Tiga Belas

Sister Complex

Raekyo melambai sambil tersenyum. Memperhatikan hingga mobil yang dikendarai Park ahjussi menghilang dari pandangan. Masa berkabung sudah lewat, ia dan ketiga kakaknya sudah lebih baik menghadapi kenyataan bahwa grandpa Cho sudah tiada. Semua kejadian setelah itu memang kini nampak bagai kenangan yang terasa jauh, namun satu hal yang pasti, gadis itu tidak bisa melupakan bantuan dan dukungan yang diberikan oleh keluarga Lee padanya. Maka di sinilah ia sekarang. Berdiri tersenyum memandang rumah ibu ayah dan Donghae sambil menenteng tas berukuran besar. Raekyo tersenyum makin lebar, tidak sabar bertemu keluarga Lee-nya.

                “Aku pulang.” Raekyo sengaja berteriak agar seisi rumah mendengar. Namun hanya kesunyian yang ia dapat. Kembali ia berteriak namun tidak ada yang menjawab. Sedikit kesal karena sambutan yang didapat tidak seperti yang dibayangkan, Raekyo masuk ke dalam sambil menghentakkan kakinya. Melemparkan sepatunya asal lalu berjalan ke dalam. Ia menaruh barang bawaannya meja dapur lalu celingak-celinguk ke sana kemari. Kertas kecil yang ditempel di kulkas rupanya cukup memberitahu Raekyo ke mana kedua orangtuanya. Ayahnya sedang mengantar sang ibu ke pasar. Berarti tinggal Donghae yang ada di rumah. Tatapan gadis itu terarah ke pintu kamar kakaknya yang tertutup.

                “LEE DONGHAE!!! LEE DONGHAE!!” Raekyo berteriak seperti orang gila sambil mengintip dari pintu kamar kakaknya. Benar saja, pemuda kekanakkan itu masih bergelung di tempat tidurnya. Sedikit terganggu, Donghae menaikkan selimut ke atas kepalanya berharap pengganggunya akan memberikan keringanan padanya dan ia bisa tdur sedikit lebih lama.

                “LEE DONGHAE!!!!!!!!!!!!” Sayangnya Raekyo juga tidak mau kalah. Gadis itu menyalakan lampu, menarik selimut Donghae dan bahkan mulai meloncat-loncat di atas kasur kakaknya itu.

                “YAK!!!!! RAE!!!!! Berhenti!!!! Kau tidak tahu jam berapa sekarang??!!” Donghae bangun terduduk dengan raut wajah kusut dan kesal. Matanya melotot. Menyadari kakaknya sudah bangun, Raekyo menghentikan aksinya dan duduk di samping Donghae, tersenyum manis.

                “Oppa yang tidak tahu jam berapa sekarang, sekarang sudah jam setengah 9 pagi.”

                “Benarkah?! Haissh, aku telat!” Donghae buru-buru bangun, berusaha menyambar handuk dan pakaian dalam waktu bersamaan.

                “kebetulan ini hari Sabtu.” Raekyo berkata kalem. Membuat Donghae berhenti dari keburu-buruannya. Donghae menghela nafas sengaja dengan keras, memandang adiknya dengan kekuatan pelototan mata yang super kuat, di sisi lain Raekyo bukannya ketakutan malah tertawa. Gadis itu berdiri, menggandeng setengah menarik kakaknya keluar kamar. “Jangan protes, memang sudah waktunya bangun. Oppa mau tidur sampai kapan? Oh iya, ngomong-ngomong aku membawa kue.”

                Donghae pasrah saja didudukkan di meja dapur. Matanya mengikuti kegitan gadis di hadapannya. Raekyo dengan semangat membongkar tas bawaannya yang menggembung. Mengeluarkan kotak-kotak kue hasil buatannya lalu mulai menatanya di konter dapur. Mulutnya tidak berhenti berceloteh menjelaskan semua kuenya satu-satu. Donghae tanpa sadar tersenyum, ia begitu merindukan momen ini bersama adiknya.

                “Ini coba yang ini, ganjal perut dulu sementara aku membuatkan sarapan.” Raekyo menaruh kotak salah satu kuenya di hadapan Donghae. Membuat pemuda itu lantas langsung mencomot satu dan memasukkan ke dalam mulutnya. Rasa manis menyapu lidah Donghae. Kue buatan Raekyo memang terbaik. Sementara Donghae asik melahap kue di hadapannya, Raekyo sudah sibuk mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan.

                “Kenapa wajahmu? Kau begadang semalaman?”

                “Telan dulu makanannya baru ngomong. Oppa jorok sekali.” Raekyo menampilkan raut muka jijik.

                “Sudah nih. Aaaaa. Puas? Jadi kenapa wajahmu? Lebih tepatnya lingkaran hitam di matamu?”

                “Aku bermimpi buruk akhir-akhir ini. Sesudahnya sulit tidur lagi.” Raekyo mengangkat bahu acuh. Tangannya sibuk membalikkan telur di wajan.

                “Berhubungan dengan Grandpa Cho?”

                “Tidak.” Raekyo menggeleng, “Aku malah tidak pernah memimpikan grandpa. Padahal aku ingin. Yah kurasa mengatur mimpi bukan keahlianku.”

                “Lalu? Mau bercerita?” Donghae meletakkan dua tangannya di atas meja. Menghentikan aksi makannya. Raekyo mengenali gesture itu, tandanya Donghae sudah siap mendengarkan. Kebiasaan yang selalu Raekyo protes bila tidak dilakukan. Ia selalu protes dan mengeluh bila sedang bercerita tidak diperhatikan.

                Raekyo pun menceritakan mimpinya. Sama seperti yang ia ceritakan pada grandpa malam itu. Terasa sudah sangat lama dan Raekyo kangen dengan kakeknya itu. Raekyo bercerita dengan santai, tidak mengurangi kecepatannya yang sedang memasak, sebab ia hafal seluruh mimpinya, bagaimana tidak, mimpinya terus berulang setiap malam. Selalu tentang kejahatan Kangin,  pengkhianatan Donghae, Kyuhyun yang terluka dan dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah. Raekyo berpikir tidak ada salahnya menceritakan begitu detail pada Donghae, toh kakaknya itu akan menertawai mimpinya seperti biasanya. Paling parah hanya Donghae akan mengejek imajinasi otaknya yang rupanya masih sangat aktif bahkan pada saat tidur. Tapi hari ini Raekyo salah.

                Donghae sepenuhnya mendengarkan. Begitu fokus. Tanpa sadar Donghae mengepalkan tangannya kuat. Ia tidak suka mimpi adiknya yang ini. Ia tidak suka alur cerita yang adiknya sampaikan. Dalam cerita Raekyo, gadis itu tahu Donghae berkhianat dan berubah menjadi jahat, dan Donghae tidak menyukai bahwa Raekyo tahu. Donghae mencoba tersenyum, mengangguk-angguk seakan masih mendengarkan namun pikirannya sudah berkelana ke mana-mana. Terutama ia memikirkan Kangin dan informasi yang pemuda itu sudah sampaikan padanya waktu itu.

                “Yah, begitulah.” Raekyo menarik nafas panjang, “Ada tanggapan?”

                “Ke-kenapa kau bisa bermimpi begitu?”

                “Mm, tidak tahu. Sudah kubilang aku tidak bisa mengontrol mimpiku.”

                “Tapi mimpi adalah wujud kejadian yang terlalu dipikirkan di otak hingga kembali tergambar di mimpi, Rae. Apa, apa kau mengira oppa bakal melakukan hal itu? Hal jahat itu kepadamu, kepada kakak-kakakmu?” Tanpa sadar nada bicara Donghae naik membuat kening Raekyo berkerut.

                “Oppa, ini kan cuma mimpi. Kenapa kau jadi seakan percaya? Biasanya kau akan menertawai mimpiku.”

                “Aku menertawai mimpimu karena aku tahu unicorn itu tidak ada Rae. Juga semua teman-teman kartunmu itu. Mereka tidak akan menjadi nyata.”

                “Oh jadi mimpiku yang ini akan menjadi nyata? Mimpiku ini sangat mungkin menjadi nyata? Oppa akan menjadi tokoh antagonis? Begitukah? Benar begitu? Itu yang mau oppa sampaikan?” Mendengar Raekyo membentaknya, Donghae seolah tersadar. Pemuda itu menarik nafas panjang, mencoba meredam emosinya.

                “Bukan begitu Rae. Maksud oppa bukan begitu. Mianhe.” Donghae berdiri menghampiri Raekyo. Pemuda itu menggenggam kedua tangan adiknya lalu tersenyum, “Oppa tidak akan melakukan hal itu padamu, kau tahu itu.”

                “Benar?” Raekyo menatap kedua mata Donghae, mencari kejujuran di sana, “Aku tidak pernah memihak oppa. Aku tidak akan pernah memilih. Ibu juga bilang begitu. Sampai kapanpun aku adalah adik kalian berempat. Aku adik Lee Donghae, Cho Leeteuk, Cho Kibum dan Cho Kyuhyun. Oppa tahu kan?”

                “Ne. Oppa tahu.” Donghae mengangguk, balik menatap mata adiknya. Cokelat melawan hitam.

                “Syukurlah. Aku tadi mengira oppa akan berpikir macam-macam.” Raekyo melepaskan tangan Donghae lalu kembali membuat sarapan. Ia tersenyum mengamati Donghae sudah duduk kembali di meja makan. “Aku ingin oppa memberitahuku bila oppa merasa kesepian. Aku mungkin sering tidak sadar terlalu asik bersama oppa Cho-ku. Aku tidak ingin ada salah paham, oppa mengerti maksudku kan?”

                “Mm, oppa mengerti, Rae.” Donghae mengangguk, “Jadi, mana yang akan kau percaya? Oppa atau mimpimu?”

                “Tentu saja aku lebih mempercayaimu, oppa.”

 

* * *

 

                “Maaf merepotkanmu, ahjumma.” Suara Kibum mengalun pelan, membuat kening nyonya Lee berkerut. Wanita itu kemudian tersenyum kecil, menepuk pundak Kibum perlahan.

                “Merepotkan apanya. Justru ahjumma senang kau mau makan bersama kami.” Wanita itu menepuk pundak Kibum sekali lagi lalu berlalu ke dapur, berniat mengambil lauk pauk yang masih belum dihidangkan di meja makan.

                Keluarga Lee, Raekyo dan Kibum sedang makan malam bersama. Kibum yang berniat menjemput Raekyo, ditarik masuk oleh nyonya Lee dan dengan sedikit paksaan pemuda itu setuju untuk ikut makan malam. Nyonya Lee memasak berbagai macam masakan. Sebagian besar adalah makanan kesukaan Raekyo, membuat gadis itu tersenyum senang, matanya berbinar melihat lauk pauk di meja makan. Seperti festival saja, ucapan Raekyo ditanggapi senyuman oleh Tuan Lee.

                “Nah, ayo makan.” Nyonya Lee selesai menata makanan di meja makan. Wanita itu juga selesai membagikan mangkuk nasi ke sekeliling meja. Setelah mengucapkan doa, mereka semua mulai acara makan malam itu. Donghae tersenyum sambil sesekali melirik Raekyo, gadis itu makan dengan amat lahap seakan belum makan berhari-hari.

                “Pelan-pelan Rae.” Donghae mengelap saus yang tercecer di sudut bibir Raekyo menggunakan tisu. Gadis itu meringis lalu kembali menikmati makan malamnya.

                “Oppa, tolong aku, aku mau itu.” Raekyo menunjuk makanan yang berada di ujung meja. Donghae geleng-geleng kepala. Memang makanan itu di luar jangkauan gadis itu, namun dia kan bisa meminta tolong diambilkan tuan Lee. Sebab makanan itu justru tepat berada di hadapan tuan Lee.

                “Dasar manja.” Walau mengeluh namun Donghae tidak bisa menolak. Sebenarnya hanya mulutnya saja yang mengeluh, namun tangannya sudah setengah jalan meminta piring itu pada ayahnya.

                “Maklum lah anak bungsu memang selalu begitu kan, Kibum-ah?” Tuan Lee tersenyum sambil memperhatikan Donghae mulai menaruh makanan di piring adiknya, “Kutebak pasti Kyuhyun juga begitu ya di rumah? Kyuhyun kan selama ini selalu jadi anak bungsu. Apa kalian memanjakan Kyuhyun juga seperti Donghae memanjakan Raekyo?”

                “Hy-hyung, aku juga mau.” Kibum tiba-tiba sudah memegang ujung baju Donghae, menarik-nariknya pelan. Donghae memang duduk di antara Raekyo dan Kibum. “Hyung, mau. Aku juga mau, hyung.”

                Seisi meja melongo menatap Kibum. Pasalnya mereka selalu melihat Kibum sebagai pribadi yang dingin dan cuek. Raekyo juga tidak pernah melihat sisi ini dari Kibum, walau sudah setahun lebih dia tinggal satu atap dengan kakak keduanya itu. Kibum yang merasa diperhatikan menundukkan kepalanya, wajahnya memerah namun ia tetap melirik Donghae dengan tatapan meminta.

                “Ambil saja sendiri, kau kan sudah besar.” Donghae menyodorkan piring makanan ke arah Kibum.

                “Raekyo juga sudah besar, tapi tetap kau ambilkan.” Kibum menggerutu pelan, namun masih bisa ditangkap oleh seisi meja. Wajah pemuda itu nampak kekanakkan dengan mulut mulai mengerucut. Raekyo mengedipkan matanya berkali-kali. Ia mengingatkan dirinya bahwa ini adalah Kibum dan bukan Kyuhyun.

                “Aigoo, iya iya. Nih, sinikan piringmu.” Donghae akhirnya mengalah juga, ia mulai menyendokkan makanan ke piring Kibum, “Ternyata kalian memang saudara kembar. Kau dan Kyuhyun samanya. Kupikir kau lebih dewasa. Ternyata kau manja juga, Kibum-ah.”

                Ucapan Donghae menerbitkan tawa ke sekeliling meja makan. Kibum yang sadar ditertawakan jadi cemberut, gengsinya keluar. Dia kan sebenarnya setara dengan Kyuhyun, hanya karena dia lebih tua beberapa menit lalu dia diharuskan bersikap dewasa jauh melebihi Kyuhyun? Tidak adil, pikir Kibum.

                “Kau menggemaskan sekali, Kibum-ah. Kau boleh kok menganggap Donghae hyungmu juga. Raekyo juga tidak akan keberatan kan, Rae?” ucapan nyonya Lee ditanggapi anggukan semangat oleh Raekyo. Ya benar, gadis itu tidak masalah membagi oppa Leenya dengan Kibum. Malah ia senang karena mereka akur.   

                Sisa acara makan malam itu berlangsung ramai. Tentunya dengan tuan dan nyonye Lee beserta Raekyo yang tidak henti-hentinya menggoda Donghae dan Kibum. Suasana yang sempat canggung dirasakan Kibum, kini telah mencair. Pemuda itu bisa merasa lebih rileks dan tidak terlalu merasa asing di rumah itu. Donghae yang walau menolak dan menyangkal godaan yang lainnya, namun wajahnya tak pelak ikut memerah, hingga membuat mereka semakin gencar menggoda keduanya. Mereka bercanda tawa hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

                “Aku pulang dulu ayah, ibu, oppa.” Raekyo kini berdiri di depan rumah, memeluk ketiga keluarga Leenya. Kibum juga pamit, lalu mereka berdua naik ke mobil dan beranjak dari sana. Tuan Lee masuk terlebih dahulu, menyisakan Donghae dan ibunya berdiri berdampingan di depan rumah.

                “Ibu senang seperti tadi, Hae. Kau bisa menerima kakak Raekyo. Tidak ada salahnya kau menganggap Kibum juga Kyuhyun adikmu juga. Mungkin Leeteuk terlalu sibuk di perusahaan hingga melimpahkan tanggung jawab di rumah pada Kibum. Terutama untuk menjaga Kyuhyun. Padahal Kibum juga butuh perhatian. Kau selalu bilang ingin adik laki-laki, mungkin kau bisa mendapatkannya dengan Kibum juga Kyuhyun.”

                “Aku tidak ingin.”

                “Ne?” Suara jawaban Donghae amat lirih hingga nyonya Lee tidak menangkap seutuhnya.

                “Adikku hanya satu, hanya Raekyo. Aku tidak butuh yang lainnya.” Dengan itu Donghae berjalan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan ibunya memandang punggungnya dalam diam.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LMoria
#1
Please read my story if you have time <3
LMoria
#2
I hope you will continue this asap <3
LMoria
#3
I love your story omgggg
Awaefkyu1311 #4
Chapter 7: yeayyy cepat skali updatenya... makin kecanduan baca ff ini,. jd sikap Rae dan kyu itu 11:12 ya,. apa jd nya mreka klo kerja sama jahilin kakak mreka..hehee,. aku penasaran sama masing masing rahasia yg mereka,.. smoga bisa update cpet lg heheee...
Awaefkyu1311 #5
Chapter 6: yeaayy update..!!, btw alur'a cepet banget udah 8 bulan kemudian aja..pdahal aku pengen liat interaksi kyu stelah bangun dr pingsannya sma ryaekyo,. terus rahasia mereka masing" gimana? sudah saling terus terang kah??,. lanjut pleasee
Awaefkyu1311 #6
Chapter 5: aduh aku suka bgt smaa ceritanya... tp aku agak kesusahan untuk komen disini, setelah sekian lama akhirnya tau jg cara komen disini,.. knpa gak coba pub di watpadd aja? lebih mudah baca dan kasih komentar'a,.. *saran aja hehehe... ttep smangat lanjut yaaaa... sangat ditunggu...