Plester

Paper Mâché [Indonesian]

Disclaimer: I don't own anyhting. Story belongs to PurplePluto.


4.

 

Di SMA, ada dua tipe orang yang tergolong dalam istilah ‘populer’.

Kai kebetulan tergolong tipe pertama di mana semua orang mengenal dirinya meskipun dia berniat menutup diri dari mereka. Dia sama sekali tidak melakukan apa-apa, tapi tetap saja namanya disebut-sebut di banyak pembicaraan setidaknya beberapa kali setiap hari. Kyungsoo mengakuinya, kalau ia sedikit lebih menajamkan mata, dia mengerti alasan mengapa Kai tergolong tipe pertama. Pertama, Kai itu misterius dan kedua (dan yang paling penting), menggelikan, tapi Kai itu tampan. Yep, itu saja yang diperlukan. Satu tambah satu dan populer dalam sekejap. Para gadis bergosip dan bersikap manis sementara para laki-laki menggerutu dan memelototi.

‘Populer’ tipe kedua adalah stereotip yang sejalan dengan film-film remaja seusiamu. Persis seperti klub pribadi, tempat orang-orang berpenampilan bagus dan trendi saja yang bisa bergabung. Catat: menjadi orang yang menyenangkan bukan persyaratan untuk menjadi anggotanya. Intinya, itu adalah kerumunan yang kau senangi juga kau benci. Berbeda dengan tipe pertama, orang-orang yang tergolong tipe kedua ini bekerja keras untuk mempertahankan imej populernya. Mereka harus selalu berada di puncak tren fashion dan sosial atau kalau tidak, dia harus dienyahkan dari kelompok.

Kedua tipe ini bisa jadi bersosialisasi dengan lancar atau mereka bisa saling berselisih seperti tidak ada jalan lain. Biar bagaimanapun, saat mereka berselisih, biasanya itu terjadi secara sepihak dan berasal dari tipe kedua. Satu contoh bagus misalnya, sekelompok pemuda, teman sekelas, yang sedang duduk-duduk dan mengobrol di belakang bangku Kyungsoo. Sang pemimpin kelompok sedang membuang-buang waktu menggumamkan nama Kai, berkata buruk dan menyebarkan berita bohong tentangnya. Para pengikutnya hanya bisa menyetujui kata pemimpin dan mengekor saja. Kyungsoo berpikir orang tersebut harusnya bisa bersikap lebih dewasa dan mengatasi rasa was-wasnya.

“Hei, Kyungsoo!” Sebuah suara berdentum dari belakangnya. Kyungsoo terperanjat dan mendongak dari PR yang harus dikumpulkannya esok hari. Dia menoleh ke belakang, meskipun hatinya menolak, dan mencari sumber suara yang memanggilnya.

Itu ketua golongan tipe kedua dan dia menyeringai pada Kyungsoo dari sudut ruangan. “Kelihatannya kau orang baik, bergabunglah dengan kami sepulang sekolah di atap.” Suara  sang pemimpin itu lebih bernada memerintah daripada bertanya.

Bahkan tanpa aturan nomor dua Kyungsoo pun, dia lebih memilih menjilat sepatunya sendiri daripada membayangkan akan menghabiskan waktu luangnya dengan sekumpulan orang bodoh di belakangnya.

Kyungsoo merasa bibirnya membentuk sebuah senyum penyesalan yang palsu, yang tidak asing baginya, “Maaf, kawan, aku harus langsung pulang ke rumah sepulang sekolah. Rumah sewaan itu memberiku banyak pekerjaan.”

Seringai di wajah sang pemimpin itu memudar karena penolakan yang tidak biasa itu, “Kalau begitu mampirlah kalau sudah selesai.” Ketua itu menyimpulkan sebelum wali kelasnya masuk, menandakan berakhirnya sesi homeroom. Kyungsoo memutar kursinya dan menghadap pada pak guru tepat waktu untuk menyembunyikan dirinya yang memutar bola mata. Benar-benar arogan.

Pelajaran berlalu seperti biasanya. Meskipun ada satu momen menyenangkan saat Kyungsoo bertatap mata dengan Kai yang lewat (mungkin sedang berjalan ke kamar mandi) dan menerima sebuah anggukan yang tidak terlalu kentara sebagai jawaban. Kyungsoo segera berpaling dan berharap tidak ada yang memperhatikan.

“Mau ke mana, Kyungsoo?” teriak ketua gerombolan tadi tepat sebelum Kyungsoo meninggalkan ruang kelas dengan kotak bekal dan buku di tangan.

“Hanya mencari tempat sepi untuk membaca dan makan.” Kyungsoo mengangkat bukunya untuk memperkuat pernyataannya sebelum dia beranjak pergi, tidak menghiraukan namanya yang dpanggil-panggil.

Kyungsoo menaiki tangga ke atap gudang lama dan berlindung di bawah kotaknya yang baru dihias itu. Meski tidak sebagus milik Kai, tetap saja sebuah perubahan dari kotak polosnya yang biasanya. Dengan atap geser terbuka, dia membaca bukunya sambil mengunyah sandwich-nya. Sebuah ketukan terdengar dari luar kotak. Kyungsoo membuka jendela samping kotak dan memperlihatkan bekal makan siangnya.

“Aku ada nanas hari ini.” Kyungsoo berkata dan menunjuk pada wadah berisi potongan nanas.

“Dan aku ada pertanyaan.”

Perlahan Kyungsoo meletakkan makan siangnya dan menemukan dirinya sedang menatap tatapan ragu Kai. Itu membuatnya gugup. Ini adalah hal baru.

Kai menjilat bibir dan memalingkan muka, “Aku ingin membeli beberapa hiasan lagi untuk kotakku sepulang sekolah. Aku pikir mungkin kau mau ikut juga, kalau kau mau.”

Kyungsoo terdiam. Dia tahu dia sedang menatap Kai dan mungkin membuatnya merasa tidak nyaman, tapi Kyungsoo tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak menyangka sebuah ajakan akan datang dari Kai. Dia pikir dia tidak perlu mengkhawatirkan masalah-masalah semacam itu dengan Kai. Kai harusnya adalah Tuan Seniman Penyendiri dan penyendiri tidak seharusnya mengajak orang lain membeli hiasan. Penyendiri bukan seperti itu.

“Kau tidak harus menjawabnya sekarang,” suara Kai memotong rentetan pikiran Kyungsoo, “katakan padaku sebelum jam makan siang berakhir, ya?” Kyungsoo melihat dalam diam saat Kai berpaling darinya dan beranjak ke kotaknya sendiri. Kai sudah di luar jangkauan pandangnya dalam beberapa detik.

Alasan-alasan yang biasa diucapkan berkelebatan di pikiran Kyungsoo. Dia ada pekerjaan. Orang tuanya membutuhkannya di rumah. Dia sedang ada banyak pekerjaan rumah. Ibunya sakit. Dia sakit. Yang harus dia lakukan hanyalah membuka mulut dan hampir dapat dipastikan bahwa salah satu dari alasan-alasan tersebut akan keluar. Namun, sesuatu menghalanginya untuk berkata demikian.

Sedikit fakta: Novel favorit Kyungsoo adalah misteri. Dia suka bagaimana semuanya terhubung di akhir cerita.

Kai mulai menjadi sebagian kecil dari misteri bagi Kyungsoo dan sebagian dari dirinya ingin memecahkan misteri itu seperti yang dilakukan oleh para detektif di buku-buku favoritnya.

Pertama, Kai bukan tipikal penyendiri yang biasa dia amati di sekolah-sekolah sebelumnya. Bukti utama di balik pemikiran tersebut, yaitu karena Kai sepertinya berusaha berteman dengan Kyungsoo. Yang juga membuat orang berpikir, kenapa Kai tertarik dengan Kyungsoo dibanding semua orang? Memang, Kyungsoo mungkin agak berbeda dengan box-complex-nya, tapi ada sesuatu yang lebih dari itu… kan?

Sayang sekali, Kyungsoo kehabisan akal ketika dia tidak dapat lagi memikirkan alasan lain mengapa Tuan Populer Tipe Pertama itu memperhatikannya. Lagipula, Kyungsoo bukanlah orang yang paling ramah dan mudah didekati di sekolah. Kyungsoo pun tersadar. Itu mengingatkannya pada saat sang investigator tidak menemukan pemecahan.

Kyungsoo mengingat kembali di kala sang investigator merasa buntu, mereka biasanya menginvestigasi di tempat lain. Dalam kasus di kehidupan nyatanya, Kyungsoo tidak punya cara lain selain mendekat pada Kai.

Bel berbunyi, memberitahukan siswa-siswi bahwa jam makan siang berakhir dan sudah waktunya kembali ke kelas. Dengan cepat, Kyungsoo keluar dari kotaknya sebelum Kai sempat keluar.

“Temui aku di gerbang.” Dia berkata dengan keras dan jelas pada kotak Kai sebelum melesat ke tangga dan menuruninya.

Kai menemui Kyungsoo di gerbang sekolah sepulang sekolah. Kyungsoo bertindak sangat hati-hati terhadap beberapa pasang mata yang mengamati dan menjaga jarak beberapa langkah di belakang Kai saat mereka melintasi trotoar bersama. Kai memakai sebuah headphone besar di telinganya dan tidak berbicara sepatah kata pun pada Kyungsoo. Mereka tetap seperti itu sampai mereka mendapat bis. Kyungsoo duduk di sebelah Kai, samar-samar menyadari kaki mereka yang bersentuhan sedikit.

Selama perjalanan itu, semua terasa sunyi. Kai lebih tertarik oleh pemandangan di luar jendela di sebelahnya sedangkan Kyungsoo terpana akan sebuah iklan yang ditempel di sebuah papan di  atas kepalanya. Dia tidak terlalu sering keluar rumah, jadi itu merupakan hal menarik baginya.

Kai menarik tali bel, tanda untuk memberhentikan bis, dan menyenggol Kyungsoo. Kyungsoo pun bangun dan mereka keluar dari bis setelah bisnya berhenti. Mereka berjalan melewati kawasan pertokoan yang ramai sebelum tiba di sebuah toko alat seni yang cukup besar.

Kai menanggalkan earphone-nya dan memperhatikan Kyungsoo untuk yang pertama kali sejak mereka meninggalkan sekolah. “Merah atau biru?” Kai bertanya saat mereka berdiri di depan rak yang berisi berbagai jenis cat lukis. Kyungsoo mengamati pilihannya setelah memberi Kai tatapan penasarannya.

“Biru.”

“Pilihan bagus.” Kai tersenyum dan mengambil cat biru. “Sekarang pilih satu lagi.”

“Kenapa?” Kyungsoo merasakan sebuah keharusan untuk bertanya saat dia mengerjap bingung ke arah Kai.

“Sedikit bertanya, banyak memilih.”

Kyungsoo menghela nafas dan menunjuk ke cat hijau gelap, Kai mengangguk dan mengambilnya sebelum berjalan menjauh. Kyungsoo berjalan  mengejarnya dan berhenti di belakang Kai saat Kai sedang mengamati sekumpulan buku sketsa.

“Yang mana?” Kai bertanya, mengangkat tiga buku dengan masing-masing kover yang berbeda. Kyungsoo melirik pilihan Kai sebelum melihat ke rak dan mengambil sebuah buku sketsa dengan kover warna putih.

“Yang ini.” Dia berkata, bangga akan protes kecilnya. Kai merengutkan alisnya sambil memiringkan kepala.

“Kenapa putih?”

“Tempat lain untuk digambari.” Kyungsoo membalas dengan pintar.

Senyuman Kai semakin lebar mendengarnya. Dengan segera, dia mengembalikan tiga buku pilihannya dan mengambil buku sketsa putih itu dari tangan Kyungsoo. “Aku terkejut, sepertinya kau mengenalku lebih baik daripada diriku sendiri.”

Kyungsoo tidak mejawab apa-apa.

Kai dan Kyungsoo tidak membeli apa-apa lagi. Namun, Kyungsoo tetap bergeming di bagian yang berisi bermacam-macam kincir angin kecil dengan waktu lebih lama dari yang dibutuhkan. Dia menemukan sebuah kincir warna-warni yang dia pikir akan terlihat bagus dipasang di kotaknya. Sayangnya, Kyungsoo tidak punya cukup uang untuk dihamburkan demi barang-barang yang tidak penting. Kai melihat Kyungsoo meniup kincir itu terakhir kali sebelum mereka keluar.

Mereka berjalan di daerah pertokoan dan Kyungsoo terkejut saat Kai mengambil belokan yang tidak terduga menuju sebuah restoran fast food. Begitu mereka masuk, aroma menusuk hidung dan juga perut Kyungsoo, terima kasih Kai yang membawanya kemari.

Setelah beberapa menit dan sedikit pengeluaran uang, Kyungsoo dan Kai duduk di meja untuk dua orang. Kyungsoo melahap kentang goreng yang sangat asin sambil memperhatikan Kai yang menenggelamkan kentang gorengnya dalam saus. 

“Kenapa?”

Kai berhenti mencelupkan kentangnya dan mengerjap, “Apanya yang kenapa?”

“Kenapa… kenapa kau mengajakku untuk menemanimu hari ini?”

“Aku membutuhkan opini kedua.” Kai menjawab dan melahap kentang itu sepenuhnya.

“Kenapa bukan salah satu temanmu saja?”

“Aku tidak punya.”

Ah, setidaknya Kyungsoo bebas untuk berpikir bahwa Kai memiliki teman di luar sekolah.

“Kenapa aku?” Kyungsoo akhirnya bertanya, dan terkejut ketika merasakan beban di pundaknya terangkat. Pertanyaan itu bergelayut di dalam tubuhnya selama acara ini, dan dia lega karena sudah mengeluarkannya.

Kai berhenti sejenak sebelum meletakkan kentang gorengnya kembali ke nampan dan mengusap mulutnya dengan tisu. “Aku tidak tahu.” Kai berkata, memalingkan muka dari Kyungsoo. “Kau berbeda saja.”

“Bagaimana bisa?”

“Yah, kau menghabiskan jam makan siangmu dalam kotak.” Kai tersenyum.

Kyungsoo mengerutkan dahi. “Tapi pasti ada sesuatu yang lebih dari itu, iya, kan?”

“Ya, tentu, tapi itu bukan sesuatu yang mudah diungkapkan dengan kata-kata.” Kai bersandar ke belakang dan menatap jendela di sebelah mereka, “Kau berbeda. Aku merasa aku bisa akrab denganmu dan sudah sangat lama sejak aku pernah merasakannya dengan seseorang.”

Kyungsoo menghela nafas sebelum menjawab, “Aku masih belum paham. Aku mungkin sangat menyukai kotak dibanding orang pada normalnya, tapi aku tidak sebegitu berbedanya dengan orang lain.”

“Omong kosong,” Kai mendengus dan menjajarkan beberapa kentang di atas sebuah nampan yang mereka pakai, “Kau bisa berpikir semaumu, tapi aku pikir kita dapat berteman.”

“Aku tidak yakin dengan itu.” Kyungsoo sedikit bergumam, setengah hati menginginkannya terdengar.

Sekarang, Kai yang mengerutkan dahi, “Dan kenapa tidak?”

“Akan lebih mudah untuk kita berdua kalau kau membiarkanku sendiri setelah ini,” Kyungsoo menjelaskan dengan helaan nafas lagi dan mulai membuat bentuk kotak dengan beberapa kentang.

“Kenapa begitu?” Kai bertanya selagi menambahkan dua potong kentang untuk membentuk segitiga di atas kotak kentang Kyungsoo dan membuatnya terlihat seperti sebuah rumah dengan atapnya.

“Aku tidak akan selama itu tinggal di sini,” Kyungsoo memungut kentang yang tersisa dan membuatnya seperti berjalan keluar rumah.

“Kalau begitu sebaiknya kita memanfaatkan waktu kita sebaik-baiknya, Kai meraih kentang yang seakan berjalan itu dari tangan Kyungsoo dan memakannya.

Mereka saling adu tatap, Kyungsoo mencoba membaca mata Kai. Mata itu serius. Dan mata itu tidak tidak berbelas kasih. Dengan begitu, Kyungsoo pun kalah dalam adu tersebut dan secara ajaib terciptalah ‘pertemanan’ pertamanya setelah bertahun-tahun tidak pernah ia bangun. 

Kai dan Kyungsoo menaiki bis bersama untuk pulang dan mengobrol tentang banyak hal-hal yang tidak begitu penting. Kyungsoo baru mengetahui bahwa Kai tinggal hanya tiga blok dari rumahnya setelah setengah-serius bertanya kalau Kai mengikutinya pulang.

Dia teringat kembali bagaimana rasanya memiliki teman malam itu. Dia benci mengakuinya, tapi dia memang merindukannya. Menceritakan gurauan-gurauan kecil dan berbicara banyak dengan orang yang bukan keluarga itu menyenangkan. Dia tahu pada akhirnya nanti persahabatan itu akan memburuk, tapi dia meyakinkan dirinya kalau dia tidak akan berakhir terluka. Dia akan menyiapkan diri, begitu juga Kai. Tidak akan sulit memutuskan persahabatan mereka. Semua akan baik-baik saja.

Keesokan harinya, Kai mendatangi kelas Kyungsoo di waktu santai di sesi homeroom. Dia mencuri perhatian penghuni kelas saat dia melangkah masuk dan berjalan tepat ke meja Kyungsoo. Dia meletakkan sebuah kincir warna-warni yang dimainkan Kyungsoo kemarin hari, tepat di atas buku catatan Kyungsoo.

“Aku kembali ke sana dan membelikannya untukmu.” Kai tersenyum lembut, “Sampai jumpa makan siang nanti.” Dan dia pergi. Kyungsoo menatap kincir tersebut dalam ketermenungan.

Suatu  tekanan menusuk-nusuk Kyungsoo di belakang kepalanya. Ketika Kyungsoo menemukan siapa penyebab di balik tekanan tersebut adalah pemimpin anak-anak ‘populer’ di kelasnya, Kyungsoo teringat akan peraturan nomor duanya dan mengapa tidak seharusnya dia melanggarnya dengan Kai.


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
amusuk
maaf, kalo ada notif apdetan, saya lagi nge-proofread ulang

Comments

You must be logged in to comment
darkpinkeu
#1
Chapter 15: Huwaaa endingnyaaa sweet lah walau aku pengen liat kelanjutannya wkwk merasa haus kalau tentang kaisoo tuh, nice buat authornim makasih sudah membuat cerita sebagus dan semenarik ini buat translator pun makasih banyakkkkkk sudah menyempatkan diri menerjemahkan ff ini dan membantu banyak orang supaya lebih mudahh membaca dalam bahasa sendiri hehe thanks bgt makasih banyak sukses selalu ya kalian
darkpinkeu
#2
Chapter 14: Huwaaa sweet nya wkwk lucu nya ayahnya kai akhirnya soo :')
darkpinkeu
#3
Chapter 13: Huhubu padahal hot tapi berujung kesedihan :'(
darkpinkeu
#4
Chapter 12: Yawlahh kaisoo sweet bgt sih bikin iri
darkpinkeu
#5
Chapter 11: Wahh kaisoo kaisoo abis yg nggak nggak nih wkwkk
darkpinkeu
#6
Chapter 10: Suka bgt sama adegan mereka pas berebutan sketch book yaampun manis
darkpinkeu
#7
Chapter 9: Huwaa kaisoo ku udah dewasa ya huhuhu
darkpinkeu
#8
Chapter 8: Kaisoo ih gemay yaampun
darkpinkeu
#9
Chapter 7: Yahh udah sweet sweet padahal ㅜ.ㅜ
darkpinkeu
#10
Chapter 6: Wahhh akhirnyaa kisseu jugaa ㅠ.ㅠ