sand

kisah klasik (untuk masa depan)

 

 

[Draft_Uni101]

dari: ✧・゚☆ seonggok batuan ✧・゚☆

untuk: para maba mipa lainnya

pesan: kalo di fisika ada ka disma 011, di biologi ada ka disma mskr kadis kece tercinta kami :”> galak si tapi manis banget hehe apalagi pas senyum sinis gitu tiap kita gabisa ngebalikin argumennya, hati ade jadi sakit sakit berbunga HUEHEHEHHE      p.s. ampun ka aku jangan dilacak terus disetrap pas apel pulang

komentar:

  | chyena: nder disma 011 sapanya saras 008 nder :)))

  | kangyeehaw: disma 011 saha?

  | ybk_1: disma 011 kak chaewon kak @kangyeehaw

  | kangyeehaw: YASTAGA 011 ITU MAKSUDNYA BUNTUT NOMER NIM?

  | jjoyul: @ybk_1 ngebocorin rahasia angkatan guys bisa digoreng

  | ybk_1: SEBENTAR AKU BISA JELASKAN…

  | ebkwon: misteri yg gedean itu disma mskr, maksudnya mskr apa? maskara?

  | ssihyeon: masa kere?

  | sokimhye: masker kali?

  | suyo0nie: dismanya bio sakit-sakitan?

  | jwonyo: MAKSUD SENDER KAK M. SAKURA STOP NGEHINA DISMA KITA TT

  | leechae: baru tau di bio ada yg namanya muhammad sakura…

  | ahnyuj: @leechae HDSHKDSREDJEDS KAK????

  | ssomee_: apa cuma aq yg heran kaum mipa jebolan konyol semua gini?

 

 

 


Awal mula kisah kali ini kira-kira begini:

Semester ganjil baru, dengan hamburan mahasiswa baru yang sinar matanya masih penuh mimpi dan semangat memburu;

ospek jurusan, dengan serangkaian aktivitas yang berlangsung selama kurang-lebih tiga bulanan;

gelar disma, yang otomatis menempatkan Sakura sebagai salah satu karakter antagonis di lembar kehidupan para maba—

dan kodrat seorang disma, yang harus kehilangan kehidupan sosial untuk sementara agar wibawa tetap terjaga.

“Chaewon juga gitu, kok,” celetuk Yena, makhluk Fisika yang kebetulan lagi bertandang ke kos-kosannya. Ya, sebenarnya sih bukan kebetulan. Sakura yang memintanya untuk datang, disertai titipan mie pangsit ayam dekat fakultas lalapan. Sebagai bentuk terimakasih, dia belikan juga Yena seporsi—yang saat ini sudah tinggal separuh, padahal belum lima menit. Memang dasar Choi Yena nggragas.

“Dia orbitalnya sekarang cuma apartemen-kampus-apartemen-kampus doang. Sama lab, kalo lagi mau jalan-jalan banget.”

Barangkali cuma anak MIPA yang bisa ikhlas menganggap lab sebagai destinasi jalan-jalan. Sakura hanya menggeleng, menarik mangkok pangsitnya lebih dekat.

(Takut Yena nyosor.)

“Kak Nayoung juga ngelarang kita buat ngewarnet deket-deket kampus,” dengus Sakura dongkol, jemarinya memainkan sumpit yang belum dibelah. Warnet itu surga dunia baginya, tapi alasan senior disma itu terlalu masuk akal. “Khawatir ketemu maba, katanya. Kalo ketemu pas lagi panas-panasnya main League of Legends citraku bisa binasa.”

“Main di lab, lah.”

“Sembarangan.” Sakura bergidik membayangkan mencoba main LoL di Lab Mikro. “Diracun mikroba aku kalo ketangkep.”

Yena terkekeh. “Lucu amat,” katanya di tengah-tengah mengunyah, “maba pada takut sama kalian, tapi ini kalian juga takut ketemu maba.”

“Takut ketangkep gesrek di depan maba, lebih tepatnya,” ralat Sakura. Ia mendesah, membelah sumpitnya menjadi dua dan memakainya untuk mulai mengaduk isi mangkok. “Agak nyesel juga jadi disma. Udah gitu Chaeyeon kayaknya lagi pundung.”

“Lah, iya? Kenapa?”

“Nggak paham! Pesanku kena read semua.” Sakura merengut masam, “Mana di draft buta dia bilang aku Muhammad Sakura.”

Yena tersedak.

“Oi!”

 

 

 


[Draft_Uni101]

dari: maba tertindas

untuk: para maba tertindas lainnya

pesan: hinaan pas osjur di jurusan kalian pada kayak gimana rek? maba biologi sering dikatain batu dong, apalagi kalo pada lagi kehabisan kata2 :((

komentar:

  | jjoyul: maba fisika dedaunan kering nder, diem aja kalo diinjak-injak :(((

  | ssomee_: maba FK ga dibolehin ngomongin di luar markas nder

  | ssomee_: (tapi silakan bayangin kadaver)

  | kimgyu: maba tataboga dibilang spatula karatan dong nder, ga guna :/

  | ryeongchae: diam kalian semua kami maba fapet dikatain wedhus

  | ryudjin: mbeeek!

  | ryudjin: (translasi: benar sekali yang dikatakan user di atas saya!)

  | kangyeehaw: sebagai maba sastra jepang… jawabannya terlalu banyak

  | chyena: seperti ada yang aneh………

  | ebkwon: @kangyeehaw ANAK FISIKA ANGKATAN TAUN LALU DIEM AJA

  | kangyeehaw: @ebkwon HOBI AMAT NGANCURIN MIMPI ORANG

  | takjuri: maba lalapan cuma seember pare busuk nder udah pait ga faedah :(

  | ybk_1: ^^^fix paling mengenaskan gaes

 

 

 


Tanpa terasa, hari berganti dengan buru-buru dan Sabtu yang berikutnya sudah mengetuk pintu. Sabtu yang akan terisi oleh ospek jurusan tanpa ada jam kuliah, persis seperti dua Sabtu yang sudah-sudah. Artinya para maba sudah harus hadir di kampus pukul enam pagi. Artinya panitia ospek sudah harus hadir di kampus pukul setengah lima pagi.

Artinya ponsel Sakura sibuk berdering dengan panggilan dari Chaeyeon untuk memastikan dia tak telat lagi.

“Ya, halo—”

Panggilan serta-merta diputus, tanpa menunggu sapaan setengah mengantuknya selesai. Ritual pengumpulan nyawa Sakura sontak buyar ditabrak kereta kenyataan. Ia mengerjap, menatap layar ponselnya dengan kabut masih merundung akal sehat. Biasanya Chaeyeon tak memutus panggilan, tutur kata lembutnya mengisi sunyi di ruang kamar Sakura di pagi yang belum sempurna, mengingatkannya untuk jangan balik tidur, atau jas almamater sudah kering? atau kalau nggak sempat sarapan, nggak papa, nanti aku bawain roti. Panggilan baru akan diakhiri sesaat sebelum Sakura masuk kamar mandi, dan dengan itu pagi Sakura sudah sempurna.

Sempurna dari Hongkong.

Alih-alih, layar ponselnya menyala lagi oleh sebuah pesan masuk,


dari: jjaeyeon
jgn tidur lagi, nanti ketupat murka.


…dan hanya itu. Tak ada embel-embel emotikon senyum, atau kata-kata penuh perhatian yang sudah terbiasa ia baca dari seorang Chaeyeon. Udara pagi itu mendadak terasa semakin dingin, dan Sakura hampir-hampir memutuskan untuk tak membalas pesan hampa di hadapan.

Tapi…


ke: jjaeyeon
ke kampusnya bareng ya? kujemput


Sudah hampir seminggu mereka tak berkomunikasi di luar grupchat panitia. Chaeyeon selalu menghindar dari ajakan Sakura untuk menghabiskan waktu bersama, meski aktivitas yang bisa dilakukan hanya sekedar mengerjakan tugas atau mengobrol di kos-kosannya. Jawaban pendek Chaeyeon untuk pesan-pesan Sakura hanya sebatas lagi sibuk ngurusin maba, lain waktu aja ya. Dan awalnya Sakura manggut-manggut paham; Chaeyeon itu masuk divisi Pendamping, tugasnya memang mengawali maba dan membantu mereka adaptasi ke dunia perkuliahan. Tapi—


dari: jjaeyeon
nggak perlu. kalau keliatan maba, nanti citra disma rusak.


Sakura gemas.

Nanti disma ini, nanti disma itu. Disma, disma, disma. Pendamping-pendamping lain tak ada yang sampai sebegitunya. Lagipula, dua Sabtu sebelumnya mereka berboncengan ke kampus dan baik-baik saja. Tidak ada alasan seperti ini. Tidak ada dingin yang seperti ini juga.


ke: jjaeyeon
kalo ada maba yg udah keluyuran jam 4 pagi aku berani telan kulit durian


Degup hati Sakura mulai terasa sakit. Setahun lamanya ia kenal Chaeyeon, baru kali ini gadis itu menghindarinya seperti ini. Sebelum-sebelumnya, tiap jarak yang pernah ada di hubungan mereka selalu dibuat oleh Sakura, dan Chaeyeon adalah pihak yang membangun jembatan untuk mengeliminasi jarak itu dan merengkuhnya sekali lagi.


ke: jjaeyeon
kalo nggak mau, bilang aja nggak mau. ngga usah make maba buat alasan


Dering lemah ponselnya beberapa menit kemudian tak lekas ia buka. Sakura memilih untuk bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi, berharap barangkali dingin air bisa membantunya untuk membekukan hati. Selain karena setelah ini ia harus sekali lagi memakai topeng disma, setidaknya hati yang beku tak perlu merasakan sakit.


dari: jjaeyeon
yaudah, iya. jgn telat jemputnya ya.

 

 

 


[Draft_Uni101]

dari: maba bio

untuk: hamba-hamba Tuhan yang doanya mustajabah

pesan: sejam lagi kami akan menuju medan perang untuk ketiga kalinya guys mohon didoakan supaya selamat dengan anggota badan yang lengkap

komentar:                                                               

  | jwonyo: pendampingku tercinta baik betul nelponin biar aku bangun :’)

  | sokimhye: nder surat wasiatnya ditaro di mana?

  | suyo0nie: ntar jgn ngehantuin lab biodas ya nder setannya udah banyak

  | ahnyuj: kakak pendamping aing bilang jgn sakit hati kalo ntar dibilang batu lagi, makanya ‘kan kita dateng osjur buat belajar gimana caranya buat jadi pasir yg bisa lembut melengkapi panorama di sekelilingnya dibanding bongkah batu yg keras kepala… terus diingetin buat nanti hati2 di jalan guys kakak pendamping aing sepertinya malaikat betulan

  | leechae: @ahnyuj adek sayang ndang mandi malah ngetik esai di sini :’)

  | ahnyuj: EH IYA KAK IYA SAYA MANDI

  | kminju: nder cuma mastiin aja air mati itu maksudnya ades kan?

  | jwonyo: @kminju ku bukan sender tapi yoi bro

  | kminju: @jwonyo sip hatur nuhun bro

 

 

 


Jam dinding di ruang Himpunan masih menunjukkan pukul lima lebih seperempat ketika briefing disma selesai. Im Nayoung menyudahi pertemuan dengan mengingatkan sekali lagi tentang topik-topik yang harus mereka angkat selama apel hari ini. “Jangan hilang fokus,” ujarnya dengan wibawa yang hanya bisa dipunyai oleh seorang senior disma, “dan pinter-pinter oper pembicaraan. Jangan kepancing argumen sepele yang nggak punya tujuan.”

Doyeon adalah yang pertama keluar Himpunan setelah Nayoung, kemungkinan besar untuk mencari Yoojung, teman sehidup-sematinya. Dua personel disma sisanya, Minhyun dan Jonghyun, bertukar pandangan sejenak, lalu menoleh ke arah Sakura.

“Nggak keluar?”

Sakura menggeleng. Setelah kecanggungan maksimal yang dialaminya selama berkendara motor dengan Chaeyeon tadi, hasratnya untuk bersosialisasi sudah musnah.

“Yaudah, kita duluan ya.”

“Oke.”

Kedua lelaki itu keluar ruangan, dan Sakura menunduk, memandangi armband disma yang ia genggam. Bunyi daun pintu yang tertutup adalah sesuatu yang sudah ia sangka.

Lain lagi halnya dengan bunyi langkah kaki yang mendekatinya.

“Sakura.”

Dan ia kenal suara itu, tahu siapa pemiliknya tanpa perlu ia mendongak untuk melihat siapa. Maka tetap dirundukkannya kepala, jemari memilin armband di dalam pegangan sementara ia menggumam,

“Hm.”

“Belum sarapan, ‘kan?”

Pertanyaan itu disusul oleh hangat keberadaan seseorang di sampingnya. Hangat yang juga membuat hatinya mendingin oleh perih, sebab biasanya mereka akan duduk berdempetan, dengan bahu yang saling bersentuhan, tanpa sejengkal ruang kosong yang bisa diisi setan. Hangat yang dingin.

Aneh, ya, cara perasaan mencerna semuanya?

“Aku nggak mau makan,” ia bilang, akhirnya, dengan nada yang hampir merajuk.

“Habis ini ‘kan mau bentak-bentak anak orang. Nanti serak di tengah jalan, malu.”

“Biarin malu.”

“Yakin? Nanti nggak jadi disma kece lagi.”

“Buat apa juga jadi disma kece kalau harus dijauhin kamu.”

Diberi pukulan melambung seperti itu, gadis di sebelahnya terdiam, lama sekali. Cukup lama sampai-sampai Sakura menghela nafas yang panjang, dan menoleh ke arahnya.

“Chaeyeon.”

Yang dipanggil menghindari tatapannya sembari menjawab,

“Iya?”

Dan ia benci. Ia benci duduk sedekat ini ketika Chaeyeon terasa begitu jauh. Ia benci menelan ludahnya karena ucapan yang serta-merta ingin ia katakan adalah aku kangen. Ia benci karena tangan kirinya payah dalam memasang armband dan biasanya Chaeyeon sudah hadir di sisinya untuk membantu memasang benda terkutuk itu di lengan kanannya tanpa perlu ia pinta.

“Aku nggak pinter ngebangun jembatan,” ujar Sakura pelan. Genggamannya di sekeliling armband menguat. “Jadi kalau kamu ngehindarin aku gini—” tenggorokannya tercekat sesaat, dan dihelanya nafas dalam-dalam, “aku nggak tau harus gimana.”

Seperti rerumpun rumput yang dihembus angin, dalam senyap yang sama Chaeyeon akhirnya menatap Sakura. Ada selaput kilat asing yang merundung sinar matanya, dan senyum yang melengkung di bibirnya tipis—

“Maaf.”

Sepatah kata itu menggantung di antara mereka, mengentalkan hening yang menyusul setelahnya.

Sakura tak bergeming.

Dan seolah lagu yang menemukan iramanya kembali, Chaeyeon membangun jembatan, lagi.

“Salahku,” ujarnya hati-hati, dan ujung jemari yang telah lama hilang akhirnya singgah, perlahan melepaskan cengkeraman Sakura atas armband hitam dengan tulisan merah. “Aku lagi bingung ngartiin perasaanku sendiri.” Dan hangat itu mendekat, menggamit lengan kanannya untuk menyematkan armband itu di tempat yang tepat, tutur kata penuh sesal belum lagi berhenti mengalir dari bibir pemiliknya,

“Maaf, ya, Sakura.”

Sakura tak mengerti.

“Kamu ilfil gara-gara aku jadi disma?”

Gerak tangan terampil Chaeyeon berhenti sejenak, lalu senyum tipis itu terulum menjadi satu senyum lain—sebuah senyum yang ditujukan untuk Sakura setiap kali tebakannya sama sekali salah. Sebuah senyum yang kali pertama diperoleh Sakura ketika mereka menghadiri praktikum Biologi dasar pertama mereka dan ia bilang nama latin bawang merah itu Brambang sp.

“Bukan,” ujar Chaeyeon singkat. Selesai merekatkan armband Sakura dengan rapi, dia menarik dirinya keluar dari batas ruang tak terlihat, yang dinamai Eunbi personal space. Sakura menatap benda terkutuk itu sejenak, kesal karena memasangnya tak membutuhkan waktu yang lama. Lalu,

“Bukan?” tanyanya, menatap Chaeyeon lagi.

“Bukan. Aku cuma—sedang jadi batu.”

Sakura mengerjap. “Batu?”

“Keras kepala. Enggan menjawab. Lambat mencerna.” Sedetik, dan dalam senyum Chaeyeon terpatri getir yang samar. “Menolak buat nyadarin apa yang udah ada di depan mata.”

“Maksudnya?”

Dan Chaeyeon hanya menggeleng, meletakkan sebungkus roti ke pangkuan Sakura. “Jangan dipikirkan.”

“Chaeyeon.” Jangan dipikirkan? Yang benar saja, bagaimana tidak dipikirkan kalau ini semua menyita kehadiran Chaeyeon dari kehidupan Sakura? “Bantu aku buat ngerti.”

“Tapi—”

“Habis itu, baru aku mau makan roti.”

Chaeyeon terdiam lagi. Senyumnya memudar, terganti oleh kerutan perih di keningnya. Melihat Chaeyeon seperti itu, Sakura ingin memeluk rasanya, tetapi di antara mereka ada dinding yang menjulang tinggi, dan jembatan yang dibangun Chaeyeon baru setengah jadi.

“Astaga, Sakura. Aku cemburu.”

Empat kata itu diucapkan dengan cepat, hampir-hampir melebur menjadi satu frase panjang. Suara Chaeyeon lirih, hampir kalah oleh deru kipas angin butut yang dengan rajin berputar di langit-langit Himpunan.

“Cembu—” Sakura mengatupkan dagunya yang terperangah, menelan ludah. Lalu mencoba untuk mengatakannya sekali lagi, mencoba untuk tak tersedak setengah jalan kali ini,

Cemburu?”

Pucuk telinga Chaeyeon yang mengintip di antara sela helai rambut hitamnya merona. “Maba kita banyak yang suka kamu,” ujarnya pelan, seolah itu menjelaskan semuanya. Tatapannya beralih dari Sakura, dan kedua bahunya merosot rendah ketika dia menambahkan,

“Dan—aku cemburu. Entahlah. Makanya, aku bilang aku cuma sedang jadi batu. Kita bukan siapa-siapa, ‘kan? Nggak ada artinya aku ngehindarin kamu.”

Sakura ternganga. Mencelos, hatinya, ketika otaknya memutar lagi ucapan bukan siapa-siapa. Ia kira mereka telah lama saling mengerti bahwa keberadaan mereka sangat berarti untuk satu sama lain. Saling memahami bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar pertemanan di jalinan jemari yang erat dan nyaman. Saling tahu bahwa setiap bentuk afeksi yang mereka berikan adalah satu lagi alasan bahwa mereka bukanlah bukan siapa-siapa. Maka,

“Kamu serius?”

Dan ketika Chaeyeon menatapnya, ada sirat luka di kedua matanya. Ada sirat luka yang menghentak dinding diafragma Sakura, dan tiba-tiba ia tersadar bahwa barangkali Chaeyeon memang tak tahu. Tak mengerti, sebab Sakura selalu menyimpan kata-kata dan lebih memilih untuk memikirkannya dalam hati, berulang-ulang. Tak memahami, sebab perhatian Sakura tak bersuara, dan hanya dicurahkannya dalam bentuk interaksi yang—

Yang sudah tiga minggu ini terbatasi karena ia dipaksa kondisi untuk bertapa di kos-kosannya sendiri.

Astaga, Sakura.

“Makan rotinya, ya,” ujar Chaeyeon dengan lirih senyum yang membuat Sakura merasa berdosa. “Sepuluh menit lagi udah harus pada siap di pos masing-masing. Aku keluar duluan.”

Dan hanya getar sakit di dadanya yang membuat tangannya terulur cepat, jemarinya melingkari pergelangan tangan Chaeyeon sebelum hangat di sisinya benar-benar meniada, sekata ‘tunggu’ tercekat di tenggorokannya.

“Chaeyeon,” tuturnya ketika pemilik pergelangan tangan itu memandangnya dengan penuh tanya, “kamu bukan batu.” Tentu saja bukan, jauh dari itu.

“Kamu itu pasir. Pasir hisap.”

Chaeyeon mengerjap.

“Kamu itu pasir hisap,” ulang Sakura lagi, lembut tarikan jemarinya membujuk Chaeyeon untuk kembali duduk. Degup jantungnya terasa nyaring di tengah sunyi yang menunggu kata-katanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam sebelum menambahkan,

“Kamu itu pasir hisap yang menelisik ke setiap sudut hidupku, lalu menenggelamkanku. Tanpa peringatan. Tanpa permisi—” pegangannya di pergelangan tangan Chaeyeon mengendur, “tanpa kamu sadari.”

Tuhan, apakah mengungkapkan isi hati itu selalu sesulit ini?

Chaeyeon hanya menatapnya lekat-lekat; tak memberi balasan, tak memberi sanggahan. Dan Sakura teringat oleh pesan hampa itu lagi, teringat pada hangat dan dingin yang bercampur dan membanjiri ruang hatinya, persis seperti saat ini.

“Kalau kamu bukan siapa-siapa,” lanjut Sakura pelan, “mestinya cuaca di dadaku nggak bergantung sama keberadaanmu.”

“Pertama aku pasir,” ucap Chaeyeon akhirnya, dengan seukir senyum di bibir, “terus sekarang aku cuaca?”

Lalu mengakuinya menjadi mudah.

“Kamu segalanya.”

 

 

 


[Draft_Uni101]

dari: penikmat kdrama di pagi buta

untuk: sepasang setan dan malaikat di bio sana

pesan: kapan pajak jadiannya hamba sudah siap meluangkan waktu makan siang kapan saja :3

komentar:

  | ebkwon: akhirnya…

  | kangyeehaw: pasukan nasi ayam geprek siap meramaikan nder o7

  | ssomee_: ga ngerti tp draft dari mipa kenapa isinya banyol sama romansa mulu aq jd suka

  | ryeongchae: tumben geng maba bio belum pada muncul?

  | ssihyeon: ini setan sm malaikat bio siapa pula?

  | suyo0nie: @ryeongchae maba bio lagi osjur sekarang

  | ryeongchae: @suyo0nie o iya HAHAHAHA kasihan

  | ryudjin: @ryeongchae mbeeek!

  | ryudjin: @ryeongchae (translasi: woi sadar diri besok kita juga osjur!)

  | ryeongchae: @ryudjin BERENTI NGOMEN PAKE BAHASA WEDHUS DONG

  | chyena: JATAH TRAKTIRANKU DUA PORSI YA!!!

 

 

 


Pukul dua belas siang. Para maba sudah digiring masuk ke ruangan materi, dan para disma meninggalkan tempat, digantikan oleh sejumlah pendamping untuk memastikan pemberian materi berjalan kondusif. Sakura menyelinap ke ruangan panitia yang berjarak tiga kelas dari ruang materi, melewati tumpukan nasi kotak makan siang panitia dan memapasi beberapa pendamping yang duduk berselonjor di lantai sembari mengoreksi tugas-tugas tulis maba.

Tak ada reaksi besar dari Chaeyeon ketika ia duduk di samping kirinya, jemari Sakura tanpa kata menelisik dan menggamit tangan kiri yang tak sedang melakukan apa-apa. Setelah dua atau tiga detak jantung, Chaeyeon bertanya,

"Udah makan siang?"

"Belum." Diremasnya jemari dalam genggaman dengan ringan, "Mau nunggu kamu aja."

Dari pojok ruangan, Doyeon dan Yoojung pura-pura muntah. Chaeyeon hanya tersenyum, gerak pena di lembar buku catatan seorang maba tak mengenal jeda.

"Adek kelompokku ada yang bilang kalau lebih sereman kamu daripada dosen Fisika Umum."

"Belum aja ketemu dosen AnFis," dengus Sakura, dan Chaeyeon tertawa kecil. Sakura tersenyum, dan menyandarkan kepalanya di pundak Chaeyeon. Didengarkannya gumaman sang malaikat itu sembari empunya menandai tugas-tugas maba, menulis umpan balik, menorehkan nilai yang bermakna. Kali ini dengan hangat yang mendiami hatinya. Hanya hangat, hangat, dan hangat.

Dan Chaeyeon.

Selalu Chaeyeon.

 

 

END

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dandyul0v3
1346 streak #1
Chapter 9: kangen izone TT
Nblash #2
Chapter 5: Habis baca cute, lompat ke treat.. Sungguh ini uwu sekali ~~
cheeky-ssam
#3
Chapter 5: LUCU AAAAA---logat Jawanya awokwokwokwok bikin makin tergelitik. Jadi gatel melanjutkan fanfiksi yang juga tentang maba & kating di fk, tapi ngga sampai hati menulis-- untung ada yang menulis spt ini,, dahaga jadi terpuaskan:D

Thank you for writing this great piece, nont--sama:DDDDDDDDD
Hiinako75106
#4
Chapter 5: Duh maba lutcu, sini dek sama kk aja :D
cheeky-ssam
#5
Chapter 2: Baca ulang karna bentar lagi lepas gelar MABA #Eaaa lama banget anjir w yudisiumnya...

NAKOCHAN SAMA W AJA GIMANA-
taequeen10 #6
Chapter 4: Hiya hiya hiyaaa... Diabetes gue.. Bgus amat kata2nya
letsmeetagain
#7
Chapter 1: damn, i really wish i could understand this smh a whole tragedy, luv
taesecretfan #8
Chapter 4: I wish i can understand at least half of this. But still, i enjoyed reading this. Thank you~
Hiinako75106
#9
Chapter 4: Chaewon : bla bla bla
Gue : *muntah online, cringy bgt anjir
kimtaetaehwang #10
Chapter 4: Baca berkali2 pun pingin rasanya nge geplak chaewon
Gombalannya luar biasa bikin orang pingin muntah
Untung SsamBbang lucu, kan jd tetep aja senyum2 sambil ngeremet guling gara2 saking manisnya coba itu orang lain udah tak tendang kali biar terbang ke luar angkasa biar dimakan alien xD