Part IX (Why Do I Have To)

My Love For You

Ia terlihat terkejut mendengar perkataanku. Buktinya, ia langsung bangun dan melihatku dengan tatapan kebingungan. Aku tak berkata apa-apa setelahnya.

“Akan kupikirkan,” ujarnya. Aku hanya mengangguk.

“Yaudah, sekarang aku mau pulang.” Ia mengangguk, “Lebih baik kamu nyamar dulu pakai bajuku. Ukurannya besar, jadi gampang untuk nutupin diri. Kamu bawa kendaraan sendiri dan bisa ngebut, kan?”

“Ya.”

 

Ia kemudian membawaku keluar sampai ke tempat parkiran. Kusadari beberapa awak media berusaha mengambil gambarku, dan aku kemudian cepat-cepat kabur sebelum nantinya media bisa mengungkap identitasku lebih jauh. Aku memberhentikan diri untuk minum jus di restoran milik Sehun yang kebetulan kulewati.

“Yixing ge! Tumben sekali kemari, kurasa ge sudah mulai ketagihan ya dengan makanan disini! Ayo, mau pesan apa? Akan kuberi diskon!” Ujar Sehun senang ketika aku menghampirinya di kasir. Kupesan segelas jus apel kemudian pergi duduk.

“Ge, apa ge tidak mau mencicipi menu hari ini? Aku akan bawakan kesini untukmu,” kata Sehun sembari meletakkan jus di mejaku. Aku menggeleng dan berkata bahwa aku sudah kenyang. Ia mengangguk kemudian duduk di hadapanku.

“Jadi bagaimana, ge? Apa Yifan akan pergi?” Aku menghela nafas pelan dan mengedikkan bahu, “Entahlah, ia bilang ia akan memikirkan pertimbanganku. Aku baru saja kembali dari apartemennya.”

“Aku tahu. Aku melihatnya dari baju yang ge pakai.” Aku langsung melirik baju yang kukenakan. Oh iya, aku kan tadi meminjam baju Yifan.

“Sehun, bantu aku!” terdengar suara dari arah dapur. Kurasa pegawai di restoran ini. Sehun mohon pamit padaku untuk membantunya, jadi ya beginilah, aku menikmati jus ini sendiri. (Tentu saja, ini kan milikku!)

Aku terlalu malas untuk sekedar beranjak dari tempat dudukku waktu itu. Mungkin aku terbawa suasana. Meski semester sudah usai, masih banyak hal yang perlu kupikirkan dan salah satunya adalah Yifan. Huh..kenapa semua terasa seperti beban? Aku tak pernah berpikir bahwa semua akan berjalan serumit ini.

Sampai akhirnya ketika hari agak malam, aku akhirnya memutuskan pulang.

 

-

 

Kudengar ponselku berdering keras sekali pagi itu. Tapi entah kenapa diriku masih enggan hanya untuk sekedar membuka mata. Aku masih bergelut dengan kasurku, namun ponselku tak hentinya berdering. Dengan pasrah kuangkat telepon itu dengan setengah sadar, “Aku masih ngantuk, telepon nanti aja.”

“Eeeeh, Yixing, bangun!” titah seseorang dari seberang sana. Kujauhkan telepon dari telingaku dan membaca kontak yang kuajak bicara, namun yang kulihat hanyalah nomor yang tak kukenal. Jadi kumatikan ponselku dan kumasukkan ke dalam laci agar tak mengganggu.

 

Beberapa jam kemudian akhirnya aku terbangun dengan sadar. Kuambil ponselku dalam laci dan melihat lebih dari 100 missed call dan banyak pesan masuk. Sepintas kulihat isinya banyak yang sama. Kubaca pesan dari yang terlama, Yixing, angkat teleponku.

Kemudian berlanjut yang kedua dan seterusnya,

 

Bangunlah Xing, aku membawa kabar untukmu! Hari ini aku akan pergi ke Prague.

 

Apa kau marah? Atau belum bangun? Perlukah aku kesana untuk membangunkanmu?

 

Yixing? :(

 

Aku akan berangkat dalam 30 menit, sekitar pukul 12:15

Melihat pesan terakhir, aku buru-buru melihat jam. 12:10. Aku langsung mencuci muka dan berganti baju tanpa berpikir sedikitpun untuk mandi bahkan menggosok gigi saja pun tidak, kemudian melesat ke bandara dengan kecepatan di atas rata-rata. Kusalip kendaraan lain yang tentu saja kesal karena tindak sewenang-wenangku itu. Aku gugup setengah mati. Kenapa bisa-bisanya aku tidak mengindahkan kabar sepenting itu dari pagi? Semoga saja aku tidak terlambat, semoga.

Pikiranku berkecamuk antara harus hati-hati agar aku selamat dan harus buru-buru agar tepat waktu. Kudengar suara klakson yang keras dari arah samping, aku tak sempat berpikir apapun lagi selain sampai dalam waktu beberapa menit ke bandara dengan selamat. Kurasa sesuatu menubrukku dan motorku dengan sangat keras hingga aku merasa tubuhku terlempar dan terseret dengan kasarnya. Aku mendengar jeritan, sebelum akhirnya aku menutup mataku karena tubuhku terlalu sakit.

 

-

 

Aku membuka mataku dan mendapati bahwa diriku bukan di kamarku. Aku mungkin tidak sadar kalau ini rumah sakit kalau aku tidak melihat perban yang melilit di tanganku. Aku memegang kepalaku yang kurasa berisi perban juga. Pusing.

Aku menghela nafas panjang. Aku bahkan baru sadar bahwa aku barusan mengalami kecelakaan. Kulihat jam yang berada di ruangan, pukul 12:10. Eh?

Kucoba membangunkan diri untuk mencari dokter, bertanya kepadanya apakah aku boleh keluar untuk pergi ke luar meski dengan kondisi seburuk ini. Namun nyatanya aku tak bisa bangun. Aku merasa tubuhku sangat berat.

“Yixing, apa yang kamu lakukan?!” Chanyeol berteriak menghampiriku dari arah pintu. Ia memukul kepalaku pelan. “Aw! Chanyeol, sakit! Kamu lihat perban ini kan?” ujarku sambil menunjuk-nunjuk perban di kepalaku.

“Iya, lihat. Tapi kamu selalu bikin kesel. Udah sakit tetep ngeselin juga.”

Aku memasang wajah merajuk. Tapi dalam hati aku senang, ternyata ia perhatian padaku.

Kemudian pintu terbuka lagi, Sehun membawakan beberapa makanan ke arahku. Sebelumnya, ia mengoper sekaleng minuman dingin pada Chanyeol. Ia menatapku sedih. “Ge, baik-baik aja?”

Aku mengangguk. “Iya, Sehun. Aku baik.”

“Baik darimana, kalau aja bukan Chanyeol yang ada di belakangmu, mungkin gak akan baik-baik aja.”

Aku melihat ke arah Chanyeol yang hanya mengangguk. Tapi aku tak ingin membahas hal itu lebih lanjut, “Ngomong-ngomong, Yifan kemarin jadi pergi, Hun?”

Sehun terlihat tidak suka mendengar pertanyaanku barusan. Kemudian sepertinya pertanyaanku terjawab karena Chanyeol langsung berkata, “Bisa jangan bicarakan dia? Nanti kepalamu tambah pusing.” Aku menurut.

“Jadi, bisa ceritakan apa yang terjadi kemarin? Chanyeol di belakangku, apa maksudnya? Bagaimana motorku? Apa orang tuaku tau?” tanyaku bertubi-tubi.

“Heiz, satu-satu dong!” Chanyeol memukul kepalaku lagi. “Jadi, kemarin aku juga kebetulan terlambat ke bandara, kebetulan ada kamu di depanku. Jadi, aku ngekor di belakang. Aku juga awalnya kaget kenapa kamu nggak menghindar waktu ada mobil yang mau nabrak. Itu terjadi cepet banget. Motormu hancur berat, orang tuamu sedang mengurusnya di kantor polisi.” Chanyeol menuturkan dengan sabar. Aku hanya mengangguk.

“Ah, sepertinya mereka sudah datang.”

Kedua orang tuaku masuk kemudian memberi salam kepada Sehun, Chanyeol, dan tersenyum ke arahku. Chanyeol dan Sehun pergi pamit, membiarkanku menghabiskan hariku itu bersama kedua orang tuaku—yang tiba-tiba saja jadi tidak mengenakkan. Bagaimana tidak?

Awalnya aku berbincang seolah tak ada apapun yang salah, namun ketika aku menutup mataku berusaha untuk tidur, aku dengar mereka membicarakanku. Mereka bertengkar. Selalu seperti itu. Bukan hal yang tak biasa lagi bagiku untuk mendengar mereka seperti ini, namun, begitu mendengar topik pertengkaran kali ini, mau tak mau aku terkejut setengah mati.

“Kita tak bisa membiarkan Yixing dimasukkan ke berita karena ia berteman dengan anaknya Wu. Ia tidak salah. Ia hanya berteman dengannya, aku pernah melihat daftar nama siswa di sekolah Yixing, anak itu salah satu temannya.”

“Aku tahu. Tapi Wu sudah banyak berbuat jahat pada keluarga kita. Aku tak bisa berhenti membayangkan Jiashuai ketika mendengar nama depannya itu. Kau tidak ingat apa yang ia perbuat pada anak kita yang satu itu? Ia benar-benar psikopat.”

Kudengar ibuku mulai menangis, “Tapi ia melakukan itu karena ia saat itu tidak terima kalau kita menikah. Tapi sekarang ia sudah punya istri, apalagi yang ingin ia perbuat pada kita? Ini pasti tidak disengaja.”

“Aku sudah bersahabat dengannya sejak lama dan aku tahu persis bagaimana dia. Kau tahu sendiri, istrinya itu seorang player. Ia semakin gila.”

“Itu tidak mungkin!”

Aku memejamkan mataku semakin kuat, berusaha untuk benar-benar terlelap. Aku tak banyak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi hatiku entah mengapa teriris-iris mendengar kalimat yang mereka lontarkan. Ayahku, ibuku, ayah Yifan, Jiashuai…Hentikan.

“Ma, Pa. Ribut sekali.” kataku akhirnya, menyerah memaksakan diri untuk pura-pura tak mendengar semuanya.

 

a/n: maaf baru updateee, lagi sibuknya sama tugas yang bercecer terus bentar lagi mau UAS huhuhuhu. lagi limit ide nih jadi maklum aja ya wkwk
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bekrayals
Guyssssa maaf ya ffnya belum bisa dilanjutin soalnya lagi sibuk2nya sm tugas yg numpukkk..kalo sempet baru dilanjut hehe

Comments

You must be logged in to comment
Clovexo
#1
Chapter 12: aku semakin bingung dgn keluarga ini
chamii704 #2
Chapter 11: Jujur c..sbnr'a aku g bgtu ngerti ma silsilah kluarga&knflik'a haha otak gw ky'a yg trlalu lemot..jd cuma bs koment ditunggu klnjutn'a hehee
pratiwi #3
Chapter 10: Selamat hari raya Galungan dan Kuningan. .
applelays #4
Chapter 11: ya ampun bikin penasaran aja :( sebenernya jiashuai itu siapa s huhu. eh si yifan itu semalem nyium yixing ya? hayoo ketauan wkwk
alhamdulillah sifatnya mas yifan gak berubah huhu gemes banget liat fanxing!
Clovexo
#5
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
Clovexo
#6
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
hilwani #7
Chapter 11: kok rada terburu2???
tapi yang yifan nyium yixing....aw aw aw....uyeeeee
eridanuspyxie #8
Chapter 11: rada bingung...sebenere kakaknya yixing dimana????? itu hubungannya makin ruweeett..tapi ditunggu lanjutannya...:)
Clovexo
#9
Chapter 10: ini sumpah membingungkan.. ada hubungan yg kyk mana sih antara org tua" itu dgn yifan yixing chanyeol dan sehun? terlalu membingungkan...