V. Agent In Training

The Merciless Truths

V. Agent In Training

“Neither our own power nor the world’s help;

can we know without trial”

 

 

Sunggyu menatapnya dengan mata berkaca-kaca sambil menggigiti sapu tangan di bibirnya dengan gemas. Woohyun sudah maju untuk melompat dan memeluknya, tetapi sudah ditahan oleh Suho sebelum Cassanova itu bisa melakukannya. Hoya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya penuh arti dan Eunji di sampingnya turut mengatupkan kedua tangannya seraya tersenyum lebar, kedua mata bersinar dengan rasa penuh bangga. Di pojokan ruangan, Chorong yang lagi-lagi menyibukkan diri dengan Jolie, menatapnya dengan tatapan menilai seperti biasa. Sementara Kyungsoo lebih tertarik dengan komputernya, berkonsentrasi penuh untuk menyusun kode yang lebih rumit lagi setelah beberapa hari yang lalu harga dirinya terasa tercoreng.

Naeun berdiri dengan gugup di tengah-tengah Ruang Oval Markas Besar, sikap para “oppa dan unnie”nya justru membuatnya semakin merasa tidak nyaman. “Anu… kalian sebenarnya bisa bersikap biasa-biasa saja kalau mau.”

“Oomayaaa~” lengking Eunji dengan dialek Busan yang kental, “Pandora kami baru saja pulang dari hari pertamanya di sekolah baru, eeiiyy~ tentu kami tidak ingin melewatkan melihatmu memakai seragam baru.”

“Nona Naeun memakai seragam sekolah… Nona Naeun memakai seragam sekolah… Ah hati ini entah kenapa rasanya bergetar…” satu lengan Woohyun sudah terulur hendak merangkul Naeun tetapi buru-buru ditepis oleh Suho yang siap siaga menjadi tameng.

Mi Principessa* sudah dewasaaa!!” raung Sunggyu yang berulang kali menarik-narik sapu tangan di gigitannya dengan frustasi, “Huhuhu rasanya baru kemarin aku melihatmu belajar berjalan dan sekarang Nona Naeun… sudah… menjadi remaja, sebentar lagi akan belajar berkencan, dan laki-laki akan berdatangan untuk melamarmu, lalu kau akan menikah dan meninggalkan kami di sini.”

Tidak butuh waktu lebih dari sedetik bagi Hoya untuk menimpali dengan dingin, “Kau mengucapkan kata-kata omong kosong, hyung. Hyung bahkan belum mengenalnya waktu Nona Naeun mulai masuk TK.”

Chorong memperhatikan pemandangan di tengah ruangan itu dalam diam. Ia tidak begitu dekat dengan Naeun, dengan catatan tambahan: dirinya memang sengaja berusaha menjauh sebisa mungkin dari Pandora, karena itu Chorong merasa ia tidak punya kewajiban untuk beramah-tamah dengannya. Saat ini hubungannya dengan gadis remaja itu hanyalah sekedar ‘rekan kerja’. Ada garis pembatas yang ia buat sendiri di antara dirinya dengan primadona Son Enterprise itu.

“Yah yah, sudah bubar-bubar, kembali ke tempat kerja kalian. Persiapkan semuanya dengan baik, kalau perlu ganti baju kalian ke pakaian yang lebih nyaman lagi sekarang. Kita tidak mau menghabiskan waktu banyak. Sebentar lagi mungkin dia datang.” Sunggyu mengibas-ngibaskan tangannya untuk membubarkan kerumunan di sekeliling Naeun. Yang lainnya hanya menurut dan kembali sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Setelah semuanya pergi menjauh, barulah Sunggyu mendekati Naeun.

“Naeun-ah, keadaan sekolahmu tidak buruk kan? Bagaimana dengan hari ini? Tidak ada yang mengikutimu lagi kan? Bagaimana dengan teman-temanmu? Apa semuanya anak baik-baik?”

Jika ini film kartun maka Naeun yakin akan ada gambar tetesan air yang besar keluar dari kepalanya, dihadapkan dengan rentetan pertanyaan yang tidak pernah berhenti begitu membuatnya bingung harus mulai dari mana. Terkadang ia merasa Sunggyu bahkan lebih protektif jika dibandingkan dengan Ayahnya sendiri.

“Sekolahku bagus, dan aku menjalani hari pertamaku dengan baik, Sunggyu oppa.” jawabnya dengan nada meyakinkan, “Tidak ada yang menguntitku tenang saja, lingkungannya cukup aman. Tapi seperti biasa…. yah… aku tidak bisa mencari banyak teman.” kali ini meskipun tersenyum, ujung bibirnya sedikit tertekuk ke bawah. Sedikit, tetapi Sunggyu bisa menangkapnya.

Tangan Sunggyu terulur untuk mengelus-elus puncak kepala Naeun dengan wajah simpatik. Selalu seperti itu, rupanya reputasi keluarga Son yang termahsyur itu justru membuat gadis ini terlalu istimewa hingga tidak ada yang mau mendekatinya.

“Ah tapi!” seru Naeun tiba-tiba, wajahnya sedikit tersulut dengan ekspresi yang cerah “Ada satu anak, dia dari kelas sebelah. Sepertinya dia juga agak dijauhi… atau mungkin menjauhkan diri… jadi kami bernasib sama… kami tidak berbicara banyak, hanya berkenalan, tapi aku punya firasat kami bisa cocok. Namanya Jung Krystal.” Naeun bercerita dengan antusias seperti anak kecil yang menceritakan kesehariannya kepada orang tua mereka. Dan bagi Naeun, Sunggyu sudah seperti mengisi kekosongan peran Ayahnya yang jarang sekali bisa ia temui.

Sayangnya respon Sunggyu tidak sama seperti yang ia harapkan, wajahnya yang seperti hamster itu sedikit tertekuk begitu mendengar nama yang disebutkan oleh Naeun. “Dia berasal dari Keluarga Jung…?”

Ragu-ragu, Naeun mengangguk.

“Keluarga Jung yang ‘itu’?”

Sekali lagi, dianggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Tapi Keluarga Jung itu--“

“Aku tahu oppa, aku ‘melihatnya’. Ketika kami bersalaman. Aku sudah tahu tentang keluarganya. Aku bisa menjamin dia adalah orang yang baik. Kau tidak perlu mencemau sampai seperti itu.” Naeun tersenyum meyakinkan, ia bisa mengerti kenapa Sunggyu begitu khawatir.

“Apa dia tahu tentang kemampuanmu?”

Kali ini Naeun menggeleng, “Tidak. Aku belum memberitahu siapa-siapa.”

Sunggyu menghela nafas panjang dan tampak berpikir, “Bagus… Maaf kalau aku jadi terlalu khawatir. Mungkin sebaiknya aku menyertakan bodyguard untukmu, setelah insiden dari bandara itu, ada baiknya kita berjaga-jaga. Dan bukan bodyguard biasa… sebaiknya seorang agen juga… ah… tapi Hoya sudah tentu tidak bisa… Sementara Woohyun dan Suho…”

“Bodyguard?! Tu-tunggu oppa, tidak perlu sampai merepotkan agen yang lainnya hanya untuk menjagaku, mereka masih punya tugas lain yang penting!” buru-buru Naeun menyela sebelum Sunggyu jatuh ke dalam rentetan pikirannya lagi.

“Hmm… tidak… tidak…. benar juga, semua sudah punya posisi mereka masing-masing… Tapi aku yakin benar bodyguard biasa tidak akan bisa melindungimu kalau yang datang seperti dua pengendara motor itu lagi… Harus seorang agen… tapi--”

“OH! SELAMAT SIANG SEMUANYA!!” sebuah suara penuh semangat muncul dari arah pintu utama. Semuanya menoleh, termasuk Sunggyu dan Naeun yang sedang terlibat pembicaraan, mereka mendapati seorang pemuda dengan senyum sumringah dan terlewat percaya diri masuk sambil menenteng-nenteng ranselnya.

Naeun dan Sunggyu saling bertukar pandang. “Yah, dia bisa dijadikan pilihan. Tapi kita lihat dulu kemampuannya.” gumam Sunggyu, “Dan karena itu kita semua ada di sini.”

“Baekhyun-ssi, kenapa kau belum memakai baju trainingmu?” Hoya langsung berdiri tepat di hadapan Baekhyun dengan matanya yang selalu tajam menusuk.

Baekhyun menatap sekelilingnya dengan setengah bingung, setelah ia perhatikan, ia baru sadar semuanya dengan pengecualian Naeun memakai pakaian olahraga, atau setidaknya bahan yang mengijinkan mereka untuk bebas bergerak. “Lho? Kenapa semuanya memakai baju olahraga? Aku kira hanya aku yang diminta untuk membawanya?“

“Itu adalah hal terakhir yang harus kau pikirkan. Dalam waktu 10 menit aku ingin kau sudah siap dengan pakaian training. Kami semua akan menunggu di ruang latihan.” kalimat Hoya diucapkan dengan lugas, dan lelaki itu tidak membuang waktu lebih lama untuk meninggalkan Baekhyun dan melangkah menuju ruang latihan. Yang lainnya satu per satu mengikuti langkah Hoya dengan sigap, bersikap santai seolah-olah sudah diperintahkan untuk itu.

“Tu-tunggu!! Apa maksudnya dengan ‘kami semua’ itu?!” sayangnya tidak ada yang mau repot-repot untuk menjawab pertanyaan Baekhyun.

 

:::

 

Baekhyun tanpa sadar meneguk ludah begitu ia melangkah masuk ke dalam ruangan yang mereka sebut dengan Ruang Latihan. Sejauh ingatannya ia tahu ada tempat yang bernama ‘Gym’, tapi untuk mengatakan bahwa tempat ini berbentuk seperti itu… sesungguhnya tidak benar juga. Setengah isinya mungkin sama dengan Gym, memiliki alat seperti treadmill, angkat beban, dan sebagainya.

Tapi seumur hidupnya sepertinya ia tidak pernah menemukan Gym dengan ring tinju, arena menembak, dan dibangun di bawah tanah dengan luas yang sepertinya melebihi rumah di kampung halamannya.

Ia sempat bertanya-tanya sendiri, sebenarnya organisasi apa yang kemarin ia setujui untuk bergabung itu?

Dengan perasaan agak berat, Baekhyun menyeret kakinya untuk menghampiri arena tinju dengan sebuah ring tempat agen-agen yang lain duduk mengelilinginya. Begitu ia cukup dekat, barulah Hoya berdiri untuk menghampirinya. Baekhyun semakin gugup begitu melihat pemuda itu dari jarak dekat. Sudah jelas Hoya memiliki otot yang lebih berbentuk daripada dia.

“Kau tepat waktu.” tanpa menyapa, tanpa basa-basi dan dengan suara yang berat, Baekhyun pikir ia tidak bisa merasa lebih terintimidasi lagi dari ini. Aura Hoya benar-benar kuat.

“Ayolah Hoyaaa~ Kau membuat Baekhyun-ssi gugup, buat dia santai sedikit kenapa?” dari belakang Hoya, Woohyun berseru dengan nada ringan.

Kemudian Eunji menyahut dengan dialek Busannya, “Howon-ah, kalau kau membuatnya ketakutan seperti itu, kau sama sekali tidak membantu. Ini kali pertamanya, jangan buat dia menyerah dulu.”

Hoya sama sekali tidak memperdulikan celotehan yang saling menyahut di belakangnya setelah itu. Seperti biasa ketika mereka semua berkumpul seperti ini, semuanya pasti akan ribut, seperti sekumpulan gadis puber yang membicarakan terlalu banyak hal. “Ini adalah latihan pertamamu. Menjadi agen Arcana sama sekali tidak mudah. Pertama-tama kami harus mengetahui kemampuanmu dulu untuk mengetahui bakat yang ada di dalam dirimu. Setelah itu, porsi ‘persiapan’nya bisa kita sesuaikan dengan hasilnya. Secara singkat, kami mencoba memutuskan potensi apa yang ada padamu, ‘agen lapangan’ seperti aku, Woohyun, Suho, dan Chorong. Atau mereka yang bekerja di balik layar seperti Sunggyu hyung, Eunji, dan Kyungsoo.”

Baekhyun memiringkan badannya sedikit untuk melihat lebih jelas apa yang ada di balik punggung Hoya. Mereka semua benar-benar ada di sana. Tanpa terkecuali. Mulai dari Sunggyu hingga Naeun yang Baekhyun beri julukan ‘Manusia Peri’. Bahkan kini Naeun juga sudah berganti dengan pakaian kasual.

“Jadi… apa yang akan kita lakukan untuk sekarang ini…?” tanya Baekhyun gugup.

“Tes fisik. Lebih tepatnya kami menilai kemampuan instingmu dalam bertarung.” jawab Hoya langsung ke permasalahannya.

“Bertarung?!” Ia nyaris berteriak.

“Kenapa? Ada masalah dengan itu?”

“Melawan kalian?!!”

“Sudah jadi tradisi di sini bagi setiap agen baru untuk menghadapi semua agen lama di latihan pertamanya. Itu membantumu untuk mengenal berbagai macam gaya bertarung dan kondisi.” timpal Suho dari kejauhan.

Baekhyun meneguk ludahnya lagi. Ia berusaha mengirimkan pikiran-pikiran positif ke dalam otaknya. Yah… seberapa buruk sih yang bisa ia rasakan.

“Ja-jadi… siapa lawanku yang pertama?”

“Aku.”

Rasanya Baekhyun ingin kencing berdiri begitu Hoya yang menjawab.

 

:::

 

‘BRUAKK’

“Aaarggh!”

“Kau tidak konsentrasi. Buka lebar-lebar matamu.”

Di lantai ring, Baekhyun meraung-raung kesakitan setelah tubuhnya dibuat memutar di udara dan mendarat dengan keras di bagian punggung. Hoya sama sekali tidak menahan tenaganya.

Melihat itu para ‘penonton’ di samping mengernyitkan muka mereka dengan suara-suara seperti “Uuuh” “Aaaw” dan “Ooouhw” saling bersahutan setiap kali Hoya berhasil menjatuhkan Baekhyun. Yang mana, hampir setiap detik sejak Baekhyun melangkahkan kakinya di dalam ring.

“Ugh, rasanya pasti sakit. Aku saja bisa merasakannya di punggungku.” bisik Woohyun simpatik kepada Suho di sampingnya.

Ekspresi Suho juga sama sebelas dua belas dengan temannya, satu alis diangkat dan satunya lagi tertekuk dengan ujung bibir terangkat sedikit, memperlihatkan rasa ‘kasihan’nya pada agen baru yang malang itu. “Dan ini baru permulaannya saja… pelatihan yang diberikan Hoya selalu bertambah keras tiap kali ada anggota baru yang masuk. Kita beruntung kita jadi anggota duluan sebelum Hoya ada.”

Di samping kirinya, Chorong bergidik kecil ketika mengingat latihan apa yang harus Ia lewati saat hari-hari pertamanya sebagai agen dimulai. Latihan di bawah kendali Hoya sama sekali bukan kenangan yang indah.

“Baekhyun-ssi, berdiri!” suara keras Hoya menggelegar di seantero arena.

Dengan susah payah, Baekhyun (yang mulai berpikir jangan-jangan ada tulangnya yang retak) sempoyongan mengambil kuda-kuda. Tetapi belum juga ia memantapkan posisinya, rasa sakit mulai menusuk kembali setelah Hoya dengan cepat menubruknya hingga jatuh terlentang.

Baekhyun terbaring terkapar tanpa bisa bergerak. Ia mulai mengeluarkan suara yang terdengar seperti rintihan anak anjing yang kesakitan.

Di sampingnya, Hoya berdiri dengan kedua tangan tertenteng di pinggang. Ia menggeleng pelan, harapannya untuk Baekhyun semakin mengecil dan mengecil. “Sesimu denganku sudah selesai.”

Mata Baekhyun tiba-tiba membelalak terbuka, “Benarkah?!”

“Selanjutnya giliran Woohyun.”

Baekhyun ingin membenturkan kepalanya ke tembok.

 

:::

 

“Tenang saja Baekhyun-ssi, aku akan mengurangi tenagaku. Aku tidak seperti si Heracles mesin otot itu.” di depan Baekhyun, Woohyun sedang melakukan peregangan kecil-kecilan dengan senyum lebar.

Hoya yang berdiri di pojokan ring, bertindak sebagai instruktur Baekhyun, hanya memutar kedua bola matanya. Ia tahu Woohyun berkata begitu hanya untuk membuat Baekhyun tenang sedikit. Seandainya benar dia akan menahan diri, tetap saja…

‘BRUGH’

Ah, tuh kan.

“Berdiri! Jangan berikan lawanmu kesempatan dengan menggeliat di tanah kesakitan seperti itu!” teriak Hoya begitu melihat Baekhyun cuma berguling-guling di lantai ring.

Woohyun melompat-lompat kecil, tangannya sudah terkepal dalam posisi kuda-kuda untuk menyerang. Kilat kedua matanya sudah berbeda jika dibandingkan dengan Woohyun yang barusan berkata bahwa ia akan mengurangi tenaganya. Ini adalah Woohyun yang sudah terfokus dalam pertarungan.

Akhirnya dengan susah payah, Baekhyun berhasil berdiri dan mengambil kuda-kuda. “Perhatikan setiap langkah yang dia ambil, Woohyun adalah tipe petarung langsung. Dia bergerak secara spontan. Seharusnya kau bisa memanfaatkan itu dengan memancingnya.” di pojokan, Hoya terus menerus memberikan instruksi terhadap Baekhyun (yang sudah berbentuk seperti zombie).

Gampang diucapkan, sulit melakukannya.

Baekhyun terlalu terkejut begitu Woohyun melesat ke arahnya untuk melancarkan pukulan langsung ke wajah. Dalam sepersekian detik itu tubuh Baekhyun bereaksi, ditariknya punggungnya ke arah belakang. Meskipun begitu tetap saja ia tidak akan bisa mengelak. Baekhyun menutup matanya rapat-rapat untuk bersiap menerima hantaman di wajahnya.

Tetapi kemudian ia tidak bisa merasakan apa-apa.

Satu kelopak matanya ia buka perlahan-lahan untuk mengintip. Tepat dengan jarak sekitar dua kepal, pukulan Woohyun berhenti di depan wajahnya. Aneh, ia yakin sekali seharusnya pukulan itu pasti akan mengenai wajahnya. Itu berarti hanya meninggalkan satu pilihan: Woohyun memang benar-benar menahan kepalannya tepat di situ.

Woohyun menarik lengannya, ia tersenyum ke arah Baekhyun dengan lebar, “Bagus… Bagus... kau orang yang cepat belajar rupanya.” lelaki itu menepuk-nepuk pundak Baekhyun dengan keras dan kemudian tertawa. “Hoya! Dia memang anak yang menarik! Sesiku kusudahi saja ya di sini. Aku mau melihat dari samping saja ah, kalau keterusan nanti aku sudah tidak bisa menahan diri lagi. Bahaya bahaya~”

Baekhyun menatap bingung ke arah punggung Woohyun yang melenggang menjauh, dan Hoya yang berdiri kaku di pojokan. Hoya balik memandangnya lurus-lurus, “Barusan, dalam waktu singkat, tubuhmu sudah mulai bisa bereaksi untuk menghindari serangan. Meskipun gerakan yang diambil bukan yang paling tepat. Setidaknya kau menunjukkan kemajuan dalam refleksmu.”

“…Ng, jadi, itu berarti aku sudah menunjukkan perkembangan?! Haha!” seru Baekhyun riang.

“Jangan senang dulu…” Melihat itu, Hoya pun mengangkat satu alisnya. “Chorong-ah!”

Seorang gadis dengan rambut merah gelap dan pakaian olahraga berwarna hijau toska masuk ke dalam ring, menatap Baekhyun lekat-lekat dengan matanya yang selalu mengintimadasi, bahkan mata itu lebih membuat Baekhyun merinding jika dibandingkan dengan milik Hoya. Ah, gadis ini… Baekhyun ingat ini adalah gadis yang sama dengan orang yang hampir saja membunuhnya ketika ia pertama kali tidak sengaja masuk ke sini.

Memorinya tentang Park Chorong sudah diawali dengan kenangan yang buruk.

Di pinggir arena, Woohyun dan Suho belum-belum sudah merasa kasihan pada Baekhyun.

“Seandainya ada popcorn di sini, maka tontonan menarik ini akan semakin lengkap.” celetuk Kyungsoo yang duduk dengan tenang di samping kursi Chorong yang sekarang kosong. Woohyun hampir meledak tertawa mendengarnya.

“Yah, Kyungsoo-ya! Mau bertaruh??” Woohyun menaik-naikkan kedua alisnya jahil.

“Untuk apa? Bukannya sudah jelas dia akan dibuat babak belur oleh Chorong noona?”

“Bukan itu maksudku. Kita bertaruh berapa kali kira-kira Chorong akan membuatnya tersungkur ke lantai dalam waktu 10 menit ini.”

“Ah… itu… Kalau begitu aku pasang 10.”

“Aku 15!”

“Yah kalian ini, apa kalian serius?” di tengah-tengah mereka Suho menatap keduanya bergantian dengan tatapan tidak percaya. “Jumlah itu terlalu kecil! Aku bertaruh untuk 25!”

 

:::

 

“HIIIIIIIIIIH!!” otomatis Baekhyun berteriak ketakutan begitu Chorong mulai menerjangnya.

Tiba-tiba Chorong mengerem di kaki depannya dan memanfaatkannya untuk melakukan tendangan memutar, tepat mengarah ke wajah Baekhyun. Refleks Baekhyun yang sudah semakin terlatih, menyuruhnya untuk menunduk, dan untuk pertama kalinya ia berhasil menghindar.

“Mustahil!”

“Tidak mungkin!”

“Keajaiban!”

“Jangan bercanda!”

Di pinggir arena Sunggyu, Woohyun, Suho, dan Kyungsoo berteriak saling sahut menyahut dengan wajah terkejut bukan main. Selama ini Chorong tidak pernah meleset.

Tetapi Chorong sama sekali tidak menunggu untuk melakukan serangan yang berikutnya. Tendangannya yang masih melayang di udara dimanfaatkannya sebagai poros dan lonjakan. Tubuhnya merunduk sangat rendah hingga kedua tangannya menopang di lantai, dan kakinya yang ‘gagal’ menendang menjadi tumpuan, sehingga kaki yang satunya lagi dengan kuat terayun ke atas setelah mendapatkan lonjakan. Baekhyun yang belum pulih dari keterkejutannya tidak bisa melakukan apapun untuk menghindar.

‘BRUAGH’

Kali ini tendangannya tepat mengenai dagu Baekhyun dari bawah, Chorong benar-benar melakukannya tanpa ampun.

Penonton yang berada di pinggir langsung berdiri dan bersorak. Mereka baru saja menyaksikan double spin kick yang dilakukan hanya dalam waktu sekian detik, nyaris tidak terlihat. Tentu saja, ini adalah Park Chorong yang mereka bicarakan.

Yeokshi~! Park Chorong!!!” Sunggyu bersorak dengan kedua tangan dikepalkan di atas.

“Ini lebih hebat jika dibandingkan menonton pertandingan gulat di TV!!”

Eunji dan Naeun menggeleng-geleng pelan melihat para lelaki itu terlihat kelewat senang, tetapi mau tak mau mereka ikut menahan tawa juga. Ah, sesungguhnya mereka sadar kalau ini terkesan terlalu kejam, tapi mau bagaimana lagi.

Baekhyun meringis kesakitan sambil terduduk di arena lantai, yang barusan bahkan terasa lebih sakit jika dibandingkan bantingan Hoya maupun tubrukan Woohyun. Pelan-pelan Chorong menghampiri Baekhyun dan menatap pemuda itu dingin dari tempatnya berdiri.

“Tendangan pertamaku, itu bukannya karena kau berhasil menghindarinya. Tetapi karena aku tahu dengan membuatmu merunduk terlebih dahulu, maka tendangan yang berikutnya akan terasa lebih menyakitkan.”

Baekhyun melongo. Apa gadis ini sungguh-sungguh?

Jika Hoya dan Woohyun ia anggap monster, maka Chorong adalah Iblis tanpa belas kasih.

 

:::

 

‘BRUGH’ ‘BRUAK’ ‘BRUGH’

“Dua puluh dua… Dua puluh tiga…  Dua puluh empaat…”

‘BRUKK!’

Tubuh Baekhyun terlempar dan melayang dengan diakhiri bunyi yang sangat keras.

“Dua puluh limaaaa!!! Woohoo aku menang!” Suho nyaris melompat dari kursinya karena terlalu senang.

“Eish, dasar.” decak Woohyun kesal karena kalah bertaruh, “Wanita jahanam itu benar-benar tidak kenal ampun.”

“Terkadang aku benar-benar bersyukur karena Chorong noona ada di pihak kita…” bisik Kyungsoo yang bersungguh-sungguh akan perkataannya. Dalam waktu sepuluh menit ini Chorong benar-benar membuat Baekhyun terkapar sebanyak dua puluh lima kali, tanpa jeda dan tanpa ampun. Dan serangannya yang terakhir barusan sepertinya benar-benar telak.

“Sekalipun Chorong memang salah satu petarung andalan kita...” Sunggyu memulai menimpali, “Tapi… Si Baekhyun itu….”

Mulai dari Naeun yang duduk di pojokan sampai Kyungsoo yang berada di pojokan satunya lagi, semuanya berseru secara bersamaan. “Benar-benar lemah.”

“Sunggyu oppa, sepertinya kita memiliki pendapat yang sama tentang jawaban yang kita bicarakan tadi…” Naeun berbisik ke arah Sunggyu di sampingnya.

The Magician itu kemudian menyipitkan matanya yang sudah sipit, “Sudah jelas dia tidak akan bisa mengawalmu. Jangan-jangan… kali ini aku merekrut orang yang salah…”

“Eiyy, oppa~ jangan bilang begitu, kita kan belum melihat kemampuannya di tes intelijensi besok” timpal Eunji yang makin lama makin merasa kasihan terhadap anggota baru mereka itu.

Di tengah celotehan para penonton tadi, Chorong yang bahkan tampak masih terlihat sangat rapi seperti tidak terjadi apa-apa turun dari ring dengan melompat salto, kedua tangannya bertumpu pada pegangan ring dan tubuhnya pun melayang berputar di udara sebelum mendarat dengan ringan. Sementara Baekhyun yang sudah dihampiri Hoya untuk mengecek keadaannya, tetap terlentang di lantai ring sambil terengah-engah  bersimbah keringat. Pemuda itu bergumam “Aku menyerah… aku menyerah…” yang terdengar sangat memelas.

“…Sepertinya dia sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan. Ya sudah, kita sudahi saja di sini.” akhirnya rasa kemanusiaan Hoya pun menyeruak ke dalam hatinya, ia khawatir jika diteruskan bisa-bisa Baekhyun justru sudah hanya tinggal nama saja nanti.

Agen-agen yang lainnya sudah berdiri meninggalkan kursi masing-masing, jika latihannya sudah selesai maka itu berarti urusan mereka sudah selesai di sini, semuanya memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan yang lain yang sempat tertunda.

“Baekhyun-ssi~! jangan lupa untuk datang lagi besok! Kita akan mengadakan tes yang lainnya!” seru Eunji dengan nada riang, yang dipanggil hanya bisa membalas dengan sebuah erangan yang tidak jelas. Eunji hanya tertawa dan segera mengikuti Kyungsoo untuk mempersiapkan tes berikutnya.

Sementara itu, Sunggyu yang sudah hampir melangkah keluar dari ruang latihan tiba-tiba menyadari bahwa Nona Naeunnya tidak ada di sampingnya. Maka ia pun menoleh ke belakang dan mendapati gadis itu sedang berdiri kaku dengan kedua mata menatap lurus tanpa terfokus ke manapun. Sunggyu hafal benar dengan gerak-gerik ini, iapun bergegas menghampiri Naeun yang tiba-tiba tersentak dan mengambil nafas dalam-dalam.

“Naeun-ah, kau tidak apa-apa?” tanya Sunggyu khawatir, seharusnya penglihatan yang biasa tidak sampai membuatnya kehabisan nafas seperti ini.

Naeun masih berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah, tetapi sekarang bukan ini yang menjadi perhatian utamanya. “Oppa, jam berapa ini sekarang?”

“Sudah hampir setengah tujuh… kenapa?”

“Aku melihatnya, aku tidak tahu itu siapa, tapi aku rasa aku menemukan orang yang tepat.” jawab Naeun cepat dan terkesan panik, “Orang ini… dia akan jadi salah satu dari kita… tapi… aneh, ini aneh, penglihatanku kali ini terasa aneh.”

“Apa maksudmu?”

“Gambarnya terpotong-potong, dan tidak jelas, aku bahkan tidak bisa ingat wajahnya seperti apa oppa. Tapi aku tahu aku harus segera bertemu dengan orang ini. Ada suara-suara di kepalaku yang menyuruhku untuk bertemu dengannya dan membawanya ke sini.”

“Naeun-ah tenangkan dulu dirimu, apa kali ini kau yakin dengan penglihatanmu?”

Naeun terdiam sejenak, “Aku tidak pernah merasa seyakin ini dalam penglihatanku.”

“Tapi bagaimana cara menemukannya?!”

“Aku tahu, aku melihatnya, tepat pukul tujuh malam aku tahu di mana dia berada. Dan sekarang aku harus pergi, aku tidak butuh pengawalan oppa, karena aku harus pergi sendiri.” Naeun sama sekali tidak memperdulikan teriakan khawatir yang keluar dari tenggorokan Sunggyu begitu ia melesat ke luar.

 

:::

 

Nafasnya sudah semakin memburu dan ia semakin kesulitan mengaturnya, tetapi beruntunglah ia sudah sampai di tujuan. Ia tahu tempat ini, dia ‘melihatnya’ sendiri beberapa waktu yang lalu. Naeun menegakkan tubuhnya dan melangkah perlahan-lahan mendekati kerumunan yang mengantre untuk masuk ke dalam gedung kecil ini. Begitu ia sudah sampai depan barulah ia melihat ada sebuah tangga yang melesak ke dalam, membawa mereka ke dalam ‘bawah tanah’. Kepalanya mendongak untuk melihat jam yang terpasang di tembok belakang counter, itu adalah jam yang sama dengan yang ada di penglihatannya, dan jarum jamnya sekarang sudah menunjuk pukul tujuh. Ia datang tepat waktu.

“Yah nona!! Mau beli tiketnya apa tidak? Beli sekarang atau tidak sama sekali, ada antrean panjang yang menunggu di belakangmu.” seorang gadis jangkung yang memakai rompi bulu-bulu berteriak kepadanya dari balik counter dan membuat Naeun terlonjak sedikit karena kaget. Ia buru-buru merogoh isi sakunya dan mengeluarkan selembar uang dengan asal.

“Apa ini cukup?” tanya Naeun ragu-ragu.

Penjaga counter itu terbelalak sedikit melihat nominalnya, uang yang diberikan berkali-kali lipat lebih banyak dari harga biasanya, “A…apa tidak ada uang yang lebih kecil lagi? Kami tidak punya kembaliannya…”

Naeun menggeleng cepat, “Kalau begitu ambil saja sisanya. Aku boleh masuk kan?” Begitu mendapat anggukan dari si penjaga counter yang sepertinya masih terlihat takjub, Naeun buru-buru melangkah ke tangga yang membawanya ke bawah. Belum-belum ia bisa mendengar dentuman musik dari tempatnya berada.

Oh, my beloved, I run blindly ahead and hold you

Ah ya, musik ini, sama seperti yang ada di penglihatannya. Ia merasa pernah mendengarnya sekali.

Just as I am, like this, I run without fear and hold you

Suaranya semakin keras dengan tiap anak tangga yang ia lewati, begitu juga dengan degup jantungnya yang semakin berpacu.

"When I see you, so beautiful, my, my, my heart goes thud."

Begitu ia sudah sampai di bawah, Naeun terpesona dengan pemandangan yang ada di depannya. Kerumunan orang-orang yang terlihat menikmati musik menghadap ke sebuah panggung kecil yang disinari dengan lampu-lampu berwarna-warni. Ruangan yang gelap membuat panggungnya terlihat bersinar, dan sebuah band sedang tampil di atasnya, menyedot semua perhatian ke arah mereka.

Tiba-tiba Naeun merasa tubuhnya tertubruk dari belakang oleh sekelompok orang yang baru masuk dan detik berikutnya ia mendapati dirinya didorong-dorong hingga maju melewati kerumunan orang sampai persis ke depan panggung. Naeun merasa takjub untuk sesaat, tetapi begitu sadar ia pun langsung mendongak ke arah panggung. Tepat saat bagian solo gitar, di depannya sendiri matanya menangkap sosok seorang pemuda yang begitu terhanyut dalam permainannya. Ia terpaku, matanya tidak mau teralihkan dari apapun.

Saat solo gitarnya sudah selesai dan kembali ke bagian chorus, gitaris itu menengadahkan kepalanya dan detik berikutnya Naeun bisa merasakan ada seperti kejutan dari aliran listrik yang mengalir di sepanjang tulang punggungnya saat tatapan mereka saling bertumbuk.

Sekelilingnya terasa melambat dan dentuman musik yang keras semakin terdengar tumpul di telinga Naeun, ia hanya bisa merakan dirinya semakin lama semakin ditarik ke dalam mata pemuda itu yang terlihat begitu tajam dan sedalam samudera. Sementara jari-jarinya terus bergerak memainkan nada, gitaris itu juga, sama sekali tidak memutus kontak mata mereka berdua. Entah apa yang terjadi, keduanya sama sekali tidak mengenal satu sama lain, tetapi seolah-olah dunia bekerja sama untuk mempertemukan mereka berdua.

Naeun bisa merasakannya, seluruh nadinya bereaksi, dan detak jantungnya semakin keras hingga rasanya memenuhi isi dadanya sampai terasa sesak. Saat itulah Naeun tahu bahwa ia telah menemukan apa yang ia cari.

 

:::

 

Saat ini ia hanya bisa memperhatikan kedua sepatunya di bawah dengan gugup sementara berdiri menunggu di luar gedung, bersandar ke pohon yang tumbuh tepat di pinggir jalan. Satu tangannya kemudian terangkat ke tempat jantungnya, yang sampai saat ini masih menolak untuk kembali ke iramanya yang normal. Naeun menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali dengan panjang. Ia berusaha keras untuk menenangkan dirinya.

Sudah agak lama sejak pertunjukannya berakhir, dan Naeun masih ingat bagaimana gitaris yang ia tidak tahu namanya itu, melihat ke arahnya sekali lagi saat turun dari panggung. Dan kini ia bersikeras menunggu sampai mereka semua keluar. Bagaimanapun, ia harus berbicara dengannya. Karena menurut penglihatan Naeun, orang itu memang sudah ditakdirkan untuk bergabung dengan organisasi Ayahnya. Tetapi yang aneh, secara bersamaan ia juga tahu bahwa satu-satunya yang bisa membawa orang itu untuk bergabung hanyalah dia seorang, dan bukannya Sunggyu yang biasanya bertugas untuk merekrut.

Yang menjadi permasalahan sekarang adalah: bagaimana caranya untuk mengajak orang asing berbicara sekaligus menariknya untuk ikut bergabung ke dalam sebuah organisasi yang bahkan keberadaannya seharusnya ilegal?

Tiba-tiba dari arah dalam gedung, Naeun mendengar ada suara-suara ribut dan tawa yang menggema sampai telinganya. Buru-buru ia pun berdiri dengan tegak.

“Yoohoo~ hari ini kita panen~ panen~ sebentar lagi mungkin kita bisa membeli drum set baru.” dari tempatnya, Naeun bisa melihat para pemain band yang beranggotakan lima orang itu melangkah keluar, ditemani gadis penjaga counter tadi. Belum-belum Naeun sudah bisa menemukannya, dengan jaket kulit berwarna cokelat tua dan guitar case hitam besar tersampir di pundaknya, gitaris itu tertawa dan tersenyum bersama teman-temannya.

Lagi-lagi ketika mata mereka bertemu, gitaris itu tiba-tiba menghentikan langkah dan menatapnya untuk waktu yang cukup lama. “Yah, Myungsoo-ya! Kenapa berhenti?” Salah satu yang sedang memakan permen lollipop muncul dari belakang gitaris itu, dan mulai penasaran apa yang membuat temannya tiba-tiba terpaku seperti ini. Segera saja teman-temannya yang lain pun mengikuti dan berkerumun di hadapan Naeun. Tiba-tiba saja ia merasa malu setengah mati ketika sadar bahwa ia terlalu menarik perhatian.

“Oooohoho, apa ini Myungsoo, gadis super cantik ini kenalanmu?” pria jangkung dengan rambut menyala kemudian merangkul pundak pemuda yang Naeun kini tahu bernama Myungsoo.

Tiba-tiba gadis penjaga counter tadi menyeruak di antara mereka, “Ah! Kamu! Yang tadi! Yah yah yah tunggu dulu, apa ini?! Jangan bilang karena kamu membayar uang berlebih sekarang kau minta untuk bertemu langsung dengan mereka huh? Jangan-jangan kau ini sasaeng fan??”

Diserang seperti itu membuat Naeun semakin gugup dan tidak tahu harus berbicara apa. Tapi sebelum keadaannya berkembang semakin ribut, gitaris bernama Myungsoo itu kemudian berbalik ke arah teman-temannya dan mendorong mereka semua menjauh.

“Sudah, sudah, kalian semua pulang saja duluan. Aku nanti akan menyusul, tidak usah menungguku.”

“Tunggu dulu Myungsoo, kau belum mengenalkanku ke gadis cantik itu!!” yang paling jangkung lagi-lagi memprotes dengan suara paling keras. Sementara itu di sampingnya ada pemuda bertubuh kecil yang tersenyum lebar, “Tentu saja dia tidak mau mengenalkannya ke kita, bodoh. Mana mungkin Myungsoo mau ceweknya direbut olehmu, Minkyu-ya.”

“Hei hei hei, kalian ini, kita biarkan saja Myungsoo dengan urusannya. Kita pergi saja, ayo.” pria lollipop tadi kemudian menarik teman-temannya menjauh dan kemudian berbalik untuk menyeringai sekali lagi ke arah Myungsoo.

“Sungjoon benar, kita tinggalkan saja Myungsoo di sini. Kalau begitu kita pamit duluan.” pria berambut sebahu yang Naeun ingat sebagai drummer mereka kemudian melambaikan tangannya kepada Myungsoo, dan tak lupa tersenyum sekaligus memberi bungkukan kecil kepada Naeun.

Si Gitaris kemudian menghela nafas lega setelah teman-temannya lama-lama menjauh. Saat tubuhnya berbalik untuk menghadapnya, lagi-lagi Naeun merasa terlonjak karena sengatan listrik yang entah berasal dari mana.

“Maaf… Apa aku pernah melihatmu sebelumnya?” tanya Myungsoo ragu-ragu kepadanya.

“Ah… itu… Anu…” Bagaimana mengucapkannya? Bagaimana cara memberitahunya? Naeun terlalu bingung untuk bisa berpikir. “Namaku Son Naeun, dan aku yakin sepertinya kita belum pernah bertemu sama sekali.” Naeun kemudian memberanikan diri untuk berbicara dan membungkuk dalam-dalam selagi memperkenalkan dirinya.

Myungsoo mengangkat kedua alisnya heran, “Benarkah…? Tapi entah kenapa rasanya… wajahmu sangat familiar… di dalam ingatanku…” semakin lama suaranya semakin menghilang dengan tiap kata yang terucap. “Kalau begitu… Son Naeun-ssi, apa yang membuatmu ke sini?”

“Be-begini, aku tahu ini kedengarannya aneh, dan tidak bisa dilogika. Tetapi aku mohon untuk sekali ini percayalah padaku.” akhirnya ia memutuskan untuk langsung ke permasalahannya, Naeun bertaruh banyak untuk hal ini. “Aku ‘melihatmu’… dan aku langsung tahu bahwa aku harus mengajakmu bergabung dengan kami.  Maksudku-- ah bagaimana menjelaskannya. Begini saja, apakah kau mau ikut denganku ke suatu tempat?”

Myungsoo menatapnya lekat-lekat dengan ekspresi bingung dan tidak percaya bercampur jadi satu. Ia tertawa miris dalam hati. Gadis ini aneh, mereka baru pertemu untuk pertama kalinya dan belum-belum dia sudah memintanya untuk ikut bersamanya ke suatu tempat yang bahkan ia tidak tahu di mana. Lucunya, sebagian besar dari dirinya berteriak menyuruhnya untuk mempercayai gadis asing ini. Gadis asing yang anehnya juga tidak terasa asing, karena ia sendiri merasa pernah mengenalnya, entah di mana dan kapan.

 “Aku sendiri kaget karena aku akan mengatakan ini, tapi… aku ingin percaya padamu. Jadi… ke mana kita akan pergi?” jawab Myungsoo pelan-pelan.

Kedua mata Naeun melebar dengan cerah, “Benarkah? Sungguh?”

“Ah ngomong-ngomong aku belum memperkenalkan diri, namaku Myungsoo.” ia kemudian mengulurkan tangannya. Naeun menatap tangan Myungsoo untuk beberapa saat, jika ia menyentuh itu berarti…

Sesaat kemudian Naeun tersenyum dan menyambut uluran tangannya, “Senang berkenalan denganmu juga--“ tiba-tiba tubuh Naeun berubah kaku begitu suhu hangat dari tangan Myungsoo bisa ia rasakan. Sekujur tubuhnya mendadak bereaksi dengan ketakutan yang perlahan-lahan merayap. Ia tidak melihat apa-apa. Naeun sama sekali tidak bisa membaca masa lalu Myungsoo.

 

:::

 

Di Ruang Oval, Sunggyu berjalan bolak-balik dengan gelisah sementara agen-agennya berkerumun di meja tengah. Di sofa, Eunji dan Hoya membantu memasangkan tape  ke seluruh tubuh Baekhyun yang terasa sakit.

“Sudahlah hyung, kalo Nona Naeun bilang dia akan baik-baik saja itu berarti memang tidak akan terjadi apa-apa.” komentar Suho yang mulai jenuh melihat koordinator mereka itu sedari tadi berjalan dari ujung ke ujung.

Woohyun yang ada di sebelahnya pun menimpali, “Apa Nona tidak bilang dia akan pergi ke mana?”

“Justru itu yang membuatku semakin khawatir!! Dia tidak bilang ke mana dia akan pergi dan tiba-tiba saja menghilang ke luar. Kalau ada apa-apa terjadi padanya maka leherku yang akan digorok oleh Ayahnya!!” teriak Sunggyu frustasi.

Baru saja ia berteriak, pintu utama pun terbuka. Dan Naeun melangkah ke dalamnya dengan ekspresi yang terlihat antara gugup dan bingung tetapi juga lega. Yang lainnya otomatis mengarahkan perhatian mereka ke arah pintu, terutama Sunggyu yang buru-buru melesat mendekat. Semuanya terdiam begitu di belakang gadis itu, mereka menangkap sosok seorang pemuda tampan dengan guitar casenya yang melihat berkeliling dengan mata penasaran.

Di samping Chorong terdengar suara derit kursi yang digeser dengan keras ketika Kyungsoo mendadak melejit berdiri dari duduknya. “APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?”

Mereka semua terkejut ketika untuk pertama kalinya mendengar Kyungsoo yang terlihat begitu marah, menatap ke arah tamu asing mereka. Gitaris itu pun sama kagetnya meskipun tidak ada tanda-tanda kemarahan seperti yang ada di wajah Kyungsoo.

“Justru seharusnya aku yang bertanya seperti itu, kan? Kenapa kau juga ada di sini? Siapa mereka semua?” tanya pria itu dengan nada heran.

Semuanya tanpa terkecuali melirik bergantian ke arah pria asing dengan gitar itu, dan juga ke arah Kyungsoo yang masih terlihat belum tenang sama sekali.

“Nona Naeun… mungkin Anda bisa menjelaskan siapa orang yang Anda bawa itu sebenarnya?” di samping Kyungsoo, Chorong pun menatap ke arah pemuda asing yang berdiri di sebelah Naeun dengan tatapan menyelidik.

Belum sempat Naeun membuka mulut, Kyungsoo sudah menjawab untuknya dengan suara yang terdengar pahit. “Namanya Myungsoo, dia kakakku.”

 

 


(*): mi principessa =  my princess

a/n: maaf karena telah menyiksa Baekhyun, tetapi itu juga jadi kesenangan saya tersendiri *evil laugh* so... predictions? thoughts? i wont mind if you write me a long essay lhoh HAHA

p.s: sufbb casts numpang lewat bentar

p.s lagi: 'krystal jung' adalah tokoh cameo dari project saya yang ini, seperti yang saya pernah bilang kedua project berada di 'dunia' yang sama. di project itu, naeun juga pernah muncul sekilas di chapter 9

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
crepusculum
this story is discontinued until further notice. huge writer's block and because i currently at the point where i hate my own writings very much so.

Comments

You must be logged in to comment
evolvirea #1
Semangat, kak.
KimYuuna
#2
When will this story updated. Update please :(((
DinaKarl #3
Chapter 11: Kak author ceritanya a keren, seru!! Aku tunggu kelanjutan ceritanya ya kak!! Semangat kak author!!
blackday #4
Chapter 11: Thor!! Semangat!! Lanjutin thor!! Saya dengan setia akan menunggu kelanjutan ceritanya!!
evolvirea #5
Chapter 11: And how can i come to this story again... it makes me sad to realize that the last updated is still the same...
purupota #6
Chapter 1: gatau kenapa liat drama theK2 jadi inget fanfic ini
natsuki_aiko #7
authorrr, ayo di lanjutttt. aku bener2 penasaran sm kelanjutannya. di tunggu banget ><. semangat author!!
Leekyugi #8
Bakalan baca untuk ketiga kalinya, yaampuun berapa tahun ya nungguin ini comeback?? Ahhh ini tuh salah satu story keren dan terapih yang gue baca.... Sumpahhh entah kapan comebacknya Tuhaannnnnn!!!!
Alvin_19 #9
Chapter 11: Udah baca ni ff untuk kedua kalinya.. Kpan diupdate nya??? suka bgt ma crita ini... jgn lama" diupdate y... nggak sabar.. jebal authornya.... critanya beda dri yg lain.. dtunggu bgt updatenya...
Difalaa99 #10
Chapter 11: Ide ceritanya ngga mainstream. suka banget sumpah!~~ Kapan dilanjut? Ayo thor semangat!~