photograph

kisah klasik (untuk masa depan)

 

Dering telponku
membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita, semalam kita bertemu
dalam mimpi

 

 

"Mimpi buruk, ya?"

Dengus di ujung panggilan itu terasa dekat, seolah Chaewon tak beratus meter jauh darinya, seolah Chaewon ada tepat di sampingnya, di atas ranjang tidurnya, bersamanya.

"Mimpi soal kamu nggak pernah buruk," tutur suara di seberang, dan Hitomi memejamkan matanya, membayangkan guratan serius di rengut air muka sang penelpon. Candaan Chaewon kepada member lain seringkali sadis tanpa ampun, tetapi di hadapan Hitomi, ia tak pernah mau mencandai tentang perasaan, meskipun karena itu Yena kerap menjulukinya sebagai budak cinta, meskipun akhirnya Yujin suka menjadikan Hitomi sebagai kartu andalan setiap mereka adu pembulian.

Itulah salah satu alasan mengapa Hitomi sayang.

 

 

Entah mengapa aku merasakan hadirmu di sini,
Tawa candamu
menghibur saat ku sendiri

 

 

Ia tersenyum,

"Unnie juga muncul di mimpiku tadi."

"Masa?"

"Iya. Jadi badut ulang tahun di pesta Wonyoung yang kelima."

Lalu kuluman senyumnya pecah menjadi kekeh geli begitu suara di seberang sana mulai memprotes tanpa henti.

 

 

Aku di sini, dan kau di sana
Hanya berjumpa via suara

 

 

"Hitomi."

"Hmm?"

"Hitomi."

"Unnie."

"Hitomi."

"Chaewon-unnie."

"Hitomi." Tak kunjung bosan rasanya ia mendengar suara itu memanggil namanya. "Hitomi, aku kangen."

Dan tak kunjung terbiasa ia akan ungkapan hati Chaewon yang selalu terlontar tiba-tiba.

"Ih. Masih pagi, ini. Belum juga dua puluh empat jam pisah."

 

 

Namun ku s'lalu menunggu
Saat kita akan berjumpa

 

 

"Jadi kamu nggak kangen?"

Merajuk. Nada merajuk yang selalu membuat hati Hitomi meleleh menjadi genangan air gula, nada merajuk yang membuatnya ingin pergi melesat ke tempat Chaewon berada dan menempel di sisinya selamanya. Pakai lem tembak, kalau perlu. Karena konon lem G bisa mengundang kanker.

"Kangen, kok." Wajahnya menghangat sembari jawaban itu tertutur pelan dari kedua bibirnya, dan ia hampir-hampir menekan tombol merah pemutus panggilan ketika didengarnya Chaewon tertawa.

"Nadanya jangan gitu," ujar Chaewon pelan, "aku jadi pengen nyamperin kamu."

Gombal.

Gombal, gombal, gombal, tapi toh dada Hitomi tetap sesak oleh bunga-bunga yang serentak bermekaran di dalam rongga hatinya.

 

 

Meski kau kini jauh di sana
Kita memandang langit yang sama—

 

 

"Hitomi? Kok diam?"

"Lagi ngelihatin langit di luar jendela."

"Eh? Sama, dong, aku juga. Jangan-jangan—" derap langkah yang tergesa mengisi sunyi ketika Chaewon berhenti berkata-kata, lalu derap itu mereda, dan Chaewon menghela nafas dengan cepat seolah tersentak.

"Jangan-jangan kita jodoh."

"DUSTA!" pekik sebuah suara yang terdengar seperti Minjoo. "HII-CHAN DIA DUSTA, BARUSAN HAMPIR KESANDUNG GARA-GARA BURU-BURU NGEHAMPIRIN JENDELA—"

"Syirik!" tukas suara Chaewon tak terima, "Syirik tanda nggak mampu!"

"IYA, NGGAK MAMPU NGEHADAPIN OMONG KOSONGMU—"

Hitomi tertawa.

 

 

Jauh di mata, namun
dekat di hati...

 

 

Ditunggunya hingga adu mulut di seberang sana mereda, dengan Chaewon bersungut-sungut dan menggumam dasar tukang fitnah, kodok ngorek pinggir kali

"Chaewon-unnie."

Gerutuan Chaewon sirna, digantikan oleh satu desahan panjang. Hitomi tersenyum lebar, meski sang lawan bicara tak bisa melihatnya,

"Lagi nggak sama-sama ngeliatin langit juga bisa tetap jodoh, kok."

Dan meski jarak fisik yang membentang di antara mereka dingin, hela nafas yang disusul oleh sorakan kemenangan Chaewon itu terasa hangat, begitu hangat mengisi relung hatinya.

 

 

Dering telponku membuatku tersenyum
di pagi hari,
Tawa candamu menghibur saat ku sendiri

 

 

Berjalan-jalan di tanah orang punya satu keuntungan: kamuflase kostumnya tak perlu muluk-muluk. Staf yang menemaninya keluar juga tak terlampau cemas ia akan dipergoki penggemar, dan mungkin itu artinya ia belum cukup terkenal, tetapi di momen-momen seperti ini, tak begitu terkenal itu rasanya tak buruk juga.

Di dalam sakunya, ponselnya bergetar, dan ia menaikkan alis. Sebuah pesan suara, dari siapa lagi kalau bukan seseorang yang sedang jauh. Diliriknya staf yang mengiringinya, memastikan sang staf sedang sibuk menunggu pesanan mereka tiba.

Dipasangnya airpod, dan diketuknya pesan itu.

"Gusur Matahari, yuk. Biar diganti kamu. Biar aku nggak perlu kacamata hitam tiap keluar siang-siang. Terancam butapun aku rela buat tetap mandangin kamu—"

 

 

Aku di sini dan kau di sana,
Hanya berjumpa via suara

 

 

Belum sempat Hitomi membalas, sebuah pesan suara lain masuk.

"Eh Mataharinya ngilang. Mulai tau malu, kayaknya."

Disusul suara Minjoo,

"Mataharinya cuma lagi ketutup awan, tolong, anak setingkat Yujin aja tau—"

Ditutup dengan khidmat oleh suara Chaewon,

"Selagi Matahari asli pergi liburan, boleh minta selca dari Matahariku yang di sana, nggak?"

Dan sempat-sempatnya suara Minjoo pura-pura muntah terekam sebelum pesan suara itu sepenuhnya usai.

Hitomi membenamkan bibirnya di balik telapak tangan, menyembunyikan senyuman senang yang bercampur heran. Setahun yang lalu, takkan terbersit dalam benaknya bahwa Chaewon akan semanis ini, sekonyol ini, selembut ini.

Kadang saat-saat seperti ini masih terasa seperti mimpi.

 

 

Namun ku s'lalu menunggu
Saat kita akan berjumpa

 

 

Diketiknya balasan,

maaf, matahari palsu lagi sibuk makan burger.

Belum semenit, sebuah pesan suara masuk.

Isinya?

Cuma suara Minjoo tertawa terbahak-bahak.

Hitomi menggigit bibirnya, menahan diri untuk tak tertawa tiba-tiba. Khawatir stafnya prihatin dan mengira yang tidak-tidak. Iya kalau hanya ditanya 'Hitomi sehat?', kalau dipesankan satu jadwal pemeriksaan ke rumah sakit terdekat?

 

 

Meski kau kini jauh di sana,
Kita memandang langit yang sama

 

 

"Hitomi, aku lompat nih."

"Hmm Minjoo dapat selca dari Yujin hmmm aku jadi berasa jomblo..."

"Hii-channnnnnnnnnnnn."

Berentet pesan suara itu direkam dengan suara nyaris berbisik, dengan latar belakang keramaian orang berceloteh dalam bahasa Inggris berlalu-lalang. Hitomi memutar setiap pesan setidaknya lima kali. Jika ditanya, maka alasannya adalah karena ia ingin memastikan ia tak salah menangkap perkataan Chaewon.

(Tetapi sebetulnya ia hanya rindu bukan main.)

Begitu pesanan burgernya datang, ia mengaktifkan kamera depan ponselnya, dan diam-diam berpose untuk satu selca.

 

 

Jauh di mata, namun
dekat di hati...

 

 

Selca-nya tak beroleh reaksi spontan dalam bentuk pesan suara. Alih-alih, sebagai balasan, sebuah foto diunggah ke perbincangan pribadi mereka tiga menit kemudian. Di foto itu, Chaewon tampak sedang menghadap sebuah tembok, kepalanya tersandar pada permukaan kasar bercatkan warna merah tua, tangan kanannya mengepal erat-erat di depan dada.

chaewon-unnie kenapa?

diagnosa dokter bilang dia lagi kehabisan napas habis liat selca-mu. -minjoo

Lagi, di balik geli yang menggelitik ujung bibirnya untuk mengulas senyum, hatinya berdesir oleh rindu.

Dan sayang.

Tuhan, betapa ia sayang.

 

 

Jarak dan waktu takkan berarti
Karena kau akan selalu di hati

 

 

Hari sudah hampir beringsut menuju petang ketika ponselnya kembali bergetar diserbu pesan.

hitomi

hitomi

hitomi

hitomi, bantu usir senja, yuk

aku nggak mau kamu tenggelam

Ah.

Chaewon, dengan metafora-metaforanya.

Chaewon, dengan keyakinannya bahwa Hitomi bisa menyaingi Matahari.

Chaewon, yang tak henti-hentinya percaya bahwa Hitomi itu poros semestanya.

 

 

Bagai detak jantung
Yang kubawa kemanapun ku pergi

 

 

Dengan gelagap yang tak biasanya ia punya, ia mintakan izin dari staf yang telah mendampinginya sepanjang hari untuk permisi masuk ke salah satu bilik toilet umum.

Dikuncinya bilik itu dengan hati-hati.

Kemudian fokusnya tertuju pada layar ponselnya yang masih menyala.

Pada pesan-pesan Chaewon, pendek dan manis dan begitu membuatnya ingin untuk menyusuri sejuta langkah panjang untuk datang padanya, memeluknya, sekalipun ia harus mengarungi lautan selebar dunia.

Diketuknya tombol rekam suara,

"Aku sudah lama tenggelam, Chaewon-unnie. Kalau ada perlu, cari saja di kolam hatimu."

Sebab ia suka tinggal di sana. Ingin terus tinggal di sana.

Selamanya, jika bisa.

 

 

Meski kau kini jauh di sana,
Kita memandang langit yang sama

 

 

Pada akhirnya, ia tinggal di bilik kamar mandi itu lebih lama dari seharusnya, rantaian pesan suara melayang di bawah langit Amerika, mengantarkan kata-kata di antara kedua insan di dua tempat yang berbeda.

"Kayaknya aku lagi sakit kronis. Kangen orang saja rasanya sampai perih."

"Kok sama? Jangan-jangan kita jodoh."

"Minjoo hampir teriak ‘dusta’, tapi nggak jadi."

"Makasih, Minjoo, baik deh."

"Dia bilang capek dicurhatin soal kamu terus."

"Bagus, berarti kita impas, burgerku juga capek dikacangin buat merhatiin unnie terus."

"Lagi di mana? Kok suaranya kayak lagi di dalam kamar mandi—"

 

 

Jauh di mata, namun
dekat di hati.

 

 

Seolah sudah diaba-aba, sebuah pesan sarat panik masuk dari staf yang menungguinya. Menanyakan kalau ia baik-baik saja, apakah ada sesuatu yang salah di dalam kamar mandi, mengapa ia mendekam lama sekali—Hitomi menghela nafas, menepuk kening.

Astaga, ia lupa.

Cepat-cepat ia kirim pesan singkat ke nomor Chaewon,

hehe iya di kamar mandi sebentar staf panik- aku pergi dulu, unnie, hati-hati di jalan pulang:)

Sembari ia keluar, sebuah pesan suara masuk. Singkat saja, hanya sepuluh detik, dan ketika ia ketuk—

"Hati-hati juga! Aku sayang kamu, selalu."

Tuhan, ia ingin lekas-lekas bertemu.

 

 

 

END

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dandyul0v3
1340 streak #1
Chapter 9: kangen izone TT
Nblash #2
Chapter 5: Habis baca cute, lompat ke treat.. Sungguh ini uwu sekali ~~
cheeky-ssam
#3
Chapter 5: LUCU AAAAA---logat Jawanya awokwokwokwok bikin makin tergelitik. Jadi gatel melanjutkan fanfiksi yang juga tentang maba & kating di fk, tapi ngga sampai hati menulis-- untung ada yang menulis spt ini,, dahaga jadi terpuaskan:D

Thank you for writing this great piece, nont--sama:DDDDDDDDD
Hiinako75106
#4
Chapter 5: Duh maba lutcu, sini dek sama kk aja :D
cheeky-ssam
#5
Chapter 2: Baca ulang karna bentar lagi lepas gelar MABA #Eaaa lama banget anjir w yudisiumnya...

NAKOCHAN SAMA W AJA GIMANA-
taequeen10 #6
Chapter 4: Hiya hiya hiyaaa... Diabetes gue.. Bgus amat kata2nya
letsmeetagain
#7
Chapter 1: damn, i really wish i could understand this smh a whole tragedy, luv
taesecretfan #8
Chapter 4: I wish i can understand at least half of this. But still, i enjoyed reading this. Thank you~
Hiinako75106
#9
Chapter 4: Chaewon : bla bla bla
Gue : *muntah online, cringy bgt anjir
kimtaetaehwang #10
Chapter 4: Baca berkali2 pun pingin rasanya nge geplak chaewon
Gombalannya luar biasa bikin orang pingin muntah
Untung SsamBbang lucu, kan jd tetep aja senyum2 sambil ngeremet guling gara2 saking manisnya coba itu orang lain udah tak tendang kali biar terbang ke luar angkasa biar dimakan alien xD