VI. Entangled

The Merciless Truths

note: italics are flashback


VI. Entangled

“I know you I walked with you;

once upon a dream”

 

 

“Daaaan….. SELESAI!!” suara Baekhyun meraung dengan gembira begitu ia memencet tombol untuk terakhir kalinya, ia berbalik dengan senyum sumringah. Di hadapannya, para agen yang lain menatap layar utama Ruang Oval dengan mulut yang ternganga.

“Eunji-ya, berapa rekor waktunya?” tanya Sunggyu pelan.

Buru-buru Eunji terkesiap dan melihat ke arah komputernya sendiri. “Dia berhasil menyelesaikannya dalam waktu…. 12 detik dan 67 milisecond….. Wow.”

“Bocah ini hampir menyamai rekor Kyungsoo waktu dia mencobanya pertama kali.” gumam Suho yang masih takjub melihat kejadian di depannya.

Suho tertegun, bocah bernama Byun Baekhyun ini datang ke tes inteligensi dengan tubuh memar-memar hasil babak belur kemarin, dan ia bisa menyelesaikan tesnya dalam hitungan detik. Terakhir kali yang bisa melakukannya hanyalah Kyungsoo. Tesnya dirancang untuk menguji ketelitian serta kecepatan otak. Kalau kau pernah bermain game mencocokkan dua gambar sama yang diletakkan secara acak, tes ini berbentuk sama seperti itu, hanya saja kali ini ada sekitar 50 pasang jenis gambar siluet hewan dan tumbuhan yang berwarna hitam putih untuk saling dicocokkan. Dan untuk melakukannya sama sekali bukan hal yang (seharusnya) mudah.

Chorong mendengus dan menahan tawa, “Selamat Woohyun, sampai sekarang kau masih memegang rekor terlama untuk menyelesaikan tes ini. Berapa lama waktu itu? Oh iya, aku ingat, kalau tidak salah tiga puluh menit lebih beberapa detik.”

“Yah!! Bukan salahku kalau waktu itu gambarnya terlihat hampir sama semua!” sambar Woohyun kesal.

“Tidak akan seperti itu kalau kau memakai otakmu sedikit.”

“Apakah itu ejekan?”

“Bisakah kalian berdua diam? Lama-lama telingaku sakit mendengarnya.” sahutan dingin dari Kyungsoo membuat satu ruangan menjadi hening. Selama ini, Kyungsoo tidak pernah sekalipun mengeluarkan suara sedingin itu, setidaknya tidak kepada Chorong noonanya.

Ketika tidak ada yang bergerak atau berani untuk berbicara, Kyungsoo akhirnya berdiri dari kursinya dan melangkah pergi untuk menghilang di balik pintu yang menuju perpustakaan. Keadaanya sama sekali tidak berubah untuk sesaat setelah Kyungsoo pergi agak lama.

Sunggyu terbatuk dengan dibuat-buat, “Yah aku rasa kita sudah tahu ke mana kita akan menempatkan Baekhyun.”

“Jelas sekali.” gumam Hoya pelan.

“Apakah itu berarti aku diterima?” tanya Baekhyun antusias, matanya melebar dengan penuh harap.

Bahu Sunggyu dinaikkan dengan enteng, “Tergantung, kami harus tahu dengan jelas apa bakatmu dulu. Eunji ini,” ia mengedikkan kepalanya ke arah gadis Busan yang saat itu tersenyum lebar ke arah Baekhyun, “dia sangat teliti dan terorganisir, makanya ia menjadi operator sekaligus mengurusi bagian administrasi kami. Tapi bakatnya yang sebenarnya adalah ‘berbicara’ dengan orang-orang, ditambah kemampuan medisnya yang tidak bisa dianggap remeh. Dia hebat dalam menganalisa setiap keadaan, bernegosisasi dan berdiplomasi dengan orang-orang adalah spesialisasinya. Dan ketika ada salah satu dari kami yang membutuhkan pengobatan, kami tidak akan segan-segan untuk langsung datang padanya. Itulah kenapa ia menjadi ‘messenger’ kami, si pembawa pesan, sekaligus menangani bagian medis sebaik seorang dokter kelas dunia.”

“Sedangkan Kyungsoo, yah kau tahu yang mana orangnya,” lagi-lagi Sunggyu terbatuk dengan canggung, “dia…. adalah jenius yang tidak bisa sering kau temukan. Kemampuan menghitungnya begitu cepat, kalkulasinya hampir tidak pernah salah. Ia bisa saja menghafalkan semua rumus yang ada di dunia ini sambil mengunyah kimbap dan masih bisa mengucapkannya satu-satu dengan tenang. Tapi ia gunakan kemampuannya itu untuk sesuatu yang lebih, menciptakan kode-kode dan beberapa software rumit di dalam komputernya untuk berbagai macam hal. Lift itu salah satunya, telah disempurnakan oleh Kyungsoo saat dia jadi salah satu bagian dari kami. Bersama dengan Eunji dia menjadi salah satu operator, dan juga ‘menara pengawas’ dari organisasi ini.”

Mendengar itu semua membuat Baekhyun mau tak mau meneguk ludahnya. Sepertinya ia telah terlibat sesuatu yang hebat tanpa ia sadari.

“A-aku… bisa mengutak-atik mesin.”

Kedua alis Sunggyu terangkat, “Seperti yang kau lakukan dengan liftnya? Yah aku mengerti, waktu itu kode yang ditanam sama sekali tidak kau rusak, kau hanya ‘membuat’ liftnya berjalan.”

Tetapi Baekhyun sudah menggeleng-gelengkan kepalanya keras, “Maksudku bukan hanya itu. Biar kutunjukkan sesuatu kepadamu.”

Bocah itu merogoh sesuatu di sakunya dan mengeluarkan benda-benda seperti rongsokan sama ketika pertama kali mereka menemukan Baekhyun. Peniti, jarum, sumpit kayu yang telah diruncingkan, sekrup, dan benda-benda lain bermunculan dari dalam sakunya. Akhirnya ia mengeluarkan suara gembira saat menemukan apa yang ia cari, sebuah obeng kecil. “Boleh kupinjam handphonemu sebentar?” ia mengulurkan tangannya ke arah Sunggyu. Tanpa bertanya lebih jauh, Sunggyu menyerahkannya apa yang diminta.

Yang terjadi berikutnya, Sunggyu berteriak histeris saat Baekhyun membongkar isi handphonenya keluar. “Tunggu dulu!!! Apa yang kau lakukan??!”

Suho dan Woohyun sudah menahan tawa mereka kuat-kuat melihat manager mereka itu kalang kabut panik meratapi handphonenya yang kini berbentuk serpihan. Tapi rupanya lain lagi dengan Baekhyun yang tidak menggubris apapun yang diteriakkan oleh Sunggyu, pemuda itu berkonsentrasi penuh dengan apa yang dia kerjakan. Hanya beberapa menit yang dibutuhkan bagi Baekhyun dan begitu selesai ia sudah merakit kembali handphone Sunggyu kembali ke asalnya. Ia menyerahkan kembali benda itu kepada pemilik aslinya, “Dari luar, masih terlihat seperti handphone biasa kan?”

Semua kepala yang ada di ruangan itu mengangguk pelan. Baekhyun tersenyum dan berbalik menuju ke arah komputer yang ada di meja operator, “Tapi seandainya kucocokkan sinyalnya dengan komputer ini lalu kunyalakan sensornya…”. Jemari-jemarinya bergerak begitu cepat menekan tombol keyboard, dan belum-belum di layar utama yang ada di depan mereka sudah menunjukkan gambar seperti siluet-siluet berwarna hijau. Siluet-siluet itu terus bergerak dan lama kelamaan membentuk sebuah gambar yang lebih jelas lagi, seperti  gambar tiga dimensi kasar sebuah ruangan dengan beberapa manusia yang berdiri dan berkumpul di satu tempat. Dan bagi mereka, tampaknya ruangan tersebut sangat familiar. Chorong yang selama ini diam mengamati kini dalam waktu sekejap langsung mengerti apa yang sedang Baekhyun lakukan.

“Kau mengubah handphonenya menjadi semacam alat sonar yang bisa mengirim gambaran ruangan tempat handphone itu berada.” sahut Chorong pelan tetapi masih bisa didengar oleh semuanya mengingat suasananya benar-benar hening.

Baekhyun menepukkan kedua tangannya bersemangat, “Tepat sekali!”

“Yang seperti itu bisa dilakukan?” Woohyun masih takjub dengan hasil yang diberikan oleh kerjaan bocah bernama Baekhyun itu. Siapa yang tahu dengan pembawaan lemah seperti itu, Baekhyun ternyata bisa menciptakan sesuatu yang ajaib.

“Alat seperti itu jelas bisa membantu kita dalam kerjaan dan misi apapun.” tambah Suho, ia masih penasaran apa yang kira-kira anggota baru mereka ini bisa perbuat untuk selanjutnya. Dengan tatapan penuh makna, Suho bertukar pandang dengan Sunggyu. Saat itu juga keduanya mengerti satu sama lain tanpa benar-benar menyuarakan apa yang mereka pikirkan.

Dengan kemampuan Baekhyun, dan modal yang bisa diberikan dari Zeus dan Son Enterprise sendiri, bukan tidak mungkin pemuda itu bisa menciptakan alat-alat canggih lainnya yang bisa berguna untuk kelanjutan organisasi mereka. Tidak heran kenapa Divisi Penelitian dan Pengembangan Son Enterprise sudah mengincar bocah itu sejak dari awal dengan merekrutnya untuk magang.

Insting Sunggyu dalam perekrutan memang benar-benar tajam.

The Magician itu tersenyum lebar dan menghampiri Baekhyun untuk memeluknya. “Kali ini aku benar-benar sudah bisa memberikannya kepadamu.” Ia mengeluarkan sebuah kartu dan diletakkannya di telapak tangan Baekhyun. “The Hierophant yang mewakili seluruh pengetahuan di bumi ini. Ah memang instingku dalam memilih kartu identitas kalian tidak pernah salah.” sambungnya yang diakhiri dengan tawa menggelegar.

“Wow. Keren. Akhirnya aku punya satu.” Baekhyun menatap kartu tarot yang ada di tangannya dengan pandangan berbinar. Jadi inilah kartu yang selama ini mereka bicarakan, ‘kunci’ yang menandakan kalau dia benar-benar anggota dari organisasi ini. “Apakah ini berarti aku tidak harus babak belur dihajar oleh kalian lagi? Iya kan?”

Mendengar itu otomatis Eunji tertawa, “Tentunya! Yang melibatkan hantam-hantaman itu bukan bagian pekerjaan kita yang tidak turun langsung di lapangan.”

“Tapi itu tidak melarang kami untuk mengajarimu ‘beberapa pelajaran’ kalau kau tidak melakukan pekerjaanmu dengan benar.” celetuk Chorong tanpa emosi. Seketika Baekhyun bisa merasakan seluruh kujur tubuhnya merinding. Sepertinya dia sudah menentukan bahwa mulai sekarang ia punya alergi terhadap Park Chorong.

Pada saat itulah terdengar suara pintu masuknya terbuka, semua kepala menoleh dan mendapati Nona Naeun mereka dan teman barunya, Myungsoo, masuk. Mendadak lagi-lagi suasananya tenggelam di dalam keheningan yang canggung.

“Apakah kami mengganggu kalian?” tanya Naeun lamat-lamat dan khawatir, “Aku membawa eh… Myungsoo-ssi di sini untuk ikut tes fisiknya yang pertama.”

Mendengar itu kerumunan yang mengelilingi Baekhyun langsung bubar dan langsung berlagak seolah-olah Baekhyun barusan bukan pusat perhatian mereka. Mereka punya prioritas yang lain lagi saat ini.

“Tidak, kalian tepat waktu. Bersiaplah masuk di Ruang Latihan.” tanpa berusaha basa-basi Hoya sudah melangkahkan kakinya ke sana, ia lebih dari siap untuk mengadakan tes fisik lagi dua hari berturut-turut. Yah mengingat tes fisik kemarin tidak bisa dibilang ‘tes fisik’, lebih tepat seperti menghajar kantong samsak. Setidaknya kantong samsaknya ternyata bisa lebih berguna di hal lain. Seperti menciptakan alat-alat yang sering ia lihat keluar dari kantong Doraemon misalnya.

Semuanya mengikuti apa yang dilakukan Hoya, kecuali Chorong yang masih tidak bergerak di tempat. Suho refleks menghentikan kakinya dan menatap temannya itu heran, “Chorong-ah kau tidak mau ikut?”

Gadis itu menggeleng lalu mengedikkan kepalanya ke arah perpustakaan, “Aku akan mengecek keadaannya dulu.”

Suho hanya tersenyum kepadanya begitu mengerti apa yang dimaksud. Terkadang ia merasa iri kepada Kyungsoo, satu-satunya laki-laki yang bisa jadi ‘anak kesayangan’ Park Chorong. Ia mengulurkan tangan untuk menepuk kepala Chorong pelan meskipun gerakan itu hanya singkat, “Pastikan dia baik-baik saja, oke? ” dan melangkah pergi untuk mengikuti yang lain.

Chorong hanya mengamatinya dalam diam sampai semuanya menghilang di balik pintu Ruang Latihan, meninggalkan dirinya sendirian di sana. Satu tangannya menyentuh tempat Suho menepuk kepalanya tadi, lalu ia bergumam sangat pelan, “Pastinya.”

 

:::

 

Suara Chorong menggema di dalam ruangan perpustakaan yang sepi, “Kau tidak mau keluar?”

Tidak ada jawaban. Bocah remaja lelaki yang tersungkur di sebuah sofa duduk itu sama sekali tidak mau kerepotan mengeluarkan suara. Wajahnya ditutupi oleh buku tebal, dan seandainya Chorong tidak mengenalnya dengan baik, maka ia akan mengira bocah itu sudah tertidur.

“Kau bisa berhenti pura-pura tidur sekarang Kyungsoo-ya, jangan kira aku bisa tertipu olehmu.”

Dengan gerutuan yang terdengar sedikit keras, Kyungsoo menyingkirkan bukunya dan mengangkat tubuhnya untuk duduk dengan tegak. Rambutnya yang acak-acakan semakin melengkapi ekspresi wajahnya yang kusut.

Tanpa menanyakan ijinnya Chorong sudah membawa dirinya duduk di sofa sebelah, “Aku membuatkanmu kopi. Masih panas. Tanpa gula, seperti biasanya.” Dan uluran gelasnya pun disambut oleh Kyungsoo tanpa kata-kata, tipikal Kyungsoo.

“Hari yang buruk, hm?” tanya Chorong sesantai mungkin setelah meneguk kopinya sendiri.

“Tidak pernah seburuk ini.” suaranya terdengar serak dan kasar saat Kyungsoo selesai menghabiskan setengah isi gelasnya dalam satu tegukan. Setengah isi gelas kopi yang masih panas. Diam-diam Chorong mengangkat kedua alisnya takjub begitu ia menyadarinya. Sepertinya benar-benar buruk.

Gadis yang lebih tua itu meletakkan cangkirnya pelan di meja yang ada di depan mereka, “Aku siap mendengarkan kapanpun kau mau bercerita.”

“Apa yang kau mau dengar noona? Tentang kehebatan kakakku yang sempurna yang dengan oh-begitu-tampannya tiba-tiba datang ke markas kita untuk jadi anggota begitu saja? Yah tentu saja, orang-orang suka mendengar cerita tentang kakakku.”

“Jadi ini bukan tentang si anak baru itu?”

“Siapa?”

“Kau tahu, si Baekhyun itu.”

“Oh.” untuk sesaat Kyungsoo tampak terkesiap, “Oh ya. Bagaimana dengan dia?”

“Yah terbukti Sunggyu telah menemukan orang jenius lainnya. Dia cukup hebat dengan… uh, menciptakan mesin atau semacamnya. Sepertinya kita sekarang punya seorang teknisi.”

“Ah.” seru Kyungsoo pelan, “Itu menjelaskan banyak hal, terutama soal ‘pembajakan’ lift masuk itu.”

“Jangan bilang kau merasa tersaingi olehnya, Kyungsoo-ya.”

“Tidak, tentu saja tidak.” kali ini Kyungsoo mengeluarkan suara tawa yang canggung.

“Dan?” Satu alis Chorong terangkat begitu ia menusuk Kyungsoo dengan tatapannya yang paling tajam, jelas siap untuk mengorek informasi lebih dalam.

“Dan apa?”

“Kalau bukan karena Baekhyun si lemah itu, jadi kutebak alasannya pasti tentang… Kakakmu?”

Kyungsoo terdiam cukup lama, dan matanya sama sekali tidak bergerak sama sekali begitu terpaku ke arah cangkir yang ia genggam. “Aku… Dia… Yah, bisa dibilang aku lelah melihatnya.”

Jemari Chorong sudah menggenggam cangkirnya kembali, ia tidak mengatakan apa-apa saat cairan hangat berwarna hitam itu melewati tenggorokannya, menunggu Kyungsoo untuk melanjutkan ceritanya kembali.

Akhirnya bocah remaja di sampingnya itu mengeluarkan helaan nafas yang berat, satu sikutnya bertumpu di lutut dan dengan tangan yang sama ia pun mengacak-acak rambutnya. Kyungsoo terlihat lebih frustasi daripada yang pernah dilihat Chorong selama ini. “Kau tahu noona, aku selama ini selalu menganggap kalian semua yang ada di organisasi ini seperti keluargaku yang kedua. Kalian menerimaku apa adanya, kita bekerja sama sebagai sebuah tim, tapi kita juga saling menjaga satu sama lain seperti sebuah keluarga.”

“Aku tidak ingat aku pernah menjaga si Brengsek Woohyun itu seolah-olah hidupku bergantung padanya. Ah yah, tapi itu kasus berbeda, ini ceritamu.” Chorong berdeham pelan, “Lanjutkan ceritamu kalau begitu.”

Well… Selama ini aku selalu menganggap waktuku yang kuhabiskan bersama kalian adalah waktu-waktu berhargaku, pelarianku. Terutama karena di sini aku tidak perlu merasa khawatir akan dibanding-bandingkan.”

Chorong kembali meneguk kopinya sedikit-sedikit. “Omong kosong, untuk apa orang akan membandingkanmu dengan orang lain, apa yang salah denganmu.” Chorong benar-benar menyungguhi apa yang barusan ia katakan. Keluarga mana yang tidak bersyukur memiliki seorang anak jenius seperti Kyungsoo, kemampuan otaknya jelas melebihi manusia rata-rata.

“Yah mungkin tidak kalau kau tidak memiliki keluarga seperti punyaku.” Kalimatnya diucapkan Kyungsoo dengan sentuhan kebencian di setiap kata-kata. “Dan, kalau kau tidak memiliki seorang kakak seperti seorang Kim Myungsoo.”

Kali ini Chorong berhenti menyisip kopinya dan mengalihkan pandangannya ke arah Kyungsoo, “Ada sesuatu dengan mereka?”

Kyungsoo hanya mengangkat bahunya, masih dengan wajah tertekuk “Mungkin kalau noona punya ayah bernama Kim Jiyong noona akan mengerti kenapa.”

“Kim Jiyong…?” kedua alis Chorong bertaut saat ia mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah mendengar nama itu. “Tunggu. Kim Jiyong yang… Kim Jiyong rocker legendaris se-Korea Selatan itu ayahmu?!!”

“Reaksimu sudah sesuai dengan yang kuduga.” gumam Kyungsoo sambil memutar kedua bola matanya.

Seandainya Chorong tidak terlatih dengan refleks yang baik, mungkin saat ini cangkir yang sempat terselip dari tangannya sudah pecah berkeping-keping. Chorong jelas pernah mendengar nama ayah Kyungsoo (dan juga Myungsoo), bagaimana tidak, Kim Jiyong bisa dibilang adalah Mick Jagger-nya Korea Selatan saat rocker itu masih aktif di masa mudanya.

“Bagi seorang bintang rock seperti dia, seorang anak yang sedikit pintar berhitung atau memprogram komputer bukanlah kebanggan, noona.” Kyungsoo melanjutkan kalimatnya dengan nada pahit, “Ditambah dengan putra sulungnya yang bernama Kim Myungsoo yang seperti berkah langsung turun dari surga. Tampan, tentu saja, wanita rela menyerahkan diri mereka untuk kakakku. Dan dari case gitar yang selalu dia bawa seharusnya noona bisa tahu kenapa Ayahku punya ‘favorit’ di keluarga kami.”

“Tidak masuk akal, tentunya kau juga bisa memainkan benda itu.”

“Sayangnya aku buta nada.” sambar Kyungsoo pedas, tapi memang itu kenyataannya.

Chorong membiarkan hening merayap di antara mereka berdua untuk beberapa lama, “Yah… kalau aku sih, hanya dengan modal tampang dan bisa main gitar tidak cukup untuk membuatku bertahan hidup…”

Kali ini giliran Kyungsoo meledakkan tawanya, “Noona pikir kakakku yang dipuja-puja itu cuma sampai di situ saja?” ia kembali tertawa lagi, meskipun kali ini Chorong bisa mendengar semburat ironis di antaranya “Kakakku lebih dari itu semua, noona. Ada alasan kenapa orang begitu memujanya. Kalian pikir aku seorang jenius? Well, kalau begitu kakakku adalah seorang jenius super yang hanya ada seratus tahun sekali.”

“Kyungsoo-ya kali ini kurasa kau hanya mulai melebih-lebihkan.”

“Tapi nyatanya memang begitu!” seru Kyungsoo, “Bukankah hari ini dia datang untuk melakukan tes fisik? Hah aku berani bertaruh orang-orang yang saat ini berada di Ruang Latihan bersamanya sudah mengerti apa yang kumaksud. Tidak butuh waktu lama bagi Sunggyu hyung untuk mengerti orang seperti apa Kim Myungsoo itu.”

“Sayangnya aku tidak sedang di sana dan aku tidak tahu seperti apa dia.”

Kyungsoo terdiam beberapa saat dan menatap jauh ke depan, pandangannya tidak fokus seolah pikirannya hilang entah ke mana, tetapi kemudian ia membuka mulut kembali “Dia diberkahi dengan kecepatan syaraf yang melebihi orang biasanya. Kakakku bisa melakukan hampir apapun, semuanya. Kemampuan adaptifnya begitu hebat sehingga dia hanya butuh waktu sebentar saja untuk mempelajari apapun.” ia berhenti untuk menghela nafas yang berat, “Seolah-olah seperti dunia sudah berada di genggamannya.”

Perlahan-lahan Chorong mulai mengerti apa yang dimaksud oleh Kyungsoo. Seorang ayah bintang rock terkenal dan kakak dengan kemampuan syaraf super (Chorong masih takjub hal seperti itu benar-benar ada di dunia ini), hidup bersama keduanya akan memberikan beban tidak terkira. Sejenius dan sekeras apapun Kyungsoo berusaha, ia tidak bisa menghindari adanya tuntutan publik untuk terus menjadi sempurna.

Bagi Chorong, itu akan terasa seperti dicekik oleh kawat kasat mata seumur hidupmu.

“Apa sekarang noona bisa mulai mengerti?” suara Kyungsoo berhasil membuat Chorong mendongak dari cangkirnya.

Kyungsoo kali ini menatapnya dengan senyuman lemah, “Sampai sebelum ini, aku kira organisasi dan pekerjaan ini masih bisa jadi suaka pribadiku. Tapi sepertinya kakakku tidak akan pernah membiarkan itu akan terjadi kan?”

“Kyungsoo-ya kau tahu benar kalau Nona Naeun yang--“

“Tentu saja Nona Naeun yang akan merekrutnya.” Kyungsoo sama sekali tidak membiarkan Chorong untuk menyelesaikan kata-katanya, “Entah bagaimana caranya dengan voodoonya atau apalah itu, Nona Naeun ‘diberitahu’ bahwa Myungsoo hyung harus masuk ke dalam organisasi ini. Namanya bukan ‘Pandora’ kalau dia tidak bisa ‘melihat’ apa yang ada di dalam diri orang-orang kan? Itulah kenapa alam bawah sadar Nona Naeun menyuruhnya untuk mencari kakakku. Kakakku terlalu ‘berharga’ untuk tidak diajak bergabung kan.”

“Dan bagaimana bisa kemampuan indigo Nona Naeun dan bakat super kakakmu bisa saling berhubungan?” Kepala Chorong rasanya hampir penuh dengan semua informasi yang hari ini ia dapatkan. Terutama karena kini Kyungsoo memulai memberikan sebuah teori tentang hubungan Pandora dan pria bernama Kim Myungsoo ini. Chorong tidak bodoh, oh tentu saja dia jauh lebih pintar dari si idiot Nam Woohyun itu, tetapi dia tidak bisa bohong kalau ia memang benci berpikir. Semua hal yang mengharuskannya berpikir biasanya akan ia limpahkan kepada Suho, dan kini dengan semua ledakan informasi ini rasanya seperti kepalanya mau pecah.

“Oh jawabannya gampang,” jawab Kyungsoo singkat, “Mereka terikat oleh takdir.”

Chorong hampir saja tertawa mendengarnya, “Maksudmu?”

“Orang-orang spesial saling terikat satu sama lain Chorong noona, setidaknya teoriku mengatakan begitu. Seperti ada radar di dalam mereka yang bisa mendeteksi dan menarik mereka secara bersamaan.”

 

:::

 

Naeun berjalan mondar-mandir dengan gelisah di dalam gym yang sudah kosong. Oh ia sudah berusaha keras tetapi tetap saja orang itu tidak bisa ia singkirkan dari dalam pikirannya. Ia tidak bisa mengenyahkan Kim Myungsoo begitu saja dari dalam kepala. Terutama setelah ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri orang seperti apa dia barusan. Kalau boleh jujur, selama seumur hidup ia menyaksikan tes fisik pertama yang ada di dalam organisasi ini, belum pernah ada yang melakukannya sebaik Kim Myungsoo.

Tidak ada yang bisa mengelak dari semua serangan Woohyun untuk pertama kali, atau bahkan menangkisnya. Tidak ada yang bisa menahan pukulan Hoya begitu lama terutama setelah dihujani serangan berturut-turut. Tetapi Myungsoo melakukan itu semua. Memang pada awalnya pria itu sedikit kewalahan, tetapi dengan begitu cepat ia langsung bisa beradaptasi dengan berbagai serangan yang diberikan kepadanya. Seolah-olah secara natural ia terlahir untuk ini.

Kim Myungsoo membuat tes fisik yang dilakukan Baekhyun kemarin terdengar seperti lelucon.

Anehnya semua yang dilakukan Myungsoo hanya sebatas untuk melindungi diri, tidak pernah sekalipun ia menyerang balik kecuali bila dirasa sangat perlu. Fisiknya belum benar-benar terbentuk seperti Woohyun atau Hoya, dengan sekali lihat pun sudah sangat jelas, tetapi ia bergerak begitu halus menghindari semua serangan-serangan itu. Tidak perlu waktu lama sebelum Sunggyu menghentikan semuanya dan langsung secara resmi merekrut Myungsoo ke dalam organisasi saat itu juga.

The Judgement. Hermes.

Dia adalah orang pertama yang bisa mendapatkan kartu identitasnya secepat mengedipkan mata.

Dan yang lebih membuat Naeun gugup adalah posisi yang diberikan Sunggyu kepada pria itu. Mulai besok Myungsoo akan bekerja sebagai personal bodyguardnya. Yang berarti ia harus siap dengan keberadaannya hampir setiap saat. Tentu saja Naeun sempat memprotesnya, tetapi belum-belum Sunggyu sudah melontarkan argumen yang tidak bisa ia bantah.

“Dengan banyaknya orang yang mengincarmu seperti itu, aku tidak bisa membiarkanmu kelayapan sendirian. Kita butuh seseorang untuk jadi personal bodyguardmu dan bocah itu hebat dalam melakukan self-defense. Aku tidak bisa menemukan orang yang lebih tepat lagi selain dia.” begitu kata Sunggyu kepadanya.

“Kau justru membiarkan orang yang sama sekali tidak bisa kubaca untuk menjadi pengawal pribadiku?”

“Dengar Nona, anak itu spesial, sekali lihat aku bisa tahu bahwa Myungsoo memiliki sesuatu yang tidak banyak orang miliki. Kau lihat bagaimana dia melindungi dirinya secara ajaib dari monster-monster seperti Woohyun dan Hoya tadi? Aku rasa dengan kau tidak bisa membaca masa lalunya, adalah caranya untuk melindungi dirinya sendiri meskipun dia melakukannya tanpa sadar.”

“Maksudmu… secara natural dia seperti eh… punya ‘perisai’ transparan di seluruh tubuhnya atau bagaimana?”

“Aku tidak tahu pasti, tapi menurut logikaku, bocah itu tahu bagaimana melindungi diri secara fisik maupun mentalnya. Dalam banyak hal dia benar-benar melengkapimu, Nona.”

“Jangan bercanda, oppa.”

“Tidak aku tidak sedang bercanda. Lihat kan, keberadaanmu terlalu berbahaya bagi kebanyakan orang --ups, jangan terlalu diambil hati--“

“Tidak apa-apa.”

“--tapi Myungsoo bisa melindungi dirinya dan mungkin juga orang-orang di sekitarnya lebih baik dari siapapun juga. Dalam beberapa poin seolah-olah kau ini adalah sebilah pedang dan dia adalah tamengnya.”

“Yang ingin oppa katakan sebenarnya adalah…?”

“Di dunia ini semua diciptakan berdampingan, Nona Naeun. Baik dan buruk, kiri dan kanan, orang-orang yang bisa membaca masa lalu dan orang-orang yang bisa menolaknya. Dalam bahasa konspirasi Tuhan, hidup kalian memang ditakdirkan untuk bersinggungan.”

“Kau tahu benar dia bukan satu-satunya orang yang tidak bisa ‘kubaca’ kan, Sunggyu oppa? Dan terakhir kali aku tahu orang seperti itulah yang membuatku harus mengungsi ke negara lain untuk beberapa tahun.”

“Tidak Nona… Kali ini berbeda. Myungsoo ini… percayalah padanya. Aku tahu nalurimu justru lebih kuat dari pada instingku, kau tidak perlu membohongi dirimu sendiri karena kau yang paling tahu bahwa Myungsoo inilah orang yang sesungguhnya kau butuhkan.”

Seruan ketukan di pintu membuat Naeun terlonjak dari rentetan pikirannya. Ia berbalik menghadap ke arah suara itu dan merasakan isi perutnya jungkir balik saat ia mendapati siapa yang sedang berdiri di sana. Dengan handuk yang tersampir di sekeliling lehernya, Myungsoo melangkahkan kakinya masuk.

“Myungsoo-ssi…” ucap Naeun parau. Dia tidak siap untuk bertemu dengan laki-laki itu sekarang.

Tatapannya yang tajam, figurnya yang seperti dipahat oleh malaikat, dan kedua bola mata segelap biji kopi. Semua yang ada di dalam diri Kim Myungsoo bisa membuat seorang Pandora gugup dan canggung di tempatnya berdiri. Saat laki-laki itu berhenti tepat di hadapannya, Naeun bisa merasakan sentuhan listrik statis itu lagi, sama seperti saat mereka berdua pertama kali bertemu.

“Nona Naeun,” Ah dia sudah mulai memanggilnya dengan sebutan itu, “Barusan aku mencarimu.”

Naeun mengedipkan matanya sekali dua kali, agak tidak percaya dengan pendengarannya. “Apa? Kenapa?”

Sebuah seringai muncul di wajahnya, “Apa aneh kalau pengawal pribadi berusaha mencari majikannya?”

“Myungsoo-ssi aku bukan majikanmu.” Mendengar sebutan itu saja sudah membuat alisnya semakin bertaut. Rasanya janggal, Naeun tidak pernah memposisikan dirinya lebih atas derajatnya dibanding anggota-anggota Arcana yang ada di sini. Baginya mereka semua lebih dari sekedar anak buah ayahnya. “Kau boleh memanggilku apa saja asalkan jangan itu.”

Myungsoo hanya menarik satu ujung bibirnya ketika tersenyum kali ini.

“Dalam bahasa konspirasi Tuhan, hidup kalian memang ditakdirkan untuk bersinggungan.” Naeun buru-buru berusaha bertahan untuk fokus begitu suara Sunggyu bergaung kembali di dalam kepalanya.

“Sebenarnya aku hanya ingin bertanya apa Kyungsoo sempat ke sini dulu tadi? Aku sama sekali tidak melihatnya hari ini.” Naeun bisa melihat ada semburat kekhawatiran di dalam dua bola mata gelap lelaki di hadapannya itu.

“Oh tidak, dia ada di perpustakaan selama ini.”

Myungsoo mengangkat kedua alisnya heran, “Bagaimana kau bisa tahu? Aku tidak melihatmu meninggalkan ruangan ini sejak tadi.”

Jawabannya gampang, kalau ia mau memfokuskan konsentrasinya sedikit, Naeun bisa mengontrol ‘penglihatannya’ sesuai apa yang ingin ia ketahui. Mencari di mana Kyungsoo berada hanya membutuhkan waktu sepersekian detik baginya.

“Itu hal yang mudah bagiku.” jawab Naeun singkat.

Myungsoo mengalihkan tatapannya dan menghela nafas keras-keras. “Dasar bocah itu. Sejak kemaren ia sama sekali tidak mau berbicara denganku. Siapa yang tahu kalau selama ini dia menghabiskan sebagian besar waktunya di sini bersama kalian.”

Ia sudah bergerak untuk keluar mencari adiknya sampai suara Naeun berhasil membuatnya berdiri kaku di tempat, “Bukankah ini agak aneh kalau kakak beradik memiliki nama marga yang berbeda? Kim Myungsoo dan Do Kyungsoo, tidak heran kalau hampir mustahil untuk menebak kalian berdua adalah saudara.”

Hening.

“Tidak akan aneh kalau orangtua kami bercerai, Kyungsoo lebih memilih untuk memakai marga Ibu kami.” Datar. Pahit. Setiap katanya terdengar pahit.

Tatapan Naeun melembut, tetapi tidak ada yang tahu bahwa di balik itu semua jantungnya saat ini sedang berpacu keras. “Dan kau memilih untuk ikut dengan ayahmu? Sepertinya menjadi putra dari Kim Jiyong sama sekali bukan hal yang mudah ya?”

Dalam sekejap mata, Naeun tidak tahu bagaimana dia bisa melakukannya, tetapi Myungsoo bergerak begitu cepat dan belum-belum lelaki itu sudah berjarak sangat dekat dengannya. Wajah mereka kini hanya berjarak dua jengkal dan tinggi Myungsoo membuat Naeun benar-benar harus mendongakkan kepalanya. Di jarak sedekat itu, Naeun bisa merasakan tubuhnya seperti dikuliti hidup-hidup oleh tatapan Myungsoo yang menyipit tajam.

“Bagaimana kau bisa tahu tentang Ayah kami? Kyungsoo tidak mungkin memberitahumu.”

Oh ya secara tidak langsung memang Kyungsoo yang memberitahunya, tanpa sadar tentu saja. Kemarin malam, Naeun sudah memastikan bahwa ia sudah dengan ‘tidak sengaja’ menyentuh Kyungsoo. Jika kau tidak bisa membaca masa lalu orang secara langsung, kenapa tidak mencari tahu dari orang terdekatnya dulu, seperti adiknya mungkin.

“Kyungsoo oppa tidak bisa dibilang memberitahuku secara langsung juga, tapi aku bisa melihatnya. Masa lalu kalian.”

“Kau… melihat…” Kedua kelopak mata Myungsoo mengerjap-ngerjap penuh tanda tanya, “Melihat…?”

Naeun tersenyum lemah, “Memangnya kau pikir kira-kira kenapa aku bisa menemukanmu tiba-tiba dan mengajakmu bergabung di sini?”

Lelaki di depannya hanya terdiam sesaat, “Sudah kuduga ada sesuatu yang berbeda darimu.”

“Jika kau akan menjadi pengawal pribadiku mulai besok, maka aku merasa harus memberitahumu tentang ini.” Naeun menghela nafasnya lambat-lambat, “Aku bisa melihat beberapa waktu ke depan, dan membaca masa lalu orang hanya dengan menyentuh mereka.”

“Tidak mungkin, yang seperti itu tidak ada.” gumam Myungsoo, suaranya kini terdengar seperti tercekat.

“Oh jadi menurutmu orang-orang dengan kemampuan sepertimu bisa ada dan yang seperti aku tidak?” sebuah tawa ironis keluar dari tenggorokan Naeun, meskipun begitu tawanya masih terdengar seperti suara lonceng yang berdering di telinga Myungsoo. “Aku benar-benar tidak bisa mengerti dirimu.”

“Kenapa? Aku kira itu ‘mudah bagimu’” sejenak Naeun mengira Myungsoo sedang berusaha menahan seringainya saat ia selesai mengucapkan itu.

Sang Pandora itu lagi-lagi mengulum senyum, “Tidak, tidak denganmu.”

Begitu Myungsoo mengangkat kedua alisnya keheranan, Naeun sudah mengulurkan tangan kanannya untuk menyentuh lembut pipi pria itu. Begitu ia bisa merasakan aliran listrik merayapi tulang punggungnya, Naeun pikir kini ia sudah hampir terbiasa dengan perasaan seperti ini jika dihadapkan dengan Kim Myungsoo.

Jika ada orang lain yang melihat mereka berdua dalam posisi seperti ini, kemungkinan besar orang itu jelas akan salah mengambil asumsi. Dua orang perempuan dan laki-laki yang wajahnya saling berdekatan tidak lebih dari jarak dua jengkal, pandangan mata yang saling melekat, ditambah satu tangan yang menyentuh pipi. Semesta harus bersyukur karena Sunggyu dan sifat over-protektifnya itu tidak menemukan Nona kesayangannya dalam posisi begini.

“Saat aku melakukan ini seharusnya aku bisa membaca masa lalumu lebih jelas.” ucap Naeun hampir berbisik. Ia menahan total nafasnya ketika melanjutkan kata-katanya, terutama karena kini Myungsoo meletakkan telapak tangannya tepat di atas jemari Naeun yang sedang menyentuh pipinya. “Tetapi aku tidak bisa melihat apa-apa. Kim Myungsoo-ssi, bagiku, kau adalah wujud manusia dari sebuah misteri.”

“Aku tidak tahu apakah itu pertanda baik atau buruk, tapi sepertinya itu membuatku jadi tidak biasa seperti orang kebanyakan di matamu.” suara yang dikeluarkan oleh Myungsoo hampir menyaingi bisikan Naeun. Seolah-olah keduanya tidak ingin pembicaraan mereka terdengar oleh siapapun bahkan semut yang sedang merayap di dinding.

Naeun lagi-lagi tertawa kecil (diam-diam Myungsoo berusaha menyimpan suara indah itu di dalam ingatannya), “Tidak, lagipula kau tidak pernah seperti itu di mataku sejak awal. Bagaimana bisa begitu kalau setiap kali melihatmu aku selalu berpikir kau terlalu familiar untuk diabaikan. Aku yakin aku pernah bertemu denganmu, aku hanya tidak ingat kapan.”

Genggaman Myungsoo di telapak tangan Naeun semakin mengerat, “Aneh. Karena aku merasakan hal yang sama persis denganmu.”

Kejutan listrik itu lagi-lagi muncul, kali ini mengalir dari ujung kepala hingga kaki mereka dan terasa jauh lebih kuat. Naeun mulai merasakan pipinya semakin memanas detik demi detik. Tetapi tangan kanannya yang masih menyentuh pipi Myungsoo sama sekali tidak mau bergerak (sebagian besar karena tangan kiri Myungsoo terus menahannya untuk tetap di situ), meskipun begitu ia juga tidak merasa berkenan untuk melepaskan tangannya dari pipi Myungsoo. Karena semuanya terasa benar.

Tarikan nafas Naeun yang berikutnya terdengar lebih tajam dari biasanya, “Aku ingat.” bisik gadis itu. “Aku melihatmu, di mimpi. Beberapa kali.”

“Apa kau yakin kau hanya melihatku di mimpi? Atau sebenarnya yang terjadi adalah kita pernah saling bertemu melalui alam bawah sadar kita? Karena rasanya aku mulai ingat aku juga pernah melihatmu di mimpiku.”

“Jadi ‘penglihatan’ku bisa bekerja bahkan ketika aku tidur?” setelah ia sadar apa yang sebenarnya terjadi, Naeun merasa seperti telah ditampar oleh sesuatu yang keras. Ia menarik tangannya tiba-tiba dari pipi Myungsoo dan mulai berjalan mondar-mandir seperti apa yang ia lakukan saat sedang berpikir keras. “Jadi begitu, semuanya mulai masuk akal, semuanya tetap ada hubungannya dengan penglihatanku.”

Sempat blank dan terkejut karena perubahan tindakan Naeun yang mendadak, Myungsoo memutuskan untuk mengamati gadis yang ada di depannya dengan tatapan bingung. “Uh… keberatan kalau kau menceritakannya lebih jelas?”

“Semuanya karena kemampuanku untuk ‘melihat beberapa waktu ke depan’, Myungsoo-ssi. Tentu saja aku pernah merasa melihatmu karena memang sesungguhnya, aku pernah melihatmu!” nada ucapan Naeun mulai meninggi kata demi kata dengan sedikit frustasi.

“Jadi kau pikir, kekuatan supermu itu,” Myungsoo tidak lupa untuk menekankan suaranya di bagian terakhir, “Entah kenapa memberitahumu tentang keberadaanku jauh-jauh waktu sebelum kau kenal aku?”

“Dan bekerja seperti cermin dua arah, ‘ia’ membawamu juga ke dalam mimpiku dan otomatis alam bawah sadar kita terkoneksi entah bagaimana caranya. Tapi itu terjadi dulu sekali, bahkan aku hampir yakin sepertinya aku melihatmu saat aku masih kecil karena semuanya terasa sangat blur dan tidak jelas.” Naeun menyahutnya dengan diucapkan sangat cepat.

“Wow, kekuatanmu cukup mengerikan.” jawab Myungsoo spontan, setengah takjub dan setengah shock.

Saat itulah Naeun menghentikan putaran kecilnya dan bergidik di tempatnya berdiri, ia menengok perlahan ke arah Myungsoo dan tersenyum dengan wajah berat, “Oh kau tidak tahu apa yang benar-benar bisa ‘ia’ lakukan Myungsoo-ssi.”

Pria itu hanya menggaruk bagian belakang lehernya, terlihat canggung untuk pertama kalinya sejak berada di ruangan ini, “Aku tidak mengerti kenapa penglihatanmu mau repot-repot menunjukkan keberadaanku kepadamu.”

“Semuanya pasti beralasan, Myungsoo-ssi, kita hanya belum tahu.” jawab Naeun dengan suara parau.

Oh ya, Naeun sebenarnya mulai mengerti kenapa.

Sunggyu benar, takdir mereka bersinggungan, Myungsoo adalah kartu penting di dalam kehidupan Naeun. Penglihatannya sudah mencoba memberitahunya jauh-jauh hari sejak ia kecil, bahwa ia akan bertemu seseorang bernama Kim Myungsoo yang akan merubah titik balik hidupnya. Takdir yang seperti apa, tidak ada yang tahu.

Tapi Naeun belum akan memberitahu tentang semua itu kepada Myungsoo. Tidak sekarang.

“Sebaiknya aku pulang sekarang. Selamat malam, Myungsoo-ssi.” Dengan gerakan yang terlalu terburu-buru, Naeun sudah melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Keberadaan Myungsoo lama-lama membuatnya susah berpikir jernih.

Naeun sudah hampir menyentuh kenop pintunya saat suara Myungsoo refleks membuatnya menolehkan kepala.

“Sampai bertemu besok, mungkin kalau kita beruntung kita bisa bertemu lagi di mimpi kita malam ini.”

Gadis itu tidak bisa menahan panas yang mulai merayapi pipinya saat ia menyerbu keluar tanpa menengok lagi ke belakang. Isi perutnya terasa seolah sedang jungkir balik. Dalam hati Naeun terus mengingatkan dirinya sendiri bahwa Kim Myungsoo adalah segalanya yang tidak bisa ia tebak.

Ia baru tersadar tangan kirinya sudah menggenggam telapak tangan yang beberapa waktu lalu juga telah menyentuh pipi Myungsoo.

Naeun tersenyum kecil, masih ada sisa-sisa kehangatan di sana.

 

 


(A/N): I'm sorry for the very very very late update ;_; semoga chapter ini cukup menjelaskan tentang hubungan kakak beradik 2soo dan juga menjawab beberapa pertanyaan dari 'relasi' myungsoo & naeun. dan akhirnya arc perkenalan sudah selesai sampai di sini, chapter selanjutnya kita akan lompat ke arc/bab baru dengan 'kasus' yang baru juga. terimakasih sudah mendukung cerita ini sampai sekarang! (i love love love you guys)

you might want to check TMT's list of characters here, in fact i insist for you to click them :D beberapa hal yang tidak bisa saya jelaskan di cerita termasuk umur dan posisi pekerjaan para karakter semuanya ada di sana. and huge thanks for pinkeuvalerian karena sudah dibuatkan trailer video untuk TMT huhuhu cries (watch her myungeun's the lake house trailer too! all of her videos are awesome :" )

don't forget to leave some reviews and click the upvote button if you think this story deserves it! xoxo

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
crepusculum
this story is discontinued until further notice. huge writer's block and because i currently at the point where i hate my own writings very much so.

Comments

You must be logged in to comment
evolvirea #1
Semangat, kak.
KimYuuna
#2
When will this story updated. Update please :(((
DinaKarl #3
Chapter 11: Kak author ceritanya a keren, seru!! Aku tunggu kelanjutan ceritanya ya kak!! Semangat kak author!!
blackday #4
Chapter 11: Thor!! Semangat!! Lanjutin thor!! Saya dengan setia akan menunggu kelanjutan ceritanya!!
evolvirea #5
Chapter 11: And how can i come to this story again... it makes me sad to realize that the last updated is still the same...
purupota #6
Chapter 1: gatau kenapa liat drama theK2 jadi inget fanfic ini
natsuki_aiko #7
authorrr, ayo di lanjutttt. aku bener2 penasaran sm kelanjutannya. di tunggu banget ><. semangat author!!
Leekyugi #8
Bakalan baca untuk ketiga kalinya, yaampuun berapa tahun ya nungguin ini comeback?? Ahhh ini tuh salah satu story keren dan terapih yang gue baca.... Sumpahhh entah kapan comebacknya Tuhaannnnnn!!!!
Alvin_19 #9
Chapter 11: Udah baca ni ff untuk kedua kalinya.. Kpan diupdate nya??? suka bgt ma crita ini... jgn lama" diupdate y... nggak sabar.. jebal authornya.... critanya beda dri yg lain.. dtunggu bgt updatenya...
Difalaa99 #10
Chapter 11: Ide ceritanya ngga mainstream. suka banget sumpah!~~ Kapan dilanjut? Ayo thor semangat!~