Pondasi

Paper Mâché [Indonesian]

Disclaimer: I don't own anything. Story belongs to PurplePluto.


1.

 

Rasanya seperti sebuah pertunjukan dan cerita, kecuali bila kau yang menjadi objek sorotan. Kyungsoo telah terbiasa dengan hal tersebut. Berada dalam situasi berdiri di hadapan wajah-wajah baru, mendapati mereka yang menganalisis setiap inci dirimu. Dia paham bahwa selama waktu-waktu krusial tersebut, mereka akan berpikir betapa tampannya dia, betapa pintarnya dia, kelompok mana yang cocok dengannya, dan lain-lain. Semuanya hanya soal-soal remeh yang muncul di setiap kesan pertama.

“Baiklah, murid-murid! Seperti yang mungkin sudah kalian dengar, hari ini kita kedatangan murid baru. Meskipun sekarang ini di luar waktu-waktu yang biasanya untuk kedatangan murid-murid baru, saya harap kalian akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Sekarang, bisakah kau perkenalkan dirimu?”

Kyungsoo mengangguk pada guru itu dengan senyum yang terlatih sebelum menghadap para penonton di kelas, “Halo, namaku Do Kyungsoo. Aku harap kita bisa berteman baik.” Dan dia menundukkan kepalanya membuat sebuah anggukan kecil. Riuh rendah tepukan tangan canggung yang ia terima.

“Bagus,  terima kasih Tuan Do. Kau bisa duduk di dekat jendela di sana.” Pak guru tersebut menunjuk ke arah sebuah kursi kosong dekat tembok belakang ruang kelas dengan tangannya. Kyungsoo mengangguk mengiyakan dan berjalan menuju ke kursi yang dimaksud. Dia dapat merasakan berpasang-pasang mata mengikutinya saat ia bergerak, namun ia memilih tidak ambil pusing untuk mengindahkan mereka. Dia menghempaskan diri ke kursi dan bertemu mata dengan gadis yang duduk di depannya. Dia tersenyum padanya dan gadis itu tersenyum balik sebelum menghadap ke depan lagi.

“Dengan begitu semua sudah beres, sekarang waktunya, yang saya tahu adalah pelajaran favorit semua orang, sejarah! Keluarkan buku kalian, anak-anak!” Pak guru menepuk kedua tangannya bersamaan dan berbalik ke papan di belakangnya. Kyungsoo merasakan beban di dadanya terangkat begitu teman-teman sekelasnya memfokuskan diri pada pak guru.

Bagian tersulit sudah selesai, pikirnya.

Dia melewati dua jam berikutnya tanpa banyak kesulitan. Dia berbicara saat ada yang mengajak dan tersenyum sewajarnya. Semua lebih mudah dengan cara tersebut. Menjadi ramah namun tidak mencari teman.

“Astaga, apa kau benar-benar menepati tantangan itu semalam?”

“Tentu saja! Tapi, Ya Tuhan, aku bersumpah atap ruangan penyimpanan lama itu angker.”

Kata-kata itu menarik perhatian Kyungsoo. Dia menatap gadis yang duduk di depannya dan menepuk bahunya. Dia dapat melihat gadis itu melahap nasi dengan cepat sebelum berbalik ke arah Kyungsoo dengan tergesa-gesa.

“Maaf mengganggu,” dia tersenyum manis dan menelengkan kepalanya, “tapi aku mendengar sesuatu tentang sebuah... gudang lama?” Gadis itu menatapnya sesaat sebelum mengunyah dan menelan makanannya.

Yeah, kenapa?” tanyanya sembari menaikkan alis. Kyungsoo berusaha menjaga topeng sopannya utuh.

“Apakah tempat itu memang angker?”

“Kalau kau percaya dengan hal begituan sih iya. Kebanyakan orang-orang menghindarinya karena tempat itu tidak terpakai dan tampak aneh. Yang paling penting, segala hal yang menghibur ada di sisi barat sementara gudang lama itu ada di timur.”

Dia nyaris merasakan ketegangan bibirnya semakin rileks saat senyumnya yang sebenarnya muncul, “Oh, keren. Aku belum pernah masuk ke sekolah dengan tempat angker. Kurasa aku tahu tempat mana yang harus dihindari sekarang, terima kasih.” Kyungsoo mengangguk lalu bangkit dari tempat duduknya sebelum si gadis sempat melayangkan percakapan lebih jauh.

Nyaris sangat sempurna. Dia hanya butuh kesempatan untuk ke tempat itu dan dia akan siap.

Dia menjelajah di luar ruang kelas dan menuju ke lapangan, berusaha menerka sisi sekolah mana yang barat dan yang timur. Pada akhirnya dia menemukan lapangan sepak bola dan berpikir bahwa berjalan dari arah yang berlawanan adalah permulaan yang bagus. Jadi, dia terus melangkah hingga ia menemukan pepohonan jauh dari bangunan sekolah. Merengut, dia melihat kesana-kemari hingga menemukan jalan kecil yang lapuk menuju ke sebuah hutan kecil. Dia mengikuti jalan itu dengan hati-hati dan pada akhirnya menemukan sebuah bangunan yang dulu tentunya pernah terawat.

Dia melangkah menuju pintu yang terlihat, tapi ia melihat bahwa pintu itu dirantai dan terkunci. Jadi, dia berkeliling di sekitar bangunan dan mendapati sebuah tangga besi terpasang di sisi bangunan. Dia melihat sekeliling dan mengusap keringat di telapak tangannya ke celana sekolah hitamnya sebelum mengenggam besi tangga berkarat tersebut. Setelah dia naik dan berada sepenuhnya di atas atap, dia puas mengetahui sepertinya tidak ada orang yang menghabiskan waktu di situ. Tidak ada puntung-puntung rokok atau grafiti tersebar di atap. Itu pertanda bagus. Meskipun begitu, masih ada satu hal lagi yang perlu diuji.

Kyungsoo mendongak dan tersenyum. Sempurna, dia dapat melihat langit dengan jelas. Pepohonan yang mengelilingi gudang lama ini cukup jauh di belakang, tidak mengganggu pemandangan langit, namun menghalangi gedung sekolah dari penglihatan. Kyungsoo masih belum percaya dia menemukan tempat yang sempurna itu tanpa perlu bersusah payah.

Kyungsoo menuruni tangga dan bergegas menuju ke kelasnya kembali. Ketika tiba di lantai dua tempat ruang kelasnya berada, dia mengira akan mendapati tatapan heran tertuju padanya, namun anehnya, dia tidak merasakan. Dia berhenti sejenak saat merasakan sesuatu melewati punggungnya. Tidak benar-benar sesuatu, tetapi lebih berupa udara yang menyapu ringan saja. Kyungsoo melirik ke balik punggungnya dan mendapati seorang murid laki-laki beberapa meter di belakangnya. Siswa tersebut berjalan seolah-olah mengalun dan dia memiliki semacam kewibawaan yang tidak banyak orang punya. Seragamnya sedikit lebih berantakan daripada murid-murid lain, meskipun itu bukanlah yang paling berantakan yang pernah Kyungsoo lihat. Ada satu hal yang paling menarik perhatiannya dan hal itu adalah matanya. Demi Tuhan, apa mata itu pernah terlihat kosong. Mata itu memiliki tanda-tanda yang tidak dapat dibaca. Kyungsoo berusaha sekuat tenaga untuk menyudahi tatapannya hanya untuk mendapati pandangannya yang terkunci pada buku usang dalam genggaman siswa tersebut. Buku itu besar dan tebal, dalam genggaman tangan yang menghitam dan penuh corengan. Kyungsoo menduga mungkin siswa itu seorang seniman.

“Oh, aku ingin tahu ke mana Kai pergi hari ini.” Seorang gadis berkata dari sebelah Kyungsoo. Kyungsoo melirik gadis itu sebelum melihat siswa itu, atau Kai, menghilang ke dalam ruang kelas di sebelahnya.

“Siapa yang tahu? Kalau kau sampai tahu, mungkin dia akan membunuhmu. Dengan begitu dia akan kehilangan daya tarik misteriusnya.” Teman gadis itu terkekeh saat menjawab. Kyungsoo memutar bola matanya dan memasuki ruang kelasnya. Bukan kali pertama suatu sekolah memiliki murid badung penyendiri seperti Kai. Malahan terasa agak tipikal bagi Kyungsoo; sekolahnya, teman sekelasnya dan Kai. Dia sudah pernah melihat semua ini sebelumnya, hanya saja di tempat yang berbeda dan dengan wajah yang berbeda pula.

Ketika Kyungsoo tiba di rumah sepulang sekolah, dia menyiapkan peralatannya. Dia mengambil kotak terbesar yang dapat dia temukan dari kepindahannya baru-baru ini dan menggepengkannya. Setelah selesai, dia meninggalkannya di pintu depan rumah beserta tas sekolahnya. Di dalam tasnya, selain buku-buku catatan sekolahnya, ada peralatannya yang biasa seperti selotip, gunting, pisau X-Acto dan lem. Malamnya, dia memakan makan malamnya dalam sunyi bersama kedua orang tuanya sebelum berangkat tidur. Dengan semangat dia mengeset alarm itu satu jam lebih awal dan tertidur begitu saja setelahnya.

Satu ‘bip’ alarm cukup untuk membangunkan Kyungoo. Dengan terburu-buru dia bersiap-siap ke sekolah dan melahap sarapan kilatnya. Dia menyambar tas sekolah dan kardus besar yang sudah rata sebelum berangkat.

Hari masih cukup pagi sehingga murid-murid normal biasanya belum berada di sekolah namun cukup siang untuk mendapati gerbang terbuka. Kyungsoo menyadari betapa anehnya melihat murid yang membawa-bawa kardus yang sudah diratakan. Jadi, bersiap-siap di pagi buta itu penting demi keamanan. Lagipula, dia tidak ingin siapa pun penasaran dan mengikutinya. Hal itu akan lebih menyulitkan. Meski bukan berarti setiap orang dapat dan ingin mengerti alasan di balik tindakannya.

Segera sesudahnya, Kyungsoo melangkah melintasi halaman sekolah dan mengikuti jalan kecil yang tidak terawat yang sudah dia lewati kemarin hari. Dengan mudahnya, dia menemukan bangunan gudang lama dan berjalan berkeliling sesaat. Dengan susah payah dia menaiki tangga dengan satu lengan yang bebas. Ketika dia sampai di atap, dia mengecek arlojinya. Dia punya satu jam, dan itu lebih dari cukup.

Dia meraih kardus yang sudah gepeng dan melipatnya menjadi sesuatu yang biasa dia sebut kerangka. Dia melipat semua tutup kardus dengan cekatan dan menyelotipnya di tempat yang tepat. Dia membalikkan kardus itu dan menggunting bagian tutup kardus yang satunya. Bagian itu tidak berguna. Kemudian dia menggunting tiga sisi persegi panjang di sisi atas kotak dan menekannya ke bawah. Itulah yang ia namakan atap.

Dia hampir tidak dapat menahan kegirangannya saat dia mengambil kotak itu dan mengangkatnya melewati kepalanya. Dia melepaskannya dan dinding kardus mengelilingnya sekarang. Suatu arus ketenangan yang tidak asing menyapu pikirannya. Setelah menuntaskan kegembiraannya, dia memotong sebuah lubang kecil di salah satu ujung atas kotak itu. Sebuah lubang intip, kalau-kalau seseorang datang ke atap bangunan gudang lama. Kalau benar terjadi, yang perlu ia lakukan hanyalah diam di dalam kotak dan memperhatikan mereka melalui lubang intip hingga mereka pergi. Tentu, sebuah kotak mungkin terlihat ganjil karena merupakan satu-satunya benda di seluruh atap itu. Namun, hanya itu saja. Hanya sebuah kotak biasa. Siapa yang peduli soal kotak? (Kyungsoo tidak termasuk dalam pernyataan tersebut tentu saja). Meskipun begitu, selama jam istirahat makan siang hari itu, Kyungsoo yang malang harus memikirkan kembali kesimpulan tersebut.

Saat tiba jam makan siang, Kyungsoo cepat-cepat beranjak dari bangkunya dan dengan sopan menyunggingkan senyum sampai jumpa pada teman-teman sekelasnya. Dengan kotak bekal dan sebuah buku bagus di tangan, dia segera menuju tempat persembunyian kecilnya. Dia menaiki tangga dan berjalan menuju kotaknya. Dia mengangkatnya melewati kepalanya dan dengan segera Kyungsoo terbalut dalam kegelapan. Kyungsoo membuka atapnya dan berjemur dalam balutan sinar matahari yang mengenai wajahnya. Dia menghembuskan napas panjang dengan puas dan mulai memakan bekal makan siangnya dalam ketenangan.

Tiba-tiba telinganya menangkap bunyi yang tidak biasa. Dengan segera Kyungsoo menghentikan makannya dan menutup kotak bekalnya. Dia menarik atapnya ke bawah lagi dan mengarahkan pandangannya ke lubang intip. Sebuah tangan muncul dari ujung bangunan, lalu kepala, disusul leher dan akhirnya seluruh badan. Itu si siswa nakal penyendiri, Kai. Kyungsoo merutuki nasibnya. Tentu saja orang macam dia akan mendekam di tempat-tempat seperti atap.

Kai melihat kotak tersebut dan memperhatikannya dengan penasaran. Perlahan-lahan dia menghampiri kotak itu dan Kyungsoo merasakan keringat mulai mengucur di dahinya. Kai mengamati kotak itu untuk beberapa detik dan menendangnya pelan. Kyungsoo mengutuk bocah itu dalam hati demi akhirat kalau ia sampai membuat goresan pada kotak kesayangannya yang masih baru. Untungnya, Kai mengedikkan bahunya sebelum berjalan menjauh dan duduk. Dia mengeluarkan sebuah buku usang yang Kyungsoo lihat kemarin hari dan membalik-balik beberapa halamannya. Dia mengeluarkan sesuatu yang terlihat seperti pensil arang dan mulai membuat sketsa atau kegiatan lain yang semacamnya.

Jadi, Kyungsoo benar-benar bagaikan boneka duduk sampai Kai memutuskan bahwa pemandangannya kurang menginspirasi untuk jiwa artistiknya… atau sampai bel sekolah berbunyi. Yang baru saja berbunyi. Kyungsoo menggigit bibir bawahnya begitu ia melihat Kai berdiri dengan malas dan berjalan ke arah tangga. Kyungsoo tahu ia harus memberi jarak waktu yang cukup antara mereka sebelum dia pergi. Dan menilik dari kecepatan Kai pergi, dia tahu dia harus berlari untuk bisa mencapai ruang kelasnya tepat waktu. Dan kau bisa menduga kalau dia benar-benar berlari.

Kuku-kuku jari Kyungsoo disiksa oleh gigi-giginya sendiri begitu dia duduk di kelas dengan gugup. Hal itu hanya kebetulan saja, dia berkata pada dirinya sendiri. Hanya antusiasme seniman yang mudah berlalu begitu saja. Kai tidak akan datang lagi ke tempat perlindungannya.

Sangat disayangkan Kyungsoo tidak pernah memiliki catatan bagus dengan keinginannya.


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
amusuk
maaf, kalo ada notif apdetan, saya lagi nge-proofread ulang

Comments

You must be logged in to comment
darkpinkeu
#1
Chapter 15: Huwaaa endingnyaaa sweet lah walau aku pengen liat kelanjutannya wkwk merasa haus kalau tentang kaisoo tuh, nice buat authornim makasih sudah membuat cerita sebagus dan semenarik ini buat translator pun makasih banyakkkkkk sudah menyempatkan diri menerjemahkan ff ini dan membantu banyak orang supaya lebih mudahh membaca dalam bahasa sendiri hehe thanks bgt makasih banyak sukses selalu ya kalian
darkpinkeu
#2
Chapter 14: Huwaaa sweet nya wkwk lucu nya ayahnya kai akhirnya soo :')
darkpinkeu
#3
Chapter 13: Huhubu padahal hot tapi berujung kesedihan :'(
darkpinkeu
#4
Chapter 12: Yawlahh kaisoo sweet bgt sih bikin iri
darkpinkeu
#5
Chapter 11: Wahh kaisoo kaisoo abis yg nggak nggak nih wkwkk
darkpinkeu
#6
Chapter 10: Suka bgt sama adegan mereka pas berebutan sketch book yaampun manis
darkpinkeu
#7
Chapter 9: Huwaa kaisoo ku udah dewasa ya huhuhu
darkpinkeu
#8
Chapter 8: Kaisoo ih gemay yaampun
darkpinkeu
#9
Chapter 7: Yahh udah sweet sweet padahal ㅜ.ㅜ
darkpinkeu
#10
Chapter 6: Wahhh akhirnyaa kisseu jugaa ㅠ.ㅠ