mimpi

kisah klasik (untuk masa depan)

 

 

Yang namanya mimpi, suatu saat pasti akan berakhir.

Akan ada waktunya kita terbangun dari tidur, dan tiap detik setelah itu adalah saksi bisu memudarnya ingatan kita akan mimpi yang baru saja menemani. Saksi bisu akan langkah kaki kita yang menjejak dunia nyata, dengan gelayut kantuk yang lalu terbasuh sempurna oleh kucur air dan kerjapan mata.

Tapi kadang, ada kalanya kita tak bisa lupa.

Wonyoung harap mimpi yang ini sama.

 

*

 

Besok mereka akan membawa barang-barang mereka pulang.

Beberapa hari ini, mereka telah sering berlalu-lalang dari asrama satu ke asrama satunya lagi untuk mengambil dan mengembalikan baju-baju ke empu yang sebenarnya. Ajaib, sebetulnya, betapa baju Wonyoung bisa berakhir di laci lemari Minjoo, sedangkan cardigan Minjoo terlipat rapi di tumpukan pakaian Yuri. Kok bisa?  Ya begitulah kalau satu grup punya penyakit kronis suka pinjam-meminjam baju. Setidaknya perdebatan-perdebatan kecil yang terpecah tidak sampai berujung ke jambak-jambakan.

Yang ada…

Yang ada malah, kadang sang pemilik baju akan meminta peminjam untuk tetap menyimpan baju itu. “Cocokan dipake kamu,” ujar Chaeyeon ringan ketika Sakura menyodorkan celana gombrong loreng-loreng yang ia temukan di dalam salah satu kardusnya. Sakura bersikukuh kalau dia hanya pernah memakai celana ini sekali, please, Chaeyeon, ini style cuma kamu yang betah pake, tapi Chaeyeon hanya tergelak dan tetap menolak menerima celana itu kembali.

“Anggap aja kenang-kenangan.”

Kenang-kenangan. Frase yang manis, sebetulnya. Tapi kenang-kenangan berarti cinderamata untuk sesuatu yang akan berlalu. Tanda bahwa ada hal berharga yang telah berakhir. Kenang-kenangan mengingatkan Wonyoung akan butir-butir jam pasir yang terus menelisik jatuh sampai tak ada lagi detik yang dapat dihitung.

Sampai tak ada lagi hari esok untuk dinantikan bersama-sama.

 

*

 

[wonyoung > yujin]

yujin: wony wony
yujin: ndekem mulu di kamar pasti. td mampir di asrama ga keliatan

wonyoung: mampir buat makan masakan chaeyeon-unnie ya?

yujin: oya jelas
yujin: u enak tiap hari ngerasain, yg sini beda asrama :|

wonyoung: masakan eunbi-unnie ‘kan enak juga…

yujin: orang mau muji chaeyeon-unnie biarin napa……

 

Wonyoung tersenyum, menelan sekelumit perih yang bertandang karena tiap hari itu sebentar lagi akan menjadi kisah masa lalu. Dialihkannya pembicaraan dengan menanyai Yujin apa saja yang tadi dia lakukan selama mampir, kepalanya mengangguk-angguk selama membaca balasan gadis yang hanya setahun lebih tua darinya itu.

 

yujin: trus yena-unnie nyomot daging pas yg sini lagi ga liat
yujin: emang suka ngajak berantem tu org =_=
yujin: btw. u dah beres kan kopernya?

wonyoung: udah dong `   ‘)d

yujin: riang bener emotnya
yujin: orangnya bener2 riang juga nggak?

wonyoung:

 

Yujin pernah bilang, kalau ada sesuatu yang mengganggu Wonyoung, beritahu dia.

Kalau ada sesuatu yang mengganggu Wonyoung dan ia tak kuasa untuk membicarakannya dengan Chaeyeon atau Sakura, datang padanya.

Kalau ada sesuatu yang mengganggu Wonyoung dan ia tak tahu bagaimana menyampaikannya, datang padanya. Katakan apa saja. Dan Yujin akan mencoba untuk menerka apa yang bisa dilakukan untuk membuat Wonyoung merasa tenang, sesulit apapun itu.

Kenapa?  tanya Wonyoung kala Yujin berkata seperti itu, dan awalnya Yujin hanya tersenyum simpul.

Hanya berkata, kita ‘kan dari agensi yang sama.

Hanya mengingatkan, aku yang kenal kamu paling lama.

Hanya mengacak rambut Wonyoung, tertawa kecil kala Wonyoung merajuk tak suka. Lalu ia melenggang pergi kembali ke asramanya dan bermain Mario Kart dengan Yena lagi.

 

(Kenapa?  tanya Wonyoung untuk kali kedua, setelah Yujin membelikannya satu tub es krim mint dan membiarkannya menangis tentang takdir tak menentu grup mereka selepas meledaknya skandal kecurangan di Produce 48.

Yujin tersenyum simpul, dan melingkarkan lengannya sepanjang kedua bahu Wonyoung.

Karena kalau kamu sedih, aku sedih juga.)

 

wonyoung: yujin-unnie

yujin: iya?

wonyoung: [tautan lagu As We Dream]
wonyoung: I don’t want to stop dreaming together yet.

 

Seiring dengan terkirimnya pesan itu, tenggorokan Wonyoung tercekat. Hidungnya memanas, dan hembus nafas yang kemudian ia hela bergetar, bulir-bulir perih mulai merundungi sudut matanya.

Tuhan, ia belum ingin terbangun. Tidak hari ini.

Tidak besok.

Kapan?

Entahlah. Bisakah ia meminta waktu? Bolehkah ia bersikap egois, sekali ini saja? Bolehkah ia mengulurkan tangannya untuk digenggam kesebelas gadis lainnya, dan memegang jemari mereka erat-erat untuk waktu yang lama?

 

yujin: i know. me too.

 

Di dalam kamar tidur yang ia tempati sendirian, Wonyoung terisak.

 

*

 

[IZONE ️]

yujin: MET SORE
yujin: SEKARANG JAM BERAPA YA

sakura: ????????

yujin: TETOT
yujin: BENAR SEKALI
yujin: SEKARANG JAMannya sleepover WAKTU KOREA BAGIAN SELATAN

yena: saya rasa rada maksa sih ya. bagaimana bung @chaewon?

chaewon: semangatnya jos. usahanya perlu ditingkatkan lagi

chaeyeon: kalau saya sih yes.

hyewon: malatang dulu, baru

eunbi: itu anak orang! jangan dipalak
eunbi: tapi kenapa tiba-tiba mau sleepover, yujin?

yujin: jadi begini. wonyoung kesepian

wonyoung: HALO???

yujin: tuh kan, dia lagi nyoba buat komunikasi sama dunia luar tuh

wonyoung: )#*&%*)*$#&*U#R$)#*(&$

 

*

 

Ketika Wonyoung akhirnya beranjak keluar dari kamar satu jam kemudian, ia langsung bertatap muka dengan cengiran lebar Yujin.

“Halo.”

Wonyoung memutar bola matanya, dan mencoba untuk melangkah keluar. Yujin bergeser ke kiri seiring dengan gerak Wonyoung, menutup jalan. Ketika Wonyoung mengubah arah, Yujin bergeser lagi ke kanan.

“Yujin-unnie—”

“Senyum dulu.”

Sembari permintaan itu terucap, cengiran Yujin melunak, dan yang tersisa adalah seulas senyum yang menyiratkan kekhawatiran, seolah Yujin tak sepenuhnya yakin bahwa keputusannya untuk menyeret kesepuluh gadis lainnya untuk menghabiskan malam ini bersama-sama adalah keputusan yang tepat.

Wonyoung menghela nafas, dan ujung bibirnya terangkat sedikit, memberi Yujin satu senyum lemah.

“Aku nggak minta sleepover,” ujar Wonyoung pelan. Mengingatkan ulahnya di kakaotalk barusan.

“Iya, tau.” Yujin tak bilang maaf. “Kamu bilang masih mau mimpi bareng, tapi ujung mimpi kita bukan sesuatu yang bisa diganti dengan gampang,” jelasnya perlahan, dengan satu tangan melambai ke arah ruang tamu asrama.

So I got you the next best thing.

 

(Kenapa?  tanya Wonyoung untuk kali ketiga, ketika Yujin membawa buku menggambarnya ke kamar Wonyoung dan menghabiskan dua jam hanya menemaninya dalam diam, setelah Wonyoung mengirimkan gambar seekor kelinci mungil yang tampak sedih.

Yujin beringsut lebih dekat, menyenggol bahu Wonyoung dengan bahunya, menahan geli ketika Wonyoung menyenggol balik, menyandarkan kepala ke tembok yang menyapa punggung mereka dengan dingin.

Soalnya, Wonyoung, jawabnya dengan suara yang hampir ditelan oleh diam, …selama aku bisa liat kamu senyum, rasanya—

Rasanya?

Yujin mendengus, memalingkan muka. Berkata, setelah jeda yang agak lama, rasanya seberat apapun hidup, semuanya masih mungkin. Selama kamu bisa senyum.

Wonyoung mengernyitkan dahinya tak percaya. Masa?

Yujin mengangkat bahu, tanpa memandang ke arahnya. Yang lain juga pasti mikir gitu, kok. Baru kemudian dia mengerling ke arah Wonyoung, senyum simpul penuh canda sudah terukir di bibirnya. Namanya juga maknae kesayangan. ‘Kan? )

 

(Kadang, Wonyoung teringat akan percakapan itu lagi dan berandai di atas tempat tidurnya, menyibak kata demi kata. Maknae kesayangan. Kesayangan Yujin-unnie juga-kah?

Ia tak pernah menanyakannya, tentu saja tidak.

Tapi kadang, ia bertanya-tanya.)

 

“Wonyoung?” tanya Yujin hati-hati. “Kok diem?”

Wonyoung menghela nafas dalam-dalam, menggelengkan kepalanya sejenak. Ketika ia menatap Yujin lagi, ekspresi Yujin tak seterbuka sebelumnya—dahinya mengerut, dan lengkung bibirnya kebalikan dari senyum.

Oh.

Mungkin Yujin mengira gelengan kepala Wonyoung tanda tak suka.

Maka Wonyoung mendengus pelan, kedua ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman yang diminta. Yujin mengerjap, kerutan dahinya mengendur, dan sebelum dia mengutarakan pertanyaan apapun, Wonyoung bergerak untuk memeluknya.

Hangat nafas Yujin terhela cepat, seolah kaget. Namun sedetik kemudian, kedua lengan Yujin melingkari tubuh Wonyoung, mengembalikan pelukannya.

“Yujin-unnie,” gumam Wonyoung ke bahunya.

“Iya?”

Yujin hanya setahun lebih tua darinya. Dia masih suka bercanda, bermanja, dan merajuk seperti Wonyoung juga. Dia masih mudah tenggelam dalam emosi dan sakit hati, seperti Wonyoung juga.

Namun Yujin, dengan segala kekanakannya, tak pernah gagal mengulurkan tangannya ke arah Wonyoung dan menggamit jemarinya walau hanya untuk mengingatkan bahwa ia tak sendirian.

Thank you,” bisik Wonyoung pelan, sembali menarik dirinya dan melepas pelukan.

Yujin mengangkat alisnya, dan senyum simpul dengan lesung pipi khasnya sudah kembali terlukis di air muka. “Sama-sama,” ujarnya ringan. “Yuk ah. Sebelum Eunbi-unnie geger. Kalau kita buruan, Hyewon-unnie gak bakal bisa ngusulin film horor.”

“…Ini pada mau nonton?”

“Yah memangnya mau ngapain lagi, main jelangkung? Nanti Jayoung-unnie yang geger.”

Wonyoung tertawa kecil, membiarkan Yujin menggamit jemarinya dan menariknya ke arah koridor. Di ujung koridor itu adalah ruang tamu. Di ujung koridor itu adalah kesepuluh gadis yang telah mengisi relung hati Wonyoung dengan seribu kisah yang membuat paru-parunya sesak oleh perih ketika ia memandang kalender dan menghitung hari-hari yang tersisa. Di ujung koridor itu adalah sepuluh helai benang yang menganyam mimpi Wonyoung bersama dengan benang dirinya dan benang Yujin, dan untaian jarum rajut mereka hampir mencapai jalinan terakhir.

Di ujung koridor itu, kedua belas pendar lilin yang menerangi kamar Wonyoung kala ia dulu menuliskan lirik lagu Dreamlike akan bersinar bersama untuk—tak terakhir kalinya.

Wonyoung tak ingin malam ini menjadi kali terakhir.

(Maka ini bukan yang terakhir, ‘kan?)

 

 

 

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dandyul0v3
1346 streak #1
Chapter 9: kangen izone TT
Nblash #2
Chapter 5: Habis baca cute, lompat ke treat.. Sungguh ini uwu sekali ~~
cheeky-ssam
#3
Chapter 5: LUCU AAAAA---logat Jawanya awokwokwokwok bikin makin tergelitik. Jadi gatel melanjutkan fanfiksi yang juga tentang maba & kating di fk, tapi ngga sampai hati menulis-- untung ada yang menulis spt ini,, dahaga jadi terpuaskan:D

Thank you for writing this great piece, nont--sama:DDDDDDDDD
Hiinako75106
#4
Chapter 5: Duh maba lutcu, sini dek sama kk aja :D
cheeky-ssam
#5
Chapter 2: Baca ulang karna bentar lagi lepas gelar MABA #Eaaa lama banget anjir w yudisiumnya...

NAKOCHAN SAMA W AJA GIMANA-
taequeen10 #6
Chapter 4: Hiya hiya hiyaaa... Diabetes gue.. Bgus amat kata2nya
letsmeetagain
#7
Chapter 1: damn, i really wish i could understand this smh a whole tragedy, luv
taesecretfan #8
Chapter 4: I wish i can understand at least half of this. But still, i enjoyed reading this. Thank you~
Hiinako75106
#9
Chapter 4: Chaewon : bla bla bla
Gue : *muntah online, cringy bgt anjir
kimtaetaehwang #10
Chapter 4: Baca berkali2 pun pingin rasanya nge geplak chaewon
Gombalannya luar biasa bikin orang pingin muntah
Untung SsamBbang lucu, kan jd tetep aja senyum2 sambil ngeremet guling gara2 saking manisnya coba itu orang lain udah tak tendang kali biar terbang ke luar angkasa biar dimakan alien xD