At Nami Island - A Walk to remember

Hello, Cupid!

 

Aku menelusuri Pulau Nami sendirian. Menikmati indahnya daun-daun yang berguguran. Aku memerhatikan kesekitar. Suasana disini tidak pernah berubah. Sama seperti pertama kali aku bertemu dengan Jinyoung disini.

Suasana ramah dan hangat walaupun anginnya berhasil membuatku merapatkan mantel putihku. Aku melihat pasangan pria dan wanita saling bergandengan tangan, menjaga satu sama lain agar tidak saling terluka. Duduk bersama di bawah pohon-pohon yang mulai gundul tak bersisa. Aku melihat anak-anak kecil berlarian di sekitar jalan. “Ayo! Tangkap aku!”

“Ya! Kau mau kemana?!” teriak bocah laki-laki.

Ah… permainan itu. Aku melihat sebuah pohon yang sengaja kami tandai waktu itu. Ada ukiran nama disana, “JM” Aku mendekap pohon besar itu. Membayangkan masa dimana kami duduk bersama disana dan berimajinasi. Perlahan, aku memejamkan mata, membayangkan aku memeluk Jinyoung.

“Maafkan aku. Kenapa kau ada disini, Oppa? Apa kau baik-baik saja? Aku baik-baik saja. Maafkan aku, aku tidak sengaja menghilangkan gelang itu. Kau tahu ya, kau tahu aku tidak bisa berbohong. Aku tidak akan kemana-mana. Maafkan aku.” Saat itu juga airmataku menetes.

“YA! Apa yang kau lakukan disana?!” Aku tertegun dan menoleh. Aku seperti mendengar suara Jinyoung tapi aku tidak mendapatinya. Ternyata hanya anak kecil. Aku menyeka airmataku dan membalikkan badan.

Aku tersentak. Diseberang sana, Jinyoung menatapku dengan nafas terengah-engah. “Jinyoung.. apa yang…” Tiba-tiba Jinyoung berlari ke arahku dan mendekapku.

***

            Gongchan memainkan kembali gitarnya, dia memainkan lagu Spring Rain. Dia melihat Jinyoung berlari menuju Minjung dan mendekapnya.

            “Jinyoung, apa yang kau lakukan disini?” tanya Minjung terkejut.

            “pabo. Kalau kangen padaku kau tidak perlu memeluk pohon seperti itu kan? Dasar gila.” Ledek Jinyoung.

            Untuk beberapa saat mereka terdiam. “jangan pergi lagi,” kata Jinyoung makin erat memeluk Minjung.

            “Jangan pernah pergi lagi. susah payah aku menunggumu. 10 tahun itu… bukan waktu yang sebentar.”

            “Aku tidak masalah dengan itu.” Kata Minjung polos.

            “aku menderita. Aku tidak pernah bisa menemukanmu. Aku hampir gila,”

            “tapi, akhirnya kau menemukanku kan?” tanya Minjung. Kemudian gadis itu melepaskan dekapan itu dari Jinyoung.

            “Minjung…”

            “Hmmm….” Sahutnya. Jinyoung menatap kesekitar, menatap dedaunan yang berguguran. Sebenarnya dia menatap Gongchan yang memanggilnya sejak tadi.

            “Ya! Kalau hari ini kau gagal lagi, aku akan memanggil Baro untuk mengantarmu ke akhirat! Araso! Kau tidak akan ku berikan tiket kesempatan hidup!” ancam Gongchan. Gzz.. apa-apaan?! Tiket kesempatan hidup?!

            “aku tidak menemukanmu dengan caraku. Tapi aku menemukanmu dengan kenangan kita.” Kata Jinyoung menerawang. Sekali lagi, Jinyoung melirik ke arah Gongchan. “Aku bermimpi, ada gadis kecil yang berdoa agar dia bisa dipertemukan denganku. Lalu, doa gadis itu didengar oleh seorang malaikat. Lalu, malaikat itu bilang padaku agar tidak jera mencari gadis itu.”

            “oppa…” Minjung seakan terkejut. Bagaimana bisa Jinyoung bermimpi mengenai doanya sewaktu kecil.

            “dalam mimpi itu, malaikat itu akan membantuku mencari gadis itu. Dia akan mengantarkanku kepada kebahagiaan mutlakku.” Jinyoung menatap mata Minjung dalam-dalam. “dan kebahagiaan itu hanya aku temukan pada gadis yang ada dihadapanku sekarang.”

            “Aku?” tanya Minjung.

            “Will you marry me?” dan tiba-tiba angin musim gugur menyapa kami dan Gongchan kembali memarahi Jinyoung. “Jinyoung Pabo!!!”

            Jinyoung tidak mengerti dimana letak kesalahannya? Apa dia terlalu terbawa suasana? Tidak juga.

            “Ya, oppa. Kau melamarku sedangkan kita masih kuliah di tahun ke dua dan kau melamarku tanpa cincin?” ledek Minjung.

            “Gzz….” Jinyoung menepuk wajahnya. Pabo!

            Gongchan mendumel kesal, “Aish~ kau benar-benar tidak bisa di harapkan!” Dia segera mengeluarkan aura merah jambunya sambil menatap ke arah Minjung.

            Tanpa disangka-sangka Minjung mencium pipi Jinyoung. Jinyoung tersentak dan membeku untuk beberapa saat. Minjung tersenyum padanya. “Oppa, pabokanya?! Hah?! Kau romantis tapi tidak tahu hal-hal apa yang harus dilakukan, kau benar-benar tidak bisa diharapkan!” ledek Minjung.

            Dia melihat Gongchan dan Minjung. Auran anak itu berwarna merah jambu. Apa Gongchan sedang meledekku!

            “YA! GONGCHAN!”

            “Oppa, aku mau menikah denganmu. Setelah kita lulus nanti… 3 tahun kemudian…” kata Minjung.

            “3 tahun kemudian tidak masalah, bukan. Aku bisa lulus lebih cepat, jika aku mau.” Kata Jinyoung menatap hangat Minjung.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Yoseobhasmyheart
#1
Aaaa bagus bangeeetttt!! suquel plissss!! :DD
MinJung_1701
#2
@Tazyme aku belum punya cerita untuk cerita TaeZy. maaf ia, next time maybe aku buat ceritanya ^.^
kray67 #3
pnya TaeZy st0ry gk kawand? :-)
MinJung_1701
#4
hihi, makasih kar. ^^
Karima123 #5
Wohhoooo detik-detik menegangkan!kkk
Karima123 #6
Lanjtkan as:D update soon!