Chapter 6 : Lingering

Second Confession

(Soo Ae POV)

"Cheers!!" teriakku dan Dong Won hampir berbarengan. Gelas bir kami beradu dan menimbulkan bunyi nyaring, sebelum menenggak bir dihadapanku dengan terburu-buru.

"Ah!!!!" seruku, sambil meletakkan gelas bir di hadapanku, sementara Dong Won mengernyitkan alisnya seraya memperhatikanku dari atas kepala sampai ke bawah kaki. Apalagi, dari sinar wajahku sama sekali tidak terpancar kebahagiaan seorang reporter yang berhasil menulis berita yang kembali masuk headline news untuk kesekian kalinya, yang seharusnya kulakukan setelah mendapat pujian bertubi-tubi dari atasanku atas liputanku dan Dong Won tentang kencan rahasia Junsu dan Hani, pasangan paling hot dan misterius di Seoul saat ini.

Aku mengangkat bahuku sambil menatap ke arah Dong Won, "Apa?"

"Well, kau kelihatan seperti orang yang penuh dengan masalah, mau berbagi denganku apa yang sebenarnya terjadi?"

Aku memanyunkan bibirku dan mengigit bibir bagian bawahku, hal yang selalu kulakukan setiap kali sibuk memikirkan sesuatu di dalam kepalaku. Dong Won adalah partner kerjaku yang sekaligus merangkap menjadi teman baikku. Pertama kali bertemu dengannya ketika aku iseng mengikuti club penulis, salah satu kegiatan yang kulakukan ketika aku berusaha untuk menyibukkan diri dan melupakan tentang Kang Joon di awal perpisahan kami. Tertarik dengan hasil tulisanku, ia menawarkan posisi internship di perusahaan tempatnya bekerja yang kebetulan saat itu tengah mencari penulis part time karena mereka kekurangan tenaga kerja. Awalnya aku ragu untuk mengambil tawarannya, tetapi Dong Won pantang mundur dan terus berusaha membujukku untuk mencoba interview kerja di tempatnya.

Setelah mempertimbangkan selama beberapa saat, dan juga karena tawaran keukeuh dari Dong Won, aku pun menyerah dan mengikuti sarannya untuk mencoba melamar pekerjaan di tempat kerjanya. Dan bisa kukatakan, aku tidak menyesal melakukan pekerjaan ini, walaupun terkadang aku merasa menjadi orang terjahat sedunia ketika harus membeberkan berita buruk tentang seseorang, karena aku tahu seberapa besar tekanan emosional yang bisa seorang rasakan bila ia menjadi topik utama dari sebuah berita buruk.

Seandainya saja Dong Won belum menikah dan hidup bahagia bersama pasangan dan kedua anaknya, mungkin sudah sejak awal aku akan mempertimbangkan untuk mengejar dirinya. LOLZ!

Aku menghela nafas ketika Dong Won masih terus menatap ke arahku menunggu jawaban keluar dari mulutku. Ia tidak akan menyerah kalau aku belum mengeluarkan apa yang ada di pikiranku.

"Well, seorang dari masa laluku berkata kalau dia tidak akan pernah memaafkanku ketika aku meminta maaf kepadanya baru-baru ini,"

"So?" tanya Dong Won dengan nada santai, kali ini memalingkan wajahnya dariku, dan sibuk mengambil makanan yang ada di hadapannya. Aku menggerutu di dalam hati. Kalau bukan karena dia yang terus menatapku dengan tatapan 'tolong jawab pertanyaanku', aku juga tidak akan ingin menceritakan hal ini pada dirinya. Tapi sekarang setelah aku menceritakan apa yang terjadi, dia malah hanya menjawabku dengan 1 patah kata? Hah!

Aku mendengus kesal, "Dan kau memintaku untuk menceritakannya kepadamu!!"

"Maksudku, kenapa kamu harus ambil pusing atas perkataannya? Kamu sudah menyatakan kalau kamu merasa bersalah atas masa lalu dan mau meminta maaf. Tetapi mau atau tidak mau dia memaafkanmu, itu sudah tidak ada urusannya denganmu," celoteh Dong Won, berhenti sejenak sebelum kemudian melanjutkan, "Kecuali kau masih memiliki perasaan terhadapnya,"

Aku terdiam. Tanpa harus diingatkan oleh Dong Won, aku tahu aku masih memiliki perasaan terhadap dirinya, oleh karena itu selama beberapa tahun belakangan ini aku tidak pernah berusaha untuk mencari pacar baru buat diriku. Aku tahu aku masih peduli dengan dirinya oleh karena itu, aku masih rajin mengikuti beritanya baik di televisi ataupun internet. Tapi aku melakukan semua itu karena aku masih memiliki perasaan bersalah terhadap dirinya.

"Itu hanya karena perasaan bersalahku padanya,"

"Oh, ayolah, kita sama-sama tahu kalau ini bukan karena 'perasaan bersalah'mu," tutur Dong Won, kali ini menyendokkan sesendok besar salad ke hadapanku.

"Jadi apa yang sebenarnya berusaha kamu katakan kepadaku?" tanyaku, menaikkan kedua alisku dan menatap ke arah dirinya.

"Aku tidak berusaha mengatakan sesuatu, aku hanya mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku setelah mendengar jawabanmu atas pertanyaanku,"

Aku mendengus kesal dan menyuap salad di hadapanku. Menutup mulutku rapat, sebelum akhirnya berujar, "Mari kita membahas tentang headline artikel kita," yang disahut Dong Won dengan mengangkat kedua bahunya perlahan dan menyuap makanan lain di hadapannya.

***

(Seo Kang Joon POV)

Setelah mengatakan apa yang kukatakan kepadanya di malam itu, ini sudah malam ketiga di mana aku tidak bisa memejamkan mata karena merasa bersalah atas perkataanku sendiri.

'Well, ini kan salah dia yang menjahati diriku terlebih dahulu!'

'Tetapi aku tidak seharusnya mengatakan perkataan seperti itu, apalagi dia sudah minta maaf!'

'Memangnya apa yang ia lakukan terhadap diriku 5 tahun yang lalu bisa dilupakan hanya dengan 1 permintaan maaf?'

'Bagaimana kalau ia berpikir aku membencinya sehingga membuatnya bahkan tidak berniat untuk menyapaku di kemudian hari?'

'Bukankah hanya rasa kebencian yang tertinggal di hatiku, sehingga memangnya kenapa kalau dia tidak mau menyapaku lagi?'

'Atau sebenarnya kau ingin berbaikan dengannya namun terlalu gengsi untuk membuka mulut?'

Aku menggeleng keras berusaha menghilangkan hal terakhir yang muncul di dalam pikiranku. Berbaikkan dengan seorang cewe yang hanya memikirkan tentang materi dan tidak memperdulikan diriku adalah hal paling bodoh yang bisa dilakukan oleh seorang cowo di muka bumi ini. Oleh karena itu aku memutuskan untuk melupakan hal terakhir yang muncul, karena aku tidak ingin terlihat lemah dan terlihat seperti belum bisa melupakan dirinya selama ini.

Aku melompat dari tempat tidurku, berlari turun tangga dan keluar ke arah pintu depan untuk mengenakan sepatu ketsku.

"Apa yang terjadi?" tanya Minah ketika melihat diriku yang berlari nyaris terbirit-birit dari sofa di ruang televisi.

"Aku membutuhkan sedikit udara segar karena merasa pusing di rumah ini," jawabku asal. Aku memang ingin mencari udara segar tetapi bukan karena aku pusing berada di rumah ini, tapi karena aku ingin melepaskan pikiranku dari Soo Ae walaupun hanya untuk sejenak.

Berlari selalu bisa membuatku lupa pada kepenatanku dan masalahku. Oleh karena itu, aku terus berlari di tepi jalan, membiarkan peluh keringatku berjatuhan dan mulai membasahi kaos biru yang kukenakan saat itu. Aku kembali ke Seoul karena aku yakin aku sudah melupakan dirinya. Aku kembali karena aku ingin menunjukkan kalau saat ini aku hidup dengan lebih baik walaupun tanpa dirinya. Aku merasa lebih bahagia tanpa dirinya di sebelahku. Aku juga ingin menunjukkan kalau aku bisa move on dari dirinya. Tetapi aku malah mengeluarkan kata-kata kekanakkan seperti 'tidak akan pernah memaafkanmu' ketika Soo Ae meminta maaf.

Dan aku tahu kalau ini artinya aku masih belum bisa melupakannya sepenuhnya. Aku selalu ingin membuatnya menyadari kehadiranku dan menyakitinya dengan kata-kataku karena aku tidak ingin dia melupakan diriku. 1 jam lamanya ia berlari dan ketika isi kepalanya mulai jernih, ia memutuskan untuk kembali ke rumah dan mandi sebelum ikut Minah menghadiri acara dinner gathering almameter kampusnya dulu.

Setibanya di depan rumah, aku menghentikan langkah kakiku untuk terus melangkah ke depan ketika melihat gadis berambut panjang gelap berdiri tidak bergeming di hadapan rumahku.

"Soo Ae...?"

***

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet