Chapter 13

RAIN
Please Subscribe to read the full chapter

Sudah seminggu ini semua member RAIN terus melakukan latihan untuk persiapan Tur Asia mereka. Walaupun kondisi group baik-baik saja, namun tanggapan negatif beberapa netizen masih terus melekat seiring pengakuan Hyoyeon di depan publik.

 

.

Meskipun begitu, setiap member masih menjalankan aktivitas individu seperti biasanya. Yuri disibukkan dengan berbagai macam variety show, Taeyeon dan Jessica terus menjalankan promosi duet mereka, sedangkan Hyoyeon lebih sibuk dengan aktivitas dance.

.

Dorm RAIN mulai sering terasa sepi karena mereka jarang memilih pulang. Hanya Jessica yang sering kembali ke dorm karena masih ada Tiffany disana. Gadis itu juga disibukkan dengan persiapan Paris Fashion Week yang cukup menyita waktunya.

.

Pintu dorm terbuka. Tiffany yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, lalu keluar lagi dengan semangat namun dia salah menduga. Yang datang bukan Jessica melainkan Yuri.

.

“Hai Fany. Menunggu Sica?”, tebak Yuri karena melihat ekspresi Tiffany.

.

Tiffany tersenyum canggung sekaligus tersipu malu karena sikapnya. Tiffany mengangguk menjawab pertanyaan Yuri.

.

“Aku bertemu dengannya di manajemen. Kupikir dia sedikit ada urusan disana”, jelas Yuri.

.

“Terima kasih Yul, atas infonya”, ia tersenyum pada Yuri lagi.

.

Yuri tertawa melihat sikap Tiffany yang masih kaku padanya. “Its okay. Aku pulang hanya mengambil barang yang tertinggal. Aku masuk ke kamar dulu”, ucap Yuri.

.

Setelah Yuri masuk ke kamarnya, Tiffany juga kembali ke kamar. Ia berbaring dan menatap ponselnya. Gadis itu tampak berpikir untuk menelpon Jessica atau tidak. Detik selanjutnya ia justru teriak frustasi.

.

“Arrrgghhh, bagaimana jika aku mengganggunya? No No No, jangan telpon Fany-ah”, ucapnya pada diri sendiri. “Arrrghh tapi aku merindukannya. Ottokhe?”, Kali ini ia mempoutkan bibirnya.

.

Setelah lama berpikir, akhirnya Tiffany mendapatkan ide. Ia menghubungi manajernya untuk menjemputnya.

.

“Mau kemana Fany-ah?”, tanya sang manajer.                                                       

.

“Ke BCEnt Oppa. Aku ada urusan disana”, jawabnya tanpa memberitahukan yang sebenarnya.

.

Begitu sampai di tempat tujuan, Tiffany pun meminta sang manajer pulang terlebih dulu. Dengan perasaan gugup, ia masuk ke manajemen dan membungkuk pada beberapa staff yang ia jumpai.

.

Tiffany menuju lantai 5 dan bertemu dengan salah satu staff untuk menanyakan keberadaan Jessica. Begitu tahu Jessica berada dimana, ia pun tak sabar menyusulnya. Baru saja Tiffany ingin memanggil Jessica, ia menghentikan niatnya karena melihat Jessica sedang berbicara dengan Taeyeon. Tiffany memilih bersembunyi di salah satu sudut koridor.

.

.

.

-------------------

.

“Kau merokok?”

.

Taeyeon menghisap rokoknya lalu menoleh ke arah lawan bicaranya. “Orang bilang merokok itu bisa menghilangkan stress. Jadi, ya aku mencobanya”, balasnya cuek.

.

“Aku setuju. So, bagaimana rasanya? Menyenangkan?”

.

“Tentu”, Taeyeon kembali menghisap rokoknya. “Kau mau?”

.

Jessica menggeleng dan tertawa canggung.

.

“Dari reaksimu, aku yakin ini pasti karena Tiffany”

.

Jessica tertawa lagi, kali ini tertawa lepas. “Yeah. Kau ahli soal tebak menebak”, ucapnya.

.

Mendengar jawaban Jessica, membuat Tiffany tersenyum karena Jessica memegang janjinya untuk tidak merokok lagi.

.

“Ada apa kau kemari?”, suara Taeyeon membuat Tiffany fokus kembali pada pembicaraan mereka.

.

“Kau mulai sering melanggar peraturan. Ada apa Taeng? Kau masih menganggapku musuh, hummm?”

.

“Nothing. Aku hanya mencoba untuk bersenang-senang. Pertanyaan keduamu, kurasa kau tahu jawabannya, Sica”, Taeyeon menyelesaikan satu batang rokoknya.

.

Jessica menghela nafasnya. “Sampai kapan kau ingin kita seperti ini, Taeng?”, nadanya terdengar frustasi.

.

“Entahlah. Aku merasa lebih baik hubungan kita seperti ini. Just a team, no more” balasnya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Kupikir ini saatnya kita hidup masing-masing. Aku ingin lebih memiliki privasi, jadi kuputuskan untuk mengikuti jejak Hyoyeon keluar dari dorm”

.

“Taeng!”, Jessica terkejut dengan keputusan Taeyeon. “Kenapa kau berpikir seperti itu?”

.

Taeyeon mengendikkan bahunya. “Aku tidak punya alasan. Dan jika kau berpikir ini karena Tiffany, tidak lagi. Rasanya memang tidak menyenangkan melihatmu bersamanya, tapi lebih dari itu aku ingin memiliki privasi”

.

“Bisakah kita membicarakan ini lagi? Bagaimana dengan Yuri?”, pinta Jessica.

.

“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi soal ini. Sebaiknya kau pikirkan cara bagaimana menghadapi Appamu jika dia tahu bahwa kau bersama Tiffany”

.

Tiffany mengerutkan dahinya mendengar ucapan Taeyeon. “Appa Jung? Apa yang terjadi?”, pikirnya lagi.

.

“Aku menerima jika Tiffany memang memilihmu, tapi aku akan jadi orang pertama yang akan menemuimu jika kau membuatnya menangis”, ucap Taeyeon dengan nada intimidasinya.

.

Wajah Jessica terlihat sendu. “Aku sedang mencobanya, Taeng”

.

Taeyeon tertawa mengejek. “Mencoba? Bahkan Tiffany tidak pernah tahu bahwa Appamu yang meminta kau menjauh darinya. Bahwa kau berpacaran dengan Jaejoong hanya untuk membuat Tiffany mendapatkan sponsor. Dan sekarang, kau menjadikan sponsor utamamu untuk mendukung Tiffany. Apa itu yang kau bilang mencoba, huh? Kau menyembunyikannya dari Tiffany, Sica!”

.

Jessica terdiam. Ia tak tahu harus menanggapi semua perkataan Taeyeon karena semuanya adalah benar. Mata Taeyeon mulai memerah dan memandang Jessica dengan tatapan intimidasinya.

.

“Ini impiannya, mimpi terbesarnya. Jika kau jadi aku, apa kau akan membiarkan melihat impian seseorang yang kau cintai hancur begitu saja? Saat itu aku belum memiliki apapun untuk mempertahankannya”

.

“Lalu apa dia bahagia setelah kau meninggalkannya?”

.

Jessica kembali terdiam dengan pertanyaan Taeyeon. Ia mendekat ke arah Jessica. Pandangan mereka sangat dekat. Taeyeon masih menatapnya.

.

“Hentikan Tae”

.

Sebuah suara mengejutkan Jessica dan Taeyeon. Mereka sontak menoleh ke arah suara dan mendapati Tiffany yang berdiri tak jauh dari sana dengan airmata yang terus mengalir dari kelopak indahnya.

.

“Tiff”, Jessica menghampirinya namun Tiffany mencegah.

.

“Berhenti!! Jangan mendekat”, Ia masih terisak dan pandangannya bertemu dengan tatapan sendu milik Jessica.

.

“Apa yang dikatakan Taeyeon, benar?”

.

“.........................”

.

“Jawab aku Jessi!”, Tiffany semakin menangis.

.

Melihat situasi ini, Taeyeon ikut angkat bicara. “Phany-ah, kk—kau bisa me—mendengarnya lebih—”

.

Tiffany memotong ucapannya. “Aku ingin bicara dengannya, apa aku bisa Tae?”

.

Taeyeon memandang Tiffany lalu memandang Jessica. Ia melihat tatapan memohon Tiffany dan anggukan kepala dari Jessica. Taeyeon menghembuskan nafasnya kasar. Ia memilih pergi dan memberikan waktu untuk keduanya.

.

“Jawab aku Jessi~ aku mohon”, pintanya lagi.

.

Jessica memberanikan diri mendekat ke arah Tiffany dan memeluknya. “Maafkan aku Tiff, maaf”, hanya kata itu yang keluar dari mulutnya disertai isakan dari Jessica. Ia mendekap erat Tiffany yang masih menangis.

.

“Apa benar yang dikatakan Taeyeon?”, tanyanya lagi.

.

Dan akhirnya Jessica mengangguk.

.

.

.

.

***

.

.

Yeoja itu terus menggenggam tongkatnya dengan kuat dan terus berusaha menaiki puncak bukit ini dengan semua kekuatan yang dia punya. Sesekali dia mengeluh dan merengek tapi tak dipedulikan oleh yeoja lainnya.

.

“Unnie~~ apa belum sampai? Aku lelah sekali”, protesnya.

.

“Masih sedikit lagi Yoong. Siapa suruh kau ikut, huh? Bukankah kau tidak pernah mendaki?”

.

“Aku hanya bosan tidak ada jadwal. Lagipula, kenapa harus mendaki? Kita kan bisa naik cable car”

.

“Aku lebih senang mendaki. Kajja, sebentar lagi sampai”, ajaknya lagi pada Yoong.

.

Yeoja itu mengerucutkan bibirnya. “Jika tahu begini, aku lebih baik tidur di apartemen”, Yeoja lainnya hanya tertawa mendengar Yoong mendumel.

.

Dengan sisa kekuatannya, Yoong terus berusaha naik sampai ke puncak. Ia mengatur nafanya yang masih terengah-engah dan memegang kedua lututnya. Tak lama Yoong menegakkan tubuhnya dan seketika ia terdiam menatap takjub pemandangan Seoul dari atas bukit.

.

“WOAAAAAH”

.

Hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Sedangkan yeoja yang bersamanya terkikik melihat reaksi Yoong.

.

“Bagaimana? Kau masih menyesal ikut denganku atau tidak?”, Yoong menggelengkan kepalanya cepat.

.

“Kau bisa menemukan tempat seindah ini, Unnie. How?”

.

“Aku senang mendaki dimanapun itu, dan suatu hari aku menemukan tempat ini. Saat RAIN sedang break, aku akan datang kesini dan berkemah semalam. Ayo bantu aku memasang tenda”, ajaknya.

.

“Okay”

.

.

.

-----------------------

.

“Melamun?”

.

Sooyoung memposisikan dirinya di sebelah Sunny. Mereka sedang berada di depan teras rumah. Pemandangan di depan adalah hamparan pengunungan dan bukit-bukit indah. Di sekitarnya hanya ada beberapa rumah penduduk Portland yang sebagian besar pekerjaan mereka adalah petani.

.

“I miss them”, Sooyoung mengangguk mengerti dengan jawaban Sunny.

.

“RAIN sedang tidak baik. Pengakuan Hyoyeon mempengaruhi fans dan posisi grup”, jawab Sooyoung.

.

Sunny terdiam. Kondisinya membuat ia tak berbuat banyak. Bukan hanya Hyoyeon ataupun member lain, dirinya pun memiliki masalah besar. Bedanya, masalahnya masih tersimpan rapat hingga sekarang.

.

“Apa yang sedang kau pikirkan?”, Sooyoung bertanya.

.

“Aku berharap ada disana dan membantu mereka tapi masalahku jauh membuat segalanya rentan”, Sunny tersenyum pahit pada kenyataan bahwa dirinya lah bom bagi RAIN jika ia tertangkap basah tengah mengandung.

.

“Jessica satu-satunya leader di beberapa group yang pernah aku jumpai, tak sekalipun dia menyalahkan membernya. Kau bisa melakukan sesuatu untuk membantu mereka, Sunny-ah”, Sooyoung tersenyum.

.

“Apa?”

.

“Jalani hidupmu yang sekarang dan bahagia lah. Itu yang bisa kau lakukan”

.

.

.

“Yul, bisa aku bertanya satu hal padamu?”, Sunny menelpon Yuri beberapa hari setelah kedatangannya di Jeju.

.

“Katakanlah”

.

“Kenapa kau setuju saat Sica menginginkanku berhenti dari RAIN dan menjauhkanku dari publik?”

.

Ada keheningan yang tercipta. Tanpa Sunny dapat melihatnya, Yuri tersenyum sebelum menjawab pertanyaannya.

.

“Karena dia menginginkanmu bahagia dan aku menyetujuinya”

.

.

.

Sunny tersenyum mengingat pembicaraannya dengan Yuri. Namun detik selanjutnya ia tertawa kecil. “Aku tiba-tiba penasaran, bagaimana bisa Sica sesabar itu menghadapi Taeyeon” ujarnya.

.

“Hanya Sica yang tahu jawabannya”, jawab Sooyoung singkat.

.

Sooyoung segera merangkul pundak Sunny begitu melihatnya terlihat kedinginan. “Kajja, kita masuk. Udara sore hari semakin dingin”, Sunny menyetujuinya. Mereka pun segera masuk ke dalam rumah.

.

“Apa kau ingin minuman hangat?”, tanya Sooyoung begitu keduanya ada di dapur.

.

“Sure”

.

Setelah beberapa saat menyiapkan minuman hangat, Sooyoung duduk di sebelah Sunny dan menyerahkan susu hangat untuknya.

.

“Aku jadi tidak sabar kembali ke Seoul”, ucap Sunny dan menatap perutnya yang semakin membesar.

.

“Pasti. Kita akan kembali secepatnya setelah kelahiranmu”, Sooyoung mengusap kepalanya lembut.

.

“Gomawo Youngi”

.

.

.

----------------------

.

Hyoyeon duduk di ruang tamu seperti biasanya dan menonton rekaman dance. Ia tak menyadari jika seseorang berdiri diambang pintu rumahnya dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

.

“Jadi ini alasanmu tidak menerima telponku?”

.

Hyoyeon menelan ludahnya dengan susah payah ketika menyadari suara itu. “Nic, a—aku...”

.

Nichole memotong ucapannya lalu memilih duduk di sebelah gadis itu. “Bagaimana proses rehabilitasimu? Berjalan lancar?”, ucapnya tanpa mempedulikan perkataan Hyoyeon padanya.

.

“Se—Semua berjalan la—lancar”, jawabnya masih dengan nada gugup.

.

Nichole menghela nafasnya kasar. “Aku kecewa padamu, Hyo”, Hyoyeon menundukkan k

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Baegodyeon #1
Chapter 1: I was so curious but I can’t understand :(
alexacell #2
Chapter 10: Duhh keren banget ceritanya penuh dg teka-teki
Selirjung27 #3
Thor ijin baca ,,,,
MaoMao_96
#4
Chapter 7: JeTi please
rosiesolo
#5
Please makes a English ver of this story terima kasih ^^~!