Sudah hampir dua jam pria tanpa double eyelid itu sibuk menggoreskan ranting di pasir pantai. Menuliskan sesuatu, lalu mengahpusnya lagi dengan sepatunya, lalu menulis lagi. Rambut coklatnya jadi agak lengket terkena angin pantai.

Dia bukan petugas kebersihan pantai atau life guard, pria itu sedang menunggu pacarnya yang seharusnya tiba dua jam yang lalu.

“Aku tidak tahu rasanya makan baozi dingin.” gumamnya sambil membuka sekotak dimsum di sampingnya, tidak lagi ada uap yang mengepul dari dalamnya. Maklum, sudah belasan kali Minseok mengecek dimsum-dimsum itu.

Minseok kembali menghela nafas dalam-dalam dan kepulan asap menyeruak keluar dari mulut kecilnya, udara hangat dari dalam mulutnya beradu dengan angin dari laut musim dingin.

Minseok rasa, telinganya menangkap suara derap langkah berat yang beradu dengan pasir pantai.

“Minseok!”

Minseok memutar kepalanya dan sepasang matanya membulat saat menangkap sosok gadis berambut hitam yang baru saja datang dan memanggil namanya.

Nafas gadis itu terdengar naik turun dan asap yang menyeruak keluar dari bibir kecilnya kemudian terbatuk saat berusaha mengatur nafasnya yang naik turun, kedua alisnya tertekuk dan raut wajah mungilnya menyiratkan perasaan bersalah. Tapi Minseok hanya membentuk sebuah senyuman tulus di bibir tipisnya.

“Maafkan aku.. aku harus me—“

Uhm, mata Minseok menangkap genangan air mata gadis itu yang akan tumpah.

Dia bangkit dan membawa gadis itu duduk di sampingnya.

“Aku rela menunggumu disini hingga baoziku dingin bukan untuk sebuah permintaan maafmu.” ucap Minseok lembut. Dua gigi depannya yang besar