Part XI (Years)

My Love For You

Semua terasa begitu rumit. Bukannya dengan bertemu Paman Wu masalahku akan terselesaikan, malah menambah masalah lagi.

“Bukan, bukan aku yang mengambilnya. Istriku.” “Aku benar-benar tidak mengambilnya, aku telah melindunginya. Han Geng, tolong keluarkan mereka!”  kalimat-kalimat itu terus terngiang dalam otakku. Meski Chanyeol berkilah bahwa itu hanya alasan yang ia gunakan sebagai pelindung, tapi aku tetap percaya bukan dia yang melakukannya, entah kenapa.

Aku menatap ke luar jendela dan menghela nafas panjang. Rasanya berat, memikul segala pikiran yang seharusnya tidak penting ini—namun aku, seorang Zhang Yixing, tak bisa melewatkan masalah sekecil apapun.

Aku hanya ingin tenang untuk saat ini. Ketika tiba saatnya, aku akan mencari tahu semua yang ingin kuketahui.

 

-2 tahun kemudian-

 

Aku dan Chanyeol berdiri di depan sebuah rumah yang entah dimana keberadaannya ini—aku tak bisa menjelaskan. “Kau saja yang ketuk,” ujar Chanyeol.

“Kau saja. Aku tidak bisa berbahasa Inggris,”

Akhirnya Chanyeol menyerah dan mengetuk pintu rumah yang kami kunjungi tersebut.

“Kita tidak salah rumah, kan?” tanyaku memastikan. Chanyeol mengangguk, “Ya. Sehun memberikanku alamatnya disini—Oh, hello.”

Aku buru-buru ikut membungkukkan badan begitu melihat sosok yang menyambut kami. Aku tidak tahu dia siapa tapi dari cara tersenyumnya yang sama dengan Sehun, bisa kuketahui bahwa ia Paman Oh. Chanyeol sedikit berbincang dengannya bahkan berjabat tangan.

That’s him.”

Aku terkejut ketika jari Paman Oh menunjuk ke arahku. Eh, bukan sepertinya—Aku menoleh ke belakang dan melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Seseorang menurunkan kaca dan melongokkan kepalanya.

“Sayang, bisa ambilkan aku dompet?”

“Ada tamu mencarimu, kemarilah!”

Wanita yang berada di mobil tersebut turun dan menghampiri kami, menatap kami dari atas sampai bawah dengan heran. “Kalian siapa ya?” tanyanya polos.

“Sepertinya Anda sedang buru-buru. Saya hanya ingin bertanya tentang anak dari keluarga Zhang yang—” “Zhang?! Untuk apa kamu bertanya begitu. Anak itu sudah hilang.”

Chanyeol menahanku supaya aku tidak terpengaruh dengan ucapan wanita yang tiba-tiba itu. “Dia tidak mungkin hilang,” kataku pelan.

“Ini dompetmu,” Paman Oh keluar dan memberikan dompet wanita itu yang kemudian beranjak pergi seolah menganggap kami tak ada disana. “Katakan padaku kalau anak itu adalah Wu Yifan!” teriakku kesal karena merasa tak dianggap.

“Ssh, Yixing!” desis Chanyeol menahan lenganku lebih kuat. Tanpa kusadari aku ingin sekali menangkap wanita itu kemudian kukurung dan kuintrogasi sampai aku mendapatkan apa yang kumau. Selama 2 tahun aku berusaha menekan keinginanku untuk mengetahui semuanya, dan ini saat yang tepat bagiku untuk meminta penjelasan kepada orang yang bersangkutan. Kalian bisa bayangkan seberapa kecewanya aku apabila perjalananku dari Seoul ke Prague ini tidak membuahkan hasil.

Wanita itu berteriak padaku, “Bagaimana bisa kau katakan itu, Wu Yifan adalah darah dagingku sendiri!” Ia menatap kami garang. “Dia adalah satu-satunya buah cintaku dengan Wu! Ya, aku dulu memang menculiknya, tapi ia hilang, suamiku yang menyembunyikannya. Bukan aku lagi. Aku tak ada urusan dengannya!”

“Apa-apaan ini?”

“Mama!”

Seseorang keluar dari mobil dan menghampiri kami, memegang wanita itu yang tiba-tiba menangis. Paman Oh juga menghampiri dan membawanya ke dalam. Laki-laki yang sudah lama tak kutemui itu terlihat panik dan menatap kami dengan kesal. “Jangan mengganggu kami lagi, tolong pergi.”

“Apa sesombong ini kamu sekarang, Wu Yifan?” teriak Chanyeol. Yifan tertawa, memamerkan seringai kecil di bibirnya. “Kris. No more Wu Yifan, okay. Sekarang pergi, jangan ganggu ibuku lagi.” Yifan membalikkan badan dan berjalan menuju rumahnya. Tak tahu sapaan macam apa yang harus kuberikan padanya setelah lama tak bertemu, aku memilih diam. Sulit bagiku tuk melihatnya sebagai Wu Yifan yang dulu kukenal. Yang misterius dan suka sendiri. Dia berubah. Bahkan tadi saat ia lewat aku bisa mencium bau alkohol darinya.

“Dia hidup baik disini,” ujarku. Chanyeol tersenyum tipis.

 

Malamnya, aku dan Chanyeol pergi ke klub untuk sekedar melepas penat. Aku mengenakan baju lengan panjang dan celana jeans kesukaanku. Tak lama sampai, kami dikerumuni banyak wanita dan aku langsung menjauh. Begitulah, biarkan Chanyeol yang menikmatinya. Di klub, aku lebih suka melihat orang menari dibandingkan dengan mabuk karena..ya, toleransiku terhadap alkohol jauh di bawah standar.

Aku mencari jalan ke tempat yang lebih sepi hingga aku menyikut seseorang tepat di rusuknya. (Aku merasakannya.) Ia mengaduh pelan kemudian ia menatapku. Headset yang ia kenakan dilepas, kemudian ia tersenyum padaku.

“Hai Yi—maksudku Kris.” Sapaku.

“Yixing,” ujarnya. “Zhang Yixing.”

“Hmm, bisa bicara sebentar?” Awalnya aku ragu karena ini akan hanya berakhir canggung. Namun aku percaya padanya, kuanggukkan kepalaku dan ia menarik tanganku keluar. Tangannya terasa sangat kekar bahkan bisa membalut lingkaran lenganku dengan sempurna. “Maaf soal tadi. Aku terlalu kasar padamu, aku hanya ingin—” “Melindungi ibumu, aku tahu, Kris.”

“Ahaha..haha.” Ia menggaruk lehernya, “Aneh rasanya mendengarmu memanggilku Kris.”

“Ngomong-ngomong, aku merindukanmu.”

Tenggorokanku tercekat sehingga aku langsung terbatuk. Yifan tertawa kemudian mengusap-usap punggungku pelan. “Kaget ya?” tanyanya dengan seringaian kecil. Aku meninju dadanya pelan, “Kenapa senyummu gitu?” Oke, sepertinya aku menemukan jiwa Yifan yang kukenal dulu. Dibalik sifatnya yang dingin, ia sosok yang sangat hangat.

“Keren kan? Banyak yang tertarik padaku karena itu lho.” katanya (over) percaya diri. “Dasar. Tidak keren,” desisku kemudian meninju dadanya lagi namun ia menahan tanganku dengan kuat dan mendorongku ke tembok. Ia menatapku sebentar kemudian tertawa.

“Ini akan jadi sangat aneh,” ujarnya. “Kaburlah selagi kamu bisa. Tapi aku akan melakukannya, anyway” Kemudian tau-tau saja bibirku sudah melekat dengannya. Mataku terbuka lebar, dan dapat kulihat ia memejamkan matanya dengan tenang. Ia kemudian melepaskan ciumannya dan tersenyum lebar meski guratan merah terpampang jelas di wajahnya. “Sudah kubilang, ini akan aneh. Seharusnya kau menghindar. Ini kan adegan yang sangat klise.”

“Kenapa kau begini, Fan?” ujarku setelah beberapa saat terdiam dan mengerjapkan mataku berulang kali, berusaha menyadari apa yang terjadi barusan dan menerima kenyataan bahwa ini bukanlah mimpi.

“Entahlah. Aku juga tak tahu apa alasannya.”

“Baek..hyun..” Kutolehkan kepalaku ke arah Chanyeol yang sedang dibopong oleh kedua gadis, keluar dari klub. Aku berlari menghampirinya disusul oleh Yifan. “Terima kasih,” ujarku pada gadis-gadis itu. Chanyeol menyebut-nyebut nama Baekhyun lagi.

“Chanyeol masih sama ya.” Yifan mengacak rambut Chanyeol. “Bawa dia ke mobil, kalian bisa menginap di apartemenku.”

Kuhentikan langkahku. “Apartemen? Kenapa kamu berpisah dengan keluargamu lagi, huh?”

“Aku hanya ingin mandiri, Yixing. Apa itu salah?” Aku menggeleng, kembali membawa Chanyeol. Badan Chanyeol cukup berat sehingga membuat badanku sedikit sakit. Baru beberapa menit perjalanan, aku merasa ngantuk dan kemudian tertidur di mobil Yifan.

 

Aku membuka mataku dan terkejut begitu melihat Chanyeol tidur di hadapanku sambil tersenyum-senyum.

“Yak!” teriakku meloncat keluar dan membuatnya terbangun. “Apa yang kau lakukan padaku semalam?!” Chanyeol tanpa rasa bersalah mengucek matanya dan menjawab, “Kita tidur bersama?”

“Tidur bersama?!”

“Kalian ribut sekali sih!” Yifan membuka pintu lebar dan berteriak pada kami—mungkin lebih tepatnya padaku. Aku sedikit terkejut karena Yifan menggunakan celemek dengan kaos oblongnya. “Aish, ayo bantu aku masak.”

Aku melihat ke arah Chanyeol yang terlelap lagi kemudian aku beranjak pergi. Kulihat Yifan sedang memasak disana. Aku duduk di meja makan dengan malas kemudian ia berkata, “Bantu aku, jangan dilihat aja.”

Bandel, pandanganku malah mengitari setiap sudut apartemen Yifan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan miliknya dulu. Barang-barangnya juga tak kalah mahal dan berkualitas. “Ya, Zhang Yixing!”

“Iya iya!” Kulangkahkan kakiku dengan malas. Kuperhatikan lengan Yifan sedikit berwarna kemerahan, aku menyentuhnya iseng dan ia mengerang kecil.

“Jangan pegang! Otot lenganku tegang karena mengangkat kalian berdua semalam! Aish.”

Aku terdiam. Ia mengangkatku? Aku pasti sudah sangat menyusahkannya semalam.

“Sini, aku masak. Dasar lambat.” ujarku salah tingkah. Ia menyingkir dan membiarkanku memasak, dapat kurasakan ia mengawasi gerak-gerikku. Mungkin ia mengira aku hanya memasak untuk diriku sendiri. Chanyeol kuketahui sudah keluar dari kamar begitu aku mendengar suaranya yang sangat keras, “Kenapa aku disini, Yi—Kris?!”

“Ini, makan dulu.” Aku menaruh hidangan di atas meja kemudian duduk di hadapan Yifan. Chanyeol yang masih kaget sepertinya enggan duduk apabila aku tidak menariknya. Kami makan dengan suasana dimana Chanyeol tetap bertanya padaku setiap dua suap sekali, “Kenapa kita disini?”

“Kita bisa bicarakan nanti Chanyeol. Sekalian kita minum, gimana?” tawar Yifan. Chanyeol awalnya diam, namun akhirnya ia mengangguk.

 

Ketika Yifan asik dengan acara minum-minumnya bersama Chanyeol, aku membuka-buka foto album di rumah Yifan. Ada sebuah foto yang membuatku tertarik, yaitu foto dimana dua bayi laki-laki sedang berjejer. Salah satu dari mereka berumur lebih tua dari lainnya.

“Fanfan, ini siapa?” aku membawakan foto itu pada Yifan.

“Kau menciumnya semalam, Fan? Haha. Aku tak percaya ia ciuman pertamamu,” racau Chanyeol lalu ia tertawa sendiri, sepertinya di bawah pengaruh alkohol. Sementara itu Yifan hanya berusaha menutup mulut Chanyeol supaya ia diam. Atau mungkin ia malu aibnya terbongkar? Hihi.

“Dia—kata ayahku, namanya Jiashuai, anak yang terus main denganku saat kecil.”

Aku tercengang dan memandang foto itu lekat-lekat, “Jiashuai?”

Yifan mengangguk. “Ada apa? Kaget banget, Xing.”

“Kamu tau dia dimana sekarang?” Jantungku berdebar-debar seakan ingin lepas rasanya.

“Tidak. Kenapa, Yixing?”

“Dia kakakku yang hilang, Fan. Dimana dia?” Aku menarik-narik lengan Yifan.

“Aku tidak tahu, Xing. Sudah lama aku tak bertemu dengannya.”

“Kumohon tanya pada orang tuamu, Yifan. Kumohon.” pintaku. Yifan buru-buru mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Perutku rasanya sakit sekali karena ini terjadi tiba-tiba. “Gimana?” tanyaku begitu Yifan memutuskan sambungan.

“Kita akan ke Seoul sekarang. Bantu aku berkemas.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bekrayals
Guyssssa maaf ya ffnya belum bisa dilanjutin soalnya lagi sibuk2nya sm tugas yg numpukkk..kalo sempet baru dilanjut hehe

Comments

You must be logged in to comment
Clovexo
#1
Chapter 12: aku semakin bingung dgn keluarga ini
chamii704 #2
Chapter 11: Jujur c..sbnr'a aku g bgtu ngerti ma silsilah kluarga&knflik'a haha otak gw ky'a yg trlalu lemot..jd cuma bs koment ditunggu klnjutn'a hehee
pratiwi #3
Chapter 10: Selamat hari raya Galungan dan Kuningan. .
applelays #4
Chapter 11: ya ampun bikin penasaran aja :( sebenernya jiashuai itu siapa s huhu. eh si yifan itu semalem nyium yixing ya? hayoo ketauan wkwk
alhamdulillah sifatnya mas yifan gak berubah huhu gemes banget liat fanxing!
Clovexo
#5
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
Clovexo
#6
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
hilwani #7
Chapter 11: kok rada terburu2???
tapi yang yifan nyium yixing....aw aw aw....uyeeeee
eridanuspyxie #8
Chapter 11: rada bingung...sebenere kakaknya yixing dimana????? itu hubungannya makin ruweeett..tapi ditunggu lanjutannya...:)
Clovexo
#9
Chapter 10: ini sumpah membingungkan.. ada hubungan yg kyk mana sih antara org tua" itu dgn yifan yixing chanyeol dan sehun? terlalu membingungkan...