ketakutan.

“B-bersama polisi ini?” kedua mata Tao membesar. Ia memandang Kris dan Song Yeonjoo bergantian. Entah mengapa terdengar nada tidak senang dari Tao mengenai gagasan Kris dan Song Yeonjoo datang bersama ke tempat ini. “Apa maksudmu?”

Ah, ceritanya akan sangat panjang bila diceritakan kembali pada bocah ini, batin Kris. Rasanya sulit sekali dengan tiba-tiba mengatakan Kim Joonmyun dicurigai sebagai pelaku sementara Kris belum memiliki bukti apapun. Ini masih dugaan, dan Kris yakin bila ia mengatakannya pada bocah bernama Tao ini, ia akan mendapat reaksi berlebihan. Bagaimana pun juga yang dicurigai sebagai pelaku adalah teman dari bocah ini. Sama seperti Song Yeonjoo, sudah jelas bocah bernama Tao ini tidak akan terima dan tidak akan tinggal diam. Sejak awal, pemuda yang bernama Tao ini memang sangat kontra terhadap Kris. Bisa dilihat sampai sekarang anak itu masih melawannya. Kris tidak mengerti mengapa anak itu sangat membenci kepolisian.

“Sudahlah. Sebaiknya kau pergi saja dari sini.” Kris berkata pada Tao. Lalu ia memutar kepala dan menghadap Song Yeonjoo. “Kau juga harus pergi.”

Song Yeonjoo terlihat kebingungan. Melihat itu Kris menambahi,”oh, kau bisa tinggal jika kau ingin melihat kemungkinan terburuk.”

“Sudah kukatakan padamu, dia bukan pelakunya dan selamanya bukan.” Gadis itu berkata dengan lirih. Setelah melihat korban baru di dalam, entah mengapa gadis ini terlihat begitu terguncang. “Aku tidak akan melihat apapun dengan datang kemari, seharusnya aku sudah tahu dari awal.”

Kris memutar mata dan menatap gadis itu lurus ke kedua matanya. Gadis itu benar-benar memiliki mata seperti Jiali. Pikiran Kris kembali melayang pada adiknya yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Tangannya kembali terkepal kuat. Ia sudah tahu sejak awal jika ia sudah menemukan tersangka, ia tidak akan pernah melepaskannya. Tidak akan. Ia tidak akan melepaskan Kim Joonmyun begitu saja.

“Apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan?” Tao menginterupsi.

Kris memandangnya dengan dingin. “Kau tidak perlu tahu. Sekarang sebaiknya kau dan teman-temanmu cepat pergi dari sini.”

“Yah, kami tidak akan pergi dari tempat ini begitu saja!” Tao berteriak.

“Apa perlu aku panggilkan petugas untuk mengusir kalian? Jika kalian mencoba membuat keributan atau mengganggu tugas polisi, aku bisa membawa kalian ke kantor,” kata Kris dengan nada ancaman.

“Kau tidak akan bisa—“

“Oh, kenapa kalian semua ada di sini?”

Suara itu bahkan lebih mengejutkan dari petir yang menyambar. Bukan, bukan karena suara itu keras dan menggelegar, hanya saja suara itu adalah suara yang tidak diduga ada di antara mereka saat ini. Kris tidak berani berharap banyak meski ia sangat mengenal suara itu. Ia tidak berani membayangkan dengan muluk-muluk tentang semua dugaan dan kecurigaannya. Namun, sepertinya, ia dihadapkan dengan pilihan untuk mempercayai semua kecurigaan yang ada.

Ini adalah hal terakhir yang bisa ia percayai.

Kris menoleh ke arah sumber suara. Dari gang kecil dan gelap yang berada di sebelah mini market, muncullah Kim Joonmyun dengan sepedanya. Kim Joonmyun menatap setiap orang dengan senyumnya yang cerah dan menawan. Kedua matanya bersinar seperti anak kecil. Ia terlihat menatap semua orang yang balas menatapnya dengan terkejut. Terutama Song Yeonjoo. Gadis itu terlihat begitu terkejut. Kris melihatnya melangkah mundur karena tidak percaya. Hanya ada satu kemungkinan mengapa Kim Joonmyun ada di sini.

Karena perkara yang satu itu.

Sudah kukatakan padamu, Song Yeonjoo, jika kau melihatnya dengan mata kepalamu sendiri, kau harus mempercayainya, batin Kris.

 

 


 

I'll be back in October, or probably February.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
keyhobbs
#1
Chapter 11: aigoo jinjja daebak!!^^ keren,aku bahkan ikut mikir keras siapa kira kira pelakunya,and aku jg kaget pas bca chap sebelumnya,itu Tao? Tapi kapan ini mau di update lagi?I'll wait for the next chapter^^ fighting!
weirdoren
#2
Chapter 10: GRAAAAAAHHHH
kamu liat kan. junmen udah ga ada. makanya move on. #maksa
LocKeyG #3
Chapter 10: Jadi itu Tao? yang jahat Tao, bukan Joonmyeon?
xhxrat_ #4
Chapter 9: Kapan update thor ToT
weirdoren
#5
Chapter 9: ah! ya! noodle joon what the hell are you talking about?
ㅋㅋㅋ
phyro27 #6
kak ini kapan updatenya TOT
weirdoren
#7
Chapter 8: OMG WHY ;_________________;
weirdoren
#8
Chapter 6: OMG PLS UPDATE SOON ZNJKdbsjhadvjfd
namputz #9
Chapter 5: duh penasaraaaan update ppali authornim~~~