Sembilan

Sister Complex

“Baiklah kami pulang dulu, kalian juga jaga diri dan kesehatan ya.” Nyonya Lee tersenyum setelah memeluk Leeteuk dan Kibum yang berdiri kaku di hadapan ia dan Donghae. Ia, tuan Lee dan Donghae datang menjemput Raekyo setelah Leeteuk menelepon mereka mengatakan Raekyo memaksa ingin bersama mereka. Raekyo kini sedang digendong Tuan Lee menuju ke mobil mereka. Donghae dari tadi hanya diam sambil memandang Leeteuk dan Kibum, pandangannya tajam. “Ayo, Hae-ah.”

                “Duluan saja, Bu. Aku mau berbicara dulu dengan mereka.” Nyonya Lee melempar pandangan memperingati sekali kepada Donghae, tersenyum sekali lagi kepada Leeteuk dan Kibum lalu menyusul sang suami masuk ke mobil.

                “Hae…”

                “Aku tahu, hyung.” Donghae memotong cepat perkataan Leeteuk, “Masalah jatuh dari motor memang kesalahan Raekyo sendiri. Aku juga tidak bisa menyalahkan kalian karena sama sekali tidak mmberitahu padaku Raekyo terluka, karena, yah, apa hakku untuk tahu. Tapi masalah Kangin ini, ini beda perkara, hyung. Kalian seharusnya memberitahu Raekyo, kalian tahu sendiri dia seperti apa, seharusnya ini bisa dicegah. Namun ya sudahlah nasi sudah jadi bubur. Tapi kuharap kau mengingat perjanjian kita.”

                Donghae mengangguk sekilas ke arah Kibum lalu masuk ke dalam mobil. Leeteuk dan Kibum memandang kepergian mereka dalam diam.

                “Hyung…”

                “Lebih baik kita mencari Kyuhyun, Bum-ah. Dia ada di mana?”

                “Di taman belakang hyung.” Kibum menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh mendengar nada bicara Leeteuk, “Hyung duluan saja, nanti aku menyusul.”

                Leeteuk pun segera beranjak ke taman belakang. Jujur, banyak yang ia pikirkan sekarang ini, namun perasaannya kini didominasi dengan amarah. Kenapa ia bisa lupa sama sekali dengan persoalan Kangin? Kenapa ia tidak ingat memberitahu Raekyo atau kalau tidak satpam rumah mereka untuk tidak mengijinkan Kangin masuk ke dalam rumah? Kenapa dan semua kenapa lainnya. Kini semua sudah terjadi dan perjanjiannya dengan Donghae membebaninya.

                Leeteuk mencari sebentar dan menemukan siluet Kyuhyun duduk memunggunginya. Adiknya itu duduk memandang ke arah tebing, rambutnya berkibar diterpa angin malam. Leeteuk bergidik saat angin menerpanya juga, ia menghela nafas melihat Kyuhyun di sana dengan hanya memakai sehelai kaos tipis. Leeteuk menepuk pundak Kyuhyun perlahan, memberitahu kehadirannya yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Kyuhyun.

                “Kyu, kau kedinginan, masuklah.” Leeteuk mengernyit merasakan tubuh Kyuhyun dingin, sudah berapa lama dia duduk di sini?

                “Hyung masuk saja, aku masih ingin di sini.”

                “Kyu, bukan salahmu. Ini semua salahku, aku yang tidak ingat memperingati Raekyo mengenai Kangin. Hyung yang salah.” Leeteuk memandang Kyuhyun namun adiknya itu tetap menatap kosong ke depan. “Ini semua gara-gara si Kangin itu! Hyung akan melarang dia menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Berani sekali dia berbuat pada Raekyo seperti itu, dia…”

                “Dia tidak menangis.”

                “Ne?” Leeteuk tidak mendengar jelas ucapan Kyuhyun sebab pemuda itu berbicara seolah berbisik.

                “Dia tidak menangis, hyung.” Kyuhyun kini menatap mata Leeteuk, pandangan matanya nampak sangat sedih.

                “Apa maksudmu?”

                “Raekyo. Dia sudah dilukai oleh Kangin, dihina juga, seluruh lukanya sakit, tapi dia tidak sedikitpun menangis karena itu. Tapi tadi Raekyo menangis karena aku, hyung. Aku yang membuatnya menangis. Aku lebih jahat dari Kangin.” Kyuhyun kini memeluk dirinya sendiri, mengusap-ngusap lengannya yang telanjang, “Aku membuatnya menangis, hyung.”

                “Kyu…” Leeteuk merangkul Kyuhyun, ia sekarang mengerti Kyuhyun bukan menyendiri untuk menenangkan rasa marahnya atau karena marah dengan Raekyo. Kyuhyun justru merasa bersalah. “Kamu tidak jahat, Kyu. Mungkin memang waktunya tidak pas, jadi Raekyo melampiaskan kekesalannya padamu.”

                “Tapi tetap saja aku bukan kakak yang baik. Aku membuat adikku menangis. Apa ini efek karena aku terbiasa menjadi maknae dan kalian terlalu memanjakanku ya hyung? Aku manja?” Kedipan mata polos itu justru membuat Leeteuk ingin tertawa. Namun ia tahan karena Kyuhyun justru terlihat sedih.

                “Raekyo itu sayang sekali padamu, Kyu. Hyung saja kadang iri padamu. Dia tidak membencimu, Raekyo hanya butuh waktu untuk menenangkan diri.”

                “Tapi dia memilih untuk pulang bersama keluarga Lee, hyung. Dia pasti tidak mau melihatku lagi.”

                “Aku yang akan pergi dan tidak mau melihatmu lagi bila kau sampai sakit karena memakai kaos setipis itu.” Kibum tiba-tiba datang dan melempar jaket ke arah Kyuhyun. Pemuda itu lalu duduk di samping Kyuhyun, membuat Kyuhyun kini berada di tengah-tengah kedua hyungnya.

                “Hyuuunngg.” Kyuhyun mengerucutkan bibirnya karena merasa tidak dianggap serius oleh kedua hyungnya. Padahal dia gelisah setengah mati, memikirkan Raekyo dan semua kejadian yang baru terjadi hari ini.

                “Hyung mengerti, Kyu. Tapi kita hanya bisa menunggu, Raekyo mungkin butuh bersama dengan tuan dan nyonya Lee, walau kita bertiga tapi kita tetap tidak bisa menggantikan peran orangtua yang selama ini dlakoni oleh orangtua Donghae.” Leeteuk menepuk pundak Kyuhyun perlahan, “Ah, lebih baik hyung menelepon grandpa, ada baiknya grandpa yang membereskan Kangin. Hyung ingin kita sesedikit mungkin berurusan dengan dia.”

                “Hyung, tidak ada yang mau kau beritahukan pada kami?” Suara Kibum membuat Leeteuk membeku sebentar, pemuda itu menenangkan diri lalu berbalik kembali menghadap kedua adik kembarnya, seulas senyum terpampang di wajahnya.

                “Hm? Tidak, memang apa yang hyung mau beritahukan pada kalian?” Kibum diam saja dan membiarkan Leeteuk kembali berjalan menuju ke dalam rumah. Ada sesuatu yang kakak sulungnya tahu namun belum mau berbagi dengan mereka. Maka sebagai adik yang sangat mengerti Leeteuk juga percaya kepadanya, Kibum membiarkannya. Toh kalau Leeteuk merasa perlu mereka akan diberitahu juga.

                “Bum hyung, ada apa?”

                “Ani, Kyu. Ayo masuk, udara semakin dingin.”

                “Baiklah, ponselku juga di dalam, aku mau menelepon Raekyo.” Kyuhyun pun mengikuti Kibum masuk ke dalam rumah, berharap Raekyo akan setidaknya mengangkat teleponnya.

 

* * *

                Sudah sebulan sejak kejadian Raekyo yang terluka dan pulang bersama keluarga Lee, kini luka-luka di tubuh gadis itu sudah sembuh, ia bahkan sudah bisa beraktivitas seperti biasa, namun masih belum mau pulang ke rumah keluarga Cho. Raekyo tahu ketiga kakaknya sangat ingin ia kembali, namun ia masih ingin bersama keluarga Lee-nya, entah kenapa. Leeteuk dan Kibum sering mengunjunginya di rumah namun Kyuhyun, pemuda itu seakan acuh padanya. Raekyo memang ingat bertengkar dengan Kyuhyun namun tidak pernah menyangka akan berlanjut seperti ini. Jujur, ia kangen dengan kakak bungsunya itu namun dirinya gengsi bila harus memulai. Kan kakaknya itu yang memulai pertengkaran dengan dirinya.

                Raekyo kini berjalan perlahan menyusuri lorong gedung perkuliahannya. Ia baru saja selesai kuliah dan kini berpikir untuk makan siang bersama Donghae di taman kampus. Seingatnya kakaknya itu juga tidak ada kuliah lagi siang ini, jadi mungkin mencari pemuda itu dan memisahkannya secara paksa dari Eunhyuk akan menyenangkan. Gadis itu tersenyum-senyum sendiri.

                “…. boyband! Dia pasti anggota boyband, duh sial sekali kita harus masuk kelas, tapi setidaknya tadi aku sudah sempat memegang wajahnya.”

                “Masa?! Kok aku tidak sempat?!”

                “Tapi dia ke sini ada urusan apa ya? Jangan-jangan dia punya pacar di sini. Kya!! Siapa ya…”

                Raekyo mengerutkan kening menatap gerombolan wanita yang ia tahu merupakan adik angkatannya itu, mereka seperti sehabis bertemu artis. Apa itu tadi? Anggota boyband? Mau apa anggota boyband datang ke kampusnya? Tanpa penjagaan pula, buktinya gadis-gadis centil itu ada yang berhasil memegang wajahnya. Raekyo geleng-geleng kepala, ada-ada saja mereka itu, mengidolakan orang yang sudah jelas jauh dari jangkauan.

                Begitu keluar dari gedung, Raekyo berdecak melihat kerumunan besar di halaman depan. Kabar memang menyebar dengan cepat. Kini orang itu pasti bisa mati sesak karena dikerumuni orang sebanyak itu. Raekyo hanya bisa memandang dengan kasihan dari jauh, walau sebenarnya ia penasaran, setampan apa orang itu sampai semua orang nampak kerasukan berdesak-desakan ingin mendekat, namun Raekyo tidak tertarik terdorong-dorong di sana. Maka gadis itu melenggang melewati kerumunan itu berharap tidak ada yang tidak sengaja mendorong dirinya.

                Raekyo  melenggang santai memasuki taman kampusnya, matanya mencari-cari sosok Donghae dan sahabatnya Eunhyuk yang selalu menempel ke mana-mana. Tapi nihil. Gadis itu jadi kesal sendiri. Belum juga sempat Raekyo mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Donghae, seseorang menepuk kepalanya dengan pelan. Raekyo mendongak dan mendapati senyum hangat di sana.

                “Park ahjussi!!” Raekyo menghambur ke pelukan Park ahjussi. Pria itu tertawa sambil memeluk bungsu keluarga Cho dangan erat.

                “Hya, Rae, kau kenapa tidak mau pulang ke rumah hah? Tidak lihat ya ketiga kakakmu kini seperti cangkang kosong berasa kehilangan dirimu? Dasar gadis nakal.” Park ahjussi kembali menepuk kepala Raekyo sekali lagi.

                “Aku tidak nakal.” Raekyo menggembungkan pipinya, “Park ahjussi sengaja datang untuk menjemputku? Tapi aku belum mau pulang. Aku masih kangen ibu ayah. Nanti pasti aku akan pulang tapi tidak hari ini. Janji.”

                “Aku tidak datang sendiri, justru aku hanya mengantar Kyuhyun. Tuan muda berkeras diantar ke sini untuk menjemputmu langsung. Ah, kau sudah bertemu dengannya? Ponselnya tertinggal di jok mobil dan aku ingin memberikan padanya.”

                “Kyu oppa? Ke sini? Tidak, aku belum bertemu dengannya.”

                “Hm. Gawat. Bisakah kau cari dia, Rae? Jangan lupa berikan ponsel ini padanya, aku harus segera pergi menjemput Kibum. Toh memang dia ke sini untuk bertemu denganmu.” Park ahjussi buru-buru mengeluarkan ponsel di sakunya yang bergetar terus menerus, tertera nama Kibum di sana. “Ne, ne, tuan muda, saya sudah dalam perjalanan. Ne…. Ah, Kibum sudah menunggu, kuserahkan padamu ya.” Dengan itu Park ahjussi menyerahkan ponsel Kyuhyun pada Raekyo lalu segera berlari dari sana, meninggalkan Raekyo bengong memandang ponsel kakaknya.

                “Kyu oppa? Hm… Dia ke mana ya, mungkin…” Raekyo memutuskan kembali berjalan sambil menimang-nimang ponsel Kyuhyun di tangannya, ia bergumam sendiri ke mana kakaknya ya, “Dasar, kenapa tidak menelepon dulu sih mau ke sini, kan jadi tidak begini. Bagaimana kalau dia tersesat, bagaimana kalau dia diculik para wanita. Ckck, dia kan tampan bisa saja diculik cewe-cewe ganjen yang… tunggu dulu… Kyu oppa kan ganteng… Jangan-jangan….”

                Suatu kesadaran merasuki benak Raekyo, ia tidak ingin percaya, masa sih, tapi sesuatu mengusik hatinya. Entah kenapa sosok ‘anggota boyband’ yang dimaksud para cewek itu Raekyo yakin adalah kakaknya. Kalau benar, bisa gawat. Kyuhyun mudah sekali merasa sesak, bagaimana bila kerumunan itu membuat nafas sesaknya kambuh? Ngeri, Raekyo mulai berlari ke arah dia datang tadi. Setengah mati berharap itu bukan Kyu oppanya.

                Raekyo menggigit bibirnya, kerumunan itu semakin padat. Hampir tidak ada celah untuk dia masuk ke tengah, namun Raekyo harus mencoba. Kalau benar itu Kyuhyun, maka kakaknya itu butuh bantuan. Raekyo memasukkan ponsel Kyuhyun ke dalam tasnya lalu mulai berlari menerjang ke depan, berharap setengah mati tenaganya bak pemain rugby papan atas, awalnya terasa sulit dan tubuhnya terdorong ke sana kemari namun Raekyo tidak menyerah. Diiringi umpatan-umpatan dari orang di sekitarnya, Raekyo berhasil sampai ke tengah dan ia meringis ngeri. Benar, Kyuhyun ada di sana, dengan wajah bingung dan pucatnya, sebelah tangannya meremas dada, pemuda itu berkeringat banyak. Dua orang wanita dengan agresif meraba-raba tubuh Kyuhyun, memegang wajahnya, pipi chubby pemuda itu. Kyuhyun mencoba menghindar dan menepis tangan itu namun selalu ada tangan-tangan lain yang langsung menggantikannya. Raekyo merasa kesal.

                Gadis itu memukul kencang uluran-uluran tangan yang terarah ke wajah kakaknya, mendorong kerumunan di sekelilingnya dengan tubuhnya, membuat kerumunan itu refleks mundur dan memberikan ruang yang lumayan kosong di tengah. Para gadis itu terdiam seketika, menatap Raekyo dengan pandangan terganggu. Seseorang dari arah kanan nekat kembali mengulurkan tangan ke wajah Kyuhyun yang langsung dengan sigap dipukul oleh Raekyo. Jangan lupakan bonus tatapan membunuh dari matanya. Tidak menunggu waktu lama, Raekyo menggenggam tangan Kyuhyun dan membawanya pergi dari sana. Memukul menendang dan mendorong siapapun yang menghalangi prosesnya. Raekyo tidak perduli ia seperti gadis gila yang mengamuk, ia hanya kesal karena kakaknya diperlakukan seenaknya. Gadis itu bahkan tidak peduli namanya akan tercoreng karena kelakuannya hari ini.

                Raekyo terus berjalan dengan cepat sambil tangannya tetap menggandeng Kyuhyun. Ia memasang wajah menakutkan pada setiap orang yang mereka lewati. Kalau matanya bisa mengeluarkan laser, Raekyo yakin orang-orang itu sudah terbakar abu semua. Sesekali Raekyo menengok ke belakang  namun nampaknya kerumunan tadi tidak mengejar mereka, entah karena takut dicakar olehnya atau mereka sedang sibuk mengupload semua yang berusan terjadi di ponsel mereka masing-masing. Hingga akhirnya Raekyo berhenti di salah satu bangku di pojok taman kampus. Ia sudah merasa cukup aman, dan lagipula di sini sepi, maka Raekyo berhenti kemudian berbalik menghadap kakaknya.

                “…Rae?” Kyuhyun salah tingkah ditatap adiknya seperti itu. Raekyo kini persis seperti bapau yang mematikan. Matanya yang memang besar melotot sempurna membuat tangan Kyuhyun reflek ingin memegang bola mata adiknya, takut jatuh ke tanah. Pipi gadis itu memerah dan menggembung sempurna. Mulut gadis itu maju beberapa senti bak anak bebek. “Uhuk! ….Rae?”

                “Dasar bodoh! Oppa bisa mati dikerumuni mereka! Kenapa tidak menyuruh Park ahjussi saja yang mencariku? Kenapa sampai lupa membawa ponsel? Kenapa tidak menghubungiku lebih dulu? Kenapa oppa diam saja diperlakukan seperti tadi? Kenapa oppa harus ganteng jadi sasaran harimau-harimau betina itu kan?!”

                “Hahaha.. Uhuk! Uhuk! Aw.. hahaha. Akhirnya kau mengakui aku ganteng nih?” Kyuhyun tetap meremas dadanya sambil tetap tertawa. Ia nampak kesakitan namun binar geli nampak di kedua matanya.

                “Issh jangan tertawa! Oppa pikir itu lucu? Sekarang semua orang akan menganggap aku wanita gila karena kelakuanku tadi.” Raekyo kemudian mengaduk-aduk tasnya mencari ponsel Kyuhyun, setelah ketemu gadis itu menyerahkan paksa ke tangan Kyuhyun, “Nih ponselmu, telepon Park ahjussi sekarang, dia sedang menjemput Bum oppa, jangan beranjak ke mana-mana sebelum Park ahjussi menjemput! Diam saja di sini. Aku akan mencarikan minum.”

                Baru saja Raekyo berbalik untuk pergi, Kyuhyun menahan tangan gadis itu. Tanpa memperdulikan tatapan bertanya dan protes Raekyo, Kyuhyun mendudukkan adiknya paksa di ujung bangku taman lalu segera merebahkan diri di sana, kepalanya di pangkuan Raekyo.

                “Diam. Sebentar saja. Sampai ini reda.” Kyuhyun memotong apapun yang tadinya akan Raekyo ucapkan. Kemudian pemuda itu menutup matanya dan mulai mengatur nafasnya dengan teratur. Merasa tidak punya pilihan lain lagipula ia tidak tega, Raekyo hanya diam saja. Gadis itu dengan setia memberikan tatapan membunuh pada setiap orang yang tidak sengaja melewati mereka dan terutama yang memusatkan pandangan mereka pada Kyuhyun sedikit terlalu lama.

                “Dasar.” Raekyo menghela nafasnya ketika dilihatnya Kyuhyun tertidur, mulut pemuda itu sedikit terbuka, setidaknya nafasnya sudah lebih teratur. Layar ponsel Kyuhyun menarik perhatian Raekyo, ada panggilan masuk dari Kibum, hebatnya Kyuhyun sempat-sempatnya mensilent ponselnya hingga tidak bergetar dan berbunyi. Hati-hati, Raekyo melepas pegangan Kyuhyun pada ponselnya dan mengangkat telepon itu.

                “….. Oppa, ini aku Rae….. Ne… Kyu oppa bersamaku sekarang… Ani, dia sedang tidur di pangkuanku…. Kau mau kemari? Kami di taman kampus di pojok sebelah gedung C. Ne…. Arasso.” Pelan-pelan Raekyo menaruh ponsel Kyuhyun ke dalam tasnya. Haruskah ia bangunkan? Atau tunggu sampai Kibum datang? Raekyo memperhatikan raut wajah kakaknya yang memang pucat itu. Perlahan ia singkirkan poni yang tergeletak lepek di dahi Kyuhyun karena keringat, membuat pemuda itu bergerak sepintas.

                “….ma. Eomma.” Raekyo tertegun sebentar, kakaknya menyebut sang eomma. Mungkinkah Kyuhyun sedang bermimpi tentang ibu mereka? Benar juga, Kyuhyun dan kedua kakaknya tumbuh tanpa bisa lagi merasakan elusan tangan sang eomma. Tidak tega sendiri, Raekyo semakin berani mengelus kepala Kyuhyun, membuat kakaknya sedikit tersenyum dalam tidurnya.

                Lama setelah itu hingga Raekyo melihat Kibum dari kejauhan. Kakaknya yang dingin itu berjalan tegap tanpa sedikitpun menoleh ke kanan ke kiri. Kedatangannya juga nampaknya mengundang perhatian yang tidak diinginkan. Raekyo mendesah, matanya sudah sakit harus memelototi orang-orang yang dari tadi memperhatikan Kyuhyun, kini Kibum juga? Sebutlah dirinya posesif, Raekyo tidak peduli, toh memang dia tidak suka membagi kakak-kakaknya dengan orang lain.

                “Rae!” Semakin dekat, Kibum berlari ke arah adiknya.

                “Oppa. Mana Park ahjussi?”

                “Menunggu di mobil. Kenapa dia?” Kibum berjongkok menghadap kembarannya. Tangannya memegang dahi Kyuhyun memastikan pemuda itu baik-baik saja.

                “Dia kewalahan, dikerumuni betina-betina kecentilan.” Raekyo mendengus, membuat alis Kibum naik dengan tatapan bertanya, “Lain kali kalau kalian mau menjemput tunggu di mobil saja. Oke? Aku capek harus menjaga kalian dari monster-monster betina itu.”

                “Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Oppa tidak mengerti.” Kibum kebingungan. Monster-monster katanya?

                “Ah, sudahlah panjang kalau dijelaskan. Oppa! Kyu oppa! Bangun!” Raekyo mengguncang perlahan tubuh Kyuhyun, membuat pemuda itu membuka matanya perlahan.

                “Mm? Bum hyung? Sejak kapan kau di sini?” Kyuhyun bangkit sambil mengucek matanya. Raekyo segera berdiri untuk melancarkan aliran darahnya kembali. Kakinya kesemutan.

                “Baru saja. Ayo pulang. Kau juga Rae. Teuki hyung sudah meminta ijin pada Lee ahjumma.”

                “Tapi oppa…”

                “Kau ikut pulang.” Kibum menjitak kepala Raekyo sambil memberikan tatapan dinginnya. “Sudah waktunya kau pulang. Ayo.” Kibum berjalan terlebih dahulu. Raekyo mengerti kakaknya tidak mau dibantah. Kyuhyun menggandeng tangan Raekyo kemudian setengah menarik gadis itu ikut bersamanya. Raekyo hanya bisa pasrah. Malam ini, kalaupun Donghae marah padanya karena ia sudah janji akan menonton film dengan oppa ikannya malam ini, Raekyo hanya bisa pasrah.

 

* * *

 

                “…ne, tidak apa-apa Rae. Kau memang sudah terlalu lama pergi dari rumah itu. Oppa mengerti. Ne, kau juga jaga dirimu, salam untuk kakak-kakakmu.” Donghae menghembuskan nafas perlahan sesaat ketika mematikan ponselnya. Barusan Raekyo menelepon untuk memberitahunya bahwa dia akan pulang ke rumah keluarga Cho, yang Raekyo tidak tahu, Donghae melihat semuanya. Dari mulai kejadian Raekyo menarik paksa Kyuhyun dari kerumunan hingga ketika mereka bertiga beranjak memasuki mobil untuk pulang.

                “Dasar bodoh, kalau kau memang masih ingin bersama Raekyo, kenapa tidak bilang? Kenapa tidak menolak ketika Kibum meminta ijin untuk membawa Raekyo kembali?” Eunhyuk duduk sambil geleng-geleng kepala. Ia dengan setia menemani Donghae membuntuti Raekyo diam-diam sedari tadi.

                Sebenarnya selama ini, Eunhyuk berusaha untuk diam saja. Ia berperan sebagai sahabat yang baik untuk Donghae, selalu ada ketika Donghae sendirian, selalu menemani Donghae ke mana saja. Namun lama-lama ia jadi tidak tahan sendiri, walau Donghae berlaku seperti biasa, masih bercanda dan tertawa, namun sorot matanya selalu nampak sedih. Ketika Eunhyuk menanyakan sebabnya, selalu tentang Raekyo. Eunhyuk paham semua yang terjadi pada keluarga Donghae, ia hafal semua jalan ceritanya sebab Donghae menceritakannya berulang-ulang padanya, seolah dengan begitu tiba-tiba semua kejadian itu akan berubah, namun Eunhyuk tidak tahu harus bagaimana memberi saran pada sahabatnya. Ia cukup tahu diri untuk tidak pernah mengatakan bahwa ia mengerti perasaan Donghae, karena nyatanya tidak. Eunhyuk tidak pernah merasakan atau mengalami yang seperti Donghae alami.

                Tapi lama-lama Eunhyuk tidak tahan lagi. Mau sampai kapan Donghae menyangkali kenyataan? Walau terluka, Donghae harus bangkit kembali, toh hidup terus berjalan. Donghae harus melanjutkan hidupnya.

                “Seolah-olah aku berhak saja menolak.” Kata-kata Donghae nyaris seperti bisikan. Tapi Eunhyuk mendengarnya maka dari itu pemuda itu menghela nafas.

                “Mau ke game center?”

                “Tidak. Kau saja, aku ingin pulang saja.” Eunhyuk mengernyit, memangnya apa yang ia harapkan? Donghae akan melonjak seperti anak kecil dan melupakan semua masalah seperti dulu-dulu? Sedih, Eunhyuk menyadari sahabatnya yang kekanakkan sudah hilang, Donghae menjadi sosok pemuda dewasa, dengan atau tanpa dirinya sadari.

                “Hae, kau tidak sepenuhnya kehilangan. Harapanmu masih ada, kau sendiri yang bilang, kertas yang kau tanda tangani…”

                “Aku tidak bisa memaksanya mengucapkan itu. Dia bukan barang yang bisa seenaknya kami atur. Harusnya aku tidak bertaruh.” Donghae nampak gusar. Pemuda itu menendang-nendang kerikil di sekitar kakinya.

                “Tapi kau berharap kan? Sisi dirimu yang lain menginginkan sesuatu terjadi kan di keluarga Cho, hingga semua berjalan sesuai rencanamu?” Donghae tertegun, benarkah ia menginginkan itu? Donghae tau jawaban yang ia inginkan walau kepalanya tetap saja menggeleng.

                “Bohong. Sekarang pun kau masih menunggu-nunggu kesempatan itu datang kan?” Eunhyuk tahu ia menyerang di tempat yang tepat. Copot jabatan sahabat Donghae dari namanya bila ia salah tebak. Dia sudah mengenal Donghae lama, hingga ia menegerti benar keinginan sahabatnya itu. Donghae yang terdiam, menguatkan dugaan Eunhyuk. “Hae, hentikan saja. Kau malah akan semakin terluka. Kau harus merelakannya.”

                “Tidak akan sampai kapanpun. Dia adikku.” Dengan itu, Donghae pergi meninggalkan Eunhyuk sendirian mengamati kepergiannya dengan sedih. Eunhyuk tahu jawaban Donghae yang terakhir lah yang paling jujur, sebab Donghae mengatakannya dengan sorot mata penuh tekad. Mau tidak mau Eunhyuk bergidik, monster yang paling menakutkan adalah monster yang sedang ketakutan. Dan Donghae sedang dalam posisi takut, ia takut kehilangan adiknya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LMoria
#1
Please read my story if you have time <3
LMoria
#2
I hope you will continue this asap <3
LMoria
#3
I love your story omgggg
Awaefkyu1311 #4
Chapter 7: yeayyy cepat skali updatenya... makin kecanduan baca ff ini,. jd sikap Rae dan kyu itu 11:12 ya,. apa jd nya mreka klo kerja sama jahilin kakak mreka..hehee,. aku penasaran sama masing masing rahasia yg mereka,.. smoga bisa update cpet lg heheee...
Awaefkyu1311 #5
Chapter 6: yeaayy update..!!, btw alur'a cepet banget udah 8 bulan kemudian aja..pdahal aku pengen liat interaksi kyu stelah bangun dr pingsannya sma ryaekyo,. terus rahasia mereka masing" gimana? sudah saling terus terang kah??,. lanjut pleasee
Awaefkyu1311 #6
Chapter 5: aduh aku suka bgt smaa ceritanya... tp aku agak kesusahan untuk komen disini, setelah sekian lama akhirnya tau jg cara komen disini,.. knpa gak coba pub di watpadd aja? lebih mudah baca dan kasih komentar'a,.. *saran aja hehehe... ttep smangat lanjut yaaaa... sangat ditunggu...