CHAPTER 6

CANDY JELLY LOVE

CHAPTER 6

Hujan yang sangat deras turun di pagi hari. Suara keras air hujan yang menghantam genting rumah. Akhir pekan ini disambut dengan hujan. Padahal akhir pekan adalah waktunya bersenang – senang. Aku mempunyai rencana ingin berjalan – jalan dengan Jinyoung hari ini. Ke Gangnam mungkin. Menghabiskan waktu bersama. Sekedar mengobrol atau minum kopi. Sebenarnya negara kami bukanlah penghasil kopi. Tapi karena menjamurnya coffee shop dan kopi telah menjadi gaya hidup orang – orang Seoul, makanya kopi sangat populer. Sebelum berangkat bekerja ataupun ketika break siang, banyak karyawan – karyawan yang menikmati kopi mereka. Kopi sangat sempurna untuk mengawali hari. Aku hanya minum kopi ketika malam atau siang hari diakhir pekan. Dan favoritku adalah Americano. Dan sekarang karena hujan aku hanya berguling – guling di tempat tidur dan mengobrol di pesan instan lewat ponselku. Aku bertanya ke Jinyoung bagaiman rencana kami hari ini namun belum dia balas. Aku yakin dia masih tertidur. Dasar.
Setelah aku membasuh muka, aku turun untuk menikmati sarapan pagi. Ayahku menonton berita, dan ibu sedang mencuci piring bekas ayah dan ibu tadi sarapan. Ibu pun menyadari kedatanganku.
“Makanannya ada di meja makan. Ini supnya ibu panaskan.”
“Baiklah bu.”
Aku pun duduk di meja makan dan memandang makanan di depanku. Aku mulai memegang sumpit dan memasukkan kimchi ke mulutku. Ibu datang membawakan nasi dan sup rumput laut. Seperti sedang ulang tahun saja makan sup rumput laut. Aku mulai melahap apa yang ada di depanku. Aku butuh energi untuk hari ini. Karena makan di luar membutuhkan biaya besar.
Aku kembali ke kamar. Aku mengambil ponselku. Ada pesan masuk. Bukan dari Jinyoung tapi dari Yein.
“Apa yang akan kau lakukan hari ini? Maukah kau menemani aku mencari kado ulang tahun keponakanku?”
Eh? Haruskah aku menemani Yein? Aku sempat bingung sampai aku meraih kemeja dan jaket tebalku dan membalas pesan Yein.
“Baiklah. Aku ke rumahmu sekarang. Dandanlah yang terbaik karena kau akan berjalan denganku. *smile*”
Untunglah hujan sudah berhenti. Aku menutup pagar dan mulai berjalan. Tetesan air berjatuhan dari atas genting. Udara dingin menusuk tanganku. Namun aku sudah mempersiapkan hotpack di kantong jaketku.
Aku sampai di apartemen tempat Yein tinggal. Pintu terbuka segera setelah aku memencet bel. Yein tersenyum dan langsung keluar. Aku memandangnya dari atas kepala sampai ke kaki.
“Kau yakin tidak akan kedinginan dengan memakai celana itu?”
“Tenang saja. Musim dingin kan belum datang.”
“Tapi kan tetap saja ini musim gugur dan dingin mulai... sudahlah. Ayo kita pergi.”
“Ayo..”Yein mendahuluiku.
Aku pun mempercepat langkahku mengikuti Yein menuju lift. Di lift kami merasa canggung dan tak berbicara sedikit pun.
“Ting!” Ponselku berbunyi. Ternyata Jinyoung. Dia bilang dia baru bangun dan bertanya bagaimana rencana kami hari ini. Tapi ku balas bahwa dia terlambat dan aku sekarang sedang menjalankan plan B. Salahmu Jinyoung kenapa kau baru bangun.
Di subway, aku dan Yein duduk bersampingan. Dan aku mencoba memecah kecanggungan kami.
“Yein, apakah tempo hari kamu marah padaku?”
“Tidak. Aku tak pernah marah kepadamu.” Matanya masih tertuju ke ponselnya.
“Tapi kenapa kamu tidak membalas pesan – pesanku?”
“Ah.. aku sedang sibuk. Maafkan aku.” Dia mengalihkan pandangannya dari ponsel dan memberi senyum kepadaku, lalu kembali lagi memandang ponselnya.
“Bagaimana kalau kita selca?”
“Eh, tiba – tiba? Selca? Hmm.. baiklah.”dia tampak bingung.
Aku memegang posnsel Yein dan mengarahkan ke arah kami. Yein dan aku terlihat ragu – ragu untuk berdekatan. Tapi akhirnya kami berhasil mengambil beberapa gambar. Dan kami ketagihan. Beberapa kali kami mengambil gambar dengan berbagai pose.
“Aku post di Instagram ya?” Yein bertanya.
“Ok, jangan lupa tag ke ID-ku ya.”
“Siap.”
Aku dan Yein sudah berteman sejak SMP. Dan di SMA kami bertemu lagi. Aku dan dia cukup dekat sebenarnya. Tapi karena kami berbeda kelamin jadi tidak sering bermain bersama. Aku mempunyai sahabat laki – laki, Jinyoung. Sedangkan Yein sangat dekat dengan Sujeong.
“Apa impianmu?”Yein tiba – tiba meluncurkan pertanyaan.
“Eh?”Aku kaget. “Ya.. bisa menjalani hidup ini dengan bahagia dan bisa bekerja dan mendapatkan uang kelaknya.”
“Hidup bahagia itu kadang – kadang sangat klise.”
“Bagaimana denganmu?”Aku balik bertanya.
“Aku juga ingin bahagia. Dan menjadi desainer seperti yang ku impikan.”
“Desainer celana dalam?”Aku sedikit bercanda.
“Kau ini.”Yein memukul pundakku.
Kami pun tertawa pelan karena membuat keributan di tempat umum dapat berakibat fatal.

Kami sampai di pusat perbelanjaan. Yein mengajakku mengunjungi toko mainan. Dia meminta pendapatku tentang mainan apa yang cocok untuk anak laki – laki berumur 7 tahun. Aku merekomendasikan action figure Ironman, pistol –pistolan dan boneka Marsha (really?). sampai akhirnya ia memilih pilihan yang sangat tepat, Ironman. Hari ini mall ini cukup ramai. Banyak yang berbelanja dan menghabiskan waktu bersama teman ataupun keluarga di sini.
“Waktu kita masih banyak. Bagaimana kalau kita menonton film?”Ajak Yein.
“Wah, kita seperti sepasang kekasih. Pergi menonton berdua. Tapi bolehlah.” Aku mengiyakan.
Kami berjalan menuju bioskop. Aku senang melihat suasana siang ini. Cerah tapi dingin. Aku khawatir dengan Yein yang memakai hotpants.
“Nih!”Aku memberikan hotpack ke Yein.
Dia menerimanya. “Terima kasih.”Dia membalasnya dengan senyum itu. Iya, senyum seorang gadis. Simpel dan manis.
“Lagian kau memakai celana itu. Ini kan bukan summer.”
“Kau khawatir ya jika aku kedinginan?”Yein mulai menggodaku.
“Ah.. tidak.”Aku sedikit panik karena dia menatap tajam ke kedua mataku.
“Oke, baiklah.”
Kami telah memasuki gedung bioskop. Kami mengantri di belakang pasangan yang sedang asik bercanda.
“Asik ya?”
Aku menoleh ke arah Yein. Setelah sedari tadi sibuk melihat layar LCD yang memaparkan jadwal film. “Apanya?” Aku bertanya balik.
“Itu pasangan di depan kita. Aku juga ingin seperti itu. Ada yang bisa diajak bercanda.”
“Makanya, carilah pasangan kan sekolah kita banyak laki – lakinya. Kau manis, pintar, hebat ber-aegyo. Tidak sulit bagimu.”
“Tidak juga. Buktinya tidak banyak yang mendekatiku.”
“Bagaimana kalau kau yang mendekati cowok duluan?”
Yein mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku mundur pelan – pelan. “Harga diri. Kami para wanita mempunyai harga diri yang tinggi. Kau perlu tau itu.”
“Oh... ok. Jadi kita nonton yang mana nih?”
“Yang itu!” Yein menunjuk ke arah poster film horror. “Matilah aku.” Gumamku dalam hati.

“Haha.. kau ketakutan. Payah sekali.” Yein tertawa. Dia kelihatan senang sekali melihatku ketakutan di dalam bioskop tadi. Dia tertawa sampai matanya tidak kelihatan lagi.
“Senang sekali kamu ya.” Aku sedikit kesal.
“Lagian.. masa cowok takut nonton horror.”
“Itu bukan genreku.”
Aku menarik tangan Yein yang masih tertawa dan membawanya keluar bioskop. Ketika kami di luar, hujan rintik – rintik kembali turun.
“Yah, kita tak bisa pulang.”Gumam Yein.
“Iya nih. Bagaiman kalau kita minum coffee?”
“Ide bagus.”
Aku membuka jaketku dan melindungi kepala kami dari hujan. Tak jauh dari bioskop ada coffee shop dan kami masuk ke sana.
Yein sudah duduk dulan. Aku memesan 2 Caramel Machiato untuk aku dan Yein.
Aku pun duduk di hadapan Yein.
“Nah.. kita di coffee shop lagi. Bagaimana kalau kau ceritakan cerita yang tidak selesai pada waktu itu.” Pinta Yein.
“Oh.. yang itu. Sebentar.” Aku membalas pesan Jinyoung yang sedari tadi menanyakan aku sedang apa. “Jadi, aku sedang suka dengan seseorang di sekolah kita. Mungkin, mungkin aku suka dia.”
“Terus dia itu siapa? Tolong jawab dengan benar.” Yein terlihat tertarik dengan pembicaraan ini.
“Dia anak pindahan. Sekelas dengan Hoya. Namanya Kim Kei.”
“Hmm.. aku belum pernah melihat orangnya.” Yein memandangi air hujan yang turun secara perlahan.
“Ya.. aku juga belum berkenalan dengan dia. Tapi aku suka melihat dia. Mungkin ini yang disebut cinta pada pandangan pertama.” Jelasku.
Yein memalingkan mukanya dari pandangannya keluar dan menatapku. “Cinta pada pandangan pertama itu mungkin saja, tapi bukannya lebih baik kalau cinta itu ada karena terbiasa.”
“Eh?” aku terkaget. “Apa maksudmu?” aku sedikit bingung.
“Ya.. pikirkan saja sendiri. Dan apa langkahmu selanjutnya?” Yein mengalihkan pembicaraan.
“Berkenalan. Yup, berkenalan dengannya dulu sudah cukup bagiku.” Aku tersenyum.
“Wah, kau terlihat bahagia. Senangnya bisa melihatmu seperti ini.” Yein juga tersenyum.
“Tentu saja. Bukannya cinta itu diciptakan untuk membuat kita bahagia? Ya kan?”
“Benar!” Yein mengangguk.
Kami melanjutkan obrolan kami. Kami mengobrol macam – macam. Lambat laun hujan berhenti juga. Aku mengantar Yein ke apartemennya.
“Terima kasih ya hari ini. Aku bisa menemukan hadiah untuk keponakanku.” Kata Yein sambil berdiri di depan pintu apartemennya.
“Iya. Kita sudah berteman lama. Jadi ya begitulah gunanya teman. Masuklah. Sudah hampir malam. Aku pulang dulu.”
Yein membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku pun berjalan meninggalkan apartemennya menuju ke lift. Tiba – tiba suara Yein terdengar.
“HATI – HATI YA! Jangan sampai kau diculik.”
Aku menoleh dan melihat kepala Yein keluar dari balik pintu. Aku tersenyum dan memberikan tanda ok dengan jempolku. Kepalanya masih terlihat dan senyum tanpa matanya masih terlihat hingga pintu lift tertutup.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet