Chapter 4 : Misunderstand

Second Confession

(Soo Ae POV)

Aku menatap kosong ke arah layar komputer di hadapanku. Aku sudah tiba di sini sejak pukul 8 pagi dan aku seharusnya mulai berkonsentrasi dengan pekerjaanku karena ada deadline yang harus kuselesaikan hari ini. Tetapi waktu sudah menunjukkan pukul 11 saat ini dan halaman yang seharusnya sudah kupenuhi dengan tulisan kini masih tetap putih bersih. Tidak ada coretan sedikit pun. Aku mengigit bibirku untuk kesekian kalinya, menghela nafas dan menjatuhkan kepalaku ke atas meja dan kembali merenung.

Bukan pesan singkat dari Min Ah yang membuatku khawatir, tetapi bagaimana aku harus meminta maaf kepada Kang Joon. Setelah melakukan apa yang kulakukan, kupikir aku akan terus hidup tanpa harus melihat Kang Joon lagi, tetapi sekarang lain ceritanya. Aku tidak peduli bila ia tetap salah paham pada diriku, aku juga tidak peduli bila ia tidak mau memaafkan diriku, aku juga tahu permintaan maafku akan berakhir dengan sia-sia, tapi itu tidak berarti aku harus diam saja dan tidak berusaha untuk mengucapkan kata maaf. Tetapi bagaimana aku harus menyampaikannya?

"Soo Ae, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Dong Won perlahan di sebelahku, membuatku melompat dari tempat dudukku dan nyaris berteriak kalau saja Dong Won tidak segera menarikku untuk duduk kembali dan membungkam mulutku dengan tangannya.

"Kenapa kau harus mengagetkan diriku?" protes diriku geram.

"Kau datang lebih pagi dari diriku, duduk di sini selama nyaris 3 jam tetapi naskah beritamu sama sekali belum jadi bukan? Kita masih harus pergi untuk meliput kencan Kim Jun Su dan Hani. Aku mendapat informasi tentang tempat dating mereka malam ini dari sumber terpercaya," ujar Dong Won dengan tatapan mata bersinar-sinar.

"Kau yakin kali ini sumbermu bisa dipercaya? Kita menghabiskan waktu duduk di kolong jembatan Hangang ketika kau mengatakan kau mendapat informasi dari sumber terpercaya bahwa Goo Hye Sun dan pacarnya akan muncul di sekitar sana, tapi hasilnya nihil bukan?" protesku, memanyunkan bibirku, tidak ingin kembali mengingat peristiwa di mana kita bersembunyi di bawah jembatan sambil menunggu artis yang katanya akan lewat di malam musim dingin. Alhasil bukannya kita mendapatkan foto yang bisa membuat berita hot, tapi malah terkena demam parah selama beberapa hari.

"Sumberku kali ini adalah saudara kembar Jun Su, menurutmu apa kurang terpercaya?"

Aku terdiam dan mengangguk, kemudian kembali ke arah layar komputerku kembali berusaha berkonsentrasi. Ya, aku bekerja di sebuah portal terbesar yang menampung segala skandal selebritis Korea, Dispatch. Atau kasarnya, kami ada paparazzi professional yang dibenci oleh orang-orang di sekitar kami. Walaupun memiliki kebanggan sendiri bagi diriku dan karyawan lainnya yang bekerja di sini karena Dispatch bukan sembarang portal paparazzi.

Sambil sesekali mengecek jam dinding, aku bekerja dengan kecepatan the Flash. Satu jam kemudian, aku mengeprint naskah beritaku dan memasukkannya ke ruangan head editorku. Kepala editor kami adalah seorang wanita berusia tengah baya, belum menikah, dan memiliki kepribadian yang sedikit aneh, namun memiliki kinerja yang super keren. Mungkin karena ia hidup single sehingga konsentrasinya tidak perlu dibagi-bagi ke beberapa area dan hanya perlu berkonsentrasi pada kerjaannya. Namun ia tetap terlihat cantik, dan sering bergonta-ganti pasangan.

"Oh sudah selesai? Kudengar nanti malam kalian akan pergi untuk membuntuti Junsu dan Hani?" tanyanya, menaikkan kedua alisnya sambil menerima naskah berita dari tanganku. Aku mengangguk perlahan.

Kepala editorku tersenyum puas. Well, bukannya aku sombong tapi aku dan Dong Won adalah salah satu tim favorit dirinya. Sering kali berita yang kami tulis selalu berhasil membuat kehebohan tingkat tinggi dan menjadi perhatian banyak orang, sehingga bisa membantu mendongkrak portal website kami.

"Aku akan langsung mengedit naskahmu, kau dan Dong Won boleh pulang untuk beristirahat sebelum berangkat, aku tidak mau dua jenderal favoritku jatuh sakit karena lembur tanpa istirahat," ujarnya, kemudian memberi aba-aba agar aku segera keluar dari ruangannya.

Aku mengucapkan terima kasih, dan segera menepuk pundak Dong Won setibanya di tempat dudukku. Dong Won menatapku heran sambil membereskan perkakas kameranya.

"Ada apa?" tanyanya dengan nada kecil, sambil berlari kecil mengikuti langkah kakiku.

"Kita bisa pulang lebih cepat hari ini karena harus lembur nanti malam, tetapi ada baiknya kita membuat plan A dan plan B, kalau saja sampai kita gagal meliput berita tersebut,"

"Ey, tenang saja, aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Yang terpenting saat ini adalah kita harus menyiapkan pakaian yang sesuai untuk pergi ke sana,"

"Ke mana?" tanyaku sambil mengernyitkan alisku.

"Ke restoran tempat mereka berkencan malam ini, kelihatannya tempat tersebut adalah restoran berbintang di mana kita tidak akan dikasih masuk bila berpakaian casual seperti ini,"

"Maksudmu, kita harus membeli baju mahal untuk masuk ke sana," tanyaku, menurunkan sudut bibirku. Terkadang aku benar-benar tidak habis pikir ada yang ada di pikiran partner kerjaku selama beberapa tahun terakhir ini.

"Serahkan padaku, kau lupa kalau aku memiliki seorang saudara yang membuka butik second hand shop untuk barang-barang mewah? Kita bisa meminjam dari sana," sahutnya, sambil merangkul pundakku, dan mendorongku masuk ke bangku pengemudi.

***

 

(Seo Kang Joon POV)

Aku membuang muka dan membuang nafas kesal mendengar perkataan yang baru saja keluar dari mulut kakak kandungku.

"Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku tidak mau dijodohkan. Apalagi dijodohkan karena kau ingin membantuku memajukan karierku? Aku tidak perlu itu!! Aku bisa berusaha sendiri untuk karierku, aku tidak masalah kalau pun harus sedikit lebih terlambat, tetapi aku tidak ingin karierku menanjak karena perjodohan politik seperti ini," teriakku, sambil melempar foto seorang wanita muda yang tersenyum manis ke hadapan kakakku.

"Apa yang kurang dari Seolhyun? Dia cantik, dia masih muda, dia pintar, memiliki background yang sepadan dengan keluarga kita, dan dia bahkan bisa membantumu dengan kariermu karena ia kenal dengan banyak orang berpengaruh di Korea sini," ujar kakakku, memungut foto yang terjatuh di lantai.

"Aku tidak suka padanya,"

"Kau tidak mungkin suka padanya karena kau belum pernah bertemu dengannya. Siapapun di dunia ini tidak akan suka kepada orang lain kalau belum pernah berkomunikasi atau bertemu satu sama lain.,"

Aku memutar bola mataku dan memasang tampang kesal. Min Ah sadar kalau aku tidak akan menuruti perkataannya sehingga ia mengambil jurus andalannya.

"Kau lupa kalau apa yang kukatakan selalu benar? Kau ingat kan apa yang Soo Ae lakukan terhadapmu?" pernyataannya tersebut segera membuatku mengertakkan gigiku, berusaha menahan amarah yang nyaris meledak dari dalam diriku.

"Oleh karena itu aku memutuskan untuk tidak percaya ataupun jatuh cinta kepada siapa pun juga sampai saat ini," cetusku.

Min Ah menghela nafas dan duduk di sebelahku, "Baiklah, terserah apa katamu, tetapi hari ini saja kuharap kau mau mendengar permintaanku, oh? Aku sudah membuat janji makan malam dengannya, tidak mungkin kan aku membatalkannya begitu saja? Bagaimana pun juga Seolhyun tidak bersalah dan dia adalah seorang perempuan, mau ditaruh di mana harga dirinya bila kita tidak menampakkan wajah kita setelah membuat janji makan malam dengannya?"

"Itu urusanmu. Kau tidak pernah meminta ijinku ketika membuat janji dengannya bukan?"

"Kang Joon!" bentak kakakku, tetapi kemudian karena ia sadar aku tidak akan tergerakkan dengan kata-kata keras, suaranya melembut, "Sekali ini saja dan aku janji aku tidak akan pernah memintamu untuk hadir di acara perjodohan seperti hari ini,"

***

Aku mengenakan kemeja berwarna putih dan blaster berwarna biru tua, lengkap dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam menempel di kerah bajuku. Karena hampir setiap kali aku harus mengenakan pakaian seperti ini ketika tampil di panggung, aku sebenarnya paling anti mengenakan kostum seperti ini di kehidupan sehari-hari, namun karena kakakku berkeras bahwa ini adalah restoran berkelas di mana aku tidak bisa masuk tanpa menggunakan pakaian yang layak (atau lebih tepatnya formal) akhirnya aku menyerah. Aku hanya perlu bertahan sekali ini saja dan semuanya selesai.

Seolhyun adalah seorang gadis berusia sedikit lebih muda dari diriku, memiliki senyuman yang cukup menawan dan lemah lembut. Aku yakin, masih banyak pria di luar sana yang mau mengantri untuk bisa mendapatkan dirinya. Tetapi dia bukan tipeku. Ia sibuk membahas tentang musik klasik, dan bercerita bagaimana ia senang dengan hal tersebut, mungkin untuk membuat diriku merasa kagum, tetapi satu hal yang ia ketahui, musik klasik buatku adalah pekerjaan.

Jangan salah paham, aku senang bermain musik, aku senang bermain piano, dan aku suka dengan musik klasik. Tetapi karena kini ia adalah pekerjaan buatku, aku tidak terlalu senang membahas hal tersebut di luar jam kerja. Sama seperti kalian yang bisa tenggelam dan menikmati pekerjaan kalian di jam kerja, tapi di luar itu, kalian tidak suka bicara soal pekerjaan, demikian pula dengan diriku.

Pikiranku melayang ke tempat lain, dan kembali ke tempatnya ketika beberapa kali kakakku mencolek tanganku, membuatku memaksakan sebuah senyuman lebar dan kembali tersenyum ke arah Seolhyun yang masih asyik berbicara. Kalau ia berbicara terus, kapan aku bisa mulai menikmati hidangan di hadapanku. Mataku menyapu ke arah seluruh penjuru ruangan, semua orang berpakaian anggun dan bertingkah dengan lemah gemulai. Kenapa seisi ruangan ini harus berpura-pura seperti ini? Bukankah lebih baik kalau mereka berbicara dan bersikap dengan leluasa?

Mataku terhenti ke arah pintu masuk ketika aku melihat seorang wanita menggunakan mini dress berwarna hitam tampak celingak celinguk ke arah sekeliling ruangan. Rambut panjangnya digerai dan dibiarkan menyentuh pundaknya yang terbuka. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari dirinya, bukan karena aku merasa marah, tetapi karena aku merasa terpesona kepada dirinya. Aku mengernyitkan alis, ketika seorang pria bertubuh tinggi bertubuh kurus, dengan rambut pendek berwarna hitam, hidung mancung dan berwajah tampan, muncul di sebelahnya dan menggandeng tangannya. Pria tersebut membungkukkan badannya untuk membisikkan sesuatu ke telinganya dan kemudian keduanya berjalan ke arah sebuah meja kosong yang terletak tidak jauh dari mejaku.

Jadi ini alasan kenapa Soo Ae sama sekali engga merasa bersalah ataupun berusaha berbicara dengan diriku? Karena dia sudah sepenuhnya melupakanku dan memiliki seorang yang lebih baik di sebelahnya? Tanpa kusadari tatapan mataku berubah menjadi tatapan marah dan pada saat itu Soo Ae yang entah sibuk mencari apa beradu tatapan dengan diriku.

***

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet