Chapter 1 : First Encounter

Second Confession

(Soo Ae's POV)

Bohong kalau aku bilang aku sudah lupa sama sekali tentang Kang Joon, dan lebih tidak mungkin lagi kalau aku melupakan apa yang terjadi 5 tahun yang lalu. Sampai saat ini perasaan bersalah terkadang masih menggeluti diriku dan menghantui diriku setiap kali aku melihat atau mendengar segala sesuai yang berkatian dengan Kang Joon. Sama seperti pagi ini ketika aku melihat berita tentang Kang Joon, yang sekarang sudah menjadi seorang pianis terkenal, di mana setelah meniti karier di luar negeri selama 5 tahun terakhir ini, berencana untuk kembali ke kampung halamannya untuk berkonsentrasi di dalam negeri.

Aku berteriak senang di dalam hati mendengar tentang kepulangannya, namun detik berikutnya sudut bibirku mengarah ke bawah dan mataku meredup ketika menyadari kalau sekarang dia sudah tidak ada lagi hubungannya dengan diriku. Well, siapa pula yang mau kembali berada di dekatku ketika aku melakukan hal kejam seperti itu sebelum dia pergi ke luar negeri untuk menciptakan dunianya sendiri?

Aku menghela nafas dan mengaduk sereal di hadapanku. Tiba-tiba perutku yang tadinya terus mengadakan pentas paduan suara terasa berat dan penuh. Nafsu makanku hilang dan aku meletakkan sendok di hadapanku.

"Apa yang terjadi?" tanya ibuku ketika ia lewat di daerah dapur dan mendapati diriku tidak bersemangat di hadapan sepiring makanan. Aku yang biasanya selalu senang dengan segala sesuatu yang berbau makanan, tiba-tiba memasang muka lemas dan hanya menatap sepiring sereal di hadapanku ketimbang melahapnya dalam hitungan detik seperti biasa.

Aku mengangkat wajahku dan menatap ke arah ibuku yang melihat khawatir ke arah diriku. Sadar kalau aku telah membuat ibuku khawatir, aku segera mengembangkan senyuman di wajahku dan mencari alasan yang menurutku sama sekali tidak masuk di akal, "Well, sepertinya perutku terus bergejolak... Isyarat kalau aku harus segera ke kamar mandi dan menyetor setoran pagiku," usai berujar, aku memamerkan cengiran lebar.

Kali ini wajah cemas ibuku, berganti menjadi wajah menjijikkan seperti mengatakan 'kau tidak perlu menceritakan sejelas ini' ketika kamu ingin membuang air besar. Aku segera berlari ke arah lantai atas, menuju ke arah kamar mandi di dalam kamarku sebelum ibuku sempat berkata apa pun juga. Detik berikutnya, aku melemparkan diriku ke atas tempat tidur dan aku mendengar ibuku berteriak, "Aku harap kau tidak mendeskripsikannya dengan cara seperti itu,". Aku hanya berteriak membalas, "Okay mom!" dan pikiranku kembali melayang.

Apa jadinya kalau aku tidak menyemburkan kata-kata itu ke Seo Joon? Apa jadinya kalau aku nekat ikut Seo Joon pergi ke luar negeri waktu itu? Mungkinkah hubungan aku dan dirinya masih baik-baik saja? Well, mungkin saja kami sudah tidak lagi bersama-sama, mungkin saja kami sudah memiliki pasangan baru masing-masing, tapi satu hal yang aku tahu pasti kalau aku tidak melakukan apa yang kulakukan 5 tahun yang lalu, aku akan merasa lebih bahagia. Dan mungkin aku dan Seo Joon tidak perlu berpisah dengan cara tidak baik, membuat kami berdua tidak lagi memiliki kesempatan untuk berbaikkan seumur hidup. SEUMUR HIDUP.

Aku menghela nafas menatap ke arah luar jendela kamarku dan aku bisa melihat kamar Seo Joon yang selalu gelap setiap malam sejak kepergiannya untuk mengejar impiannya. Keluarga Seo Joon masih tinggal di sebelah rumahku. Kakaknya Min Ah, pergi menyusul Seo Joon 1 minggu setelah kepergiannya, sementara kedua orangtuanya masih tinggal di rumah tersebut. Mereka masih berhubungan dengan dekat dan akur bersama kedua orangtuaku, namun ketika mereka menyapa diriku aku bisa merasakan kalau mereka masih menyalahkan diriku karena telah menghancurkan hati anak laki-laki kesayangan mereka. Yang mereka tidak ketahui, hatiku juga hancur ketika harus terpaksa mengatakan kata-kata tersebut ke Seo Joon dan membuat Seo Joon percaya kalau aku adalah seorang perempuan materialistis yang jahat dan tidak memiliki perasaan.

Pikiranku nyaris saja melayang ke tempat yang lebih jauh, ketika teriakkan ibuku seperti memanggil pikiranku yang melayang-layang untuk kembali ke dalam kepalaku.

"Soo Ae!!" teriak ibuku lagi. Aku melompat malas dari tempat tidurku, kenapa siy aku masih harus diganggu di hari libur kerjaku, umpatku dalam hati, tetapi tetap menyahuti sahutan ibuku sambil memaksakan kakiku untuk menyeret diriku keluar dari pintu kamar.

"Apa mom?"

Ibuku melemparkan kunci mobil ke arahku tanpa aba-aba yang tentunya berhasil kutangkap dengan super keren karena refleksku yang hebat. Aku mungkin bukan seorang atlet atau penggemar olahraga, tapi aku selalu bangga dengan refleksku yang kurasa melebihi para olahragawan di luar sana.

Aku mengangkat pundakku dan menatap ke arah ibuku dengan tatapan 'apa-apaan ini?!'.

"Aku ingin kamu membantuku membelikan beberapa barang yang kita perlukan untuk makan malam hari ini. List barang yang kuperlukan ada di sini, dan kuharap kamu akan kembali ke sini dalam waktu 1.5 jam, karena aku tidak memiliki begitu banyak waktu untuk memasak," ujar ibuku, merapikan celemeknya dan bersiap-siap untuk memotong sayurang hijau yang ada di atas meja dapur.

"Kau selalu berada di rumah nyaris 1x24 jam, aku tidak mengerti kenapa kau bisa tidak memiliki cukup waktu ketika kerjaanmu hanyalah memasak dan menonton televisi di rumah," celotehku, membuat ibuku kembali meneriakki diriku. Aku tertawa melihat reaksi ibuku namun dengan segera menyalakan mobil untuk pergi ke supermarket terdekat.

Setelah memarkirkan mobilku di parkiran bawah tanah yang dekat dengan pintu bawah tanah yang menghubung ke arah elevator yang bisa membawa diriku ke lantai mall. Aku memeriksa sekali lagi apakah pintu mobilku sudah terkunci sebelum berjalan melangkah ke arah elevator ketika aku melihat mobil jaguar berwarna merah yang terpakir tidak jauh dari mobilku. Aku mengangkat alis karena jarang sekali melihat mobil super mewah di parkiran bawah tanah supermarket dekat rumah.

Aku masih sibuk mengaggumi mobil mewah tersebut ketika pintu lift terbuka dan aku segera melompat masuk ke dalamnya. Detik berikutnya aku sudah tiba di lantai 1, tempat di mana aku bisa mendapatkan semua barang-barang yang dibutuhkan oleh ibuku. Sambil mendorong trolley dan sesekali bersiul, aku melihat ke kiri dan ke kanan untuk mencari barang terkahir yang ada di list, sekotak telur burung puyuh.

Setibanya di bagian pojok supermarket di lorong bernomor 16, aku menghentikan langkahku dan tanpa sadar menyembunyikan diriku di salah satu rak sambil memperhatikan orang yang berada di hadapanku. Aku mengedipkan mata beberapa kali karena tidak bisa mempercayai penglihatanku sendiri, aku melihat Seo Kang Joon, memakai kaos putih dengan jaket kulit berwarna hitam. Rambutnya berwarna coklat tua masih tetap pendek dan berponi. Ia terlihat sama persis seperti apa yang ada di ingatanku. Kulit putih, bibir merah, tatapan mata tajam dan masih tetap terlihat sempurna di mataku.

Selama ini kukira aku akan bisa bersikap biasa aja bila harus bertemu dengan dirinya lagi, namun detik di mana aku kembali melihatnya di hadapanku aku tahu kalau aku telah salah. Aku semakin yakin kalau selama ini aku tidak pernah melupakannya. Aku menggigit bibirku dan menelan ludah, mempertimbangkan apakah aku harus pergi ke arahnya dan menyapa dirinya, karena aku hanya mengenakan sebuah kaos putih belel dengan jeans yang entah sudah berapa lama belum kucuci. Aku mengutuk diriku sendiri karena seharusnya aku keluar dengan pakaian yang lebih pantas di kenakan. Tapi siapa yang menyangka kalau aku akan bertemu dengan Kang Joon di supermarket... bersama dengan seorang wanita yang memiliki penampilan super menarik.

Aku menatap tidak percaya ke arah wanita bertubuh tinggi semampai, rambut panjang berwarna hitam dibiarkan jatuh di atas pundak, dan terlihat super dewasa. Well, Kang Joon bisa saja melupakan diriku dan menemukan tautan hati yang baru bukan? Toh, hubunganku dan dia sudah berlalu selama 5 tahun dan kami mengakhirinya dengan cara yang sangat tidak baik. Jadi wajar saja kalau Kang Joon melupakanku dengan cepat dan bahagia bersama wanita lain. Tetapi apakah wanita super dewasa seperti ini selalu merupakan tipe Kang Joon? Wanita cantik ini lebih cocok buat menjadi kakak perempuannya ketimbang pacarnya.

Aku memukul kepalaku perlahan, membuyarkan lamunanku. Hal pertama yang harus kulakukan sekarang bukannya berdiam dan terus memperhatikan mereka seperti seorang stalker, tapi aku harus segera menyelesaikan belanjaan ibuku dan segera kabur dari sini. Aku tidak ingin Kang Joon yang masih terlihat sempurna didampingi wanita yang tidak kalah sempurna melihat diriku dengan pakaian seperti ini. Namun, Tuhan berkata lain, saking terburu-burunya aku mendorong trolleyku, bukannya aku bisa kabur dari hadapan mereka dengan aman, tetapi trolleyku malah menabrak tumpukan kacang yang disusun di etalase obral, dan trolleyku menghancurkan segalanya dengan suara keras. Cukup keras membuat semua orang menoleh ke arahku. Aku segera berdiri dan membetulkan pakaianku ketika aku melihat Kang Joon tengah menatap tajam ke arahku.

Aku bisa melihat amarah di balik tatapan matanya. Aku tahu aku harus segera kabur dari sini namun segiat apapun otakku memberikan arahan dan perintah ke kakiku, kakiku hanya menempel ke lantai, tidak bergeming. Seolah-olah aku megenakan sepatu yang telah disemen ke lantai tempat aku berpijak. Dengan otakku yang tidak bisa bekerja dengan waras, tanpa sadar mulutku terbuka dan nyaris menyerukan nama Kang Joon. "Kang... Kang...,"

Wanita di sebelahnya mencolek tangan Kang Joon dan menatap bingung ke arahku, "Orang yang kamu kenal?"

Kang Joon juga seperti terbuyarkan dari amarahnya dan menggeleng cepat, "Bukan, aku tidak kenal dengan dirinya," lalu berjalan melewati diriku.

***

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet