Tanpa Tujuan

Hello, Cupid!

 

 

Nami Island, South Of Korea

 

Sore hari, Di Pulau Nami, Musim gugur…

                Seorang pria bersandar dibawah pepohonan yang tengah berguguran. Pria itu memainkan gitarnya, sebuah lagu instrument “Romance” sambil memperhatikan pasangan-pasangan muda yang ada disekitarnya.

                Di tengah hutan sana, Gongchan memperhatikan seorang pria mendekap hangat wanita yang dicintainya, membiarkan keduanya berpelukan mesra sambil menikmati angin di sore hari. Di sisi lain, Gongchan mendengar pertengkaran kecil antara si gadis yang tidak rela ditinggal pergi kekasihnya.

                “Maafkan aku…” kata si pria.

                Gongchan kembali tersenyum dan terus memainkan gitarnya. Saat dia menyadari ada pasangan yang sudah di tunggu kehadirannya. Dia segera menghentikan musiknya, dalam waktu yang sama langkah kaki si pria berhenti. Sedangkan si wanita baru menyadari bahwa langkahnya sudah mendahului si pria.

                “Oppa, ada apa? Kenapa kau berhenti?” tanya gadis itu.

                Gongchan mulai memainkan instrument lain, “Spring Rain”

                “ada yang ingin aku katakan padamu…”

                “eh,” kata si gadis terkejut.

                “Nan…” Pria itu terlihat gugup saat menatap gadis itu. Bola matanya bergetar karena terlalu takut saat menatap gadis itu. “ada apa, Oppa?”

                “Nan...”

                “ya, kau mau bilang apa?” tanya gadis itu polos.

                “saranghaeyo…”

                Saat itu juga angin musim gugur bertiup sepoy-sepoy kea rah mereka. Daun-daun kembali jatuh perlahan dan menghujani mereka.

                “neol saranghae. Apa kau masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu?”

 

***

 

KLIRING!

                “Selamat datang, Selamat Berbelanja!” dengan reflek yang cepat Jin Young berdiri dan memberikan salam pada calon pembeli yang masuk ke mini marketnya dan meletakkan pulpen yang sejak setengah jam lalu membantunya mengerjakan tugas kuliahnya. Tidak lama setelah calon pembeli datang, Jin Young melihat Dong Woo masuk ke tokonya.

                “Reflekmu terhadap pelanggan benar-benar bagus! Pantas bos sering memberimu tip tambahan!” Komentar Dong Woo yang datang sambil membawakan bungkusan makanan untuknya.

                Jin Young meringis meledek, “tapi kau juga mendapat tip tambahan setelah satu shift denganku kan! Berterima kasihlah padaku!” jawab Jin Young sedikit menyombongkan diri.

                “kau benar-benar…”

                “saya ingin membayar,” kata costumer.

“Baik!”  Dong Woo segera berpindah ke meja cashier dan meletakkan bungkusan makanan itu di keranjang belanjaan kecil yang sengaja dia letakkan di dekat kakinya. Sedangkan Jin Young kembali mengerjakan tugasnya.

Saat selesai melayani pembeli, Dong Woo membantu Jin Young mengerjakan tugasnya. Mereka berdua satu kampus di Universitas Korea department Seni dan Desain Tahun kedua. Dia memperhatikan gelang yang Jin Young kenakan di pergelangan tangan kanannya.

                Sekilas gelang itu terlihat sederhana, namun ada dua inisial kecil yang dibiarkan menggantung. Dua huruf yang mungkin berkaitan dengan masa lalu Jin Young. JM. Setiap kali Dong Woo menanyakan sejarah gelang itu, Jin Young akan marah dan menjadi sangat sensitive.

Sebelumnya, Dong Woo pernah bertanya dimana anak itu membeli gelang itu dan dengan sedikit membentak Jin Young mengatakan kalau dia membelinya di toko mainan. Namun, itu tidak mengurungkan niat Dong Woo untuk mengetahui sejarah gelang itu.

 “Hyung, sejak kapan kau mengenakan gelang itu?” tanya Dong Woo penasaran.

 

“Oh, ini. Sejak aku berumur 8 tahun,” jawab Jin Young singkat tanpa ada basa-basi.

Dong Woo kembali bertanya lagi, “dimana kau membelinya?”  Dong Woo lekas menutup mulutnya, dia salah bertanya. Pabo! Pabo! Batinnya.

 

 Jin Young seraya menutup leptopnya dengan sedikit kasar dan memasukkannya ke dalam tas.

“YAA! kau ingin tahu sekali?! Kalau aku bilang aku membelinya di toko mainan apa kau percaya?!” sungut Jin Young sewot.

“Gzz… Jichyo1. Aku kan hanya bertanya hyong! Kenapa kau marah-marah seperti itu, huh?! Kau benar-benar sensitive! ” sahut Dong Woo tidak terima dimarahi tiba-tiba seperti itu.

Namun tiba-tiba Jin Young berdiri sambil menjinjing tas leptopnya. “Ja, aku pulang.” Katanya sambil membenahi kemeja putihnya.

Mwooo?!”Dong Woo lekas melihat jamnya, Pukul 11.00 malam. Apa-apaan dia pulang sejam lebih awal seperti ini?! Dia pikir ini toko moyangnya?!

“Hya! KIM JIN YOUNG! KAU MANA BOLEH PULANG LEBIH AWAL?!” cegah Dong Gun kesal.

“aku sudah bilang ke bos kalo aku akan pulang lebih awal. Aku lelah sekali hari ini,” gumamnya dingin dan keluar begitu saja.

GYEEE!!!! KAPAN KAU BILANG?!”  benar-benar tidak sopan! Membiarkan temannya jaga sendirian malam hari seperti ini. Memangnya hari ini apa yang dia lakukan? Pulang pergi ke kampus bareng, kuliah bareng. Bagian mananya yang melelahkan???!!

“Gzzz…”

***

 

Jin Young merapatkan mantelnya dan mempercepat langkahnya menuju halte bus. Dia menaiki bus dan duduk di kursi paling belakang dekat jendela. Dia menatap kosong ke luar jalan, memikirkan Kehidupannya benar-benar monoton.

                Pulang malam. Bangun kesiangan. Jarang kuliah.

Tidak ada semangat hidup dan tidak ada tujuan. Kalau bukan karena harus ikut kakaknya, dan juga beasiswa yang dia terima dari universitasnya. Sekarang mungkin dia masih asik menikmati ramahnya pulau Nami. Menyeduh teh hangat di pagi hari di dekat perapian.

Saat turun di halte bis dia segera masuk ke sebuah apartement yang jaraknya tidak jauh dari kampusnya. Apartement itu tadinya di tempati kakak Jin Young, namun karena kakaknya pindah kerja di Cheonan,  Jin Young-lah yang tinggal disini.

Dia segera menyalakan lampu apartementnya dan menyadari bahwa ruangan itu sudah tidak layak disebut sebagai ‘ruangan’atau ‘kamar’ pada umumnya.

Baju-bajunya yang kotor berserakan di sudut ruanganbercampur dengan sampah kertas yang tidak jelas isinya. Dapurnya berantakan dengan cucian piring yang numpuk. Meja belajarnya berantakan dengan buku-buku kuliah yang setebal Injil dan ruang televisi yang penuh dengan CD games yang berserakan.

 Jin Young tidak memedulikan semua hal itu. Dia berjalan lemas menuju kasurnyayang berantakan dan seketika dia tidur.

***

 

Pagi harinya…

Gyut… Gyut… Gyut… Gyut…

                Seseorang membangunkan Jin Young pelan. Namun Jin Young tidak menggubrisnya.

                SREK!

                Jin Young mendengar orang itu membuka gorden kamarnya, namun dia juga tidak kunjung bangun dan menggeliat menarik selimutnya.

                “Ya! Jin Young-ah!”

                BYUR!!!

                Orang itu tanpa pikir panjang menyiram Jin Young.

 

to be continued ...  >>>

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Yoseobhasmyheart
#1
Aaaa bagus bangeeetttt!! suquel plissss!! :DD
MinJung_1701
#2
@Tazyme aku belum punya cerita untuk cerita TaeZy. maaf ia, next time maybe aku buat ceritanya ^.^
kray67 #3
pnya TaeZy st0ry gk kawand? :-)
MinJung_1701
#4
hihi, makasih kar. ^^
Karima123 #5
Wohhoooo detik-detik menegangkan!kkk
Karima123 #6
Lanjtkan as:D update soon!