Part I (Whether Loving You Was Right or Wrong)

My Love For You

Belakangan ini aku memiliki masalah dengan diriku sendiri. Aku bahkan berpendapat kalau diriku ini sudah tidak senormal dulu lagi. Maksudku—bukankah aneh jika aku yang merupakan seorang laki-laki malah memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis?

Meski sampai sekarang aku belum yakin dengan perasaanku, sih.

“Bengong lagi,” kata Luhan menyadarkanku. Mataku mengerjap beberapa kali sembari mengedarkan pandangan untuk berusaha mencari kesadaranku yang hilang entah kemana tadinya. Dan pandanganku berhenti di titik yang sama seperti hari biasanya. Sebuah bangku tanpa penghuni—ya, pemiliknya mungkin sedang keluar—yang terletak di pojok ruang kelas.

Aku mendesah pelan. Aku bahkan tak tahu sejak kapan aku selalu memperhatikan bangku tersebut—lebih tepatnya pemiliknya. Ia tidak pintar dan tidak begitu menonjol di kelas kecuali mengenai prestasi basketnya. Tapi siapa yang peduli pada hal itu. Bahkan seisi kelas kami pun tak ada yang peduli padanya.

Karena ia lebih memilih sendiri.

Tidak, ia lebih memilih berdua, bersama dengan masalahnya.

 

“Yixiiiingggg” nada suara Luhan terdengar tidak sabaran dan aku hanya menjawab dengan menaikkan kedua alisku. “Kamu kesambet atau apa sih? Aneh gitu,”

“Gak ta—”

“Yifan berulah lagi!”

Murid-murid yang tadinya berada di kelasku langsung berhamburan begitu Chen—penggosip ulung di kelasku—berkata demikian. Aku dan Luhan bertukar pandang dan sesaat kemudian menyusul gerombolan murid yang berlari menuju lapangan basket. Yifan lagi, Yifan lagi. Masalah apa lagi yang ia dapat kali ini?

Untuk kesekalian kalinya setelah dituduh mencuri uang beberapa anak basket.

“Aku tadi liat kamu bolak balik di depan loker, sendiri lagi. Mana mungkin bukan kamu yang ngambil?” kudengar seseorang berkata demikian keras-keras. Aku tidak tahu siapa pemilik suara itu karena selain suaranya yang terdengar asing—aku bukan tipikal orang yang terlalu dekat dengan anak basket yang notabenenya terkenal banget—aku juga memiliki tubuh yang pendek sedangkan anak-anak yang berdiri di depanku tinggi semua.

“Bukan berarti aku pelakunya, kan?” suara itu terdengar tegas dan dingin, aku yakin 100% itu suara milik Yifan. Dengan semangat aku berusaha menyelipkan badanku di antara anak-anak sehingga aku bisa berada di depan dan melihat semuanya secara langsung.

“Kurang ajar, maling mana mungkin teriak maling!” Bugh. Yifan tersungkur begitu saja. Meski ukuran tubuhnya jauh lebih besar dibanding laki-laki yang ia hadapi saat ini, tenaganya cukup lemah juga ternyata. Aku menelan ludah.

Suara langkah hentakan kaki dan suara teriakan tak asing mengatakan “Bubar kalian semua! Kembali ke kelas!” menggema jadi satu. Tak perlu dilihat lagi, itu adalah suara guru olahraga kami. Aku cepat-cepat menyingkir—bukan berarti kembali ke kelas seperti instruksi beliau, aku bahkan dengan nakal ingin mengikuti Yifan dan beberapa temannya yang pasti dibawa ke ruang BK.

“Ya! Zhang Yixing kau mau kemana?!”

Aku berbalik dan mendapati Luhan berkacak pinggang menungguiku di pintu keluar lapangan basket. Tidak, Luhan tidak boleh tahu tentang perasaan anehku ini.. batinku dan memilih untuk menyusulnya.

-

Seperti biasa, aku dan Luhan memilih untuk membahas cerita-cerita tidak penting dibandingkan mendengarkan ocehan panjang lebar guru sejarahku yang senang sekali berbicara, seolah bicaralah yang akan membawamu ke dalam kehidupan yang lebih baik.

“Ngomong-ngomong, dimana Wu Yifan?” Pertanyaan itu menginterupsi bicaraku yang sedang menceritakan tentang artis yang beberapa hari lalu dikabarkan bunuh diri. Murid-murid lainnya bergumam sendiri, dan ada beberapa yang berteriak—termasuk Luhan diantaranya. Mereka sekitar mengatakan “Dia berbuat ulah lagi, Pak!” “Dipanggil guru, Pak!” “Mencuri seperti biasa, Pak!” dan perkataan lainnya yang membuat telinga panas.

“Permisi, Pak.” Semua menoleh ke arah pintu. Suasana kelas hening. Yifan masuk tanpa berkata apa-apa dan seperti biasa, ia akan melewati bangkuku sebagai jalan menuju bangkunya. Aku diam-diam mengekori gerakannya hingga ia sampai di bangkunya dan duduk dengan tenang, dan menunduk. Kembali bergelut dengan masalahnya sendiri, kurasa.

Tepat pada saat itu, bel istirahat berbunyi. Luhan meninggalkanku karena ia harus menemui pacarnya. Aku mengambil sekaleng susu yang merupakan bekal sehari-hariku dari rumah, dan menikmatinya dengan lahap. Aku hampir saja tersedak begitu tahu bahwa Yifan sekarang sudah duduk di posisi Luhan seharusnya.

“Maaf Xing, hati-hati.” Katanya sambil menyodorkan sebuah tisu dan aku langsung menggeleng menolaknya. Aku terbatuk-batuk kecil sambil berkata, “Apa?”

“Boleh pinjam ponselmu? Gak akan liat galeri dan pesan.”

Jujur saja aku senang jika ia sedekat ini padaku tapi jika ia terus-terusan menanyakan ponselku bukannya menanyakan keadaanku (ia memang tidak pernah menanyakan keadaanku, sih.) aku sepertinya tidak yakin pada perasaanku sendiri.

Mungkin aku menyukainya, tapi ia lebih menyukai ponselku dibandingkan aku.

Aku memberikannya ponselku dengan sedikit tidak ikhlas, dan sepertinya ia tidak sadar dengan hal itu karena ia menggunakannya tanpa sedikitpun menoleh apalagi berbicara padaku. Dengan tidak sabaran kuhabiskan susuku dan membuang sampahnya dengan cepat.

“Terima kasih, aku mau beli ponsel baru besok.” Katanya sambil tersenyum sendiri, memberikan ponsel tersebut padaku dan pergi ke bangkunya sendiri. Apa ini artinya ia tidak akan meminjam ponselku lagi? Dan ia akan lebih sering berkutat dengan ponselnya? Jadi..teman dari seorang Yifan akan bertambah satu lagi, ponsel baru?

“Luhaaaannnn” erangku sambil memeluk Luhan erat ketika ia sudah duduk di tempatnya semula. “Jangan pergi lagi!”

Dengan sebelah mata yang kupicingkan dapat kulihat bahwa Luhan terheran dengan sikap bodoh yang tiba-tiba saja kutunjukkan padanya.

-

Pelajaran olah raga telah usai. Aku bahkan sudah usai berganti baju, sedangkan teman laki-laki yang lainnya masih sibuk dengan urusannya. Ya kalian tahu lah itu apa.

Biasanya satu-satunya orang yang lebih cepat dariku dalam hal berganti baju adalah Yifan. Tapi orang itu hari ini tidak ikut olahraga karena diskors dalam pelajaran itu. Entahlah, tapi kudengar dari mulut-mulut gosip teman sekelasku bahwa Yifan sudah ada dalam daftar blacklist sekolah kami. Sedari pagi ia tidak bersemangat sama sekali. Ia datang terlambat dan dengan baik hati aku menyuruhnya untuk tidak melaksanakan piket pagi hari (aku adalah koordinator piket untuk hari ini hoho) namun ia bersikeras melaksanakan piketnya.

Aku berjalan di koridor yang sepi—karena murid lainnya sedang belajar—menuju kelas. Dari arah yang berlawanan kulihat Yifan sedang berlari-lari kecil ke arahku. Bukan, bukan ke arahku. Ia bahkan melewatiku tanpa berusaha melihatku sama sekali.

Baik, kuacuhkan saja!

Aku sampai di kelas sendirian, dan berusaha mencari susu kalengku. Tidak ada. Kurasa aku meninggalkannya di kulkas dan lupa mengambilnya semalam.

Hasrat perut sehabis olah raga memang tidak bisa ditolak. Aku memutuskan untuk membeli beberapa camilan dengan mengambil uang tabungan yang selama ini kukumpulkan dalam kotak pensilku..yang terbuka?

Perasaanku tidak enak.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bekrayals
Guyssssa maaf ya ffnya belum bisa dilanjutin soalnya lagi sibuk2nya sm tugas yg numpukkk..kalo sempet baru dilanjut hehe

Comments

You must be logged in to comment
Clovexo
#1
Chapter 12: aku semakin bingung dgn keluarga ini
chamii704 #2
Chapter 11: Jujur c..sbnr'a aku g bgtu ngerti ma silsilah kluarga&knflik'a haha otak gw ky'a yg trlalu lemot..jd cuma bs koment ditunggu klnjutn'a hehee
pratiwi #3
Chapter 10: Selamat hari raya Galungan dan Kuningan. .
applelays #4
Chapter 11: ya ampun bikin penasaran aja :( sebenernya jiashuai itu siapa s huhu. eh si yifan itu semalem nyium yixing ya? hayoo ketauan wkwk
alhamdulillah sifatnya mas yifan gak berubah huhu gemes banget liat fanxing!
Clovexo
#5
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
Clovexo
#6
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
hilwani #7
Chapter 11: kok rada terburu2???
tapi yang yifan nyium yixing....aw aw aw....uyeeeee
eridanuspyxie #8
Chapter 11: rada bingung...sebenere kakaknya yixing dimana????? itu hubungannya makin ruweeett..tapi ditunggu lanjutannya...:)
Clovexo
#9
Chapter 10: ini sumpah membingungkan.. ada hubungan yg kyk mana sih antara org tua" itu dgn yifan yixing chanyeol dan sehun? terlalu membingungkan...