Empat Belas

Sister Complex

Raekyo duduk di meja makan sambil menatap layar ponselnya yang ia sandarkan pada gelas di hadapannya dengan cemberut. Keningnya berkerut dan bibirnya mulai mengerucut, menimbulkan gelak tawa pada dua orang yang ada di layar ponselnya. Gadis itu sedang melakukan video call dengan Leeteuk dan Kibum, dan ia sendirian di meja makan yang luas itu.

                “Dasar manja.” Leeteuk geleng-geleng kepala melihat raut wajah adik bungsunya namun bibirnya tersenyum geli.

                “Kenapa mendadak sekali? Kenapa tidak akhir pekan saja jadi aku bisa ikut? Kenapa hanya Kibum oppa yang diajak? Oppa pilih kasih. Oppa sengaja ya biar aku gaa ikut?” Leeteuk dan Kibum menghela nafas. Sudah setengah jam berlalu dengan usaha mereka membujuk Raekyo yang ngambek ditinggal pergi keduanya ke luar kota karena ada urusan perusahaan mendadak. Leeteuk memang sengaja mengajak Kibum untuk menemaninya sebab ia merasa sudah saatnya mengikutsertakan adiknya dalam perusahaan. Leeteuk memang berencana mengikutsertakan Kyuhyun dan Raekyo juga namun satu-satu, dirinya akan kewalahan bila bertiga sekaligus. Tapi Raekyo nampaknya sedang sensi hari ini, biasanya gadis itu hanya akan mengangguk dan mengucapkan hati-hati di jalan, namun kali ini gadis itu ngambek. Mungkin manjanya sedang kumat. “Aku kesepian oppa, oppa pulang saja. Batalkan saja.”

                “Kesepian bagaimana. Kan di rumah ada Kyuhyun. Ada Shin ahjumma dan Park ahjussi juga.” Kibum mencoba membujuk.

                “Mana? Shin ahjumma selalu sibuk, Park Ahjussi juga sedang keluar, dan si evil neraka itu lebih memilih bersama Changmin oppa daripada bersamaku. Aku kesepian. Ke. Se. pi. An.”

                “Oppa janji tidak akan lama Rae. Nanti pulang oppa akan bawakan oleh-oleh bagaimana? Permen kapas?”

                “Ukurannya?”

                “Sebesar ini.” Leeteuk membuat lingkaran penuh dengan kedua tangannya. Ia tersenyum melihat mata Raekyo mulai berbinar. Untung ia ingat adiknya itu beberapa hari lalu pernah berkata sedang ingin sekali makan permen kapas.

                “Call! Awas kalau bohong.” Kibum menahan tawanya. Begitu mudah adiknya itu diiming-imingi barang yang menurutnya sangat kekanakkan. Hanya sebuah permen kapas. Memang adiknya itu sangat sederhana, tapi Kibum suka Raekyo yang seperti ini.

                “Baiklah, kami jalan dulu ya Rae. Baik-baik di rumah.” Raekyo dengan semangat dadah-dadah dengan oppanya. Sambungan pun dimatikan.

                Raekyo memandang meja makan yang kosong itu sambil menghembuskan nafas. Ia memandang tidak berselera pada piring makanan yang belum ia sentuh sedikitpun. Ternyata begini rasanya makan sendirian. Ia jadi agak merasa bersalah pernah membiarkan Kibum makan sendirian waktu itu. Tanpa semangat, Raekyo mulai menyendok makanannya. Ia berpikir akan lebih menyedihkan bila makan sendirian dengan lauk yang sudah mendingin. Baru habis setengah, Raekyo menegakkan badannya, seseorang masuk ke dalam rumah. Kyuhyun sudah pulang.

                “Oppa! Dari mana saja? Kenapa pulang malam sekali?” Raekyo bangkit berdiri dengan antusias. Gadis itu berlari kecil hingga berhenti di hadapan kakaknya.

                “Kau sengaja menungguku?” Kyuhyun mengelus kepala adiknya sambil tersenyum. Pemuda itu lalu mengedarkan pandang ke meja makan, ada makanan Raekyo di sana yang baru dimakan setengah. “Sana habiskan makanmu. Oppa ke kamar dulu.”

                “Oppa sudah mak….. Oppa! Kau baik-baik saja?” Raekyo mencegah Kyuhyun yang sudah beranjak pergi dengan memegang tangannya. Tangan kakaknya itu dingin sekali. Kalau dilihat-lihat bibir Kyuhyun pun begitu pucat, rambutnya lepek karena berkeringat. Sesekali kening kakaknya itu berkerut seakan menahan sakit.

                “Mm-hm, oppa baik-baik saja. Jangan khawatir oppa hanya kelelahan. Oppa mau tidur. Lanjutkan makanmu, Rae.” Kyuhyun melepaskan tangan adiknya perlahan. Lalu dengan terseok-seok kembali berjalan menuju kamarnya. Raekyo percaya saja, toh memang Kyuhyun nampak lelah. Habis apa memangnya kakaknya itu sampai kelelahan?

                Raekyo pun tidak ambil pusing, ia melanjutkan makannya. Berlama-lama mengunyah makanannya sebab bila terlalu cepat ia akan bingung mau melakukan apa setelah ini. Tadinya ia berpikir akan menghabiskan malam bermain game bersama Kyuhyun, namun pemuda itu lebih butuh tidur. Setelah selesai, gadis itu memutuskan untuk kembali ke kamar saja, memandang langit sambil melamun di balkon kamarnya nampak menarik juga. Ia sedang melewati pintu kamar kakaknya ketika bunyi pecahan terdengar dari dalam kamar. Langkah Raekyo berhenti, gadis itu mengerutkan keningnya. Bukannya kakaknya tidur? Gadis itu mendekatkan telinga ke pintu kamar Kyuhyun, berusaha mendengarkan, tapi tidak ada suara apapun lagi dari dalam. Ragu-ragu Raekyo mengetuk pintu.

                “Oppa?” Raekyo menunggu, namun tidak ada yang menjawab, gadis itu melihat ke kanan ke kiri, memastikan tidak ada yang melihat, Raekyo memberanikan diri membuka pintu kamar kakaknya. Tidak terkunci. Gadis itu pun masuk, namun pemandangan di dalam membuat matanya terbelaklak. “Oppa!!”

                Raekyo segera berlari menghampiri Kyuhyun yang membungkuk berlutut di lantai. Pecahan lampu meja berserakan di bawahnya. Pemuda itu memegang dadanya dengan satu tangan. Kalau tadi Kyuhyun pucat, sekarang ia lebih pucat lagi hampir menyerupai transparan.

                “Oppa! Kau kenapa?! Oppa!!”

                “Psst, Rae. Hhh jangan teriak-teriak, hhh, bisa ada yang dengar.” Kyuhyun menutup mulut adiknya dengan tangan satunya, nafasnya nampak berat. Raekyo memberikan gesture bahwa dia mengerti baru kemudian Kyuhyun melepaskan tangannya.

                “Oppa, kau kenapa? Mana yang sakit? Oppa habis apa kenapa sampai bisa kambuh? Di mana obat oppa? Aku telepon Kibum oppa ya?” Raekyo merasa air matanya terbit. Ia panik. Ia juga ketakutan melihat kakaknya nampak kesakitan sebab baru sekali ini Raekyo melihat langsung Kyuhyun kambuh, biasanya hanya dari cerita Kibum saja.

                “Jangan hhh jangan Bum hyung. Hhh. Jangan Hangeng hyung juga, hhh. Oppa tidak apa-apa. Lampunya…”

                “Untuk apa memikirkan lampu? Oppa kesakitan, aku harus apa? Bilang padaku aku harus bagaimana oppa, agar oppa tidak kesakitan? Aku harus apa?”

                “Jangan hhh menangis.” Kyuhyun menghapus air mata yang menetes di pipi Raekyo, “Sini peluk oppa saja.” Kyuhyun menarik Raekyo mendekat, menyenderkan kepalanya ke bahu adiknya. Raekyo menepuk-nepuk punggung Kyuhyun perlahan, menenangkan sekaligus memberitahu pemuda itu bahwa ia masih bersamanya. Dengan sedih Raekyo baru sadar, ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kakaknya ini. Bagaimana bila Kyuhyun kambuh, sesakit apa yang oppanya rasakan, apa yang harus ia lakukan, obat mana yang harus ia sediakan, atau apapun yang sudah biasa Kibum lakukan. Raekyo bertekad dalam hati akan menanyakan secara detail pada Kibum, menginterogasinya kalau perlu. Gadis itu benci tidak berdaya seperti saat ini.

                “Oppa, sakit sekali?” Tidak ada jawaban dari Kyuhyun, malah Raekyo merasa kini bobot Kyuhyun bertumpu sepenuhnya padanya, “Oppa? Oppa! Oppa!”

                Raekyo panik. Apakah Kyuhyun pingsan? Tertidur? Bagaimana bila pemuda itu benar-benar tidak bisa bernafas? Dengan gemetar Raekyo memencet panggilan cepat pada ponselnya, dengan tersendat-sendat karena panik Raekyo menjelaskan pada orang di seberang telepon, dia memastikan orang itu datang segera mungkin.

                Penantian yang dirasakan Raekyo terasa begitu lambat dan menyiksa. Dia hanya bisa menangis sambil memeluk kakaknya erat, sesekali memanggil berharap Kyuhyun menjawabnya. Dia tidak bisa bergerak sebab kedua tangannya menahan tubuh Kyuhyun yang lumayan berat, lagipula bila ia bisa bergerak ia mau minta tolong pada siapa? Tidak ada Park ahjussi di rumah dan meminta tolong pelayan lain sama saja menjerumuskan Kyuhyun. Mencari kotak obat, bagaimana caranya bila Raekyo tidak bisa membedakan tulisan yang ada di botol obat yang satu dengan yang lainnya? Bagaimana bila ia salah menebak obat dan malah semakin memperparah kakaknya? Jadi di sinilah ia hanya bisa menangis sambil memeluk Kyuhyun, merasa menjadi orang paling tidak berguna. Raekyo tahu dia salah memanggil orang itu, namun siapa lagi yang bisa ia percaya? Ia yakin orang itu bisa menjaga rahasia Kyuhyun, karena Raekyo begitu percaya pada orang itu.

                “Rae?” Donghae masuk ke dalam kamar Kyuhyun, menutup rapat pintu di belakangnya lalu menghampiri Raekyo, “Apa yang terjadi?!”

                “Oppa, Kyu oppa, dia kambuh. Aku harus bagaimana? Aku harus apa?” Donghae cepat tanggap, pemuda itu mengecek keadaan Kyuhyun sebentar lalu bersama Raekyo berusaha memindahkan Kyuhyun ke atas ranjang.

                “Ke mana Teuki hyung dan Kibum? Kenapa kau tidak menelepon dokter keluarga ini?” Raekyo menjelaskan sesingkat yang ia bisa. Menerangkan garis besar permasalahannya. Dokter Hangeng tidak bisa dipanggil karena tidak ada Kibum di rumah. Biasanya dokter tersebut ke rumah karena alasan mengajari Kibum yang nanti akan menjadi dokter. Alasan yang Kibum karang untuk menutupi kecurigaan terlalu seringnya Hangeng datang ke rumah ini. Kini Kibum tidak ada, jadi memanggil Hangeng akan menimbulkan banyak pertanyaan. Donghae mendengarkan dalam diam, pemuda itu mengangguk mengerti.

                “Kalau begitu berikan nomor telepon dokter itu padaku. Biar oppa yang telepon.”

                “Tapi oppa…”

                “Tenang, oppa akan meminta instruksinya lewat telepon. Tidak akan menyuruhnya datang.” Donghae menenangkan Raekyo. Gadis itu menggenggam tangan Kyuhyun sambil memperhatikan Donghae yang sedang sibuk berbicara di telepon. Tidak lama kemudian, Donghae mengoprek lemari lalu membawa sebotol obat lalu memberikan sebutir pada Kyuhyun. Donghae memaksa Kyuhyun untuk menelan obat itu, memberikan air sedikit-sedkit agar obatnya masuk bukan malah membuat Kyuhyun tersedak.

                “Tidurlah Rae, kau nampak kacau. Biar Kyuhyun, oppa saja yang menjaganya malam ini. Oppa sudah bilang pada ayah dan ibu akan menginap.” Donghae melirik adiknya yang dari tadi gelisah sambil melihat khawatir pada Kyuhyun. Donghae tidak bohong soal kacaunya, Raekyo memang nampak berantakan.

                “Tapi Kyu oppa…”

                “Dia tidak akan apa-apa. Dokter tadi sudah memastikannya asal dia sudah meminum obatnya. Lagipula ada oppa di sini. Oppa akan menjaganya. Besok oppa harus ke kampus, jadi sebaiknya sekarang kau tidur agar besok bisa bergantian menjaga Kyuhyun dengan oppa.” Donghae menghela nafas melihat Raekyo masih terdiam, pemuda itu beranjak lalu menggandeng adiknya keluar kamar menuju kamar Raekyo sendiri. Raekyo akan membantah namun melihat tatapan mata Donghae, gadis itu mengalah. Dengan berat hati Raekyo naik ke ranjangnya sendiri. Donghae pun kembali ke kamar Kyuhyun setelah mengecup kening adiknya, mematikan lampu dan memastikan Raekyo benar-benar tertidur. Donghae agak terkejut melihat Kyuhyun nampak merintih kesakitan.

                “….. ng… hyung, appo….Sesak…”

                “Kyu, kau baik-baik saja?” Donghae mengguncang tubuh Kyuhyun namun pemuda itu tetap menutup matanya sambil sesekali mengeluh. Donghae selalu merasa Kyuhyun itu gengsinya tinggi, bila ia terang-terangan mengeluh seperti ini, berate keadaannya memang tidak baik.

                “hyung… Sesak…” Donghae bingung sekarang. Ia menebak bahwa situasi ini sering dihadapi Kibum. Kyuhyun pasti mencari kembarannya sekarang, malah Donghae yakin Kyuhyun menganggap dirinya adalah Kibum. Sebab seperti yang Donghae bilang, Kyuhyun adalah anak yang gengsian, pasti dia tidak akan menunjukkan sisi dirinya yang ini ke sembarang orang. Bahkan Donghae bertaruh Raekyo pun belum pernah menghadapi Kyuhyun yang seperti ini.

                Donghae bimbang, haruskah ia berpura-pura sebagai Kibum? Atau memberitahu bahwa dirinya bukan Kibum? Tapi Kyuhyun nampak kesakitan. Apa obatnya tidak bekerja? Atau dosisnya kurang? Donghae akhirnya membaringkan tubuh di samping Kyuhyun, menepuk-nepuk dada Kyuhyun perlahan, berharap mengurangi sesak yang dikeluhkan pemuda itu dari tadi.

                “Hyung….appo….hyung.” Donghae merasa hatinya tercubit mendengar keluhan terus terang itu. Walau dia baru tahu Kyuhyun sakit belum sehari namun ia bisa bayangkan rasanya sakit namun tidak bisa menunjukkannya, berobat namun harus diam-diam. Donghae menghela nafas, ia menyeka wajah Kyuhyun yang berkeringat banyak.

                “Sssh, tidak apa-apa Kyu, tahan sebentar sampai obatnya bekerja. Setelah itu kau akan baik-baik saja.”

                “Appo hyung. Aku sakit. Peluk.” Walau lirih namun perkataan Kyuhyun penuh nada perintah. Mau tidak mau Donghae menurutinya, pemuda itu dengan canggung memeluk Kyuhyun. Posisi yang membuat ia tidak nyaman karena berpelukan dengan sesama jenis. Namun Kyuhyun nampak nyaman, mendusal ke dada Donghae. Donghae mungkin merasa canggung, namun pemuda itu yakin Kibum tidak akan merasa seperti dirinya, mereka kan kembar, dan Kyuhyun nampak biasa seperti ini. Apakah setiap sakit Kibum memeluk Kyuhyun semalaman seperti ini?

                “….Raekyo?” Suara Kyuhyun yang lirih teredam baju Donghae hingga pemuda itu tidak menangkap perkataan Kyuhyun.

                “Apa?”

                “Raekyo baik-baik saja?”

                “Dia baik-baik saja. Sudah tertidur di kamarnya.” Donghae ingin berkata bahwa Kyuhyun bodoh masih mengkhawatirkan orang lain padahal dirinya sendiri sedang kesakitan. “Tidurlah Kyu, kau akan merasa lebih baik saat bangun nanti.”

                “Hm.” Kyuhyun mengangguk, “Aku memang mengantuk. Setelah sembuh nanti ayo ke pantai bersama hyung.”

                “…ne.” Donghae merasa sedikit cemburu, bersama yang dimaksud Kyuhyun pasti tidak termasuk dirinya. Dia membayangkan Kyuhyun beserta kakak-kakaknya dan Raekyo bermain ke pantai, tempat yang paling disukai gadis itu, pasti sangat menyenangkan.

                “Hyung tidak suka ke pantai bersamaku, Raekyo dan yang lain?”

                “Hyung… suka.” Donghae merasa takjub, Kyuhyun dari tadi berbicara namun matanya tertutup. Entah dia memang sadar atau ini hanya mengigau. “Berempat ke pantai pasti menyenangkan.”

                “Berempat? Berlima hyung, aku ingin kau juga ikut. Pelukanmu hangat sekali, aku benar-benar mengantuk. Terima kasih mau merawatku, maaf merepotkanmu Donghae hyung.”

                Donghae tertegun. Pemuda itu membeku di tempat. Jadi selama ini Kyuhyun tahu dirinya bukan Kibum. Donghae kira Kyuhyun mengigau dan menganggap Donghae itu Kibum. Tapi nyatanya pemuda pucat yang kini benar-benar tertidur di dekapannya itu sadar sepenuhnya bahwa dirinya adalah Donghae. Kyuhyun bahkan bermanja padanya, merengek dan mengeluh terang-terangan. Memutar lagi perbincangan singkat mereka barusan, tanpa bisa Donghae cegah, hatinya menghangat. Masih takjub dengan perkataan Kyuhyun barusan, Donghae membetulkan posisi tidur Kyuhyun lalu menyelimuti pemuda itu.

                Setelah itu Donghae berbaring di sofa sambil mengamati Kyuhyun. Perkataan ibunya terulang lagi dalam benaknya. Tidak ada salahnya kau menganggap Kibum juga Kyuhyun adikmu juga. Mungkin Leeteuk terlalu sibuk di perusahaan hingga melimpahkan tanggung jawab di rumah pada Kibum. Terutama untuk menjaga Kyuhyun. Padahal Kibum juga butuh perhatian. Kau selalu bilang ingin adik laki-laki, mungkin kau bisa mendapatkannya dengan Kibum juga Kyuhyun. Mungkinkah? Bisakah? Donghae menggelengkan kepalanya, menepis secercah harapan apapun yang tadi mengancam terbit di benaknya. Dia harus sadar diri, dia tidak boleh berharap terlalu tinggi. Dirinya bukan siapa-siapa, jelas bukan tandingan keluarga Cho yang terhormat. Dia harus menahan diri, Kyuhyun belum tentu sungguh-sungguh dengan ucapannya, dia lagi sakit dan di bawah pengaruh obat, sangat mungkin ketika bangun nanti Kyuhyun menyesali ucapannya atau malah sudah lupa pernah berbicara apa dengan dirinya.

                Tapi kalau Kyuhyun berbicara sungguh-sungguh dari hati bagaimana? Bagaimana bila kesempatan itu benar-benar ditawarkan padanya? Bagaimana bila selama ini mereka sudah mencoba mendekatkan diri dengan Donghae namun pemuda itu terlalu keras kepala dan terlalu marah karena merasa Raekyo diambil dari hidupnya sehingga tidak menyadarinya? Maukah Donghae menerima mereka? Maukah Donghae berbagi Raekyo dengan mereka? Sesuatu terlintas di pikiran Donghae, ingatan akan hal yang ingin Donghae kubur jauh-jauh, pemuda itu segera mengenyahkan semua pemikiran konyol yang barusan sempat terlintas di pikirannya. Donghae mengepalkan tangannya kuat-kuat.

                “Jangan berbuat baik padaku, Kyu. Ini akan semakin sulit untukku. Dan ini akan menjadi semakin menyakitkan nantinya. Sudah terlambat, semua sudah terlambat.” Donghae pun berbalik, memunggungi Kyuhyun lalu berusaha untuk tertidur. Pemuda dengan wajah kekanakkan itu tidak menyadari Kyuhyun membuka matanya, memandangi punggung Donghae dengan sedih.

 

* * *

 

 

FLASHBACK

                Kyuhyun menyesap minumannya perlahan, menikmati ekspresi gelisah yang ditunjukkan pria di hadapannya. Minuman di hadapan pria itu dibiarkan utuh, tidak tersentuh. Bagaimana tidak, pria itu tentu merasa terintimidasi, Kyuhyun dengan murah hati memberikan deathglarenya secara cuma-cuma. Walau usia mereka berbeda jauh, Kyuhyun jelas lebih muda darinya namun justru kedudukan mereka terbalik di sini.

                “Jadi, masih tidak mau memberitahuku?” Pria di hadapan Kyuhyun mendongak, sedetik kemudian kembali menundukkan kepalanya. Jelas raut merasa bersalah tertampang di wajahnya. Kyuhyun mendengus, meletakkan gelas minumannya sedikit terlalu keras. Membuat pengunjung di sekitarnya memandang ke arah mereka penasaran.

                “Maaf tapi saya dilarang memberitahukannya.”

                “Kenapa? Apa alasannya?” Pria di hadapannya semakin gelisah seiring pandangan mata Kyuhyun yang semakin tajam.

                “Ini perintah. Maafkan saya.” Kyuhyun menghela nafas kesal, pemuda itu membuka tasnya, mencari-cari sebentar lalu menyodorkan beberapa lembar kertas ke hadapan sang pria. Pria itu memucat. “Tuan muda, ini….”

                “Lebih baik katakan padaku Park ahjussi. Tidak ada gunanya menyembunyikan dariku. Lambat laun aku akan mengetahuinya juga.”

                “Tapi, bagaimana…” Park ahjussi jelas merasa kebingungan. Leeteuk sudah jelas merahasiakan hal ini. Dia juga selalu berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya, tapi bagaimana bisa Kyuhyun mengetahuinya?

                “Sebut saja aku juga mempunyai tim rahasiaku sendiri.” Kyuhyun tersenyum miring. “Jadi, ini benar?”

                Kyuhyun menjadi kesal karena Park ahjussi masih terdiam. Bahkan setelah Kyuhyun memberitahu dirinya bahwa ia tahu, pria itu masih setia dengan diamnya.

                “Lebih baik ahjussi ceritakan padaku detailnya dan aku akan tetap tutup mulut. Atau lebih baik kutanya langsung pada Teuki hyung? Bagaimana juga yaa bila Bum hyung tahu. Atau Raekyo?”

                “Jangan tuan muda. Tuan muda Kibum dan nona Raekyo belum saatnya untuk tahu.”

                “Lalu?”

                “Baiklah, tapi berjanjilah untuk tidak memberitahu tuan muda Kibum dahulu. Juga nona Raekyo. Sebenarnya…” Awalnya Park ahjussi berbicara tersendat-sendat, seolah masih memproses hal-hal mana saja yang akan ia katakan dan yang tidak. Namun protes tidak sabar dari Kyuhyun akhirnya membuat pria itu menyerah. Park ahjussi menceritakan misi pencariannya juga mata-mata yang ia kirim untuk menegaskan kecurigaan Leeteuk. Selama bercerita itu wajah Kyuhyun semakin mengeras. Jelas pemuda pucat itu sama sekali tidak menyukai informasi yang Park ahjussi berikan. Juga Kyuhyun begitu kecewa bahwa informasi yang ia dapatkan sendiri ternyata benar adanya. Padahal dalam hati ia berharap semua yang ia dapatkan akan dibantah oleh Park ahjussi dan segalanya akan kembali seperti semula.

                “Ternyata benar begitu. Tapi masih ada kepingan puzzle yang tidak lengkap. Untuk apa ia terlibat? Apa sebenarnya yang menyebabkan ia mau bekerja sama dengan orang itu? Kenapa Donghae hyung terlibat?” Kyuhyun mengetuk-ngetukan jarinya ke atas meja. Otak jeniusnya tetap tidak bisa mendapatkan korelasi antara kedua orang itu.

                “Ini…” Kyuhyun menerima selembar kertas yang disodorkan Park ahjussi kepadanya. Pemuda itu membaca tulisan yang tertera di sana, ditanda tangani oleh dua orang yang Kyuhyun kenal. Wajahnya memucat.

                “Ini alasannya, tuan muda. Perjanjian antara tuan muda Leeteuk dan Donghae ini lah alasannya.”

                Reaksi Kyuhyun sudah Park ahjussi duga. Pemuda itu kini mondar-mandir dengan raut wajah marah setelah sebelumnya menggebrak meja dan melempar gelasnya hingga pecah berantakan. Membuat Park ahjussi harus meminta maaf pada pengunjung lain juga manajer cafe itu dan berjanji akan mengganti berkali lipat atas kerugian cafe tersebut. Kyuhyun marah, amat marah, dan Park ahjussi tidak bisa menyalahkan tuan mudanya itu.

                “Aku pergi.” Kyuhyun mengambil tasnya dengan kasar kemudian berniat untuk segera pergi dari sana. Ia butuh udara segar.

                “Jangan marah pada tuan muda Leeteuk, jangan salahkan hyungmu. Perjanjian itu, dibuat ketika keadaan belum seperti sekarang. Cobalah posisikan dirimu di posisi hyungmu saat itu, maaf kalau lancang, tapi kurasa kau pun akan mengambil keputusan yang sama, Kyuhyun-ah.” Kyuhyun tidak menjawab, pemuda itu melanjutkan langkahnya keluar.

                Kyuhyun berjalan tanpa arah, otaknya terus berputar mengolah informasi demi informasi yang baru saja ia terima. Informasi yang ia peroleh saja sudah cukup membebaninya, namun tambahan informasi ini membuatnya kewalahan. Dirinya mencoba saran Park ahjussi, untuk memposisikan diri menjadi kakak tertuanya, namun tetap keputusan Leeteuk terlalu gegabah menurutnya. Pikiran-pikiran negative mulai bermunculan dalam pikiran Kyuhyun. Apakah memang sedari awal hyung tertuanya itu sudah merencanakan untuk tidak menerima? Apakah dari awal memang Leeteuk berniat menyingkirkan? Apakah dari awal Leeteuk merasa pesimis bahwa orang itu akan layak untuk menjadi keluarganya?

                Kyuhyun menepuk-nepuk dadanya perlahan. Semua beban pikiran juga stress dan akibat berjalan terlalu jauh tidak tentu arah rupanya tidak disambut baik oleh tubuhnya. Dirinya mengutuki tubuhnya yang terasa begitu lemah. Kyuhyun sudah setengah jalan menuju rumahnya, ketika ia memutuskan untuk mengalihkan pikiran pada sosok satu lagi yang terlibat. Lee Donghae. Pemuda itu melakukan perjanjian itu pada Leeteuk, wajar. Tapi terlibat dengan sosok itu? Apa karena Donghae yakin ia tidak akan memenangkan perjanjian dengan Leeteuk jadi mengambil cara kotor? Kenapa harus dengan sosok itu? Apakah benar Donghae sejahat itu? Sepicik itu?

                Kyuhyun mencoba memposisikan diri menjadi Donghae. Mungkin Donghae merasa mereka mengambil Raekyo darinya, tapi bukankah selama ini justru terbalik? Bukankah malah Donghae yang mengambil adik kandungnya dari keluarganya? Mengakui sebagai adiknya sendiri? Bukankah yang seharusnya marah adalah ia dan kedua kakaknya? Bukankah Donghae harusnya merasa bersalah telah memonopoli Raekyo sekian tahun lamanya? Bukankah dengan mengembalikan Raekyo pada keluarga yang semestinya justru membuat Donghae lega karena rasa bersalahnya akan menghilang? Kyuhyun tidak mengerti sama sekali pola pikir Donghae. Dia merasa bahwa bila ia di posisi Donghae, maka Kyuhyun akan dengan senang hati memberikan adiknya pada keluarga yang sebenarnya. Benarkah?

                Kyuhyun berteriak frustasi, membuat beberapa pejalan kaki meliriknya dengan pandangan aneh. Kyuhyun tidak yakin sendiri dengan pemikirannya. Jadi sebenarnya siapa yang bersalah di sini? Siapa yang patut disalahkan?

                Dan kini Kyuhyun memaksa pikirannya untuk beralih lagi kepada hal yang paling menakutkannya. Bagaimana bila semua yang ditakutkan benar terjadi? Bagaimana bila Leeteuk yang menang? Itu akan menghancurkan Donghae bukan? Dan bila Donghae hancur, maka Raekyo akan ikut terpuruk. Sanggupkah ia melihat adiknya begitu? Tapi bagaimana bila Donghae yang menang? Relakah ia? Mampukah ia? Masih samakah ia memandang kakak tertuanya hari itu?

                Terutama, bagaimana bila Raekyo tahu semua ini? Bagaimana bila Raekyo tahu semua terjadi karena dirinya? Apa yang akan gadis itu rasakan? Apa jadinya Raekyo nanti? Ke mana Raekyo akan berpihak? Bagaimana bila gadis itu membenci mereka?

                Tanpa terasa Kyuhyun telah sampai di gerbang rumahnya. Nafasnya sesak, dipaksa memompa udara lebih banyak. Ia bersyukur Leeteuk dan Kibum tidak di rumah, Kyuhyun belum sanggup rasanya bertemu kakak tertuanya. Kyuhyun mulai pusing, tanda ia kekurangan oksigen, Kyuhyun memaksakan dirinya melangkah, pingsan di wilayah rumahnya dilihat orang banyak tidak akan berdampak baik, dan tambahan masalah bukan hal yang dibutuhkan Kyuhyun saat ini, menarik nafas dalam, Kyuhyun membuka pintu rumahnya. Matanya memperhatikan ketika Raekyo dengan semangat berlari menyongsongnya, meninggalkan kegiatan makannya. Kyuhyun menarik kedua sudut bibirnya, mencoba tersenyum…

                Kini Kyuhyun memandangi Donghae yang tidur memunggunginya. Ucapan Donghae terdengar dan terngiang di telinganya. Sudah terlambat, semua sudah terlambat. Terlambat untuk apa? Sudah sejauh apa hingga Donghae merasa semuanya sudah sangat terlambat? Tidak bisakah diperbaiki dari awal? Tidak bisakah semua dikesampingkan, dianggap tidak ada dan mereka merajut semuanya dari awal? Jujur Kyuhyun takut terluka. Takut kehilangan. Terlebih ia takut bila harus melihat Raekyo terluka. Sudah cukup ia pernah membuat Raekyo menangis karena dirinya dulu. Kyuhyun tidak mau mengulanginya. Dulu adiknya begitu mudah memaafkan. Tapi kali ini, apakah mudah juga? Atau malah mereka tidak termaafkan?

                Kyuhyun lelah, ia akhirnya menyerahkan kesadarannya pada tidur tak bermimpi. Sudut matanya meneteskan air mata, tidak menyadari jauh di sana, pemuda dengan darah yang sama dengan dirinya juga meneteskan air mata dalam tidurnya. Kibum merasa tidurnya hari itu terasa begitu sedih, namun ia tidak mengetahui alasannya. Di kemudian hari, ketika Kibum mengingat malam itu, malam ketika ia menangis tanpa sebab dalam tidurnya, ia akan mengingat dirinya di hari itu sebagai orang paling beruntung. Karena pada saat itu, detik itu, malam itu dirinya belum tahu apa-apa, tidak mengetahui hal buruk yang akan terjadi, yang akan menimpa keluarganya, yang akan melukai adiknya. Kibum mempercayai bahwa ketidaktahuan terkadang adalah anugerah terbaik yang dapat manusia terima.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LMoria
#1
Please read my story if you have time <3
LMoria
#2
I hope you will continue this asap <3
LMoria
#3
I love your story omgggg
Awaefkyu1311 #4
Chapter 7: yeayyy cepat skali updatenya... makin kecanduan baca ff ini,. jd sikap Rae dan kyu itu 11:12 ya,. apa jd nya mreka klo kerja sama jahilin kakak mreka..hehee,. aku penasaran sama masing masing rahasia yg mereka,.. smoga bisa update cpet lg heheee...
Awaefkyu1311 #5
Chapter 6: yeaayy update..!!, btw alur'a cepet banget udah 8 bulan kemudian aja..pdahal aku pengen liat interaksi kyu stelah bangun dr pingsannya sma ryaekyo,. terus rahasia mereka masing" gimana? sudah saling terus terang kah??,. lanjut pleasee
Awaefkyu1311 #6
Chapter 5: aduh aku suka bgt smaa ceritanya... tp aku agak kesusahan untuk komen disini, setelah sekian lama akhirnya tau jg cara komen disini,.. knpa gak coba pub di watpadd aja? lebih mudah baca dan kasih komentar'a,.. *saran aja hehehe... ttep smangat lanjut yaaaa... sangat ditunggu...