Chapter 11

Don't Say Goodbye

 

            Enam bulan berlalu sejak operasi Kai dinyatakan berhasil. Tapi penyakit itu terus saja menggorogoti Kai sesering apapun ia menjalani operasi. Soojung selalu menemani Kai dan setia mendampinginya kapanpun itu. Tapi rasa yang ia inginkan tidak kunjung muncul walau ia sering bersama Kai.

            Selama itu pula, ia telah berhasil menyelesaikan perkuliahannya dan sebentar lagi ia akan memakai jubah kebanggaan setiap mahasiswa yang berhasil menempuh perkuliahannya dengan baik, yaitu wisuda. Soojung bisa menyelesaikannya dengan cepat karena ia mencurahkan perhatiannya penuh kepada hal-hal yang bisa membuatnya lupa akan masa lalu. Masa lalu yang tidak ingin ia ingat. Masa lalu yang membuatnya sulit membedakan mana keharusan dan mana keinginan.

            Saat ia memasuki apartemen milik Kai, ia mendengar suara aneh di kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi dan menemukan Kai sedang memuntahkan sesuatu.

            “Kai? Kau muntah lagi?” Soojung memijat pelan tengkuk Kai, lagi-lagi ia melihat darah disana.

            “Kai, ayo kita ke rumah sakit. Aku akan menghubungi ibumu.” Soojung menekan tombol pada layar ponselnya sebelum tangan Kai merebut ponsel milik Soojung.

            “Tidak usah, aku sudah membaik. Jangan kau hubungi eomma, ia akan panik.” Kai membasuh mulutnya dengan air bersih.

            “Tapi sudah seminggu kau seperti ini Kai. Bersiap-siaplah kita akan ke rumah sakit.” Soojung membawa Kai duduk di sofa.

            “Aku tidak apa-apa Soojung-ah. Sebentar lagi akan membaik.” Kai bersandar pada sofa dan memejamkan matanya.

            “Tidak untuk kali ini! Kau harus!” Soojung hendak mengambil keperluan Kai tapi pergelangan tangannya ditahan oleh Kai, ditariknya gadis itu untuk duduk di sampingnya.

            “Aku hanya ingin seperti ini.” Ia menyandarkan kepalanya di bahu Soojung, merasa nyaman hanya dengan menghirup aroma gadis itu.

            “Soojung-ah, maafkan aku karena selalu merepotkanmu.” Lanjutnya.

            “Kau ini bicara apa?” Soojung meremas tangan Kai.

            “Aku bisa merasakan apa yang kau rasa Soojung-ah. Kali ini kumohon jangan bohongi dirimu sendiri. Kembalilah padanya.”

            “Apa maksudmu?” Soojung paham apa yang di bicarakan laki-laki ini. Hanya saja, ia tidak ingin melukai Kai. Ia akan memberikan yang terbaik untuknya walaupun ia harus membohongi dirinya sendiri. Karena dilukai oleh seseorang, ia tahu betul bagaimana rasanya.

            “Soojung-ah, gomawo.” Kai berbicara sambil memejamkan matanya.

            “Kai, jangan bicara seperti itu, berapa kali harus kukatakan padamu? Aku disini untukmu, aku tidak akan membuatmu terluka, aku akan menjadi Soojung milik Kang Jongin selamanya.” Soojung mengatakannya dengan senyum yang kini sudah biasa ia lakukan.

            “……. Kau percaya padaku kan?” Soojung menggoyangkan genggamannya.

            Tidak ada respon dari Kai, Soojung bertanya lagi. Apa Kai tidak mendengarnya?

            “Kai, kau percaya padaku kan?” Soojung meliriknya sekilas, masih tidak ada respon.

            “Kai?” Soojung menepuk pipi Kai.

            “Kai? Kau tidak mendengarku? Kai?” Soojung mulai panik. Satu detik kemudian, ia merasakan ada tetesan yang jatuh di bahunya.

            Darah?

            Soojung menangkup kepala Kai dan melihat darah mengucur melalui hidungnya. Tanpa pikir panjang ia menghubungi 911.

 

---- 0 ----

 

            “Keadaan Kai sangat sulit untuk saat ini. Kondisinya memburuk setiap harinya. Tetaplah berdoa, kami akan melakukan yang terbaik.” Kata dokter usai pemeriksaan Kai yang kesekian kalinya.

            Ibu Kai tidak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis dalam pelukan suaminya. Soojung hanya terpaku di tempat saat melihat Kai yang kini menggunakan alat bantu pernafasan dan monitor pendeteksi detak jantung.

            “Bukankah ini tempat pengobatan terbaik? Apa ada tempat lain yang harus kita kunjungi agar Kai lekas sembuh?” Ibu Kai manatap suaminya mencari jawaban disana.

            “Kita harus menunggu keputusan dokter, yeobo. Mari kita berdoa. Doa adalah kekuatan terbesar kita saat ini.” Ayah Kai menenangkan istrinya, Soojung melihat pria itu begitu tegar walau ia tahu ayah Kai juga tak kalah sedihnya.

            “Eomma? Appa?” Suara yang tidak asing itu mengagetkan Soojung. Suara itu…. Sudah lama ia tidak mendengarnya. Luka hatinya yang perlahan mulai kering, kini terkoyak kembali. Tapi dibalik itu semua, ada sedikit rasa bahagia yang menyelubungi luka hatinya. Aneh, bukankah ia sudah tidak pernah memikirkannya lagi. Ia ingin membuang rasa bahagia itu segera sebelum rasa sakit yang sama terulang.

            “Bagaimana keadaan Jongin?” Pria itu melanjutkan.

            “Minhyuk-ah…” Ibunya memeluk pria itu sambil menangis. “Jongin-ah, Jongin-ah...” Isak tangisnya menambah pedih suasana saat ini. Soojung tidak memiliki andil untuk berada disini. Mereka butuh waktu untuk berkumpul bersama.

Ia pergi dari kamar ini untuk memberi keluarga itu privasi. Mungkin ini yang dibutuhkan ibu dan ayah Kai. Berada di sisi anak-anak mereka saat keajaibanlah yang hanya bisa mereka harapkan.

            Ia menyusuri taman yang sering mereka singgahi berdua saat mereka sama-sama di rawat di rumah sakit ini. Duduk di kursi yang sama, dan mengenang masa-masa itu. Kai adalah pria yang ceria, yang menemaninya saat ia mengalami hal buruk dalam hidupnya. Kai-lah yang mengembalikan senyum Soojung walaupun tidak sempurna. Seandainya ia bisa memberikan seluruh hatinya untuk Kai. Ia ingin, tapi hatinya tidak berkehendak. Kai, maafkan aku. Setetes air mata jatuh di pipi Soojung.

            Dan di saat ia mampu menguasai dirinya kembali, mengapa ia harus melihat pria itu lagi? Ucapan perpisahan itu, selalu melekat di pikirannya. Ia memegang teguh apa yang dikatakan pria itu walaupun terasa sangat menyakitkan. Ia memejamkan mata, ingin menghalau apapun yang ia rasakan saat ini.

 

---- 0 ----

 

            Minhyuk datang ketika seluruh pertandingannya usai. Semua jadwal liga telah selesai dalam 6 bulan dan ia mendapat libur khusus untuk pergi ke Amerika karena mendengar kondisi adiknya semakin buruk. Dan ketika ia sampai di rumah sakit, ia melihat gadis itu, gadis yang ia rindukan, sangat ia rindukan. Ia selalu melakukan kegiatan apapun untuk melupakan gadis itu tapi tetap saja tidak membuahkan hasil. Gadis ini tetap cantik walaupun wajah pucatnya masih belum berubah sejak terakhir ia meninggalkannya. Mengapa rona wajah yang selalu menjadi penyempurna kecantiknya masih belum kembali? Ketika melihatnya seperti ini, rasanya ia ingin menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

            “Eomma, appa… Bagaimana keadaan Jongin?” Ibunya memeluknya erat dengan isakan seorang ibu yang tak sanggup melihat anaknya menderita.

            “Minhyuk-ah, Jongin-ah… Jongin-ah..” Ibunya tak sanggup meneruskan apa yang ingin ia katakan. Ia hanya bisa mengusap punggung ibunya. Kemudian ia melihat gadis itu meninggalkan ruang ini dalam diam.

            “Eomma jangan menangis di depan Jongin. Bagaimana kalau ia melihat eomma seperti ini, dia akan sedih.” Minhyuk masih menenangkan ibunya.

            Ibunya menjelaskan bagaimana keadaan Jongin yang sulit untuk disembuhkan. Operasi sudah tidak memungkinkan lagi karena kondisi Kai yang tak kunjung normal. Mereka harus siap apapun yang terjadi.

            Tiba-tiba mereka mendengar bunyi panjang dan datar yang membuat bulu kuduknya meremang. Ia mengangkat kepala dan menatap monitor penunjuk detak jantung. Hanya ada garis lurus yang terlihat di sana. Dan bunyi panjang yang monoton itu....

            Sebelum ia sempat berpikir, pintu kamar terbuka dan orang-orang berpakaian putih menerobos masuk termasuk Soojung. Namun kenyataannya usaha dokter dan perawat yang mengelilingi ranjang Jongin tidak membuahkan hasil. Mereka melihat para suster perlahan-lahan menjauh dari ranjang. Mata Minhyuk beralih menatap monitor yang tetap menunjukkan garis lurus itu.

            Garis lurus itu tidak berubah, ia tahu, mereka semua tahu bahwa Jongin… gagal di selamatkan.

            Ia melihat ibunya menangis histeris memeluk Jongin. Ayahnya memeluk mereka berdua. Soojung berdiri mematung, terisak dalam diam menatap Kai. Dan ia sendiri terpaku, adiknya… satu-satunya…. Telah pergi…

 

---- 0 ----

 

            Soojung duduk di kursi dekat lapangan bola di kampusnya. Ia telah menyelesaikan berkas untuk persiapan wisudanya. Ia merindukan senyum hangat Kai disaat seperti ini. Laki-laki itu bisa membuatnya tersenyum saat ia merisauakan seseorang ketika melihat lapangan sepak bola itu.

 

Flashback

2 bulan yang lalu:

            “Apa yang sedang kau lihat?” Kai duduk disebelahnya dan memandang lapangan bola yang terlihat hijau di kampus mereka.

            “Lapangan…” Soojung memandang Kai.

            “Kau merindukan kakakku?” Berkali-kali Soojung harus menjelaskan masalah ini pada Kai. Bahwa ini bukanlah salahnya, ia ada untuknya dan akan selalu berada di sisi Kai. Ia telah berjanji untuk itu. Tapi untuk menjawab pertanyaannya, cukup hatinya yang tahu.

            “Tidak, aku tidak merindukannya karena aku memiliki seseorang yang ada untukku sekarang.” Soojung meraih lengan Kai dan bersandar di pundaknya.

            “Soojung-ah… Seandainya aku tahu sejak awal bahwa kau mencintainya, seandainya aku mendengar berita itu lebih dulu. Aku tidak akan membiarkanmu memilihku. Aku ingin kau kembali padanya. Jangan sakiti dirimu sendiri….” Belum selesai ia mengutarakan apa yang ada di otaknya, Soojung memotongnya.

            “Kai! Dengarkan aku!! Ini keputusanku! Aku tidak bisa bersamanya lagi! Bahkan hanya mengingatnya cukup menyakitkan buatku! Ku mohon jangan paksa aku lagi. Disini hanya kau Kai, yang bisa mengobati lukaku, please.. jangan menyuruhku tuk menjauh darimu.” Dan itu memang benar, hanya Kai yang selalu ada untuknya.

 “…… Kai, jangan pernah tinggalkan aku, eoh?” Pernyataan inilah yang membuat Kai yakin bahwa gadis ini membutuhkannya. Ia bersyukur telah menjadi seseorang yang ada di sisi Soojung saat ia tidak sanggup menahan rasa sakit itu.

 

Flashback off

 

            Sudah tiga hari sejak kepergian Kai, ia selalu duduk sendirian disini. Biasanya Kai selalu ada disampingnya. Ia merindukannnya. Rasa bersalahnya semakin besar mengingat ia tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Kai.

            “Soojung-ah.. Bangkitlah. Hentikan rasa bersalahmu itu.” Luna menariknya berdiri.

            “….. ayo kita pulang.” Lanjutnya.

            “Luna, aku ingin kembali ke Korea. Disini terlalu menyakitkan.” Soojung mengatakannya tanpa ekspresi.

            “Arraseo..” Luna menggandeng lengannya menjauh dari lapangan dan tersenyum pada seseorang yang berdiri tak jauh dari situ.

 

---- 0 ----

 

            Minhyuk menyusuri kampus adiknya. Entah apa yang membawanya kemari, ia hanya ingin mengenang. Banyak memori yang ia tinggalkan disana. Termasuk seorang gadis yang dilihatnya sedang duduk sendirian melihat rumput hijau membentang di hadapannya. Ia berdiri tak jauh dari gadis itu dan bersembunyi dibalik pohon. Minhyuk memperhatikannya, gadis itu terlihat melamun, mungkin mengenang sesuatu.

            Ia tidak memungkiri bahwa ini adalah kesalahannya. Akibatnya, ia harus menahan rindu yang teramat dalam, menahan keinginan untuk mengunjunginya, dan sekarang ia tidak berani untuk menampakkan diri. Sudah cukup ia menyakiti gadis itu terlalu dalam.

            “Minhyukssi?” Seseorang memanggilnya.

            “Ne?” Minhyuk melihat gadis dengan rambut sebahu berdiri di belakangnya yang juga memperhatikannya saat melihat Soojung.

            “Aku Luna.” Luna menjabat tangan Minhyuk. Seketika Minhyuk teringat cerita Soojung tentang Luna.

            “Ahh, nde, aku pernah mendengar namamu dari….” Minhyuk belum sempat melanjutkan, Luna memotongnya.

            “Soojung? Ya, aku teman baiknya. Kau sedang apa disini?” Luna melirik Soojung yang masih duduk tenang di pinggir lapangan. “Ahh, tidak usah kau jawab, aku sudah tahu jawabannya.” Ini membuat Minhyuk salah tingkah.

            “Kau tau? Beberapa hari belakang adalah hari terberatnya?” Luna melihat Soojung.

            “….. Ia harus kehilangan seseorang yang selalu menemaninya…” Kini Minhyuk yang memotong perkataan Luna.

            “Aku juga kehilangan adikku.” Minhyuk memberikan senyum sedihnya.

            “Ahh, ya aku tahu, maaf, Kai juga teman baikku.” Luna melanjutkan. “Sudah tiga hari ia seperti ini. Oh tidak, 6 bulan yang lalu keadaannya jauh lebih parah dari ini.” Luna menerawang jauh memperhatikan Soojung yang masih terdiam di tempatnya.

            “Maksudmu? Apa yang terjadi padanya?” Minhyuk penasaran sekarang. Penasaran terhadap apa yang terjadi pada Soojung setelah ia meninggalkannya 6 bulan yang lalu.

            “Sejak kau kembali ke Korea, tiga bulan pertama ia terlihat seperti mayat hidup, tanpa rona wajah, tanpa keceriaan seperti dulu, seolah separuh jiwanya pergi. Setiap hari, matanya selalu redup, entah pada jam berapa ia berhenti menangis dan tertidur karena terlalu lelah. Awalnya aku memahaminya, tapi semakin hari, lingkar hitam dibawah matanya semakin gelap.” Setiap fakta yang terungkap mengiris hati Minhyuk semakin dalam, seolah perkataan Luna adalah pisau yang paling tajam di dunia ini.

            “Tapi Kai lah yang berusaha keras mengembalikan senyum itu. Hingga pada akhirnya, perlahan ia bisa melupakanmu, oh kurasa belum.” Luna menarik nafas sejenak. “Kai tahu pada saat itu Soojung sangat mencintaimu, berita yang tersebar di media membuatnya mendesak Soojung menceritakan apa yang terjadi. Dan mengetahui alasan kau meninggalkannya membuat Kai sangat geram. Entah berapa kali ia mencoba membawamu kembali ke sini, tapi kau sendiri yang bilang, kau terlalu sibuk dengan pertandinganmu.”

            “Itu memang benar, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Minhyuk berbicara sangat pelan, seperti berbicara pada dirinya sendiri. Luna mendengar nada menyesal disana. “Dan itu semua kulakukan untuk kebahagiaannya.”

            “Ya, Kai memang bahagia, sangat bahagia karena ia adalah orang yang selalu berada di sisi Soojung dan mengembalikan keceriaannya. Aku sendiri kagum, melihat keadaannya yang harus berjuang melawan penyakitnya, justru ia bisa lebih kuat dibandingkan Soojung yang sebenarnya begitu rapuh.” Luna melihat sinar kesedihan di mata Minhyuk, tidak lebih tepatnya penyesalan.

            “……. Minhyukssi, we have a second chance. Kini giliranmu mengembalikan semuanya. Aku tahu, dia masih mencintaimu, dan…. Aku juga melihat hal yang sama pada dirimu. Jangan pernah sakiti dia lagi. Soojung juga berhak untuk bahagia, Minhyukssi.” Luna menepuk bahu Minhyuk untuk memberikan kekuatan moral.

            “Thanks, Luna.” Minhyuk tersenyum. Ya masih ada kesempatan untuk mengembalikan semuanya.

            “Aku akan mengantarkannya pulang. Aku pergi.” Luna meninggalkannya dan menghampiri Soojung yang masih duduk dalam diam.

            Kali ini ia bertekad, untuk memperbaiki kesalahannya, untuk mengobati luka gadis yang masih sangat ia cintai, dan untuk mengembaikan kebahagian mereka berdua. Walaupun terlihat sulit, ia akan menghadapinya. Inilah harga mahal yang harus ia bayar.

 

Tbc


 

Okay, aku bikin chapter ini sampai berhari-hari karena sulit banget mau mulai dari mana. Dan aku juga takut membuat kalian kecewa kalau chapter ini ternyata tidak sesuai harapan. Maaf untuk itu yang pertama.

Maaf yang kedua buat para shiper kaistal karena bikin karakter Kai meninggal disini.huhuhu… mian..mian.. sebenarnya gak tega juga karena Kai juga bias aku.haha.. Sebagai penebus dosa, posternya aku buat kai sama krystal deh ^^v

Maaf yang ketiga buat kalian semua kalo ini bosenin, aku bikinnya under pressure guys, takut mengecewakan kalian soalnya.

Maaf yang keempat *banyak bgt maafnya berasa idul fitri* bodo ah. Soalnya mulai next chapter, aku nggak bisa update secepat biasanya karena lagi penelitian skripsi. Tapi tetep di usahakan posting secepatnya.

Silahkan berikan kritik, saran dan komentar kalian kalo chapter ini mengecewakan. Dan buat yg udah komentar selama ini, author mengucapkan makasih banyak  ^^ *bighug*

 

dean_pure

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dean_Pure
Maybe I'll make english version for my ff DON"T SAY GOODBYE in the near future. Just wait for it ^^

Comments

You must be logged in to comment
ayuayu #1
waaaaa daebakkk eonnie ><
gpp b.indo aja.. b.ing ngga enak :D
ak mw baca the next chap'a klo gt..
Flameraein
#2
Chapter 15: hey i'm a new reader, dan q suka krysmin couple, sayangnya q baru ketemu ff ni pas udah slese, jadi bru coment ga papa kan ya author nim?
ff ni mau part seneng ato sedih semuanya bikin gregetan. and for the last part seriously minhuk-ah kringetan begitu kamu ngelamar cewe?oh my god
vvytri #3
Chapter 16: waaaahhh daebakk !!!!! Aku sampe nangis baca ff ini. Yeah i mean, this is very cool
Hitomie #4
Chapter 15: only asking: is it perhaps possible to translate this FF in english and post this version here too?? that would be great :D since i saw some engl comments it really seems to be a great story :D hope it will be possible in the future :D
Citraysm #5
Chapter 16: Sumpah , this is the best minhyuk krystal fanfict I've read... Keep writing . Make another amazzing fanfict ne n,n
jungjojung
#6
coba ini dibuat pakai bhs inggris... pasti makin banyak readernya, akhirnya nemu ff krysmin yg berkualitas lagi :))
walau kecewa bgt sama minhyuk yg trus2an nyakitin soojung, banyak bgt bersakit2nya hahaha
piipii
#7
Chapter 14: ESL maybe its not english but england dear. Hhhe. Just correcting. :)
Ohh, akhrnya udah baikan. Ihh smoga itu manajer kim nyesel buat minhyuk kluar dari timnas... Updateee
bluesky1290
#8
Chapter 14: It would be great if it's in english... you'll definitely get lots of subscriber and comments.

I love your storyyyyyyy... just update soon, okay? sooooon!!!!!!
I love the way Minhyuk sacrificing his dream for a a girl he loves.
bluesky1290
#9
Chapter 13: Minhyuk got his lesson...
Ah thanks. he needed a hard slap too. kekekek.
I hope Yonghwa would punch him as well? Ouch mian~
*terbawa suasana*
And I love that picture...
Minhyuk is... ah, Mr. Perfect Jaw Line. XD
Update soon, okay?
piipii
#10
Mampus kan... Here! Comes trouble.... Ohhhh ohohoeooooo
Aduh jgn sampe pisah dong hyukstalnya... Update soon