Hello from the Outside
I'm Not The Only OneCHAPTER 8
“Yoboseyo?”
“Yoboseyo?”
“Changmin-ah…”
“….ah, nee…hyung.”
“Apa aku mengganggumu? Di sana sudah larut malam ya?”
“Anniyo. Hanya kaget kamu meneleponku, tanpa memberitahuku dulu.”
“Maaf, aku spontan saja, terlalu banyak berpikir kemarin-kemarin malah tidak jadi. Apa kabarmu?”
“Aku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu hyung?”
“Aku juga baik.”
“…..”
“Aku ingin memberimu selamat. Akhirnya impianmu tercapai juga, selamat ya menang best new actor.”
“Gomawoyo hyung. Kamu sudah menontonnya?”
“Belum. Aku masih di Singapore. Nanti kalau ada waktu aku akan menontonnya. Kuusahakan.”
“Kapan kamu balik ke Korea hyung?”
“Kontrakku habis awal tahun depan tapi aku belum memikirkan akan melanjutkannya atau tidak. Aku cukup senang di sini, tapi ya kita lihat nanti saja.”
“Sibuk sekali ya di sana?”
“Cukup sibuk tapi aku menyukainya. Banyak teman-teman baru yang menyenangkan di sini, bertambah kenalan dan pengalaman juga walau kadang jetlag soal bahasa. Di sini jauh berbeda dengan di Korea tapi aku menikmatinya.”
“Baguslah. Aku bisa membayangkan dancemu semakin keren hyung.”
“Hahaha…sekarang aku jadi lebih enjoy mengajar dibanding ngedance sendiri. Rasanya lebih puas melihat anak-anak didikanku yang jadi juara.”
“….”
“Min…tiga hari lagi kamu akan masuk wamil ya?”
“Begitulah.”
“Kenapa lemas sekali? Bersemangatlah! Kamu bekerja keras selama ini, anggap saja liburan, kan kamu juga olahraga.”
(Changmin memijit pelipisnya mendengar ucapan penuh semangat itu)
“Banyak yang cerita padaku soal pengalaman mereka wamil. Jadinya aku malah bingung sendiri, nervous.”
“Sudahlah tak usah diingat-ingat cerita mereka, dengarkan saja sambil lalu. Percayalah, tak akan terjadi apa-apa, malah menyenangkan karena kamu akan bertemu dengan banyak orang dengan latar belakang berbeda. Aku bahkan punya teman baik dari masa wamil. Atau ada masalah dengan kesehatanmu?”
“Tidak. Aku benar-benar fit kok.”
(Kamu tahu kan bukan itu masalahnya, bukan kondisi tubuh tapi itu. Aku yang dulu tak sama dengan sekarang setelah bertemu denganmu. Sialan.)
“Baguslah. Anggap saja olahraga. Hanya perlu membiasakan dengan desibel teriakan komandan, kadang memang bikin kaget.”
“Iya aku akan beradaptasi sebaik mungkin di dalam nanti, seharusnya tidak sulit buatku.”
“Kamu pasti bisa Min. Sebenarnya…”
“Hmm?”
“Sebenarnya aku sudah berjanji pada diriku sendiri apapun yang terjadi akan mengantarmu wamil tapi ternyata begini, jadi aku hanya bisa mengatakannya lewat telepon.”
“Tidak apa-apa hyung. Setidaknya kamu menepati janji pada dirimu sendiri, walau begini caranya. Jadi kamu tidak perlu kepikiran.”
“Ya ya ya…aku memang selalu gampang kepikiran. Kamu selalu mengatakan itu dulu.”
“…..”
“Maaf, aku tidak seharusnya bicara begitu.”
“Mau bagaimana lagi kan? Itu sudah berlalu.”
“Kamu sudah punya seseorang?”
“Seseorang?”
“Seseorang yang menempati hatimu, yang menemanimu dan semacam itu.”
“Belum ada. Kamu sudah punya ya?”
“Sebenarnya ada yang mendekatiku tapi aku yang belum yakin.”
“Kamu selalu seperti itu, terlalu dibawa serius. Jalani saja hyung.”
“Tidak semudah itu kan.”
“Iya sih…..memang tidak semudah itu,apalagi sejak kejadian….maksudku, coba jalani saja dulu.”
“Kamu mencobanya?”
“Iya, aku sudah mencobanya.”
“Berhasil?”
“Tidak semudah itu ternyata.”
“Mungkin kamu akan bertemu dengan seseorang yang pas saat wamil nanti.”
(Itu masalahnya)
“Kurasa aku akan menghindari hal seperti itu.”
“Kita ini ya….memang aneh. Kita harus berusaha lebih keras lagi saat itu-”
“Wamil ini akan kugunakan waktuku sebaik-baiknya hyung.”
“Itu benar. Ya, kurasa itu yang terbaik. Aku mendukungmu.”
(Aku ingin sekali bisa membenci orang ini dengan semua ucapannya yang menyebalkan ini, tapi…)
“Saat sudah pulang keKorea nanti, jangan beritahu aku ya hyung. Tunggu sampai aku yang bertanya.”
“….”
“Oke hyung?”
“Baiklah. Tapi kurasa kamu juga akan tahu dengan sendirinya.”
“Sudahlah.”
“Iya, sudahlah.”
“….”
“….”
“Mungkin lebih baik aku tak mengatakan ini tapi aku ingin mengatakannya. Aku benar-benar berharap kamu bisa bertemu seseorang yang lebih baik untukmu saat wamil nanti atau setelahnya, dimanapun itu.”
“Kurasa kita punya kehidupan kita sendiri-sendiri kan sekarang.”
“Min- “
“Kamu selalu mengatakan aku tidak punya hati, hyung…aku juga ingin mengatakan itu sekarang. Kenapa harus membahas hal-hal seperti ini? Cukup doakan aku dalam diam saja hyung. Kamu yang memutuskan meninggalkanku dan bagaimana bisa kamu bersikap begini padaku?”
“Mianhe, aku tak bermaksud-”
“Kurasa kita tak perlu berhubungan selama 2 tahun nanti. Lupakan saja ini semua.”
“Baiklah.”
“Ini adalah pembicaraan terakhir kita. Kita tidak usah berhubungan lagi. Terima kasih sudah bersedia berbicara denganku, stay healthy and good luck hyung.”
“Kamu juga, hati-hati dan jaga kesehatanmu juga. Good night.”
“Good night.”
Changmin yang memutus sambungan telepon itu lebih dulu. Dirasakannya emosi masih menguasai dirinya. Dari kejauhan ia memandangi cincin yang tergeletak di meja sebelah ranjang.
…..
….
…
Sementara itu Yunho menghembuskan nafas panjang setelah telepon putus dan memukul-mukulkannya di jidat. Jemarinya masih gemetaran. Seharusnya kan tak begini. Dilihatnya Kenny, temannya satu flat, berjalan mendekat dan meletakkan cincin di meja di hadapannya.
“Ini milikmu kan?”
“Ah iya…thank’s.”
“Untung aku menemukannya, kamu sudah berapa kali kehilangan itu kan.”
Yunho tersenyum kecut memegangi cincin itu. “Iya, ini sering hilang tapi selalu ketemu.”
“Jodoh berarti.”
Yunho hanya menjawab dengan seulas senyuman tak terbaca maknanya saat mengantongi cincin itu.
Sudahlah.
****TBC******
Comments