The Vibe

Heartlines [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku suka membuat CD berisi kompilasi lagu-lagu pilihanku. Hal itu adalah salah satu kegiatan favoritku. Aku sudah membuat cukup banyak CD sampai saat ini. Aku membuatkan beberapa untuk Eun Hye dan kami biasanya memutar CD tersebut saat kami berada di kamarnya atau saat aku menginap di sana. Aku juga membuatkan Jae Hoon beberapa CD untuk hadiah ulang tahunnya dan perayaan 100 hari kami. Pada awalnya ia tidak paham mengapa aku harus membuatkan CD, ia bilang aku hanya perlu membeli album saja. Aku menjelaskan padanya bahwa membuat CD berbeda dan album hanya berfungsi sebatas hiburan, sedangkan CD kompilasi menggambarkan sesuatu yang lebih personal.

Aku sendiri suka menerima CD sebagai hadiah untukku. Hal tersebut membuatku merasa spesial. Bayangkan saja seseorang menghabiskan berjam-jam (bahkan berhari-hari atau berminggu-minggu) untuk mencari lagu yang tepat dan memasukkannya ke dalam CD, meluangkan waktu hanya untuk membuat CD kompilasi adalah satu hal yang tidak akan seseorang lakukan apabila ia tidak peduli dengan orang yang akan mereka beri. Mereka harus menerima dan mendengarkannya.

Hal itulah yang kupikirkan sejak tadi malam.

Aku tidak melihat Jongin setelah kami beradu mulut. Aku menunggunya untuk menepuk bahuku saat makan siang dan mengajakku makan bersama tapi ia tidak ada. Aku ingin menghampirinya di ruang kerjanya, tapi aku tidak ingin ia merasa terganggu. Meskipun aku tahu seberapa besar ia membutuhkan sosok teman, aku tahu bahwa ia benar dan aku salah telah ikut campur dalam masalah pribadinya.

Malam itu, aku membuat CD kompilasi bertemakan ‘maaf’. Aku sebenarnya tidak yakin soal hal ini karena aku tidak pernah membuat CD tentang permintaan maaf dan bagaimana aku telah menjadi teman yang ceroboh. Tapi aku tidak tahu bagaimana lagi cara yang tepat untuk meminta maaf padanya selain membuatkan CD ini.

Keesokan harinya, aku mengambil jam kerja temanku. Kami berpapasan di lorong. Aku tersenyum kecil padanya tapi ia hanya menatapku datar dan berjalan melaluiku. Sebelum jam makan siang, aku diam-diam pergi ke atap dan menaruh CD di atas meja piknik kayu dengan catatan kecilku, dengan harapan ia akan memutarnya.

Aku tidak melihatnya sepanjang hari dan aku sempat berpikir ia membuang CDku. Pikiranku terbagi akan hal ini saat aku keluar bersama Jae Hoon di country club.

Di hari sabtu, saat pembuatan film pendek, aku kembali melihat Jongin. Ia duduk di bangku biasanya saat ia menungguku untuk membenarkan riasannya. Sepatah kata pun tidak terucap dari bibir kami untuk beberapa saat. Tentu saja aku ingin berbicara dengannya, tapi tatapan terakhirnya yang kurang menyenangkan membuatku menutup mulut saat menyapukan riasan tipis di mukanya.

Aku menjaga mataku agar tidak bertatapan dengannya, tapi ia terus-menerus menatapku dengan jahil. Aku menghentikan sapuan kuasku dan menatapnya. Untuk pertama kalinya, aku melihat irisnya yang gelap—bukan gelap dalam artian buruk tetapi lebih kepada melankolis dan dalam.

“Apa?” kataku kepadanya, merasa sedikit terusik.

“Randy Newman,” ujarnya, “You’ve Got A Friend in Me”

Aku merasakan bibirku tergelitik untuk tersenyum tapi aku menggigit bibir bawahku. Ia mendengarkannya. “Jadi?”

“Benarkah?” tanyanya dengan seringai kecil.

“Aku suka Toy Story.” Aku menaikkan bahuku dengan tenang. Aku dengan sengaja membalikkan badan ke meja dimana aku menaruh kotak riasku untuk menyembunyikan senyumanku dan aku mendengar tawa kecilnya.

“Yeah, aku juga suka film itu.” Jawabnya saat aku membalikkan badan. “Saat Andy memberikan semua mainannya…”

“Aku menangis kencang.” Aku menganggukkan kepala dengan ringan.

“Aku juga.” Ujarnya dan kami berdua pun tertawa dan menggelengkan kepala karena kebodohan kami. “Aku suka CD kompilasimu.” Tambahnya dengan tulus.

Aku menghela nafas dan tersenyum. “Baguslah.” Gumamku. “Jongin, beberapa hari yang lalu, aku minta maaf. Aku melewati batas.”

“Aku juga minta maaf telah berteriak padamu.” Ia meminta maaf dengan tatapan lembut. “Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya…” ia menghela nafas dengan dalam, “aku hanya tidak ingin berbicara soal hal itu.”

“Aku mengerti.”

Aku menganggukkan kepala meskipun sebenarnya aku kurang paham. Mungkin seiring berjalannya waktu, ia akan membuka diri padaku dan aku akan membantunya.

Apabila aku memaksanya lagi, ia pasti akan mendorongku lebih jauh lagi. Aku suka menjadi temannya. Memang aneh kupikir. Ia bukan tipikal teman-temanku pada umumnya tetapi aku merasa nyaman dengannya.

Setelah kami selesai syuting, kami pergi ke kafe bersama. Eun Hye memintaku untuk menelepon Jae Hoon dan mengajaknya datang kemari karena ia belum bertemu dengannya sejak kedatangannya. Namun, Jae Hoon berhalangan datang karena ia harus mengunjungi saudaranya.

“Ini punyaku?” tanyaku pada Jongin setelah ia menaruh dua potong pizza dan segelas smoothie di mejaku. Aku baru saja akan berjalan menuju konter untuk memesan makanan.

“Benar sekali.” Ia meyakinkanku, seraya duduk di depanku, “pizza tanpa buah zaitun.” Ia menunjuk ke arah piring yang berada di depanku.

Aku menatap piring tersebut dan benar, pizza tanpa buah zaitun. Rasanya aku tidak pernah memberitahunya tentang hal ini. “Terimakasih.” Aku tersenyum padanya.

Eun Hye beserta kru lainnya lalu bergabung dengan kami dan makanan mereka. Saat yang lain sedang sibuk mengobrol, aku mengambil kesempatan ini untuk berbicara tentang country club. Ia berkata dulunya ia adalah anggota tim basket tapi ia keluar karena ingin fokus pada menari. Saat aku bertanya apakah ia ingat Jae Hoon, karena sejauh yang aku ingat, Jae Hoon menjadi anggota tersebut hampir di saat yang sama dengan Jongin, tetapi ia berkata ia tidak mengingatnya.

“Sebenarnya, aku lupa lupa ingat bagaimana bentuk bangunannya.” Ujar Jongin dengan santai. Aku menghela nafas, sedikit kecewa. Mungkin karena kupikir mereka akan cocok satu sama lain. “Apakah ia masih menjadi anggota di sana?” tanyanya setelah beberapa saat.

“Iya,” jawabku, “kadang ia menghabiskan waktu luangnya di sana.”

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 15: sebenarnya jongin suji cocok bersama...
mereka bisa sama2 saling menguatkan satu sama lain...
suthchie #2
Chapter 14: walaupun break, seharusnya juga ngak gitu juga kali...
gimana kalo ntar malah keterusan...
untung suji orangnya baik
suthchie #3
Chapter 13: Jongin emang perhatian banget...
suthchie #4
Chapter 12: Semoga saja jongin ngak suka eunhye...
suthchie #5
Chapter 11: Kurasa suji lebih membutuhkan jongin, dari pada keluarganya sendiri
suthchie #6
Chapter 10: Siapapun yang ditekan oleh orang tua pasti mereasa marah...
suthchie #7
Chapter 9: Mungkin benar juga kalo jongin ang suka...
Tapi kalo ada jaehoon, kayaknya biasa aja dink
suthchie #8
Chapter 8: Padahal hubungan mereka udah makin dekat...
Kenapa harus ada masalah
suthchie #9
Chapter 7: Yah kok balikan sih
suthchie #10
Chapter 6: Ciye yang makin deket sam jongin