Chapter 2

Shadow

Hari yang di lalui dengan rasa takut memang menggoyahkan.. Semua di lalui dengan keluh kesah..Meskipun pagi nya terkoyak senja...Ia masih enggan menjumpai malam karena takut bertemu pagi..

- Author, S. D

Ting.

Pagi memang waktu yg tepat untuk duduk bersama keluarga sembari menyantap sarapan bersama.
Tapi tidak untuk Krystal.. Ia memilih duduk diam menyantap makanan di piringnya tanpa menatap lawan bicaranya.
Sang appa, dengan postur tubuh tinggi besar.. Menatap korannya sambil sekali berdeham, menanyakan kabar terbaru anak bungsunya itu.

"Baik. Semuanya berjalan dengan baik." Jawab Krystal sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia merasa kesal karena Jessica tidak kunjung datang menyusulnya sarapan bersama.

"Ouh." sahut appanya dengan singkat. Tanpa menoleh ataupun menatap Krystal.
Suasana kembali hening, hanya suara denting piring yang berkali-kali terdengar. Menggugah salah satu dari mereka untuk kembali bersuara.

"Kakakmu Jessica akan segera menikah. Kuharap kau tidak hanya duduk diam tanpa melakukan sesuatu."

Srek.

Krystal menarik nafasnya dengan sabar. Memejamkan matanya dan mengunyah sarapan paginya itu dengan tenang. Berharap rasa dari makanan yang ia telan tak sepahit mendengar celotehan appa.

"Baik, appa."

Dan kumohon berhentilah berbicara.

"Jessica melakukan tugasnya dengan baik. Di keluarga kita dia yang paling di segani.. Yah, berdasarkan prestasi yang sudah ia toreh belakangan tahun ini. Presentasi yang menakjubkan. mendapat calon suami yang hebat seperti Tyler, berhasil membuat...."

Krystal menggigit bawah bibirnya dengan kaku.

Haruskah aku mendengar cerita yang sama setiap hari, appa?

"....ku harap kau bisa mencontohnya." Appa memgakhiri kalimatnya dengan tegas, matanya menatap Krystal dengan tajam.

"Baik, appa." Lagi-lagi Krystal mengangguk. Meskipun hatinya sudah remuk. Tidak ada lagi yang bisa appa terima tentang dirinya.

Krystal sudah merasakannya.

Dari dulu....

5 tahun yg lalu..

Krystal muda berjalan riang ke arah ruang tamu, ingin menunjukkan sesuatu yang menakjubkan dari rapotnya.

Tidak ada nilai merah di dalamnya.

Namun...seperti biasa langkah kecilnya tiba-tiba terhenti. Ia melihat Appa memeluk bangga kakaknya, Jessica.

"Juara 1? lagi? Wohohooo... inilah anak appa! Calon penerus perusahaan Jung Family. Ckckck. Kau selalu bisa membuat appa bangga, nak."

Krystal mundur beberapa langkah. Menjauh dari sisi yg lain, namun tetap mencoba mendengar percakapan appa dan kakaknya.

"Tidak seberapa ayah. Hanya berusaha semaksimal mungkin...." sahut Jessica dengan tersenyum.

"Ah, tidak-tidak. Menurutku... hanya kau yang paling mengerti keinginan Appa. Setidaknya setiap orang di luar sana dapat mengetahui bahwa Jessica Jung adalah jenius!"

Jessica tersenyum manis, merasa tersanjung meski pujian itu nyaris ia dengar setiap hari.

"Tidak seperti adikmu itu."

Deg.

Dada Krystal mencelos. Mendengar ucapan itu dari appa-nya memang sudah sering ia dengar. Namun rasanya tidak pernah sesakit ini.

"Entah yg dia tuli atau bagaimana. Appa sudah memberinya instruksi dengan tegas, hasilnya selalu saja sama. Memalukan....."

"Appa, hentikan. Krystal sudah berusaha dengan keras. Aku melihatnya belajar setiap hari, aku menemaninya belajar setiap hari...." Sergah Jessica dengan cepat.

Terimakasih, Unnie. Selalu saja membelaku. Gumam Krystal dengan tangis yang tertahan.

"Ah, appa tidak melihatnya. Mungkin saja jika dia mendapat nilai yg baik, itu semua karena kau yang menemaninya belajar."

"Tidak, appa. Semua murni Krystal yang..."

"Hash, Appa tidak peduli. Setidaknya appa punya kau, Jessica. Tidak ada yang gisa mempermalukan appa."

Krystal yang berusia 15 tahun menatap dengan getir. Ia berbailik arah menuju ke kamarnya dengan langkah yang gontai...

Apa hidup menjadi pewaris perusahaan harus se-merana ini?

"Selamat pagi, sayang. cup."

Krystal tersentak kaget. Buru-buru ia mengusap matanya dan menatap Jessica yang sudah bergabung bersamanya di meja makan.

Terimakasih, unnie.

"Wohooo, Tyler! Menantuku!" Appa membuka kedua tangannya dengan lebar, memeluk erat laki-laki muda memakai pakain casual dengan bangga.
Krystal menoleh, ternyata Jessica tidak datang sendirian... ia datang bersama calon suaminya, Tyler Kwon.

"Hai, adik ipar."

"Hai, juga.. calon-manusia-yang-akan-merebut-unnie-dari-pelukanku." Sahut Krystal dengan lidah menjulur.

Tyler dan Appa tertawa, Jessica hanya tersenyum dan memggelengkan kepalanya.

"Unnie mu bahkan lebih memilihku daripada kau." sahut Tyler sambil menarik hidung Krystal.

"Ck, ah. Lihat saja, aku akan menyelinap di kamarmu dan membawa unnie pulang kapanpun aku mau." sahut Krystal tidak mau kalah.

Seluruhnya tertawa... Ini lah yang Krystal inginkan jika berada di meja makan, obrolan hangat dengan celetukan-celetukan lucu yang membuatnya berselera untuk makan.
Bukan dengan celotehan membosankan dari appannya yang nyaris membuat dirinya gila.

Krystal tertegun, melihat senyum Appa nya melebar ketika tahu ia akan memiliki menantu tampan dan juga pewaris perusahaan besar, Tyler Kwon.
Krystal tahu Tyler sangat mencintai Jessica. Ia bisa menatap dari senyum tulus yg Tyler berikan pada kakaknya.

Namun Krystal tidak sebodoh itu.

Matanya mampu menangkap tatapan nanar dari kedua mata kakaknya, Jessica.

Unnie, beritahu aku. Aku mengenalmu lebih dari setengah usiaku.

Aku tahu bahwa kau tidak bahagia....

==========

"Melukis lagi?"

Jessica menaruh dagunya di pundak perempuan berambut hitam-pirang yang sedang melukis. Kali ini dirinya tengah duduk di kursi panjang di tepian sungai Dae.

"Seperti biasa. Menuang perasaan pada selembar canvas yang lusuh." sahut perempuan itu dengan mantap.

"Perasaanmu untukku?"

Jessica tersenyum, melirik kecil ke arah perempuan itu yang juga menatapnya.

"Lebih dari itu, Nuna. Perasaanku terhadap alam dan semesta... yang melingkupi seluruhnya...."

"Termasuk perasaanmu terhadapku?" Ulang Jessica dengan senyum menggoda. Perempuan itu terlihat kalah, ia mendecak kesal sambil menggelengkan kepalanya.

"Haha, Amber! Berhentilah memasang wajah loser seperti itu." Jessica tertawa, kedua tangannya menangkap lembut pipi Amber yang merona merah.

"Kau berbeda. Tidak seperti Amber yang dulu pernah ku temui."

Jessica menari tangan Amber dan menggengamnya.

"Tidak semua hal bisa tetap sama seperti yang kau harapkan, Nuna.." Amber tersenyum. Menarik pipinya yang merah dan menatap Jessica dengan lembut.

"Kau berubah menjadi-lebih-menakjubkan, Amber."

"Itu semua karena Nuna yang mengajariku."

"Haha, mengajari apa?"

"Segalanya. Apa perlu ku sebutkah satu persatu? Perlu waktu setengah abad untuk mengulangnya, Nuna."

Jessica tertawa. Tidak ada satu orangpun yang bisa membuatnya tertawa lepas seperti ini sebelumnya. Tidak ada.

"Yah... Aku bisa mengingatnya...."

Jessica menarik nafasnya dengan lega, memejamkan matanya dan merebahkan kepala-nya di pundak Amber.
Perlahan Amber menarik jaket dan menutupi dirinya dengan Jessica.

Jessica menahan bibirnya tidak bergetar, Amber yang lebih dulu mengajarkan dirinya tentang hidup...

Memorinya perlahan berputar pada waktu pertama kali ia bertemu dengan Amber....

Kursi di tepian sungai Dae adalah tempat mereka bertemu.

"ARRRRHGGGGHHHHHH!!!!!!!"

Jessica berteriak.

Kedua tangannya mengepal dengan kuat. Berteriak sekencang mungkin, sampai sungai Dae mampu bergetar dan kembali surut.
Jessica muda tersungkur... Berteriak setiap hari di tepi sungai Dae adalah pilihan terbaik ketika dirinya sudah jengah menjalani hidup.

"Aaarh....." Jessica terisak. Lutut nya kotor karena menyentuh tanah. Ia akan menunggu sampai airmatanya surut, setelah itu ia baru akan kembali pulang ke rumah.

"Na, dul, se."

PLUK.

"arh, Gagal."

Jessica menoleh dengan kaget, seseorang dengan mantel yg tebal dan memakai snapback, berdiri di sampingnya sambil memunguti batu di tepi sungai dan melemparnya.

"Lempar saja. Semakin jauh batu yang kau lempar, semakin jauh pula perasaan sakit di dalam hatimu. Aku sering melakukannya. Akan ku lakukan sampai air di seluruh sungai Dae terkumpul dengan batu-batu ini."

Jessica mengerutkan dahinya dengan heran, kemudian ia berdiri dah menatap orang itu...

"Aku tampan, tapi aku bukan laki-laki. aku Amber.." Orang itu meraih tangan Jessica dan bersalaman.
"...ah ingat, aku perempuan."

Jessica menerima perkenalan itu dengan gugup, meski pada akhirnya ia merasakan sudut kedua pipinya tertarik membentuk sebuah senyuman.

"Ck, ah. Aku tidak tega mendengar perempuan seperti kau berteriak seperti itu. Setiap hari. Aku yakin suara indahmu akan tersiksa."

"Se..tiap hari?" tanya Jessica dengan mata melebar.
"Setiap hari kau melihatku..."

"Tentu saja. Aku selalu berada di sini sekedar melukis atau melempar batu. Tidak ku sangka sebagian air di sungai Dae bergetar karena suaramu....."

Keduanya mulai tertawa. Berkenalan satu sama lain sampai akirnya Amber memilih memanggil Jessica dengan sebutan "Noona."

Setiap hari Jessica menemui Amber di kursi tepi sungai Dae.

Sekedar bercerita, atau saling mendengarkan.

Jessica menaruh separuh kisah hidupnya pada Amber.

Sampai ia menyadari bahwa separuh hatinya ikut terbawa arus cinta di tepian sungai Dae.

"Pertemuan yang epic." Sahut Jessica dengan singkat.

Amber tersenyum, meletakkan cat dan kuasnya dan melanjutkan untuk menatap Noona-nya.

"Nuna, semakin hari kau semakin cantik."

"Terimakasih, tapi adikku lebih cantik.

"Ah, adik yang selalu kau ceritakan itu? Yang keras kepala dan...euh. aku muali penasaran padanya."

"Haha, suatu saat jika kau bertemu dengannya.. bisa saja kau jatuh cinta padanya." sahut Jessica sambil tertawa.

Amber menatap tepian sungai Dae dengan tersenyum, kemudian ia menjawab.

"Tidak akan, Nuna. Perasaan tidak akan semudah itu mampu tersampaikan."

Jessica menoleh, ia melepaskan diri dari pelukan Amber dan menatapnya.

"Itu benar."

Keduanya kembali terdiam. Sesekali menatap orang yang berlalu lalang melewati tepian sungai Dae.

"Apa kau benar-benar akan melakukannya, Nuna?" tanya Amber perlahan. Matanya tidak berani menatap ke arah Jessica.

Jessica tertegun, ia mengerti arah kalimat yang Amber ucapkan padanya. 'melakukannya' adalah menikahi Tyler.

Yap.

Amber bertanya apakah Jessica benar-benar akan menikahi Tyler.

"Lantas... apa kau ingin menyampaikan perasaanmu padaku?" Jessica kembali bertanya. Berharap Amber menjawab satu pertanyaan yang berulang kali menghantui hidupnya.

Namun lagi-lagi nihil, Amber hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab satu patah katapun pada Jessica.

Pada akhirnya..

Amber beranjak dari kursi dan memungut beberapa batu dan melemparnya ke arah tepian sungai Dae.

Dalam hatinya Amber berbisik..

"Sejauh ini, Nuna. Sejauh lemparan batuku yg mustahil tiba di tepian sungai Dae yang tidak berujung." - Tepistalll.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
S_drajad #1
Chapter 1: Di wattpad nama tepistalll kok gak ada ya? Boleh tau apa nama akun nya di wattpad?
neo2this #2
Chapter 12: Mewek mewek dah bacanya....ibarat lagu liriknya menyayat hati....good job dear author...
Dekpabbo #3
Chapter 11: Huuuuhhhhh.. Daebak, daebak, daebak... Author daebak, baca cerita ini membuat nyesek sendiri. Kehilangam kakak? Kena bngt thor..
realreborn #4
Chapter 12: Damn you authornim!! Baca nya aja saya nyesek sendiri, hancur ati bacanya juga..anjeer!
Tp si amber transgender..haha keren idenya
ditunggu sequelnya..
gamsahamnida!
tania07 #5
Chapter 12: siaaal, ini cerita yg paling sedih yg pernah ku baca thor, terus lh berkarya!!!! kryber is real!! aku fans mu thor!!
jasonds #6
Chapter 6: nice story author nim....please make it kryber for the ending