[11]: The Red Thread

I'm Not The Only One

CHAPTER 11

 

 

 

Ledakan.

Changmin berusaha menajamkan fokusnya lagi setelah dengung di telinganya berkurang dan keseimbangannya mulai pulih. Setelah itu barulah ia tahu pasti apa yang sedang terjadi. Sesuatu yang tak pernah dialaminya sebelumnya.

Apa yang terjadi?

Apa yang harus kulakukan?

Changmin samar-samar mendengar atasannya berteriak menanyakan kondisi mereka lalu berlari masuk ke dalam stasiun setelah memberikan instruksi. Tentu saja Changmin tak bisa menelaah instruksi itu karena isi kepalanya masih blank. Ia sudah diberi tahu prosedur penanganan saat-saat seperti ini tapi kepanikan massa dan kekagetannya sendiri membuatnya tak bisa berpikir apapun. Seumur-umur bukan seperti ini situasi emergency yang pernah dialaminya.

Dilihatnya orang-orang berhamburan lari ke luar dengan panik.

Changmin merasakan tangannya ditarik yang ternyata adalah rekan timnya. Kebingungan membuatnya didorong orang-orang tanpa disadarinya. Changmin perlahan mulai sadar ketika melihat teman-temannya mengarahkan massa untuk tidak panik.

Yunho?

Itulah yang membuat Changmin benar-benar pulih kesadarannya. Seharusnya sekarang ia memikirkan warga sipil, tapi instingnya langsung mencari-cari sosok Yunho, apalagi ia tak tahu itu ledakan apa dan seberbahaya apa. Tidak ada riwayat teroris di Seoul tapi bukan berarti tidak ada kan? Dunia belakangan ini tanpa sekat batas soal ancaman bahaya.

Berusaha tetap professional dengan melakukan tindakan penanganan pertama pada warga sipil, Changmin tetap mencari sosok Yunho yang sialnya berpakaian serba hitam. Posisi Yunho yang jauh di ujung dalam stasiun membuatnya makin khawatir, apalagi saat ini ia tidak bisa masuk ke dalam. Aliran massa yang sudah berkurang juga akhirnya membuat Changmin menyadari petugas pemadam kebakaran sudah tiba bersamaan dengan polisi lainnya.

Changmin akhirnya ikut masuk ke dalam karena merasa tak menemukan Yunho di luar tadi. Namun baru sampai di entrance pun penuh dengan asap yang membuatnya tak bisa membuka mata dengan leluasa. Petugas PMK malah kemudian menyuruhnya untuk keluar karena situasi tidak aman. Kali ini ia berontak.

Changmin tak bisa menahan dirinya lagi dengan berteriak memanggil nama Yunho keras-keras.

Kini ia lebih mirip korban dibanding petugas yang seharusnya mengamankan keadaan. Seharusnya ia bersikap professional jika tak ingin ditegur atasannya tapi persetan itu semua kalau keadaanya begini.

Changmin sampai tak tahu sendiri ngomong apa dan apa yang diucapkan petugas PMK kepadanya. Seseorang yang menarik lengannya pun tak dipedulikannya, hingga akhirnya….

...

"Changmin-ah!"

...

Changmin terkesiap mengenali suara itu dan secepat kilat berbalik. Yunho berada di depan matanya, memegangi lengannya, dalam keadaan berantakan yang ditutupi oleh selimut. Ada satu dua goresan luka berdarah di sisi wajahnya yang dikaguminya tadi.

Rasanya ingin menangis saja. Entahlah air mata sudah jatuh atau belum.

"Hyung…kamu baik-baik saja?" Changmin memegangi wajah dan menatapnya penuh khawatir. "Aku tadi melihatmu di dalam sana dan…dan..aku..."

"Aku baik-baik saja…tenang….it's okay, everything okay, I'm fine," Yunho menahan air matanya, tak menyangka menemukan Changmin dalam keadaan seperti ini. Rasa-rasanya tidak sempat syok lagi karena malah memikirkan Changmin yang malah histeris sendiri.

Yunho mengurai tangan Changmin dari wajahnya kemudian menggenggamnya erat dan tak ada rasa canggung seperti sebelum-sebelumnya. Sama-sama lega mereka baik-baik saja.

Yunho menangkap sorot mata Changmin yang ingin memeluknya tapi sepertinya ragu-ragu karena takut melukainya. Terima kasih untuk petugas medis yang tiba-tiba datang lalu menggiring mereka ke mobil ambulans sebelum bisa bicara lebih banyak lagi atau berpelukan.

Yunho merasa tak akan bisa melupakan tatapan mata Changmin itu.

 

 

**********

 

 

Yunho sebenarnya merasa baik-baik saja tapi harus menurut ikut ke rumah sakit. Tadi ia kena hentakan ledakan hingga tubuhnya terhempas menabrak entah apa sehingga ia harus menjalani roentgen. Menghela nafas panjang, ia makin pusing karena nantinya pasti akan ditanya-tanyai polisi. Dia benci polisi.

(Itu sebabnya Yunho merasa dunia berkonspirasi dengan membuat Changmin wamil di kepolisian)

"Dok, saya baik-baik saja kenapa harus rawat inap?"

"Anda merasa dada sakit saat bernafas kan?"

Yunho manyun dan mengangguk. "Ini hanya untuk berjaga-jaga, jika semua normal besok Anda sudah boleh pulang. Tidak ada tulang yang patah tapi memang ada trauma di bagian dada yang akan menyebabkan nyeri saat bernafas."

Yunho memainkan selang infusnya dengan tangan hingga dokter menyingkirkan tangannya dan mengingatkan untuk tak memainkan benda itu lagi. "Itu tadi ledakan apa ya dok?" tanya Yunho mengalihkan perhatian.

"Saya belum sempat lihat berita karena mengurusi banyak pasien tapi bukan aksi teror." Dokter yang sudah paruh baya itu kemudian menyudahi dan keluar dari ruangan.

Yunho berpikir tadinya ingin langsung tidur saja tapi benar kata dokter, dadanya terlampau sakit untuk bernafas. Alhasil ia browsing tentang ledakan itu. Sebenarnya ia malas kepo-kepo daripada merasa makin tertekan tapi ya sudah lah.

Ternyata memang benar bahwa ledakan itu bukan aksi terorisme dan diduga kuat berasal dari kebocoran gas. Tapi ada saja kan teori konspirasi yang menduga-duga itu ulah Korut. Yunho tak menggubris itu dan lebih memilih membaca soal korban. Ada 5 orang yang kritis dan 10 luka berat, entah ia masuk yang 10 itu atau bukan. Ada keterangan lokasi titik ledakan tapi Yunho tak bisa mengingat seberapa dekat posisinya dengan titik itu. Pastinya sih berita itu jadi hot topic.

Perhatian Yunho lalu teralih oleh ketukan di pintu.

Changmin berdiri di sana.

.

.

.

Yunho hanya bisa terpana melihat Changmin yang melepas topinya dengan tangan satunya membawa kresek mungkin berisi makanan. Ia menutup pintu dan tersenyum tipis seperti tak terjadi apa-apa lalu dengan tenang mengambil kursi duduk di sebelah ranjang. Yunho tetap diam.

"Bagaimana keadaanmu hyung?"

"Baik, tapi memang cukup sakit," jawab Yunho lirih tanpa melepas pandangan dari Changmin yang menyamankan duduknya. "Terima kasih kamu mau menjengukku."

Keadaan yang semrawut di TKP membuat Changmin mau tak mau langsung kembali bekerja sementara Yunho dibawa ke RS. Untung kejadian ini tidak jadi job desk-nya jadilah ia sudah boleh pulang jam normal sehingga bisa langsung menjenguk Yunho.

Ini adalah pertemuan empat mata mereka yang pertama sejak berpisah di hotel entah berapa tahun yang lalu, 2 mungkin. Benar-benar berdua di dalam satu ruangan yang tanpa interupsi.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku tadi."

"Aku sudah bertanya pada perawat yang berjaga," Changmin sedikit mengalihkan pembicaraan. "Katanya dadamu terhantam dinding."

Yunho mengangguk . "Setidaknya tidak ada tulang patah atau organ dalam yang pecah."

Changmin manggut-manggut. "Syukurlah."

Lalu keheningan super canggung menyelimuti mereka.

"Kupikir aku berhalusinasi melihatmu memanggil-manggilku. Aku tidak menyangka bertemu denganmu di sana." Yunho akhirnya memilih bicara daripada suasana makin gak enak. "Di saat yang seperti itu. Benar-benar takdir ya."

"Aku juga tak mengira, dari sekian banyak subway," Changmin mulai santai. "Kenapa kamu bisa ada di sana?"

"Itu memang ruteku setiap hari pulang pergi kerja. Aku sampai hapal keramaiannya, tempat timmu kampanye itu sering sekali dipakai entah oleh yayasan pecinta binatang, tugas mahasiswa hingga kepolisian berpromosi. Makanya aku tak memperhatikan, kupikir seperti biasanya."

"Aku baru dua kali bertugas di sana."

"Ah, pantas saja kamu bisa menemukanku. Pasti kamu meneliti sekitarmu kan karena itu tempat baru." Yunho kemudian berhenti bicara karena dadanya begitu sakit. Belum bisa untuk bicara banyak.

"Tak usah banyak bicara dulu hyung." Changmin berusaha mengatasi baper-nya sebaik mungkin.

Yunho hanya memberikan tatapan kau-tahu-aku-selalu-bicara-terus-saat-bersamamu dari balik gelas yang diminumnya. Toh setelah itu ia hanya bisa bernafas pelan-pelan dan Changmin kembali rileks.

"Jujur saja aku tidak ingin bertemu lagi denganmu setelah di venue dulu itu, tapi ternyata memang sudah jalan kita ya walau dalam situasi seperti ini." Changmin berhenti sebentar. "Apalagi mengalami hal seperti ini membuatku tak ingin menyesal nantinya."

Yunho ingin sekali menggenggam tangan Changmin tapi diurungkannya niat itu.

"Di tengah kepanikan itu, aku susah payah berjalan dibopong petugas, dan menjauhi lokasi tapi aku bisa mendengar suaramu. Aku sampai tidak merasakan sakitku karena mendengar panggilanmu. Rasanya seperti mimpi melihatmu begitu panik. Aku begitu bersyukur bisa bertemu denganmu lagi."

Changmin dan Yunho sama-sama tersenyum. Rasa lega terpancar dari sana dan perasaan yang menjadi ringan. Akhirnya mereka mengurai ketegangan pasca putus harus dengan melalui tragedi ini.

"Asal kau tau saja, aku tidak pernah mengalami tragedi dalam hidupku, paling-paling lari dari gempa kecil saat di Jepang atau mendengar alarm kebakaran tapi tidak sampai terjadi. Jadi aku benar-benar blank."

"Aku mengalami banyak insiden tapi tidak separah ini. Aku jadi ingat saat kamu kecelakaan dulu-"

"Sudah jangan banyak bicara dulu hyung." Sergah Changmin yang disadari Yunho lalu mengalihkan perhatian. "Itu sudah otomatis kalau bersamamu kan."

Changmin hanya merespon dengan "halah" dan mulai membuka makanan yang dibawanya. Hal ini tak pernah dibayangkannya, bisa berduaan saja dengan Yunho dan merasa baik-baik saja.

"Bagaimana wamilmu?"

"Biasa saja, tidak jauh beda kok pekerjaanku."

"Ah iya kamu di bagian PR ya."

"Oh iya, kamu sudah menghubungi ayah ibumu soal ini?"

Yunho hanya nyengir dan Changmin rolling eyes. "Sudah kuduga, tapi Jihye tau?"

"Dia tadi ke sini bersama Jang Woo Hyuk hyung. Eh mereka mau menikah lho."

"Jinjja?! Wah, syukurlah. Itu kabar bagus."

"Kau harus datang nanti."

"Kamu ditemani siapa nanti pas Jihye menikah?"

Yunho merasa tidak heran lagi ada pertanyaan seperti itu terlontar sehingga melanjutkan mengunyah apelnya. "Semoga sudah ada yang menemaniku."

"Masa gak ada?"

"Kamu sendiri?"

Changmin menggeleng dan Yunho meliriknya. "Berarti kamu yang naksir kan?"

"Yah!"

"Siapa dia? Satu tim? Atau malah atasanmu?"

Changmin menggigit bibirnya agak gelisah. Susah sekali berkelit dari pembicaraan seperti ini kalau bersama Yunho. "Aku tidak benar-benar naksir, dengan kondisiku seperti ini aku tidak berani, tapi memang ada seseorang yang kukagumi. Sunbae. He is so cool."

"Already to let it go atau dia sudah menikah?"

Changmin mengangguk samar-samar sambil memandangi tangannya yang mengupas jeruk. "Belum menikah. Tapi memang berat untuk bersama orang sepertiku jadi tidak usah saja dulu. Lagipula laku yakin dia tidak menyukai cowok."

Yunho menangkap nada suram itu dan berpikir dialihkan saja. "Kalau aku sih merasa ditaksir."

"Siapa? Sesama dancer?"

Yunho menggeleng dan meneruskan dengan tatapan menerawang. "Pegawai minimarket dekat apartemenku sekarang."

"Kamu menyukainya?"

"Aku hanya merasa senang mengobrol dengannya. Dia orang yang menyenangkan. Aku jadi kelamaan nongkrong di sana gara-gara dia sampai dia hapal rutinitasku."

Tapi tetap rasanya beda saat denganmu dulu. Tak ada rasa itu.

"Dia yang pertama kali menanyakan keadaanku saat mendengar berita kejadian itu. Tapi mungkin dia tanya karena tahu ruteku bekerja saja sih." Changmin kemudian senyum-senyum hingga membuat Yunho tersipu. "Ah, mungkin aku saja yang kepedean."

Ucapan itu terasa menggelitik salah satu bagian di hati Changmin tapi ditekannya dulu. Inilah kenyataan. Dirinya dan dia.

Jadi Changmin mengakhiri obrolan itu dengan alasan Yunho harus diam dulu dan untunglah dituruti. Dengan mudah Changmin pamitan tanpa mengatakan akan kembali lagi dan sepertinya Yunho tak merasa aneh dengan sikap itu. Sekarang Changmin sudah menyadari untuk tahu diri soal seperti ini.

Yunho pun tahu ada batasan sekarang sehingga ia mengiyakan Changmin yang pamitan. Lagipula memang rasanya capek sekali dan niat awalnya tadi adalah tidur saja. Tapi setidaknya pembicaraan ini bersama mantan ternyata tak membuatnya makin pusinf dan malah merasa ringan. Sepertinya semua sudah on track setelah sempat tersendat. Mereka pun bertukar senyum tulus saat berpisah.

Changmin sendiri berjalan dengan tenang setelah keluar dari kamar Yunho, namun seseorang menarik perhatiannya. Dilihatnya pria itu berjalan menuju arah kamar Yunho dan masuk.

Apakah itu si pegawai minimarket yang dimaksud tadi?

Sekilas dilihat, tubuhnya termasuk tinggi tapi jelas masih di bawahnya dan Yunho. Cenderung kurus dan rambutnya cepak rapi seperti habis keluar wamil. Gak ganteng-ganteng amat.

Changmin berdecih pada dirinya sendiri kenapa bersikap seperti mantan pacar yang belum move on.

Tapi sungguh dia penasaran dan semua gengsinya disingkirkan untuk menuntaskan penasaran itu. Curiosity kills the cat and he still did it.

Changmin melihat jamnya sambil duduk di ruang tunggu menanti pria itu lewat lagi dan waktu sudah berjalan satu jam. Apa yang dilakukannya di sana? Yunho harusnya istirahat dan seharusnya dia tahu itu.

Lalu pria itu lewat dan refleks Changmin menghampirinya. Sialnya, dia hanya bisa bungkam setelah di dekatnya hingga pria itu memandangnya bingung. "Ada yang bisa saya bantu?"

WTF…kenapa orang ini cakep.

"Anda yang barusan menjenguk Yunho-ssi?"

"Iya, kenapa memangnya?"

Changmin baru sadar dia belum menyiapkan pertanyaan yang masuk akal. "Oh, tadi Yunho bercerita soal teman barunya. Apakah anda orangnya? Saya ingin menanyakan sesuatu tentang Yunho. Saya Shim Changmin."

Pria itu menjabat tangan Changmin yang terulur lalu tersenyum cukup lebar. Jabatan tangannya kokoh tapi tidak terlalu powerfull dan meninggalkan rasa hangat.

"Oh, Yunho pernah bilang dekat dengan Changmin. Jadi kamu Changmin yang artis itu ya? Maaf aku tidak mengenalimu," Orang itu membungkuk sedikit dan senyumnya begitu charming. "Namaku Oh Min Suk."

Changmin berpikir nama itu cocok sekali dengan penampilannya yang kharismatik. Dilihat dari rautnya sepertinya usianya antara 30-35 lah. "Ah tidak apa-apa, aku memang tidak seterkenal itu."

"Apa Yunho bilang aku pegawai minimarket?"

"Eh?" Changmin kaget tak menduga malah ditanya duluan. "Ah iya, begitulah. Ada apa memangnya?"

Oh Min Suk tertawa kecil. Suaranya itu pun kharismatik sekali. "Tidak apa-apa kok."

 

 

**********

 

 

Changmin mengetuk-ketukkan pulpennya ke meja sambil merutuki laporan yang harus dikerjakannya. Kalau mengingat kejadian kemarin, ia jauh lebih syok karena menjenguk Yunho dibanding soal ledakan itu sendiri. Mungkin trauma soal ledakan akan muncul belakangan karena lebih penting yang ini baginya.

Ternyata Oh Min Suk bukan pegawai minimarket. Ia memang pernah bekerja di minimarket tapi hanya selama 3 bulan untuk riset project pekerjaan aslinya dan kini sudah selesai "magang". Pekerjaan aslinya di perusahaan produsen makanan di divisi product development.

Changmin kembali mengingat pembicaraan singkat mereka yang santai di ruang tunggu saat itu. Orang yang ramahnya tidak terlalu fake, masih ada kesan waspada dan itu dimakluminya, yang penting ia merasa Oh Min Suk orang yang baik. Kalau begini rasanya seperti ia sedang menilai calon pasangan mantannya saja.

Tapi bisa jadi memang begitu kan karena entahlah kenapa rasanya jadi tidak ikhlas. Mungkin karena orang itu terlihat jauh lebih mature darinya yang selalu dianggap Yunho childish dengan sikapnya yang seenaknya dan tak punya hati. Apalagi Changmin sendiri merasa tak tahu seberapa berubah dirinya setelah putus walau tak berharap untuk balikan sih.

Changmin memutuskan tetap tersenyum saja dan akan mendukung jika mereka memang berjodoh.

Everything will be fine.

 

 

**********

 

 

Besoknya Changmin mendapati Yunho sudah pulang ketika ia datang menjenguk lagi.

Di saat itulah baru ia sadar ternyata belum sempat minta nomor kontak Yunho yang baru. Kini orangnya raib lagi, gengsi minta nomor ke Jihye atau orang yang mengenalnya namun akhirnya dia mampir ke bagian informasi untuk meminta alamat tinggal dan diberi. Toh akhirnya kertas bertuliskan alamat itu hanya dipandanginya tanpa rasa lalu dimasukkan ke saku celana dinasnya begitu saja.

Changmin lalu mengeluarkan sebuah kertas yang dirasa asing dari dalam sakunya. Ternyata kartu nama Oh Min Suk. Mereka memang bertukar kartu nama yang diawali lebih dulu oleh Oh Min Suk saat pulang.

Tebak-tebak berhadiah, Changmin berpikir orang itu pasti memiliki kontak lengkap Yunho.

Cih!

Changmin akhirnya menyimpan dua kertas itu ke dalam dompetnya. Ia yakin akan bertemu lagi dengan Yunho dalam waktu dekat ini mengingat beberapa kejadian yang lalu. Mereka mungkin memang sudah menggunting tali merah di jari kelingking itu tapi takdir yang menyambungnya lagi. Berjodoh entah dalam bentuk apa nantinya.

Setidaknya Changmin tahu sekarang harus bersikap bagaimana pada Yunho.

Mantan terindahnya.

 

 

 

 

###TBC CHAPTER 12###

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
garnet87
yuhuuu~~ saia hadir lagi membawa changho. Bagi yg udah baca "Teenage Dream" sangat direkomendasikan meneruskan ke "I'm Not The Only One". Happy reading guys~~

Comments

You must be logged in to comment
Blockbustt #1
Chapter 13: Hey aku ngikutin cerita kamu loh thor. Di ffn juga ini di publish kan ya? Aku nunggu dari 2016 :( cepat cepat di lanjut ya... Aku benar benar penasaran nasib mereka gimana
bambimax
#2
Chapter 13: mian thor gak komen dari chap 7 wkwk, aku penasaran jadinya baca dulu sampe ep 12. thor ayo lanjut!! biarkan mereka bersama lagi ~
Bigeast88 #3
Chapter 6: Aduuuuh mereka brantem mulu dr awal sequel ini .__.
Anashim #4
updatenya disamain dong yg d ffn.. biar ada notif kalo apdet.. ga pny akun ffn soalnya.. apalagi gada tag homin nya.. jd harus search dulu di google judul fic nya kn rempong. hehe
Anashim #5
Chapter 8: btw ini fic knp yg d ffn di hapus ya?
shih-na
#6
Chapter 8: Can't wait to see what the update'll bring for me. :)
bambimax
#7
Chapter 7: Aaaaah kenapa pisah sih :(((( aduh ayo balikaan :((( jangan biarkan mereka pisah thor, gak rela :((
kankan1144 #8
Chapter 7: you're back!!:-)
I always like your story.

Congratulation the best newcomer actor!!!
kankan1144 #9
Chapter 6: Kyaaaaaa!!! I love, love, love this
I can't wait to read the next chapter ..
luvnanda #10
Chapter 6: Pisah yaaaaa.... TT.TT....update pleaseeeeee.....