VIII-II. Memoir; Anchor

The Merciless Truths

(!!!): this is the second part of the "Memoir" chapter, kalau Anda merasa belum membacanya sama sekali, silahkan klik di chapter sebelumnya

(A/N): sama seperti sebelumnya, tidak ada pembagian yg jelas mana flashback dan mana present time. so this part is kind of important, saya ingin anda membacanya dengan perlahan dan tidak terburu-buru, dan diresapi setiap kalimatnya dengan baik. dengan begitu anda tidak akan 'miss' bagian-bagian penting bagi pengembangan karakternya. well, enjoy!

 

♫ chapter's theme song: JIN's Gone (you might want to listen to it while reading)


 

ARC :: The Shattered Rose

 

 

VIII-II. Memoir; Anchor

“Put a stout heart to a steep hill;

for the man she had once loved”

 

 

Naeun mengetuk-ngetuk jarinya ke meja kaca dengan irama yang tidak beraturan, ia terlihat gelisah sekaligus tidak tenang. Kepalanya makin lama makin berdenyut setiap kali ia mencoba berpikir. Bau alkohol ruangan ini justru semakin tidak membantu, itu sebabnya ia tidak pernah mendatangi lounge yang dibangun di pojokan markas besar ini jika tidak benar-benar diperlukan. Kali ini pun, adalah saat-saat ‘benar-benar diperlukan’ itu.

“Ini bukan tempat yang kupikirkan ketika aku harus mencarimu.” suara berat Myungsoo dari ambang pintu mengalihkan perhatian Naeun.

Kerutan dahi Naeun tidak sekali pun mengendur, matanya berkelana ke manapun selain ke arah Myungsoo. “Aku sedang mencari petunjuk.” jawab Naeun pendek.

“Petunjuk? Untuk apa?”

“Myungsoo-ssi, apa yang--“ kalimat Naeun sempat terpotong sejenak ketika gadis itu terkejut mendapati Myungsoo yang mendadak sudah berada di sampingnya. Sejak kapan laki-laki itu bergerak? “Apa yang… akan kau lakukan ketika kenangan burukmu tiba-tiba menghantuimu…?” tanya Naeun lamat-lamat ketika ia masih belum sembuh dari kekagetannya.

Dua bola mata berwarna seperti biji kopi itu menjawab Naeun dengan menatapnya lekat-lekat, “Aku? Aku akan berdiam diri di tempat ketika aku merasa paling aman, sampai aku merasa bisa menghadapinya.”

“Dan bagaimana kalau… Kalau kau merasa sudah kalah, kalau kau berpikir apapun yang akan kau lakukan semuanya tidak akan menjadi baik?”

Pemuda itu mengambil waktunya untuk sejenak, meskipun tidak melepaskan matanya dari Naeun. “Aku akan lari. Sampai hal-hal buruk itu tidak bisa menemukanku.”

Dengan setiap detik yang ia lewatkan ketika ia tenggelam di dalam tatapan Myungsoo, Naeun bisa merasakan aliran listrik itu mengaliri punggungnya. “Dan ke manakah kau akan lari?” bisik Naeun di antara nafasnya.

Ada keheningan yang memanjang di antara mereka berdua sebelum Myungsoo bergumam pelan, “Ke tempat awal saat kenangan-kenangan buruk itu belum terjadi.”

Beberapa detik setelah itu barulah Naeun menarik mundur tubuhnya ketika ia tersadar jarak mereka berdua yang, entah kenapa, terasa semakin mendekat. Naeun tersenyum halus kepada Myungsoo, “Tebakan yang bagus.” gadis itu kemudian bangkit dari duduknya dan tanpa menoleh ke arah Myungsoo lagi melenggang pergi keluar.

Bingung akan kelakuan majikannya yang mendadak, Myungsoo pun berseru. “Kau mau pergi?”

“Aku tidak punya banyak waktu lagi.” Naeun melambaikan tangannya setengah-setengah, masih tidak menolehkan kepalanya ke belakang, ke arah Myungsoo.

“Ke mana?”

“Mencari seseorang.”

 

:::

 

Kehidupan dengan Madame Gina bukanlah suatu kehidupan yang normal. Mereka bersyukur mereka ditampung oleh wanita yang baik hati seperti Madame Gina, tetapi Chorong maupun Chanyeol sama sekali tidak dimanjakan oleh wanita itu. Wanita itu berkata kepada mereka berdua bahwa dunia tidak sebaik yang mereka duga, dan karena itu dua bocah kecil itu seharusnya mulai belajar bagaimana bertahan hidup dengan benar di dunia yang penuh kebohongan ini.

Artinya jangan lengah, jangan menjadi lemah.

Madame Gina memiliki bisnis yang, seharusnya, bukanlah sesuatu yang familiar untuk anak-anak seumuran mereka. Bar dan klub malam adalah dunia gemerlap yang dibangun sendiri oleh Madame Gina untuk menghidupi dirinya. Jadi, terseretlah dua bersaudara itu ke dalam dunia tersebut.

Madame Gina bersikeras agar mereka membantu hanya di balik dapur, atau apapun yang tidak mengharuskan keduanya muncul keluar ketika mereka berdua masih kecil. Tetapi seiring berjalannya waktu Chorong kecil pun tumbuh semakin besar dan ia mulai mengerti dengan pemandangan yang sekali-kali ia coba untuk intip. Pada awalnya, Chorong kecil merasa mual dengan apa yang ia lihat. Semuanya seolah mencoba mengingatkan Chorong pada ibunya yang telah berani meninggalkan mereka untuk kabur dan bersenang-senang seperti orang-orang dewasa ini. Ia mengingatnya dan ia semakin benci kepada mereka. Para lelaki yang hanya memanfaatkan wanita-wanita itu untuk kesenangan mereka sendiri. Seperti apa yang telah Madame Gina katakan padanya dahulu.

Dan seiring Chorong kecil tumbuh menjadi Chorong remaja, gadis itu pun jadi terlalu rupawan untuk disimpan di balik dapur. Madame Gina adalah yang pertama kali mengetahuinya ketika para tamunya mulai bertanya kepadanya tentang sesosok gadis muda yang terkadang mereka lihat muncul dari balik dapur. Dia merasa muak dengan para lelaki itu, tentu saja, beraninya mereka melayangkan pandang pada gadis kecil yang masih terlalu suci untuk mereka. Jadi Madame Gina hanya berkata pada lelaki-lelaki hidung belang itu untuk mengurusi urusan mereka sendiri.

Tetapi toh lama kelamaan Chorong sendiri yang sadar akan potensi yang ia miliki. Jadi suatu hari, Chorong yang sudah berumur 15 tahun pun menghadap kepada Madame Gina dan memintanya agar ia diijinkan untuk bekerja sebagai salah satu hostess yang ia miliki. Madame Gina menolaknya keras-keras pada awalnya, tentu saja, dia tidak akan mengambil resiko untuk menghancurkan gadis remaja yang sudah ia anggap anak sendiri itu. Lagipula, mempekerjakan anak di bawah umur sebagai hostess? Dia akan masuk penjara untuk waktu yang lama jika ia ketahuan melakukan hal itu.

“Tenang saja, orang-orang itu tidak akan tahu. Aku tidak akan terlihat seperti remaja bau kencur. Aku bekerja di industri ini terlalu lama dan aku tahu apa yang harus aku lakukan.” sanggah Chorong, dengan nada yang datar.

Madame Gina merasa ngeri sendiri, “Lihat gaya bicaramu! Kau tidak berbicara seperti anak-anak seumuranmu.”

“Anda tahu sendiri, aku telah berhenti menjadi anak kecil sejak lama.” suaranya yang dingin dan tajam keluar dari tenggorokan Chorong.

Madame Gina tahu pada saat itu, bahwa Chorong kecil telah benar-benar hilang ditelan memori yang tidak akan pernah kembali.

 

:::

 

“Kenapa… Kenapa Chorong-ah? Aku kira kau membenci mereka? Para lelaki itu?”

“Memang. Aku membenci mereka dan inilah caraku untuk menghancurkan mereka satu per satu.”

 

:::

 

Dia tidak akan menjadi korban mereka. Tidak. Jika ada yang seharusnya para lelaki itu khawatirkan, maka Park Chorong adalah neraka terselubung mereka.

Hatinya telah beku sedingin es, dan karena itulah ia berbakat dalam melakukan hal ini. Park Chorong adalah jenius dalam hal berpura-pura.

Saat malam, ia akan bersolek dan membuat parasnya yang rupawan menjadi seorang gadis muda yang membuat semua lelaki bertekuk lutut. Make upnya menyembunyikan kenyataan bahwa sesungguhnya ia masihlah remaja berumur 15 tahun. Secara instan, dia menjadi gadis misterius yang banyak dibicarakan oleh para pengunjung. Oh dia adalah gadis yang pintar, mengobral dirinya sama sekali tidak akan membuat para lelaki itu akan tergila-gila padanya, jadi Park Chorong tahu lebih baik dengan membiarkan dirinya tidak muncul setiap hari. Membuat para pria itu gila dan mendambakan dirinya ketika ia tidak ada. Ia telah membuat mereka tidak berdaya di dalam genggamannya.

Chorong bekerja dengan tidak terburu-buru, ia akan mengobrol, menemani, dan menghibur para tamunya untuk beberapa hari. Bahkan akan membiarkan mereka menyentuh dan mengeksploitasi tubuhnya demi kesenangan mereka. Lagipula dia telah mematikan perasaannya sejak lama. Bukankah karena itu ia cocok untuk pekerjaan ini? Tetapi yang tidak mereka ketahui, selama itu pulalah Chorong mengumpulkan informasi tentang mereka dari lanturan-lanturan mabuk kepayang para lelaki itu. Lagipula siapapun yang bisa menjaga kesadarannya adalah yang akan keluar sebagai pemenangnya, bukan?

Dia bekerja dengan hati-hati, sangat terencana. Pelan namun pasti. Tetapi ia siap memberikan neraka kepada para lelaki itu.

Ketika ia telah mengumpulkan apa yang ia mau dan butuhkan, Chorong akan melancarkan satu plot dari celah yang ia temukan. Ia tidak suka bermain besar, karena jika begitu maka posisinya akan semakin rawan, sehingga ia lebih memilh dengan menghancurkan hal kecil namun fatal bagi mereka.

Terkadang ketika ia tahu para pria itu akan menghadapi rapat besar keesokan harinya, maka Chorong akan merayu mereka sampai para lelaki itu mabuk berat. Hingga keesokan harinya orang-orang itu akan terlalu mabuk untuk berfungsi. Di lain waktu, dia akan membuat mereka melakukan hal-hal konyol, merekamnya, dan kemudian mengirimkan video tersebut ke orang-orang yang berhasil ia korek sangat penting bagi pria itu: istrinya, anaknya, atau bahkan bosnya. Tetapi yang paling simpel dan menjadi metode favoritnya adalah ketika ia akan mengambil ponsel pria tersebut setelah membuat mereka mabuk, menghubungi siapapun yang berada di speed dial ponsel mereka, dan membuatnya berbicara jujur ala orang mabuk tentang orang tersebut selagi dalam mode loudspeaker. Suatu ketika ia pernah membuat seorang direktur perusahaan berbicara kepada istrinya sendiri tanpa sadar bahwa ia sesungguhnya selama ini membenci pernikahannya, dan juga istrinya yang gendut dan hanya bisa menghabiskan uangnya, dan bahwa sampai saat ini ia tidak bisa melupakan cinta pertamanya. Oh Chorong nyaris tertawa begitu ia bisa mendengar suara isakan yang keras dari seberang telepon.

Ia akan membiarkan dunia tahu betapa bobroknya pria-pria ini.

Apa yang ia lakukan mungkinlah terlihat sepele, tapi ketahuilah bahwa di umur 15 tahun Park Chorong sudah menghancurkan para pria tersebut lebih banyak dari yang bisa dibayangkan orang.

Dan bukan cuma itu, ia juga telah sekaligus menghancurkan masa depan mereka.

Dia adalah seorang neraka berjalan dengan hati sebeku es.

Sampai es itu akhirnya ditakdirkan untuk meleleh pada suatu waktu.

 

:::

 

Malam itu tampak seperti malam-malam biasa yang Chorong lewati dengan hambar. Kali ini kliennya adalah sekumpulan anak muda yang berisik dan terlalu banyak tertawa. Chorong mengernyitkan hidungnya ketika bau alkoholnya sudah semakin tidak tertahankan. Gadis itu berdiri dan mempersilakan dirinya sebentar, dengan diiringi protes keras dari gerombolan kliennya yang ia coba untuk abaikan. Sungguh ia paling malas jika harus meladeni anak-anak muda seperti mereka. Mereka terlalu muda untuk membuat banyak kesalahan, tidak banyak yang bisa dieksploitasi untuk dihancurkan. Jadi sama saja, bagi Chorong mereka sama sekali bukan mangsa yang menarik.

Dengan mencoba memijat-mijat pelipisnya, Chorong menghampiri meja bar dan meminta segelas air putih untuk menjernihkan pikirannya kembali. Ia tidak menunggu lama untuk menenggak habis satu gelas kecil berisi air itu. Mungkin ia memang sudah terbiasa dengan alkohol, tetapi tetap saja air putih adalah penyelamatnya.

“Bukankah gadis sepertimu terlalu muda untuk berada di tempat seperti ini?” suara maskulin itu berhasil membuat Chorong menoleh dari gelasnya. Seorang lelaki muda dengan dua bola mata yang seperti manik-manik bercahaya sedang menatapnya lekat-lekat. Chorong sempat terhenyak sebentar karena tidak menyadari keberadaannya yang bersender ke meja bar, tidak jauh dari tempatnya duduk.

Rambutnya yang lebat dan hitam legam disisir rapi dengan model rambut yang terlalu normal. Pakaiannya pun tidak berlebihan seperti kebanyakan lelaki yang sering mendatangi klub malam milik Madame Gina ini. Wajahnya menunjukkan bahwa ia masih sangatlah muda. Keberadaannya yang terasa terlalu normal seolah-olah menjadi paradoks di dunia gemerlap kota ini. Kedua alis Chorong bertaut ketika ia selesai mengamati pria muda itu. “Hal yang sama bisa kukatakan kepadamu, kan? Kau ini apa, delapan belas tahun?”

Dan pemuda itu kemudian hanya tersenyum. Ada sesuatu di senyumannya yang seolah ditarik dengan antusias, seperti menganggap Chorong sebagai sebuah obyek yang langka dan menarik. “Tujuh belas, sebenarnya. Aku lebih heran kenapa ada anak kecil yang bekerja jadi hostess di tempat seperti ini.”

“Aku bukan anak kecil, tepat sebulan lagi umurku jadi enam belas tahun.” timpal Chorong dengan gusar, “Dan pekerjaanku bukanlah urusanmu.” Chorong lebih merasa terganggu karena untuk pertama kalinya sejak ia bekerja di sini, baru kali ini ada pengunjung yang bisa menebak bahwa ia masih belum cukup umur untuk ini semua.

Pria muda itu kemudian menaikkan kedua bahunya, “Cuma penasaran.” jawabnya singkat. “Sayang sekali gadis cantik yang masih muda sepertimu menghabiskan waktunya melakukan hal-hal begitu di tempat seperti ini.”

“Apa yang kau lakukan di sini sebenarnya?” Chorong tidak merasa repot-repot untuk harus menyembunyikan perasaan kesalnya.

“Oh,” dia tersenyum dan meneguk minumannya sekali, “Hanya mengawasi supaya kakak sepupuku tidak kelewat mabuk dan hilang kendali. Terutama ketika ada hostess sepertimu yang bertugas untuk menghiburnya.” Pria itu mengangkat gelasnya dan mengarahkannya ke meja tempat Chorong berasal. “Doojoon dan teman-temannya bukanlah peminum yang pintar.”

Chorong nyaris mengenduskan nafasnya keras-keras. Jadi dia adalah salah satu dari gerombolan anak muda berisik itu. Aneh kenapa Chorong merasa tidak melihatnya berkumpul bersama gerombolan tadi. Dan seolah-olah membaca ekspresi Chorong, pria muda itu kemudian menyahut dengan “Aku tidak pernah ke tempat seperti ini sebelumnya. Dan sejujurnya aku tidak suka keramaian, makanya aku memilih menyingkir ke sini dan menghabiskan… eh…” Pemuda itu mengernyit ke arah gelasnya sebentar.

“Orange Punch?” sambung Chorong, kali ini dengan nada ringan setelah rasa kesalnya mereda sedikit.

“Yap.” pria itu kemudian meringis, “Aku pergi ke klub malam untuk pertama kali dan memesan jus jeruk dicampur soda sementara mengawasi kakak sepupuku supaya tidak teler. Sungguh menyenangkan.”

Ia tidak menyadarinya, atau bahkan tidak punya kendali untuk itu, tetapi kemudian Chorong pun mengeluarkan suara tawa kecil. Satu yang benar-benar dari dalam hatinya dan bukanlah akting pura-pura.

Pemuda itu mengalihkan perhatiannnya dari gelas yang ia genggam dan mulai memandangi Chorong nyaris tanpa berkedip. Chorong yang berusaha meredakan tawa kecilnya pun mengangkat kedua alisnya heran, “Apa?”

“Sudah kuduga, malamku hari ini tidak akan terlalu buruk.Terutama kalau kau berjanji untuk terus tersenyum seperti itu.”

Dan Chorong menemukan dirinya hanya bisa terduduk kaku di tempatnya, tenggelam di dalam tatapan dua bola mata gelap yang berkelip seperti langit malam.

Bukankah dia seharusnya membenci semua lelaki di permukaan bumi ini?

“Pina Colada.” Chorong menyebutnya dengan hampir berbisik.

“Maaf?”

“Kalau kau sudah selesai dengan Orange Punch-mu dan butuh minuman baru untuk menjauhkanmu dari kata bosan, cobalah minta Pina Colada pada bartendernya.” jawab Chorong ringan, akhirnya memutuskan untuk turun dari kursinya dan bersiap untuk pergi.

Pria muda itu kemudian kembali mengulum senyum yang ia lemparkan pada Chorong, dan mengangkat gelasnya kembali, “Akan kucoba ingat baik-baik, terima kasih untuk sarannya Nona…?”

“Park Chorong,” dia sendiri tidak tahu kenapa ia merasa harus menyebutkan namanya saat itu, “Dan aku akan memastikan sepupumu tidak kehilangan kesadarannya malam ini, Tuan…”

“Minhyuk.” jawabnya dengan senyuman yang tersimpul itu, “Lee Minhyuk untuk lebih lengkapnya, barang kali kau mau mencarinya di internet. Itu pun kalau kau tidak salah membedakan aku dengan ribuan Lee Minhyuk lainnya. Aku tahu, nama margaku dan namaku sendiri bukan nama yang kreatif kan?”

Untuk kedua kalinya dalam semalam, Chorong takjub mendapati dirinya bisa mengeluarkan suara yang mendekati suara tawa. Dan ia baru bertemu dengan Lee Minhyuk ini dalam waktu yang tidak lebih dari 20 menit.

Chorong kemudian membungkuk sedikit ke arah Minhyuk dan mempersilakan dirinya untuk pergi. Kembali ke tempat kliennya malam ini, kakak sepupu Minhyuk dan teman-temannya yang lain, dan menemani mereka sampai mereka sendiri yang ingin pulang. Malam itu Chorong merasa mungkin ia akan melanjutkan permainannya lain waktu.

Dan itu untuk pertama kalinya sejak ia bekerja di sini, kliennya pulang tanpa harus dihancurkan terlebih dahulu.

 

:::

 

Sudah sebulan berlalu sejak ia bertemu dengan Minhyuk, dan semenjak saat itu Chorong tidak pernah melihatnya lagi. Doojoon dan kawan-kawannya terkadang masih sesekali datang dan dilayani oleh Chorong, tetapi sekeras apapun mata Chorong berusaha untuk mencarinya di sekeliling ruangan, lelaki muda itu tidak pernah datang kembali. Chorong nyaris menanyakan hal itu kepada sepupu Minhyuk, Doojoon, mengenai ini. Tetapi toh ia berakhir dengan bertanya kepada dirinya sendiri kenapa ia begitu bersikeras untuk mencari pemuda itu. Dan perlahan-lahan ia mulai menyerah untuk merasa penasaran. Park Chorong tidak boleh kalah pada perasaannya.

Tunggu, sejak kapan ia mulai ‘merasa’ kembali?

Kepala Chorong mulai berdenyut. Ia benci karena ia mulai merasa peduli. Lebih-lebih peduli kepada seorang pria muda yang baru saja ditemuinya sekali dan berbicara tidak lebih dari 20 menit. Semuanya lama-kelamaan terasa konyol baginya.

Chorong tidak sedang ingin melayani seorang klien hari ini, jadi ia datang ke klub hanya untuk bekerja menjadi pelayan dapur. Jika saja Chanyeol tidak sakit malam ini, mungkin ia bahkan tidak akan datang dan membantu klub cuma karena merasa bertanggung jawab akan hal itu. Setidaknya kekhawatirannya sudah berkurang sedikit karena ia tahu Madame Gina akan merawat adiknya di apartemen mereka.

Menjadi seorang pelayan berarti ia bekerja dengan shift dan tidak semalaman seperti ketika ia menjadi hostess. Dan saat ini ia lega karena akhirnya shiftnya telah berakhir. Chorong mengganti pakaiannya dan tidak lupa mengenakan mantel sebelum ia pergi, udara dingin belum berhenti berembus di awal bulan Maret ini. Ia pun memastikan dirinya keluar melalui pintu staff yang berada di samping gedung dan terhubung dengan gang kecil. Ketika gang kecil itu nyaris berakhir ke jalan besarlah ketika Chorong kemudian menghentikan langkahnya tiba-tiba.

“Ah! Sudah kuduga kau akan keluar melalui pintu yang itu!” seru seorang pria dengan ringan.Tubuhnya bersandar ke tembok dan baru ditegakkan ketika ia melihat Chorong mendekat.

Chorong pun tanpa sadar mulai mengepalkan tangannya di dalam saku mantel. “Lee Minhyuk…” jika ia lebih cermat sedikit, maka Chorong seharusnya sadar suaranya mulai terdengar bergetar sedikit.

Park Chorong tidak tahu apakah ia harus merasa lega, senang, atau bahkan… Ia tidak tahu apakah ia harusnya merasakan apapun.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Chorong pada akhirnya, masih takjub karena mendapati Minhyuk di depan matanya.

Pria itu lagi-lagi mulai menyimpulkan senyum dengan matanya yang berpendar seperti bintang, “Aku datang untuk merayakan ulang tahunmu.”

Chorong cuma memandangi Minhyuk dengan gagu untuk sesaat, terutama ketika ia butuh waktu untuk memproses segalanya. Pada akhirnya gadis itu mengeluarkan suara “Ah…” pelan ketika ia menyadari sesuatu.

“Apa? Aku benar kan? Dulu kau bilang tepat sebulan lagi kau akan ulang tahun. Dan disinilah aku tepat sebulan kemudian, mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu.” ucap Minhyuk tanpa sedikit pun melunturkan senyumannya.

Chorong memindahkan tumpuan tubuhnya dari satu kaki ke kaki yang lain dengan gugup. Ia benar-benar tidak tahu harus bereaksi apa. Park Chorong tidak pernah terbiasa dengan sesuatu yang tidak normal dari biasanya. Dan meskipun senormal apapun Lee Minhyuk terlihat dari kebanyakan mata orang awam, keberadaannya merupakan sebuah anomali di kehidupan Chorong. “Terima kasih… aku rasa?” tenggorokan Chorong nyaris tercekat ketika ia mengatakannya. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus repot-repot datang ke sini malam ini hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Kita bahkan tidak mengenal satu sama lain.”

‘Kau bahkan tidak berniat menemuiku selama satu bulan ini.’

“Kita mungkin tidak mengenal satu sama lain untuk saat ini, tapi itu bukan berarti kita tidak boleh mencoba untuk saling mengenal, ya kan?” Minhyuk mulai menarik tubuhnya dari tembok dan berjalan mendekat ke arah Chorong. “Hanya saja aku pikir ini adalah satu-satunya hari di mana aku akan terlihat…. tidak aneh ketika aku muncul di sini dan menyapamu.”

Chorong tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menyipitkan kedua matanya, “Justru karena kau baru muncul di hari ini sebulan kemudian, tiba-tiba mencegatku di sebuah gang kecil dengan senyumanmu yang bodoh itu, yang membuatmu terasa aneh bagiku.”

“Wow kamu terdengar seolah-olah kau kesal karena aku baru muncul sebulan ini.”

Gadis itu sudah otomatis membuka mulutnya untuk membalas ketika ia menyadari maksud Minhyuk. Mau tak mau ia mulai merasakan kedua pipinya mendadak menghangat. Apa ini? Park Chorong seharusnya tidak pernah bisa tersipu malu seperti ini.

“Jadi? Aku masih diijinkan untuk merayakan ulang tahunmu?”

Chorong akhirnya berhasil membuat kepalanya mengangguk sekali, sebuah anggukan kecil yang singkat tapi cukup untuk melebarkan senyum yang terpatri di wajah Minhyuk. Chorong tidak pernah melihat tatapan orang bisa sangat berkerlip seperti yang dimiliki oleh pria yang ada di depannya itu.

Minhyuk pun mengeluarkan tangannya dari dalam mantel, dan menempelkan sebuah kaleng kopi hangat yang ternyata telah ia simpan sejak tadi ke pipi Chorong. Hangatnya kaleng kopi terasa sangat kontras dengan pipinya yang bersemu dingin.

“Selamat berumur enam belas tahun, Park Chorong.”

Di pertemuannya yang kedua ini, Lee Minhyuk telah berhasil mengingatkan Chorong bahwa sesungguhnya ia masihlah seorang gadis remaja biasa.

 

:::

 

“Chorong-ah, kamu harusnya berhenti melakukan pekerjaan itu.”

“Kenapa? Itu salah satu caraku untuk mendapatkan uang.”

“Kalau begitu cobalah cari pekerjaan lain yang cocok dan sesuai dengan seumuran kita.”

“Kau bicara seolah itu hal yang mudah”

“Aku akan membantumu, kalau kau mau.”

“Kenapa kau mau repot-repot?”

“…….Tidak tahu. Kan kalau begitu aku jadi punya alasan rasional untuk bisa bertemu denganmu.”

“….Idiot.”

 

:::

 

Chanyeol mungkin adalah orang pertama yang menyadari ada perubahan drastis di dalam diri kakaknya. Kakak perempuan satu-satunya itu semakin jarang pergi untuk bekerja di klub malam, dan semakin jarang membolos untuk pergi sekolah. Ekspresi wajahnya sudah tidak sekaku dulu lagi dan ia terkadang mendapati kakaknya sedang tersenyum kecil sendiri. Chanyeol tidak tahu harus merasa lega atau ngeri melihat kakaknya menjadi seperti itu. Dia kira Park Chorong adalah gadis enam belas tahun yang berhati sedingin es.

Atau mungkin esnya telah benar-benar mencair?

Apapun alasannya, Chanyeol tidak pernah berani menanyakannya pada Chorong sekali pun. Meskipun ia diam-diam bersyukur kakaknya itu mulai mencoba untuk menapaki hidup normal seperti gadis seumurannya. Dan ia senang karena dia akhirnya punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama Chorong. Terutama karena biasanya kakaknya akan terlihat sangat lelah untuk ukuran seorang gadis remaja, seolah-olah ada beban berat di pundak yang selalu menekannya. Tapi akhir-akhir ini Chanyeol bisa melihat bahwa beban itu lama kelamaan hilang. Mungkinkah ada orang lain yang mencoba untuk membagi beban itu bersamanya?

Pertanyaan Chanyeol akhirnya terjawab di suatu pagi.

Setiap pagi ketika sudah waktunya sekolah, Chanyeol memang terbiasa berangkat bersama kakaknya. Tetapi ketika mereka melangkah turun dari apartemen, Chanyeol baru tahu bahwa kali ini bukan hanya mereka berdua saja. Seorang pemuda dengan penampilan rapi dengan seragamnya tersenyum kepada mereka begitu kedua bersaudara itu menghampirinya. Chanyeol muda merasa takjub sedikit ketika melihat perawakan pemuda itu yang bahkan termasuk tampan di mata lelaki sepertinya. Seolah-olah dia melangkah keluar langsung dari halaman komik-komik cantik milik teman-teman perempuan sekelasnya.

“Chanyeol-ah, kenalkan, ini Minhyuk. Lee Minhyuk.” kata Chorong pada akhirnya. Nadanya begitu kasual, seperti mengenalkan seorang lelaki asing pada saudaranya bukanlah hal aneh bagi seorang Park Chorong.

Meskipun masih berumur 13 tahun, tetapi Chanyeol adalah orang yang peka. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari itu semua. Semua tatapan yang dilayangkan kakaknya kepada pemuda itu, dan juga sebaliknya. Ada percikan-percikan bisu di setiap pandangan yang mereka kirimkan satu sama lain.

Chanyeol melirik kakaknya curiga, yang langsung menghindari tatapan Chanyeol sebisa gadis itu lakukan. Akhirnya Chanyeol pun mengulurkan tangan pada pemuda tegap tersebut, “Hai. Namaku Park Chanyeol.” Bukan hal sulit baginya, lagipula selama ini kebanyakan orang tahu bahwa Chanyeol adalah yang lebih ramah di antara dua orang Park bersaudara tersebut.

Genggaman pemuda itu terasa mantap, “Kakakmu sering bercerita tentangmu.” senyumannya membuat Chanyeol terpaku untuk sepersekian detik. Apakah mungkin bagi seseorang untuk terlihat sangat…. berpendar seperti itu?

Dan setelah itu mereka bertiga berjalan berdampingan, terasa sangat normal dengan obrolan mereka yang normal. Yang, sesungguhnya, bukan hal yang biasa dilakukan oleh dua orang Park Bersaudara. Tetapi Minhyuk muncul dan menarik mereka berdua ke dalam arus kehidupan yang wajar, mengembalikan segalanya seolah kehidupan mereka tidak pernah mengalami kejadian buruk. Dan selama ini dua orang bersaudara itu mengira kehidupan yang normal adalah sesuatu yang utopis, jauh dari genggaman mereka.

Mungkin ternyata selama ini mereka salah. Mungkin ternyata selama ini mereka hanya butuh sebuah jangkar untuk menahan mereka mengalir di arus yang wajar.

Dan Minhyuk adalah jangkar mereka.

 

:::

 

“Minhyuk-ssi, boleh aku memanggilmu dengan… ‘hyung’?”

“Tentu! Apapun yang kau mau!”

“Chanyeol-ah, kau juga boleh memanggilnya dengan sebutan idiot.”

“Hei, tidak baik mengajari adikmu dengan kata-kata kotor.”

“Rasanya seolah-olah kalian berdua sudah saling kenal sejak lama.”

“…”

“…Tidak juga.”

“Sebelum ini Chorong noona tidak pernah menyebut-nyebut tentangmu.”

“Aku tahu, dia memang orang yang keras kepala.”

“Jadi, Minhyuk hyung, kau ini apanya Chorong noona?”

“Park Chanyeol!”

“Pertanyaan yang bagus, Chanyeol-ah, bagaimana kalau kita tanya noona-mu langsung?”

“Kalian berdua pasti sedang bercanda.”

“Tidak juga, aku lihat Chanyeol juga sama seriusnya denganku.”

“Yap. Nah, Chorong noona, apa arti Minhyuk hyung bagimu?”

“…”

“…”

“Dia pernah bertanya padaku, apakah dia boleh menjadi bagian dari hidupku. Dan aku menjawab ‘ya’.”

“Oh.”

 

:::

 

Kamis malam adalah hari-hari di mana Minhyuk akan berkunjung ke apartemen Chanyeol dan Chorong untuk makan malam. Setelah semalam sebelumnya adalah giliran Chorong yang akan pergi ke apartemen tempat Minhyuk tinggal sendirian karena terpisah dari kedua orangtuanya yang tinggal di lain kota, atau setidaknya begitu yang ia ceritakan pada Chorong. Hal itu seolah telah menjadi rutinitas yang dengan mudah berkembang menjadi ritual mereka. Terkadang Madame Gina akan bergabung dengan dua orang bersaudara itu untuk ikut makan malam kecil mereka bersama Minhyuk, ketika wanita itu sedang tidak sibuk dengan klub malamnya. Secara instan Madame Gina langsung menyukai Minhyuk dan pribadinya yang ramah. Wanita itu lebih bersyukur lagi karena Minhyuk telah menjauhkan Chorong dari dunia kotor yang dulu pernah gadis itu geluti.

Tetapi kamis malam ini adalah sesuatu yang spesial bagi dua bersaudara itu. Minhyuk datang ke apartemen mereka untuk menemukan keduanya sedang berdiri menatap satu pigura kecil yang diberdirikan di salah satu meja mereka, dengan satu vas kecil berisi setangkai bunga krisan di samping pigura tersebut. Minhyuk tidak pernah melihat pigura dan orang di dalam foto itu sebelum ini, tetapi ia dengan segera mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh kedua bersaudara tersebut. Maka ia menunggu sampai Chorong dan Chanyeol selesai dengan apa yang mereka lakukan.

Chorong akhirnya menurunkan pundaknya yang selama ini menegang, dan berbalik untuk menghampiri Minhyuk yang telah cukup lama berdiri mengamati mereka. Pemuda itu bisa melihat matanya yang berkaca-kaca meskipun gadis itu jelas berusaha menyembunyikannya. Mereka bertukar pandang dalam diam untuk sesaat, sebelum Chorong tersenyum lemah.

“Ini adalah hari peringatan kematian ayah kami.” katanya pelan.

Di belakang Chorong, Chanyeol mengirimkan satu senyuman kecil kepada Minhyuk sebelum bocah itu menghilang ke balik kamarnya. Meninggalkan kakaknya berdua dengan Minhyuk di ruang tamu apartemen mereka yang tidak seberapa besar.

Minhyuk mengulurkan tangannya dan kemudian mengaitkan jemarinya di antara jemari Chorong. “Kau bisa menumpahkan segalanya padaku kalau kau mau.”

Dan begitu saja, akhirnya dengan berbalut selimut yang menghangatkan mereka berdua di sofa ruang tamu, Chorong menyandarkan kepalanya di bawah dagu pemuda itu dan menceritakan semuanya. Semuanya yang selama ini tidak pernah bisa ia ceritakan kepada orang lain. Bahkan beberapa hal yang tidak ia ceritakan kepada Madame Gina.

Ia berbisik perih kepada Minhyuk tentang kebenciannya pada ibunya, tentang nasib tragis yang menimpa ayahnya, tentang dirinya yang sempat membekukan hatinya sendiri, tentang kehidupan mereka di jalan sebelum ditemukan oleh Madame Gina. Ia bahkan menceritakan kepada Minhyuk alasan di balik pekerjaannya sebagai seorang hostess, bagaimana ia membuat dirinya mati rasa dengan semua itu, bagaimana ia belajar mempercayai orang setelah ia bertemu dengan Minhyuk. Dan yang lebih penting lagi, dia membagi rahasia yang selama ini ia simpan dengan Chanyeol, tentang berlian terkutuk yang mereka berdua simpan. Bagaimana benda itu memberatkan hidup mereka sebelum ini, membuat segala kebohongan terpampang ke hadapan dua bersaudara itu sejak mereka kecil. Chorong bahkan sempat menuntun Minhyuk ke tempat ia dan adiknya menyimpan berlian yang berbentuk menyerupai tetesan air mata itu, mengelusnya sebentar sebelum ia memalingkan wajahnya dan mengembalikan benda itu ke tempatnya.

“Aku membenci berlian ini sama besarnya dengan aku merasa terikat kepadanya. Karena benda ini adalah satu-satunya yang sekarang menghubungkan kami dengan ayah kami. Dan benda yang membuat kami bertahan sampai sekarang.”

Malam itu Chorong membuka dirinya lebar-lebar pada Minhyuk dan membiarkan semua rasa perih dan paraunya mengalir. Itu adalah untuk pertama kalinya Chorong begitu mempercayai seseorang, dan mengijinkannya melihat dirinya yang rapuh.

Dan malam itu pula Minhyuk ada untuk menyusun kembali kepingan-kepingan Chorong yang rapuh, menghapus air mata yang membasahi pipi gadis itu dengan kecupan-kecupan ringan, dan siap menggenggam tangannya kembali ketika ia terjatuh.

Chorong tidak menyadari betapa banyak ia telah membagi kehidupannya dengan Minhyuk. Gadis itu hanya percaya bahwa Minhyuk akan selalu ada sebagai jangkarnya.

 

:::

 

Berminggu-minggu setelah hari itu, di hari Jumat sore Chorong pulang dengan berharap ia akan melewati satu malam yang wajar sekali lagi. Ketika ia menemukan apartemennya yang terlihat lebih berantakan dari biasanya, ia mengernyitkan dahi dan segera berseru memanggil Chanyeol. Bocah itu muncul dengan wajah pucat seputih kertas.

“Aku-aku tidak bisa menemukannya.”

“Apanya? Apa yang kau cari sampai harus mengobrak-abrik seisi rumah?”

“Chorong noona, benda itu hilang--“ Chanyeol terbata-bata dengan nafas yang terputus di sana-sini. “Berliannya hilang.”

Seketika itu juga lutut Chorong seperti kehilangan kekuatannya dan gadis itu akan jatuh jika saja ia tidak cepat mencari penyangga. Tubuh Chorong mendadak gemetar ketakutan, ia tidak siap menghadapi ini lagi. “Apa kau yakin benda itu tidak ada di tempatnya? Apa kau yakin benda itu tidak dipindahkan ke suatu tempat di rumah ini?”

“Berlian itu masih ada di tempat kita menyembunyikannya sejak kemarin sebelum kita mulai makan malam. Setelah itu tidak ada dari kita berdua yang menyentuhnya kan?” Chanyeol mulai berseru dengan panik. Bocah itu mulai berjalan mondar-mandir dalam satu pola putaran. “Bagaimana dia bisa menghilang tiba-tiba padahal hanya kita berdua yang tahu tempat benda itu disembunyikan??”

Tepat pada saat itu, dunia Chorong terasa runtuh dan membuatnya seperti jatuh ke jurang terdalam. “Tidak… Chanyeol-ah… Ada satu orang lagi yang tahu…”

Chanyeol menghentikan putaran kecilnya, “Siapa…?” Ketika ia melihat kakaknya yang berubah pucat dan raut wajahnya yang hancur, Chanyeol bisa merasakan detak jantungnya sendiri meloncat. “Tidak mungkin--“

“Minhyuk…” Bisik Chorong dengan tenggorokan tercekat dan suara parau. Gadis itu dengan tangan gemetar kemudian buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menghubungi orang satu-satunya yang bisa membuat hidupnya hancur berkeping-keping saat ini.

Dia hanya disambut oleh nada sambung yang kemudian memanjang menjadi suara yang memekakkan telinganya.

Chorong lantas tanpa berpikir panjang berlari ke luar apartemen mereka tanpa menghiraukan teriakan Chanyeol. Gadis itu berlari dan berlari dan berlari sampai kakinya sendiri yang membawanya ke tempat yang selama ini ia yakini sebagai tempat tinggal Minhyuk. Ia nyaris menggedor-gedor pintu apartemennya dan, seperti yang paling ditakutkan, tidak ada siapapun yang menjawab dan membukakan pintu apartemen itu.

“Oh? Apakah kau gadis muda yang sering mengunjungi anak itu selama ini?” sebuah suara membuat Chorong menolehkan kepalanya, seorang wanita paruh baya, pemilik sewa apartemen, yang menatap Chorong dengan khawatir.

“Minhyuk?? Apakah ahjumma melihat Minhyuk hari ini??” Chorong tidak bisa mengendalikan suaranya yang terdengar putus asa dan bergetar.

Ahjumma itu menarik nafasnya dalam-dalam, seolah telah siap memberikan kabar buruk kepada seorang gadis yang sudah terlihat hancur. “Dia sudah mengepak dan mengosongkan apartemennya pagi ini, tidak ada yang tahu ke mana anak itu pindah.”

Satu per satu mimpi buruk itu menariknya kembali jatuh.

“Ahjumma… kalau boleh saya tanya… sejak kapan dia menempati apartemen ini…?”

“Tidak lama, aku rasa? Sekitar akhir bulan Februari dan awal Maret? Nyaris belum ada setahun…”

Satu per satu mimpi buruk itu menjadi nyata dan menghantuinya kembali.

“T-terima kasih… ahjumma…”

Sang ahjumma itu lalu menghela nafas beratnya, “Aku masih membawa kuncinya, kalau kau mau memastikan aku tidak berbohong anak itu benar-benar sudah pindah.” Ia maju dan meletakkan sebuah kunci yang terasa sangat berat di telapak tangan Chorong. “Pastikan saja kau mengembalikannya setelah ini.” Dan setelah itu wanita itu pergi meninggalkan Chorong sendirian.

Gadis itu akhirnya dengan tangan gemetar berusaha membuka pintu apartemen dengan sisa-sisa kekuatannya. Ia kemudian disambut oleh ruang apartemen yang kosong dan hampa, bersih tanpa cela. Seolah tidak menyisakan jejak keberadaan pemuda itu.

Seolah dia hanyalah bentuk ilusi dan kebohongan belaka.

Di tengah-tengah ruangan kosong yang dulu ia kenal sebagai ruang tamu, Chorong akhirnya jatuh terduduk di lututnya. Tubuhnya bergetar hebat, dan ia mulai menangis pelan tanpa suara. Ia masih berharap sebentar lagi Ia akan terbangun dan menyadari ini semua adalah mimpi.

Tapi dia selalu tahu bahwa yang lebih kejam adalah kenyataan.

Mendadak ponselnya bergetar dan gadis itu mengangkatnya dengan tangan yang lunglai. Ia disambut oleh suara yang begitu dikenalnya.

“Saat ini kau pasti sudah menyadari kalau aku sudah tidak ada di apartemenku lagi. Dan bahwa aku telah merebut satu-satunya benda yang membuatmu bertahan selama ini.”  ucap suara itu dengan datar.

“Tolong katakan ini semua tidak benar, Minhyuk.” ia nyaris memohon dengan putus asa.

“Maafkan aku. Aku harus melakukan ini.”

“Kenapa…? Kenapa…” Chorong tidak bisa menyusun kata-kata lagi, ia terlalu hancur untuk itu.

“Semuanya sudah direncanakan. Pertemuanku denganmu. Semuanya. Berlian inilah yang kuincar sejak awal.”

Sungguh usaha yang sangat keras bagi Chorong agar ia masih bisa bernafas saat ini.

“Jadi itu semua bohong? Apa yang telah kita lewati selama ini, itu semua hanyalah tipuanmu?”

Dia hanya dijawab dengan keheningan yang terasa membunuh.

“M-Minhyuk, jangan lakukan ini padaku, aku mohon…” Ia tidak peduli jika ia harus memohon, ia hanya tidak siap untuk jatuh ke dalam lubang sengsara itu sekali lagi. Ia tidak siap untuk kembali terpuruk.

“Maafkan aku, Chorong-ah.” mendengar namanya disebut oleh suara itu sekarang terasa sangat menyengat telinganya.

Ia tidak bisa menahan dirinya sendiri lagi, maka Chorong membiarkan semuanya runtuh. Ia mulai terisak dengan parau. Tenggorokannya terasa sakit dan menyempit, dan air matanya terasa panas di pipinya.

“Aku selama ini percaya padamu,” adalah yang keluar dari tenggorokan Chorong di antara isakan-isakan yang menggema di dalam ruangan apartemen yang kosong.

Minhyuk hanya setengah berbisik dari seberang telepon, “Aku tahu.”

“Aku percaya padamu dan kau menghancurkanku." kali ini kalimatnya keluar seperti desisan yang berbisa.

“Aku tahu itu lebih dari siapapun.”

Untuk beberapa saat, hanya ada suara isakan Chorong di antara mereka berdua. Gadis itu menangis dan menangis, ia merintih dan ia meraung. Dia menyuarakan kehancurannya dengan jelas.

Sampai suara Minhyuk menyela isakannya di suatu ujung waktu, “Maafkan aku, Chorong. Selamat tinggal.”

Dan untuk selanjutnya hanya ada suara telepon ditutup dan nada sambung yang memanjang, seolah-olah waktunya telah mati dan berhenti.

Chorong terbaring di lantai apartemen Minhyuk yang dingin, menangis dan terisak sampai ia tidak bisa lagi melakukannya.

Ia merasa menjadi kepingan yang dihantam ombak, hanyut dan luruh oleh aliran deras yang membuatnya terpecah belah.

Dan ia merasa tidak bisa menyatukannya kembali.

Karena kali ini ia telah kehilangan jangkarnya.

 

:::

 

Jika ia telah dihancurkan setelah ia memberikan segalanya, maka dia tidak akan mempercayai siapapun lagi.

Jika ia dibuat terpuruk setelah sebelumnya direngkuh, maka dia berjanji dia tidak akan menyambut uluran itu lagi.

Jika pada akhirnya ia hanya akan terinjak-injak lagi, maka dia siap untuk memakai topengnya dan menantang pada dunia. Meskipun itu hanyalah palsu. Sepuhan yang menyembunyikan isi hatinya yang runtuh.

Jika dia kehilangan jangkarnya yang membuatnya utuh kembali, maka dia akan meraih kepingannya sendiri dan menari-nari di atasnya. Meskipun telapak kakinya akan tersayat dan berdarah, menorehkan luka permanen yang membuatnya kembali teringat dan teringat.

 

:::

 

Suho dan Woohyun duduk terpaku di tempat mereka masing-masing dalam diam, bahkan setelah Chanyeol selesai menceritakan semuanya. Di suatu sudut di dalam hati mereka, mereka bisa merasakan ada satu denyutan perih yang tumbuh. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana dan sehancur apa Chorong waktu itu. Tetapi mereka telah terlalu sering bersama-sama sehingga dua orang pria itu sekarang merasa bersalah karena tidak menyadari sebesar apa luka yang dibawa Chorong selama ini.

“Kenapa kalian… bisa menanyakan tentang Lee Minhyuk?” tanya Chanyeol yang kemudian memecah keheningan di antara mereka.

Tidak ada dari keduanya yang menjawab Chanyeol, kedua pria itu hanya duduk dan menatap cangkir mereka lekat-lekat. Mendadak menjadi bisu.

Chanyeol menyadari itu semua, dan jika dikaitkan dengan tingkah laku kakaknya akhir-akhir ini, itu berarti…

“Dia kembali, ya kan? Dia muncul di depan kakakku lagi.” bisik Chanyeol tertahan.

Keheningan masih menjadi jawaban yang diberikan oleh Suho dan Woohyun.

Mendadak Chanyeol berdiri dari tempatnya duduk, “Kalau begitu maaf aku tidak bisa membantu kalian selain ini. Sebaiknya kalian pulang.”

Suho dan Woohyun menatap bocah remaja itu panik, “T-tapi kau sudah berjanji untuk--“

“Kalau ini menyangkut tentang pria itu, aku takut aku tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik membiarkan kakakku berbuat sesukanya.” potong Chanyeol dengan sama tajamnya. Tidak lama kemudian Woohyun dan Suho sudah dipaksa untuk keluar dari apartemen mereka. Chanyeol memberikan mereka satu tatapan bersalah untuk terakhir kalinya sebelum ia berbisik, “Aku berharap banyak pada kalian, tolonglah kakakku.” sebelum menutup pintu apartemennya tepat di depan wajah Suho dan Woohyun yang masih terpaku di tempat.

“…Apa-apaan itu tadi??” teriak Woohyun.

Suho menggumam di antara nafasnya, “Aku bertanya-tanya hal yang sama.”

 

:::

 

Naeun tidak butuh waktu yang lama sampai bisa menangkap sosok itu di ruangan ini. Ia tahu di mana ia harus mencari, karena tempat ini sempat muncul di dalam penglihatannya. Di dalam sebuah bar yang masih belum waktunya untuk dibuka, Park Chorong duduk menghadap ke meja panjang tempat para bartender biasanya menyiapkan minuman mereka. Gadis itu duduk dengan kepala tertunduk, gelas di tangan dan satu buah botol tequila berada di dekatnya. Otomatis mata Naeun mulai menyipit dan dahinya pun berkerut.

“Unnie seharusnya tidak mabuk-mabukan sore-sore begini.” Naeun mulai melangkah mendekat ke meja bar.

Chorong hanya melirik Naeun sedikit dari bawah poninya lalu meneguk kembali cairan yang ada di dalam gelas. “Bukankah tempat ini terlarang untuk anak-anak di bawah umur?” celetuknya dengan sedikit kesal, “Terutama untuk seorang tuan puteri sepertimu.”

Meskipun ia tahu Chorong mengatakannya hanya untuk menyindirnya, tetapi Naeun tetap tidak mengatakan apa-apa dan justru mengambil tempat duduk di sebelah gadis yang lebih tua itu. “Aku berbicara sedikit dengan pemilik barnya, Madame Gina, benar? Ia yang langsung mengijinkanku untuk menemuimu. Dan ngomong-ngomong, kurasa aku tidak mau mendengar larangan tentang anak di bawah umur darimu. Agak ironis bukan?”

Sang Aphrodite hanya mengenduskan nafasnya keras-keras, jelas nampak terganggu. “Apa yang kau mau? Aku tidak akan kembali untuk melakukan apa yang lelaki itu minta.”

“Dan yang unnie maksud dengan ‘lelaki itu’ adalah Lee Minhyuk-ssi, bukankah begitu?” mendengar seruan Naeun itu hanya membuat Chorong semakin menambah isi gelasnya dengan aliran tequila. Naeun memandang salah satu agen terbaik milik organisasi ayahnya itu dengan prihatin. Apakah Park Chorong yang ia sangka adalah seorang wanita berpendirian kuat itu hanya bisa sampai seperti ini?

“Apapun yang ingin kau katakan tuan puteri, katakan dengan cepat.” gerutu Chorong setelah menghabiskan kembali setengah isi gelasnya.

Dan jika itu adalah yang Chorong minta, maka akan Naeun lakukan. “Kau melarikan diri. Unnie hanya takut dengan masa lalumu.”

“Hati-hati dengan lidahmu, Nona.” Chorong memastikan dengan benar kata terakhir yang ia ucapkan terdengar sangat berbisa. “Berhentilah bersikap seolah kau peduli padaku. Hanya karena kau kebetulan tahu tentang masa laluku bukan berarti kau boleh ikut campur urusan orang dengan seenaknya.”

Naeun nyaris ingin menggigit bibirnya sendiri, “Tapi aku memang peduli.” jawabnya getir. “Dan aku tahu bahwa unnie adalah wanita yang lebih baik dari pada ini.”

“Jadi anak kecil sepertimu mau bermain Tuhan denganku? Membuatku menjadi kantong donasi kebaikanmu hah?” Dari tenggorokan Chorong kemudian terdengar suara tawa yang mencemooh. Entah karena pengaruh alkohol yang mulai membuat kepalanya semakin ringan dan tidak berpikir jernih, Chorong merasa ingin meluapkan semua frustasinya kepada gadis yang ada di sebelahnya itu. “Aku tidak butuh bantuanmu. Kau tidak tahu apa-apa. Bocah manja sepertimu tidak akan mengerti rasa pahit seperti apa yang pernah kurasakan. Tidak dengan segelontor uang yang Ayah kesayanganmu siap berikan dan keluarga sempurna yang--“

‘PLAKK!!’

Suara tamparan yang sangat keras sempat merobek keheningan di dalam ruangan bar yang hanya ditempati oleh dua orang ini.

Chorong hanya terpaku di tempatnya duduk, dengan kedua bola mata yang membelalak kaku, merasakan sengatan rasa perih di pipi kirinya. Sementara itu, Naeun yang sudah berdiri dari kursinya, menarik tangannya yang beberapa waktu lalu masih melayang di udara. Air mata gadis itu masih menggenang dengan jelas di ujung matanya.

“Aku tidak tahu apa-apa katamu? Unnielah yang sebenarnya tidak tahu bagaimana rasanya menjadi diriku.” desis Naeun seraya ia berusaha untuk menahan air matanya. “Aku mengerti. Kau tidak ingin diganggu. Kau ingin kita menjauh darimu. Tapi aku tidak tahu kalau unnie bisa jadi manusia serendah ini dengan menyerahkan dirimu pada pelarian yang seperti ini. Apa unnie pernah benar-benar melihat ke balik punggungmu, bahwa sebenarnya masih ada banyak orang yang peduli tentangmu??”

“Aku mulai muak. Muak dengan sikapmu yang mendorong semua orang yang ingin mengulurkan tangannya kepadamu. Muak dengan sikapmu yang selalu mengasihani dirimu sendiri. Dan aku muak dengan unnie yang merasa satu-satunya yang bisa mengerti dirimu sendiri.” Naeun mulai menarik nafas di antara kalimatnya. “Berhentilah berpikir bahwa kau harus menghadapi segalanya sendirian. Berhentilah menutup pintu kepada semua orang yang ingin mengenalmu. Bukalah matamu, unnie, ada banyak orang yang bisa kau percayai.”

Ketika Chorong tidak menjawab apa-apa dan hanya terdiam, Naeun melanjutkan kata-katanya dengan getir. “Kau tahu? Aku dulu selalu mengagumimu karena aku pikir kau adalah wanita yang kuat. Aku tidak tahu kalau itu semuanya hanyalah pura-pura.”

Gadis itu kemudian memutarkan badan dan melangkah menjauh menuju pintu keluar bar. Tetapi sebelum ia mengayunkan pintunya terbuka, sekali lagi Naeun menoleh ke arah Chorong yang masih duduk kaku di tempatnya. “Dan aku selalu berpikir bahwa berpura-pura kuat itu tidak apa-apa. Kau hanya butuh orang-orang di sekitarmu untuk menjadikannya nyata.” Naeun menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan tajam. “Woohyun oppa dan Suho oppa selalu mencarimu ke mana-mana. Aku rasa mereka juga berpikiran sama denganku, bahwa tim mereka tidak akan lengkap tanpamu.”

Ketika suara sepatu Naeun berhenti menggema di dalam ruangan bar, Chorong tahu bahwa gadis itu telah benar-benar pergi. Seluruh tubuhnya yang sejak tadi kaku mendadak terasa lemas. Bahunya jatuh lunglai, dan Chorong menangkupkan wajah ke dalam dua telapak tangannya dengan sikut yang bersandar pada permukaan meja.

Di dalam bar yang belum waktunya untuk dibuka tersebut, terdengar suara rintihan perih yang tertahan.

 

:::

 

“Haacchuuuh!”

“Yah! Jangan bersin ke arahku!” Suho bergidik menjauh dari Woohyun.

“Brrrr berapa lama lagi sih kita harus menunggu sampai wanita iblis itu pulang ke rumahnya?” ucap Woohyun dengan lidah bergetar. Ia merapatkan mantel yang dipakainya, namun sepertinya itu tidak pernah benar-benar menghalang dinginnya malam musim gugur.

Mereka berdua duduk bersebelahan di bangku taman kecil yang berada tepat di depan kompleks apartemen tempat tinggal Chorong. Meskipun sudah diminta oleh Chanyeol untuk pulang dan tidak menunggu kakaknya, dua orang teman itu menolak untuk mendengarkan dan memilih untuk menunggunya. Meskipun itu berarti harus melawan terpaan angin dingin ketika harinya sudah mulai menjelang malam. Woohyun sudah tidak ingat lagi berapa lama mereka telah duduk di tempat ini.

“Seandainya Chorong tidak pulang malam ini, aku akan memburunya dan mencincang tubuhnya sampai jadi gilingan daging.” suara yang keluar dari Woohyun lebih terdengar seperti diseret.

“Dia pasti pulang, tenang saja.” jawab Suho pelan, menatap gamang ke gelapnya taman.

“Bagaimana kau bisa yakin?” Woohyun mendenguskan nafasnya dengan keras. “Siapa yang tahu dia malah bermain-main di bar seperti yang sering dia lakukan?”

Tapi tiba-tiba Suho justru mendadak berdiri dari tempatnya duduk, matanya membelalak terkejut ke arah depan mereka. Woohyun yang dikejutkan oleh gerakan mendadak itu ikut menoleh ke depan.

“Bukankah sudah kubilang, Woohyun-ah. Dia pasti pulang.”

Woohyun tidak pernah benar-benar mencerna apa yang dikatakan Suho, karena kali ini ia terlalu terpana mengetahui bahwa orang yang sedari tadi mereka tunggu benar-benar berdiri beberapa meter dari tempat mereka duduk.

Sesosok orang berdiri di luar taman, menatap lurus-lurus ke arah mereka. Karena gelapnya malam membatasi jarak pandang mereka maka yang bisa mereka benar-benar lihat hanyalah siluetnya saja. Meskipun begitu, bagi Woohyun dan Suho semuanya itu sudah cukup. Mereka langsung tahu bahwa yang selama ini mereka tunggu sudah datang.

“Oi dua orang mesum yang ada di sana.” siluet itu berseru keras dari tempatnya berdiri. “Duduk berduaan malam-malam begini di taman, bukankah itu hal yang agak kotor dilakukan?”

Tak pernah sekalipun mereka berdua mengira bahwa mendengar suara cemoohan itu setelah waktu yang lama, akan membuat mereka merasa begitu lega.

Chorong berjalan pelan mendekati bangku tempat Woohyun dan Suho, di wajahnya terukir senyuman bersalah yang tak pernah sekalipun pernah dilihat oleh dua orang rekannya itu. Setelah gadis itu cukup dekat, ia mengeluarkan kedua tangannya dari saku mantel dan menyodorkan mereka berdua kaleng minuman. Dua buah kaleng kopi yang masih hangat.

Suho menatap kaleng minuman itu dengan takjub, “Kau tahu kalau kami menunggumu selama ini?”

“Aku berbicara dengan Nona Naeun hari ini, dan dia bilang kalian sedang mencari-cariku.” Setelah kaleng kopinya berpindah dari tangannya, gadis itu mendudukkan dirinya di antara Woohyun dan Suho. “Saat itu juga aku tahu bahwa kalian dengan bodohnya pasti akan menungguku di luar malam-malam seperti ini. Aku tahu bahwa tidak peduli berapa lama dan betapa dinginnya, kalian akan tetap menungguku sampai pulang. Kalian berdua memang sekeras kepala itu. Dan ternyata aku benar.”

“Yah, apa kau tidak tahu sudah berapa lama kami menunggu di sin--“ Ucapan Woohyun tidak pernah selesai. Mendadak Chorong merangkul dua orang lelaki di tiap sisinya itu secara bersamaan dan membuat tubuh Woohyun dan Suho harus terbungkuk.

“Terima kasih.” bisik Chorong pelan. “Terima kasih karena sudah begitu percaya kepadaku.”

Karena dirangkul dengan tubuh mereka dibuat terbungkuk begitu, Woohyun dan Suho sama sekali tidak bisa melihat wajah Chorong. Suho melirik ke arah Woohyun dan kemudian mereka berdua bertukar pandang. Tidak ada yang tahu harus berkata apa untuk sementara ini, maka keduanya saling tersenyum.

Setidaknya, teman mereka sudah kembali.

 

 


weits, jangan pergi dulu. i need you to take a few polls and vote before you leave. saya ingin kalian mengesampingkan bias-ness dan original otp kalian, untuk memilih berdasarkan apa yang ada di cerita ini, bukan personal preference awal. perlu diingat, polling ini tidak akan mempengaruhi plot cerita, jadi saya hanya penasaran dengan apa yang selama ini telah meninggalkan kesan di pembaca. silahkan vote!

 

 

jika pollingnya tidak muncul, go here: first one, second one

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
crepusculum
this story is discontinued until further notice. huge writer's block and because i currently at the point where i hate my own writings very much so.

Comments

You must be logged in to comment
evolvirea #1
Semangat, kak.
KimYuuna
#2
When will this story updated. Update please :(((
DinaKarl #3
Chapter 11: Kak author ceritanya a keren, seru!! Aku tunggu kelanjutan ceritanya ya kak!! Semangat kak author!!
blackday #4
Chapter 11: Thor!! Semangat!! Lanjutin thor!! Saya dengan setia akan menunggu kelanjutan ceritanya!!
evolvirea #5
Chapter 11: And how can i come to this story again... it makes me sad to realize that the last updated is still the same...
purupota #6
Chapter 1: gatau kenapa liat drama theK2 jadi inget fanfic ini
natsuki_aiko #7
authorrr, ayo di lanjutttt. aku bener2 penasaran sm kelanjutannya. di tunggu banget ><. semangat author!!
Leekyugi #8
Bakalan baca untuk ketiga kalinya, yaampuun berapa tahun ya nungguin ini comeback?? Ahhh ini tuh salah satu story keren dan terapih yang gue baca.... Sumpahhh entah kapan comebacknya Tuhaannnnnn!!!!
Alvin_19 #9
Chapter 11: Udah baca ni ff untuk kedua kalinya.. Kpan diupdate nya??? suka bgt ma crita ini... jgn lama" diupdate y... nggak sabar.. jebal authornya.... critanya beda dri yg lain.. dtunggu bgt updatenya...
Difalaa99 #10
Chapter 11: Ide ceritanya ngga mainstream. suka banget sumpah!~~ Kapan dilanjut? Ayo thor semangat!~