Part III (My First Visit)

My Love For You

“Ya sudah kalau tidak mau. Aku tidak memaksa.” Yifan berjalan meninggalkanku dengan tangan terselip di saku celananya. Aku mencegat dengan merentangkan kedua tanganku di hadapannya.

“Aku bahkan belum menjawab aku mau atau tidak,” jawabku dengan wajah yang kubuat seperti orang ngambek. “Aku belum mau percaya padamu saat ini,”

“Tapi setidaknya aku akan berusaha.” Lanjutku. Kukira ia akan melonjak-lonjak senang karena setidaknya aku akan berusaha memepercayainya, tapi faktanya ia hanya tersenyum kalem dan mengucapkan terima kasih.

-

Kertas-kertas sudah dioper ke depan. Semua orang mulai gaduh, ada yang terdengar kecewa dan ada yang terdengar senang. Tapi tidak denganku, semuanya terasa aneh karena hari ini secara tidak jelas, Yifan tidak masuk sekolah bahkan ia tak ikut ulangan matematika yang diadakan hari ini. Padahal jelas-jelas dia bilang bahwa ia akan ikut ulangan tersebut.

“Sudah dulu ya, Xing. Aku harus pulang, mau belajar buat ulangan matematika besok. Kamu juga harus belajar, ya. Jangan sampai dikalahin aku,” bayangan ia terkekeh pun masih melekat jelas di otakku. Ia berkata demikian sepulang dari pertemuan kami kemarin.

 

Bahkan sampai jam pelajaran berakhir pun, batang hidung anak itu tidak terlihat. Apa mungkin terjadi sesuatu? Atau dia sebenarnya sudah diam-diam dikeluarkan dari sekolah? Ah, itu tidak mungkin. Mana mungkin sekolah berani bertindak seperti itu?! Tapi ya..apa sih yang tidak mungkin di dunia ini.

Aku menghabiskan susu kalengku sebelum akhirnya keluar kelas. Selama jam istirahat tadi aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengaransemen lagu yang akan kubawakan saat pentas seni sekolah akhir bulan ini, hingga perutku yang berdendang sedari tadi pun tidak kuhiraukan. Aku bahkan tidak tahu kalau Kyungsoo sudah melaporkan kejadian kas hilang saking sibuknya dengan tugas aransemen. Huh..aku sudah seperti orang yang apatis saja.

Tanpa sengaja aku melihat seseorang yang mirip Yifan ketika aku melewati taman. Aku belum berani mengambil keputusan bahwa ia seorang Wu Yifan ataukah hanya mirip, karena jaraknya jauh dariku. Jarak pandangku terbatas, aku tidak terlalu bisa melihatnya dengan sangat jelas. Ia memakai jaket hitam, celana jeans hitam, dan sepatu biru gelap yang ukurannya besar. Matanya tertutup, dengan earphone bertengger manis di telinganya.

Aku memutuskan untuk memanggilnya, untuk memastikan.

Sesaat setelah kupanggil, ia membuka matanya dan menatap ke arahku dengan terkejut. Kemudian ia berlari entah karena apa. Memangnya aku semenakutkan itu?

Dan aku berasumsi kalau ia benar-benar Yifan.

-

Kasus uang kas ternyata belum bisa dipecahkan meski sudah 3 hari. Dan parahnya seisi kelas malah menuduh Yifan tidak jelas, mentang-mentang selama 3 hari ini anak itu tidak pernah sekolah. Memberi kabar saja tidak.

Aku merenung sendiri di ruang musik. Aransemenku belum selesai, pentas sudah cukup dekat, ditambah masalah di kelas benar-benar membuatku pusing sendiri. Aku bahkan tidak menyapa Chanyeol yang tiba-tiba datang, dan duduk di sebelahku.

Ngomong-ngomong, Chanyeol adalah ketua klub musik yang sangat kusegani. Ia punya otak dan kepribadian yang kuyakini berhasil menghipnotis semua orang sehingga mengidolakannya. Jangan lupa, pesonanya juga berhasil menghipnotis semua orang.

Termasuk aku korbannya.

“Udah selesai, hm?” katanya, mengambil kacamata yang terselip di kantongnya, memakainya, dan mengambil music book milikku. Aku hanya mendesah pelan, membiarkannya melihat pekerjaanku.

“Jadi, udah ada rencana mau ngajak siapa buat nyanyi?” Katanya. Aku menggeleng, dia menepuk-nepuk bahuku. “Santai aja sih, jangan terlalu dipikirin juga. Mau main gitar?”

Aku mengangguk. Tak ada salahnya bersenang-senang sedikit.

Meski aku tak yakin kalau aku sedang bersenang-senang.

 

Aku keluar dari ruang musik diiringi Chanyeol yang mengunci pintu. Aku sedang tidak berselera untuk makan maupun minum hari ini. Aku juga sedang tidak ingin pulang. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku sekarang. Ucapan negatif teman sekelas mengenai Yifan masih terngiang di telingaku, dan cerita Yifan perihal masalahnya juga ikut-ikutan terngiang. Keduanya sama-sama egois, ingin sekali memenangi perang yang berkecamuk di otakku. Ya Tuhan.

Aku harus menemui bocah sialan yang membuatku jadi seperti ini.

“Halo, Chanyeol? Kau pernah bilang kalau kau dekat dengan Yifan, kan? Bisa aku meminta alamat rumah Yifan?”

-

Aku sampai di sebuah apartemen yang megah. Aku tidak bisa berkata apa-apa saking terpesonanya dengan keindahan dalam apartemen. Sembari menunggu Yifan di ruang tunggu, aku memperhatikan setiap inchi apartemen. Dan, wow. Aku hanya bisa bilang, wow.

“Zhang Yixing?” Yifan berjalan cepat ke arahku dengan keheranan. Ia menatapku dari bawah sampai atas, dan aku juga melakukan hal yang sama padanya. Ia memakai baju kaos lengan panjang berwarna cokelat tua dan celana pendek berwarna putih, dengan selop sebagai alas kakinya. Rambutnya terlihat sedikit acak-acakan. Aku..tidak pernah menyangka kalau dia akan jadi seperti ini jika di rumah (Maksudku, ia tampan sekali. Eh!). Aku bahkan tak tahu kalau ia tinggal di apartemen!

“Eh..ayo masuk, jangan disini. Banyak orang,” ujarnya lalu menarik tanganku. Aku masih belum berkata apa-apa. Ia membawaku masuk ke ruangannya, dan sekali lagi, wow.

“Baru pulang sekolah?” tanyanya. Aku mengangguk tanpa menoleh sedikitpun, pandanganku masih terfokus kepada ruangan yang kuhadapi sekarang ini.

“Mau minum?.. Ya, Zhang Yixing! Kalau ada orang memanggil sebaiknya dijawab dan dilihat,”

Aku langsung menoleh ke arahnya. Dengan kesal aku berkata, “Kau yang memulainya.”

“Apa?”

“Jangan pura-pura bodoh, Wu Yifan! Heiz,” ujarku kesal sambil mengambil bantal di atas sofa yang kebetulan dekat denganku, berniat untuk melemparinya. Dia hanya mengangkat bahu lalu tersenyum, dan pergi mengambil minum dari kulkas.

Dan ia datang membawakanku sekotak susu cair yang besar, beserta 2 gelas kaca.

Hmph. Aku menghela nafas panjang. Suasana terkesan krik-krik.

Sampai akhirnya aku berkata padanya, “Aku kecewa karena mempercayaimu.”

Ia terdiam sebentar, mungkin masih mencerna perkataanku. Dengan polosnya ia menuang susu ke dalam gelas minumnya, dengan mata tertuju padaku. Menuntut penjelasan.

“Kamu pernah bilang kalau percaya sama aku, kan? Buktinya apa?” tanyaku kesal. “Kenapa malah menghindar waktu dipanggil? Apa alasan kamu gak pernah sekolah belakangan ini? Kenapa gak cerita? Kenapa..kenapa..” aku langsung menutup wajahku karena..ya ampun, kenapa aku kehilangan kendali seperti ini?

Kudengar ia berdeham. Aku memperlihatkan wajahku yang kukira sekarang sudah semerah kepiting rebus (rasanya panas sekali, padahal ada AC di ruangan ini) padanya. “Oh, jadi itu masalahnya,”

“Perhatian banget sih?”

“Ish, Yifan!” kataku sok jijik. Kini aku benar-benar melempar bantal di sofa, namun ia berhasil menangkisnya sambil tertawa kecil. Aku memang perhatian padanya, kan.

“Aku sekolah karena aku harus mempersiapkan diri,”

“Untuk?” potongku.

“Konsekuensi apapun itu, atas semua perbuatan yang telah kulakukan selama ini.”

“Tapi kau tidak melakukan apa-apa,” kataku tenang. Ia mengangguk. “Pasti rasanya tidak tenang,”

“Yap, aku harus menenangkan diri juga.” Katanya, mengangguk-angguk sendiri. “Sudahlah, jangan khawatirkan aku. Besok aku akan pergi sekolah,”

“Seriusan?” Ia mengangguk. Apa ini saatnya aku pulang? Aku kan ingin disini lebih—

“Mau lihat ponselku?” Meski belum kujawab, ia sudah menggoyang-goyangkannya di hadapanku sesaat setelah mengatakan “Tadaaa” dengan bangganya. Ponselnya memang mirip denganku, hanya saja, beda warna. Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Bagus,” kataku.

“Belinya butuh perjuangan, aku harus rela mengorbankan namaku menjadi lebih buruk lagi.” Aku mengangguk. Kalian ingat saat dimana aku bertemu Yifan di koridor? Saat itulah Yifan sedang pergi menemui seseorang yang membawakan ponsel baru pesanannya. “Huft, ayo minum dulu, Xing! Susunya masih banyak!” tawarnya.

“Tidak usah, terima kasih. Aku sebaiknya pulang, oh ya, kita ditugaskan membuat karya tulis tentang lingkungan sekolah dan deadlinenya besok.” Aku berjalan ke arah pintu dan berhenti setelah dia berteriak “Apa katamu?” padaku. Aku hanya mengedikkan bahu dan berjalan keluar. Sayup-sayup kudengar ia berteriak frustasi di dalam sana.

-

Semalam aku berhasil menahan kantukku hanya karena ingin melanjutkan tugas aransemenku yang tak kunjung usai. Akibatnya, kepalaku pusing dan mataku terasa berat sekarang.

“Xingie, bangun! Ada pak kepala sekolah!” desis Luhan. Dengan terpaksa aku membangunkan diriku yang tadinya terlelap dengan posisi kepala di atas meja, mengucek-ucek mata dan menguap cukup lebar (ditutupi tanganku tentunya), persis seperti orang bangun tidur. Karena kesadaranku masih belum terkumpul semua, aku hanya bisa mendengar suara murid lain yang berbisik-bisik—beberapa diantaranya bisa kudengar, namun tidak jelas.

“Silahkan masuk, Yifan.”

Aku menoleh ke arah pemilik bangku pojok yang kini berjalan ke depan kelas sambil menunduk. “Maaf,” katanya. “Aku akan mengganti semua kas kelas yang kucuri.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
bekrayals
Guyssssa maaf ya ffnya belum bisa dilanjutin soalnya lagi sibuk2nya sm tugas yg numpukkk..kalo sempet baru dilanjut hehe

Comments

You must be logged in to comment
Clovexo
#1
Chapter 12: aku semakin bingung dgn keluarga ini
chamii704 #2
Chapter 11: Jujur c..sbnr'a aku g bgtu ngerti ma silsilah kluarga&knflik'a haha otak gw ky'a yg trlalu lemot..jd cuma bs koment ditunggu klnjutn'a hehee
pratiwi #3
Chapter 10: Selamat hari raya Galungan dan Kuningan. .
applelays #4
Chapter 11: ya ampun bikin penasaran aja :( sebenernya jiashuai itu siapa s huhu. eh si yifan itu semalem nyium yixing ya? hayoo ketauan wkwk
alhamdulillah sifatnya mas yifan gak berubah huhu gemes banget liat fanxing!
Clovexo
#5
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
Clovexo
#6
Chapter 11: waaah... balik ke seoul lagi? yixing jadi kayak pingpong.. tpi untungnya tuh kris gak berubah ya sikapnya ke dia.. syukur bgt dah
hilwani #7
Chapter 11: kok rada terburu2???
tapi yang yifan nyium yixing....aw aw aw....uyeeeee
eridanuspyxie #8
Chapter 11: rada bingung...sebenere kakaknya yixing dimana????? itu hubungannya makin ruweeett..tapi ditunggu lanjutannya...:)
Clovexo
#9
Chapter 10: ini sumpah membingungkan.. ada hubungan yg kyk mana sih antara org tua" itu dgn yifan yixing chanyeol dan sehun? terlalu membingungkan...