Pintu Depan

Paper Mâché [Indonesian]

Disclaimer: I don't own this story. It belong to PurplePluto 


11. 

 

Orang tua Kyungsoo sangat sayang dan peduli padanya (mengesampingkan kepicikan mereka saat pindahan, atau keteledoran mereka saat deadline sudah dekat). Orang tuanya merawat lututnya yang lecet saat masih kecil, memarahi perbuatan buruknya saat hampir remaja, dan memuji nilai matematikanya yang luar biasa. Mereka selalu ingat untuk merayakan ulang tahunnya, memilih benda dalam warna kesukaannya, dan memasak makanan kesukaannya dengan terampil. Entah itu karena ikatan biologis atau tidak, Kyungsoo juga sayang dan peduli dengan orang tuanya.

Kyungsoo yang basah kuyup, kotor, dan terisak, tiba di rumah dan meminta maaf pada orang tuanya yang khawatir. Mereka menerima permintaan maafnya dengan lembut dan, untungnya, tidak bertanya lebih jauh. Kyungsoo tahu mereka diam bukan karena tidak peduli tapi karena mereka tidak ingin melanggar privasi Kyungsoo. Malamnya, Kyungsoo mendengar ibunya berbisik pada ayahnya bahwa apa pun yang telah terjadi pastilah penting jika itu membuat Kyungsoo berlari keluar rumah seperti yang ia lakukan tadi.

Piyama terlipat rapi menanti Kyungsoo di luar pintu kamar mandinya ketika dia selesai mandi seperti yang ibunya minta. Merasa lelah mental dan fisik, dia tidak kesulitan beristirahat di tempat tidur seperti yang diperintahkan orang tuanya dengan niat baik.

Ketika dia bangun keesokan pagi, kepalanya berdenyut dan badannya menggigil kedinginan. Orang tuanya segera memberinya obat dan membuatkannya sup. Di hari Senin, orang tuanya memaksanya beristirahat di tempat tidur dan memberi tahunya bahwa istirahat sehari lagi akan cukup untuk mengusir semua penyakitnya. Meskipun dia sudah merasa baikan, sekali lagi Kyungsoo menyetujui keinginan orang tuanya.

Lagipula dia tidak ingin pergi ke sekolah. Dia tak ingin kembali dan melihat atap gudang itu. Dia tak ingin melihat apa yang tersisa dari kotaknya dan kotak Kai. Dia bahkan tak ingin melihat Kai. Dia tahu saat kedua matanya mendapati Kai, semua kenangan akan segera kembali menguasainya.

Bagaimanapun juga, sehari istirahat ya sehari istirahat, dia segera bersiap untuk bersekolah untuk Selasa pagi. Dia sarapan bersama orang tuanya, berjalan ke sekolah dan duduk di bangkunya. Dia berkonsentrasi pada kata-kata gurunya dan mencatat keterangan guru dengan rapi.

Tugas sekolah cukup ampuh mengalihkan perhatiannya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Kyungsoo takut dengan suara bel makan siang. Ketika akhirnya bel itu berbunyi, Kyungsoo tidak beranjak dari kursinya. Dia memandangi buku catatannya yang terbuka, membaca ulang rumus kimia yang baru dipelajarinya. Huruf-hurufnya mulai membentuk dan memudar bersamaan, dan kemudian yang bisa dia lihat hanyalah kertas.

Dia menutup bukunya dan berdiri dengan cepat, kursinya berdecit di lantai. Dia mengambil makan siangnya dan novel misteri yang dia pinjam dari perpustakaan sekolah dan keluar dari ruang kelas. Langkahnya cepat saat dia pergi melalui salah satu pintu masuk samping lalu bergegas melintasi halaman sekolah. Kakinya melambat seiring makin dekatnya ia ke bangunan gudang.

Kyungsoo mendapati tubuhnya berdiri di depan tangga berkarat yang biasanya akan membawanya ke tempat bernaungnya. Dia menatap besi berkarat itu, giginya nyaris merobek bibir bawahnya. Menghela napas panjang, dia meletakkan novel di antara bibirnya dan memasukkan tangannya ke pegangan tas bekalnya. Bunyi ‘ting tang’ bergema saat dia melanjutkan jalannya di tangga besi hingga mencapai puncak.

Bukunya jatuh ke tanah saat rahang Kyungsoo mengendur. Dia tak bergerak. Genggamannya di tangga semakin erat dan dia hanya menatap.

Ada sebuah kotak raksasa. Cukup besar untuk memuat kira-kira satu kulkas besar atau mungkin lebih. Sepanjang dinding kotak ada kreasi kardus berantakan berbentuk hati, burung, bintang, dan bunga. SerangKaian kincir warna-warni terpasang di tepian atas kotak, berputar seiring dengan hembusan angin. Sebelum dia sempat menyadari, Kyungsoo mendapati dirinya menapak di atap dan mendekat ke kotak.

Sejurus kemudian, dia berada cukup dekat untuk melihat bagian atap kotak terdapat mural (lukisan dinding) besar. Pusaran oranye dan kuning bercampur bersama membentuk sebuah matahari cerah nan agung yang kontras dengan kucing hitam-kelabu jenaka yang berbaring di bawahnya.

Kyungsoo menelan limpahan perasaan yang menyumbat di tenggorokan. Perlahan-lahan ia berlutut dan melepaskan tas makan siangnya. Diraihnya dasar kotak, jari-jarinya berkedut sepanjang jalan, lalu diangkatnya satu sisi. Dia merangkak masuk dan disambut kegelapan.

“Kai?” Kyungsoo berkata dengan serak, melihat ke sekeliling. Dia tidak mendapat jawaban tapi dia bisa mendengar suara napas teratur yang bukan miliknya. Dia raba sekitarnya dengan kedua tangannya dan menemukan sesuatu yang terasa seperti kaki. Suara napas tersebut tersentak. Jari-jari Kyungsoo menggerayang ke betis dan naik ke paha. Kyungsoo menyelinap di antara kedua kaki itu saat tangannya menjelajahi bagian perut dan dada tubuh itu. Napas itu semakin cepat dan Kyungsoo bisa merasakan denyut nadi tubuh itu mengalir deras. Dia selipkan kedua tangannya di pinggang tubuh itu dan memeluknya erat, membiarkan wajahnya mengenai tengkuk orang tersebut.

“Terima kasih,” suaranya teredam di balik tengkuk orang itu. “Terima kasih banyak.”

Lengan-lengan menyelimuti Kyungsoo dan menariknya lebih tinggi. Kyungsoo menyesuaikan dirinya dan meletakkan tangannya di bahu orang tersebut. Kyungsoo mengulangi ucapan terima kasihnya lagi dan lagi di tengah isakan dan napas yang tersengal.

Kyungsoo menangis. Lagi. Akan tetapi, Kyungsoo tidak merasa malu saat air matanya mengalir keluar. Dia tidak pernah merasa begitu lega, begitu dipedulikan, begitu bersyukur dan begitu bahagia. Kelihatannya kotak itu memakan waktu berjam-jam untuk diselesaikan dan dengan detail-detail kecil seperti kincir dan mural di atap; itu menyadarkan Kyungsoo. Kai memberinya hadiah yang hebat, mungkin salah satu hal terhebat yang pernah ia terima.

Mereka tetap dalam posisi itu sepanjang jam makan siang. Ada kalanya Kai menggumamkan nada- nada yang tak ia ketahui sambil menyisir rambut Kyungsoo dengan jarinya. Ketika bel makan siang berbunyi, genggaman Kyungsoo pada Kai semakin erat. Dia belum ingin melepasnya.

Tangan Kyungsoo menyusuri wajah Kai dan membelai pelan lengkung tulangnya. Jari-jarinya menemukan bibir Kai dan merasakan kelembutannya. Kyungsoo, yang terbawa suasana, menjulurkan lehernya ke atas dan menggantikan jari-jari itu dengan bibir.

Menurut pendapatnya, ia tidak mengerti mengapa ia tak mengambil inisiatif lebih awal. Selalu saja Kai yang memberi dan mencuri ciuman. Sudah waktunya Kyungsoo mulai memberi daripada menerima. Dan dengan genggaman Kai padanya yang semakin erat, caranya mendesah, caranya mengerang, Kyungsoo ingin melepas ciumannya dan menjadi orang  yang memulai ciuman mereka lagi dan lagi.

Sayangnya, ada sesuatu yang disebut sekolah yang merengek dan merengek di pikiran Kyungsoo hingga ia menjauhkan bibirnya. Perlahan ia beranjak dari Kai, mendapati tangan Kai menariknya. Dia mengangkat kotaknya dan menyeret Kai bersamanya.

Matahari menyinari Kai dan mengungkapkan dirinya yang terlihat kelelahan dengan lingkaran hitam mencolok di bawah matanya. PaKaiannya dipenuhi lem, cat, dan potongan-potongan kertas dan kardus. PaKaian yang ia kenakan juga bukan seragam sekolah.

Kai menghela napas dan tersenyum kecil pada Kyungsoo. “Terima kasih sudah membangunkan.”

“Berapa lama?” Kyungsoo bertanya. “Sudah berapa lama kau mengerjakan ini? Bagaimana kau bahkan… menemukan ini?”

Kai menggaruk bagian belakang kepalanya dengan malas sembari memeriksa kotak itu dengan seksama. “Mungkin sejak Minggu siang. Harus menyiapkan perlengkapanku di pagi hari dan aku mampir ke toko mebel ayahku untuk mendapatkan kotaknya.”

“Kau tidak pulang ke rumah?” Kyungsoo bertanya, meski takut akan jawabannya. Kai tidak perlu menjawab karena senyumnya dengan santai memberi jawaban. Kyungsoo memukul pelan bahu Kai dan menahan sebuah senyuman. “Bodoh. Kau tidak harus melakukan ini.”

“Tapi kau suka, kan? Kalau iya, jangan khawatir. Itu senilai dengan kotak ini.”

Kyungsoo meremas tangan Kai sekali lagi sebelum melepaskan tangannya dengan lembut. Dia beri tahu Kai dia harus kembali ke kelas dan bahwa Kai sebaiknya mengantarnya ke rumah sepulang sekolah. Setelah tertawa kecil, Kai setuju.

Kyungsoo sedang duduk di bangkunya, melamun di tengah jam ketiga, ketika sebuah keinginan menyeruak. Kai sudah berbuat begitu banyak untuk Kyungsoo dan tidak meminta imbalan apa pun. Dengan lembut dia telah membujuk Kyungsoo keluar dari tembok pelindungnya dan menunjukkan seperti apa rasanya kebahagiaan lagi. Setiap kali Kyungsoo terpukul, Kai menepati janjinya untuk membuat Kyungsoo merasa lebih baik. Dan ia selalu melebihi perkiraannya ketika melakukannya.

Apa yang sudah Kyungsoo lakukan untuk Kai?

Tidak ada.

Jika pun ada, dia melakukan hal yang lebih buruk. Dia meninggalkan Kai.

Kyungsoo tak ingin pergi tanpa membayar hutang budi yang pantas. Dia berhutang banyak pada Kai. Satu-satunya masalah adalah bagaimana cara membalasnya. Kai tidak banyak menunjukkan keinginannya dan terlihat benar-benar puas dengan hidupnya. Dia tidak pernah menyuarakan keinginan apa pun… kecuali satu hal, Kyungsoo sadar itu.

Ayah Kai. Itulah masalah yang harus Kyungsoo selesaikan. Itu dia. Sudah Kyungsoo bulatkan tekadnya.

Kyungsoo pun menyusun rencana selama jam pelajaran keempat. Dia memikirkan banyak cara untuk menemui ayah Kai dan entah bagaimana menyampaikan pesan bahwa putranya sangat berbakat. Di akhir jam keempat, Kyungsoo menemukannya. Berisiko, tapi patut dicoba. Kebahagiaan Kai sudah sepantutnya diperjuangkan.

Bagian pertama rencana dimulai ketika Kai mengantar Kyungsoo pulang.

“Aku ingin melihat rumahmu.”

Kai terlihat bingung tapi menyetujui permintaan Kyungsoo. Mereka berjalan melewati beberapa jalan dari rumah Kyungsoo, kemudian mereka berhenti di depan sebuah rumah berukuran sedang yang terlihat persis dengan rumah Kyungsoo. Kai menariknya masuk dengan menggandeng tangannya.

“Apa ada orang di rumah?”

Kai menggeleng.

Bagian kedua dari rencana hampir selesai. Kai mengajaknya naik lewat tangga, tapi perhatian Kyungsoo tertuju pada tas ransel yang tergantung di pundak Kai. Begitu mereka berada di dalam kamar Kai, Kai menghempaskan tas ranselnya ke lantai di sebelah tempat tidurnya dan merebahkan diri ke kasur. Kai menatapnya penuh harap, mungkin meminta penjelasan.

“Boleh aku minta minum?”

Kai mengangguk, terlihat sedikit gugup. Kyungsoo bertaruh kegelisahan yang berkecamuk di perutnya memburuk sepuluh kali lipat. Kai bangun dari tempat tidurnya dan mebiarkan jari-jarinya bersentuhan dengan jari-jari Kyungsoo saat keluar dari kamar. Begitu menghilang, Kyungsoo memulai bagian ketiga dari rencananya. Dia segera berlutut di depan tas ransel Kai dan membuka risleting paling terbesar.

Tangannya bekerja secepat mungkin hingga ia menemukan sebuah buku sketsa hitam. Kyungsoo langsung mengeluarkannya dan mencari-cari di halamannya. Halaman-halamannya dipenuhi beberapa sketsa dan lukisan kecil benda dan manusia. Sempurna. Kyungsoo memasukkan buku sketsa itu ke dalam tas ranselnya sendiri dan menutup kembali risleting tas Kai. Dia berbalik tepat waktu pintu kamar Kai terbuka dan tampak Kai membawa segelas air.

“Terima kasih.”

Kyungsoo berdiri dan mengambil gelas yang disuguhkan. Dia meminum setengah isi gelas dalam satu tegukan, berharap rasa gugupnya terbawa pergi olehnya. Kai menaikkan sebelah alisnya dan mengatakan bahwa Kyungsoo pastilah sangat haus. Memang, hanya saja karena alasan tak biasa.

“Di mana kamar mandinya?”

Kai menghela napas dan memberi tahu arahnya. Bagian keempat dimulai ketika Kyungsoo keluar dari kamar Kai. Dia mengendap-endap ke arah sebaliknya dari yang diberitahukan Kai dan turun ke bawah. Dia bersyukur tangganya tidak berdecit seperti di rumahnya. Diam-diam dan dengan cekatan, ia melintasi lantai pertama, mengunci pandangannya ke kantor yang dia lihat ketika dia memasuki rumah itu.

Dia masuk lewat pintu kantor yang terbuka dan berjalan ke meja di bagian belakang ruangan. Dia keluarkan buku sketsa pinjaman dari dalam tas dan meletakkannya tepat di tengah di atas meja. Dia menemukan secarik kertas dan menuliskan sebuah pesan singkat.

Putra anda memiliki bakat yang luar biasa.

Tolong jangan biarkan bakatnya terbuang sia-sia.

 

Dia sisipkan pesan itu di antara sampul depan dan halaman pertama buku sketsa. Dia mengambil beberapa kertas yang berserakan dan meletakkannya di atas buku sketsa dan menyembunyikannya agar tidak terlalu jelas. Bagian keempat selesai. Kyungsoo bergegas keluar dari kantor dan berjingkat-jingkat menaiki tangga. Dia memasuki kamar Kai, mendapati Kai sedang berbaring di tempat tidurnya sambil memainkan ibu jarinya.

 

“Kapan orang tuamu pulang?”

 

Larut malam, Kai menjawab. Kyungsoo mengangguk dan duduk di sebelah Kai. Kai bangkit dan membiarkan tangannya melepaskan tas ransel dari bahu Kyungsoo. Tas itu jatuh ke lantai dan bibir mereka bertemu.

 

Sorenya, Kyungsoo pamit dari rumah Kai, kedua pipinya masih merah dan jantungnya masih berdebar kencang dalam perjalanannya pulang ke rumah. Sekarang, sekarang… apa yang terjadi antara mereka berdua adalah kisah untuk lain waktu.


t/n: thankz buat ttalgibit yang sudah membantu menyadur chap ini

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
amusuk
maaf, kalo ada notif apdetan, saya lagi nge-proofread ulang

Comments

You must be logged in to comment
darkpinkeu
#1
Chapter 15: Huwaaa endingnyaaa sweet lah walau aku pengen liat kelanjutannya wkwk merasa haus kalau tentang kaisoo tuh, nice buat authornim makasih sudah membuat cerita sebagus dan semenarik ini buat translator pun makasih banyakkkkkk sudah menyempatkan diri menerjemahkan ff ini dan membantu banyak orang supaya lebih mudahh membaca dalam bahasa sendiri hehe thanks bgt makasih banyak sukses selalu ya kalian
darkpinkeu
#2
Chapter 14: Huwaaa sweet nya wkwk lucu nya ayahnya kai akhirnya soo :')
darkpinkeu
#3
Chapter 13: Huhubu padahal hot tapi berujung kesedihan :'(
darkpinkeu
#4
Chapter 12: Yawlahh kaisoo sweet bgt sih bikin iri
darkpinkeu
#5
Chapter 11: Wahh kaisoo kaisoo abis yg nggak nggak nih wkwkk
darkpinkeu
#6
Chapter 10: Suka bgt sama adegan mereka pas berebutan sketch book yaampun manis
darkpinkeu
#7
Chapter 9: Huwaa kaisoo ku udah dewasa ya huhuhu
darkpinkeu
#8
Chapter 8: Kaisoo ih gemay yaampun
darkpinkeu
#9
Chapter 7: Yahh udah sweet sweet padahal ㅜ.ㅜ
darkpinkeu
#10
Chapter 6: Wahhh akhirnyaa kisseu jugaa ㅠ.ㅠ