Three's A Crowd

Heartlines [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

“Menurutmu apa makanan kegemaran Jongin?”

“Menurutmu apa film kegemaran Jongin?”

“Menurutmu Jongin menyukai gadis berambut pendek atau panjang?”

Eun Hye telah menanyaiku pertanyaan-pertanyaan tersebut berjuta kali setelah pesta ulang tahunku. Ia tidak dapat berhenti berbicara tentangnya hingga nama Jongin berdering dalam telingaku. Aku tidak mengetahui segalanya tentang dia. Eun Hye bersikeras aku seharusnya mengetahui beberapa hal tentangnya karena kami sempat bekerja bersama. Aku kembali bersikeras kami hanya bekerja bersama untuk dua bulan saja.

Malam keesokannya, saat Da Hee dan aku meginap di rumahnya, Eun Hye menyimpan beberapa koleksi penampilan Jongin di masa sekolahnya.

“Aku meminjamnya dari Kyungsoo, ada di kamarnya.” Eun Hye tertawa kecil. Dari caranya tertawa, sepertinya Kyungsoo tidak mengetahui bahwa Eun Hye telah meminjamnya.

Kami menghabiskan jam tidur kami dengan menonton penampilan Jongin. Ia , seperti biasanya, sungguh memukau dalam setiap penampilannya. Eun Hye juga bercerita beberapa hal yang ia temukan tentang Jongin pada kami, hal-hal yang mereka bicarakan untuk beberapa menit (“Namun aku merasa seperti berjam-jam!” ia tersipu malu) pada ulang tahunku.

Menurutku Eun Hye bertingkah aneh. Aku tahu ia menyukai Jongin, tetapi aku telah mengenalnya bertahun-tahun dan ia tidak pernah bersikap seperti ini. Biasanya ia bersikap tenang saat ia menyukai seseorang, teguh akan perasaannya. Tidak seperti fangirl yang menggilai sesuatu. Namun ia terlihat begitu senang. Aku ingin ia bahagia. Aku belum pernah melihatnya tersenyum atau tertawa seperti itu sejak ia diputuskan oleh mantannya.

Jadi, mengapa kau merasa tidak karuan saat ia bercerita tentang Jongin? Sebuah suara dalam kepalaku mengejek diriku. Aku menekan suara tersebut dengan memikirkan beberapa hal. Selain Jongin.

Beberapa hari yang lalu, aku sadar bahwa tidak ada gunanya aku mengelak bahwa, aku, cukup tertarik pada Jongin. Hal yang dapat terjadi pada siapapun, meskipun mereka sedang terikat pada suatu hubungan. Aku membandingkannya dengan rasa tertarikku pada guru bahasa Inggrisku tahun lalu, yang sangar pintar dan baik, dan sekarang rasaku padanya tidak ada apa-apanya.

“Benar sekali.” Aku bergumam pada diriku sendiri saat aku mengenakan tas punggungku di bahuku setelah pulang sekolah, “Rasa ini hanya ketertarikan yang tidak masuk akal yang akan segera pergi.” Aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku terus menerus meyakinkan diriku dengan kata-kata tersebut. Bahwa hal tersebut tidak membahayakanku dan normal. Hingga aku bertemu dengan Eun Hye setelah sekolah dan ia memintaku melakukan sesuatu.

“Bisakah kau mengajak Jongin untuk pergi kencan bersama?” Tanya Eun Hye.

“Kencan bersama?” ulangku terkejut, “Dengan siapa?

“Denganku,” Eun Hye tersenyum lebar, “Dan kau dengan Jae Hoon.”

Aku menatap wajahnya dan melihat ekspresi seriusnya. “Oh.” Aku tepekik.

“Jangan khawatir,” Eun Hye menyenggolku dengan ringan dan tersenyum. “Aku bertanya pada Kyungsoo apakah ia memiliki kekasih, dan ia berkata ia single.” Ia mengedipkan mata padaku.

“Baguslah kalau begitu.” Kataku, tertawa dengan canggung. “Err, aku tidak tahu apakah Jongin menyukai kencan bersama.”

“Itulah mengapa aku meminta bantuanmu.” Kata Eun Hye, “Kau berbicara banyak dengannya dan ia terlihat nyaman denganmu. Bisakah kau memintanya untuk pergi dengan kami?”

Aku menelan ludah. “Aku tidak yakin…”

“Kumohon, Su Ji.” Ujar Eun Hye, “Atau kau tidak usah bilang bahwa ini adalah kencan bersama, bilang saja padanya ini hanya acara pergi bersama sebagai teman.”

“Tapi hanya ada kita berempat,” aku beralasan, “Ia akan menyadarinya.”

“Aku akan meminta Chanyeol dan Da Hee hadir. Aku telah merencanakan segalanya!” Eun Hye berkata dengan semangat, “Beritahu Jongin ini hanya seperti acara pergi bersama kru.”

“Kau ingin aku berbohong padanya?”

“Tidak, tentu saja tidak! Aku hanya—“ Eun Hye mengerang. Suara dalam pikiranku berkata bahwa aku tidak menjadi teman yang mendukung satu sama lain pada saat ini. “Maksudku, Jongin tidak tahu bahwa aku menyukainya. Belum. Saat ia berada di sana, ia akan menyadari bahwa ini adalah kencan bersama, ia akan menyadari kode-kodenya. Aku berpikir akan menyatakan perasaanku padanya.”

Menyatakan perasaan.

Kata-kata tersebut terus-menerus hadir di pikiranku untuk beberapa saat. Aku berdeham, berusaha kembali ke diriku yang sebenarnya.

“Oh, baiklah.” Ucapku, menarik sebuah senyuman di bibirku, “Rencana yang baik. Aku, emm, akan bertanya padanya dan melihat apa yang dapat aku lakukan.”

Ekspresi Eun Hye berubah senang dan ia memelukku. “Terimakasih!”

Pada saat itu, Jae Hoon muncul di sisi kami dan bertanya tentang percakapan kami. Eun Hye memberitahunya tentang Jongin dan acara kencan bersama yang ia rencanakan. Jae Hoon melirikku seolah ingin melihat reaksiku lalu kembali menatap Eun Hye. Ia setuju untuk hadir dan mengatakan semoga beruntung untuk Eun Hye.

“Menurutku mereka cocok,” Ujar Jae Hoon saat ia berjalan ke rumah denganku.

“Apa?”

“Aku berkata bahwa Jongin dan Eun Hye cocok,” Ulang Jae Hoon, menatap wajahku. “Menurutmu apakah mereka cocok?”

“I-iya.” Aku tergagap dan memaksakan sebuah senyuman karena aku merasa bodoh akan gagapku. Apalagi di depan Jae Hoon. “Menurutku mereka sungguh cute.” Tambahku untuk menjelaskannya, meskipun bagian dari diriku ingin menarik kembali perkataanku. Mengapa aku bertingkah seperti ini?!?

Jae Hoon menatapku untuk beberapa saat, ia membaca mataku, lalu mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Menurutku kencan bersama adalah ide yang bagus.”

“Aku juga berpikir seperti itu.” Jawabku dengan otomatis.

Aku bertemu dengan Jongin pada hari Selasa seusai sekolah, untuk bekerja di tempat kerja neneknya. Ia masih pada jam kerja sehingga ia meninggalkanku sendirian, tetapi aku berkata padanya ia tidak perlu menemaniku di ruang kerja ini. Namun sekali lagi, Jongin adalah Jongin. Setelah satu jam setengah berlalu, pintu ruang kerja terbuka dan Jongin yang sedang tersenyum lebar masuk ke dalam, memuji lukisanku. Aku memicingkan mata padanya karena aku baru saja memulai untuk mendesain tembok. Ia lalu tertawa keras.

Setelah itu, ia berjalan menuju diriku dan bersikeras untuk membantuku meskipun aku tidak membutuhkannya. Aku menatapnya dan tatapan matanya seperti bocah berusia lima tahun yang sedang meminta permen. Aku mendesah dan memintanya untuk memegangi tangga saat aku memanjat dan berada di atasnya saat aku mengecat.

Aku selesai setelah beberapa menit. Jongin mengajakku untuk makan makanan kecil di atap.

“Tempat ini terlihat lebih indah di jam-jam ini.” Ucapnya padaku, matanya tersenyum.

Dan benar adanya. Saat aku melangkahkan kaki ke atap, aku mendengar diriku sendiri terpekik. Aku merasakan kakiku bergerak sendiri ke ujung atapku sementara pandanganku terpaku pada pemandangan yang ada. Saat matahari terbenam, semburat warna merah jambu, ungu, dan oranye mewarnai langit dengan awan-awan yang tersebar di atas langit yang terbenam.

“Indah sekali.” Aku menggumam, masih merasa terpukau. Aku menolehkan kepala kepada dimana Jongin sedang berdiri dan tatapan kami bertemu.

Di wajahnya tertampang sebuah senyuman lembut dan hangat, persis seperti matahari yang sedang terbenam di depan kami. Ia menatapku dan aku melakukan hal yang sama. Aku tidak dapat mengalihkan pandanganku. Kilau matahari terbenam mengenai sisi wajanya, hidungnya, garis rahangnya dan aku mendesah pada diriku sendiri—ia terlihat begitu tampan. Aku menelan ludah saat merasakan jantungku mulai berdegup dengan kencang. “Apakah kau—,“ aku memulai.

Namun, usahaku untuk berbicara dengannya hilang saat Jongin mendekat padaku, dengan tangannya mengulur padaku. Jantungku berhenti berdetak saat ujung jarinya mengusap tulang pipiku dengan lembut. Lalu, matanya menatap mataku, ia tidak lagi tersenyum, namun terdapat ekspresi tenang di wajahnya dan matanya terpaku padaku.

“Ada bekas cat di pipimu.” Ucapnya, suaranya rendah dan dalam. Aku merasakan ibu jarinya mengusap tulang pipiku dengan lembut lalu ia mundur satu langkah setelahnya.

“Oh,” sebuah tawa canggung terlepas dari bibirku sebelum aku dapat menahannya. “Terimakasih,” aku berhasil berterimakasih padanya tanpa tergagap, meskipun aku masih merasakan jantungku berdebar. Untunglah rona langit pada saat ini adalah merah jambu, karena aku tahu wajahku juga merona.

“Apa yang akan kau katakan tadi?” Tanya Jongin, kami sedang duduk di meja atap, memakan makanan kecil yang ia bawa tadi.

Aku menelan apa yang sedang aku kunyah dan menatapnya. “Benar, um,” Aku memulai, aku mengambil minumanku dan menyesapnya sedikit. Aku belum memikirkan bagaimana aku akan memintanya untuk hadir di kencan bersama tersebut. “Apakah kau sibuk Jumat ini?”

Jongin berhenti mengunyah makanannya, alisnya bertautan saat ia menatapku seolah ia tidak menyangka aku akan bertanya seperti itu. “Aku harus bekerja di siang hari, kau tahu akan hal itu.” Jawabnya, “Ada apa?”

Aku sedikit bergerak di kursiku. “Aku hanya berpikir—akan pergi ke tempat bowling Jumat ini. Aku berpikir untuk mengajakmu. “ aku meremas ujung pakaianku karena aku tergagap.

“Siapa saja yang datang.”

“Tentu saja kru film.” Aku tersenyum meskipun aku yakin aku terlihat gelisah. “Eun Hye yang mengaturnya. Ia berkata kita tidak pergi bersama untuk beberapa wak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 15: sebenarnya jongin suji cocok bersama...
mereka bisa sama2 saling menguatkan satu sama lain...
suthchie #2
Chapter 14: walaupun break, seharusnya juga ngak gitu juga kali...
gimana kalo ntar malah keterusan...
untung suji orangnya baik
suthchie #3
Chapter 13: Jongin emang perhatian banget...
suthchie #4
Chapter 12: Semoga saja jongin ngak suka eunhye...
suthchie #5
Chapter 11: Kurasa suji lebih membutuhkan jongin, dari pada keluarganya sendiri
suthchie #6
Chapter 10: Siapapun yang ditekan oleh orang tua pasti mereasa marah...
suthchie #7
Chapter 9: Mungkin benar juga kalo jongin ang suka...
Tapi kalo ada jaehoon, kayaknya biasa aja dink
suthchie #8
Chapter 8: Padahal hubungan mereka udah makin dekat...
Kenapa harus ada masalah
suthchie #9
Chapter 7: Yah kok balikan sih
suthchie #10
Chapter 6: Ciye yang makin deket sam jongin