8#

Retro-Reflection (sequel to: Thru the Mirror)

 

http://www.youtube.com/watch?v=2Ubp6nFtarY

 

“Halo! Selamat datang!”

Sooyoon terperangah dengan sambutan hangat itu. Yang membukakan pintu untuknya adalah seorang wanita yang terlihat cukup tua namun terlihat segar bugar dan sangat cantik. Wanita itu tersenyum hangat dan bersahabat menatap Sooyoon. Ia seperti sudah lama menanti-nantikan kedatangan Sooyoon. Berdiri di sebelah wanita itu seorang laki-laki tua yang terlihat sama ramahnya. Wajahnya sedikit keriput dan rambutnya memutih, namun laki-laki itu tidak kehilangan kharisma. Laki-laki itu terlihat tampan, sangat bersahabat dan baik hati. Kedua bola matanya bersinar hangat. Sooyoon yang masih terheran-heran dengan reaksi kedua orang itu begitu melihatnya dikagetkan lagi oleh sebuah sosok. Sosok laki-laki muda tinggi, sedikit lebih tinggi dari laki-laki tua tadi, yang mengenakan kacamata tebal juga tersenyum padanya. Laki-laki itu tampak persis seperti Baekhyun, hanya saja dalam versi yang lebih dewasa.

“Sooyoon, perkenalkan. Ini ibu, ayah dan Hyung-ku.” Baekhyun yang berdiri di belakang Sooyoon memberitahu.

Sooyoon menoleh kebelakang sedikit kemudian ia menghadap ke depan dan membungkuk. “Annyeonghaseyo. Namaku Park Sooyoon.” Ia memperkenalkan diri dengan canggung.

“Baekhyun sudah banyak bercerita tentangmu, Sooyoon,” sahut ibu Baekhyun sambil menyunggingkan senyum dan dari situlah Sooyoon tahu dari mana Baekhyun mewarisi senyum manis itu.

“Oh, benarkah?” Sooyoon tampak takjub. Ia melirik Baekhyun dan Baekhyun hanya meringis.

“Baekhyun selalu bercerita tentangmu,” sambung ayah Baekhyun sambil tertawa. “Dan dia selalu bilang akan memperkenalkanmu kepada kami.”

Melihat wajah terkejut Sooyoon, kakak laki-laki Baekhyun berkata,”benar, dia selalu bilang begitu. Aku sampai bosan mendengarnya.” Ia terbahak. Baekhyun memasang wajah cemberut dan membuat semua orang tertawa.

“Ayo masuklah, Sooyoon. Kau pasti lelah sekali setelah perjalanan jauh dari Seoul,” kata ayah Baekhyun. Ia memberi isyarat dengan tangannya agar Sooyoon segera masuk.

“Masuklah, Sooyoon. Anggaplah rumah sendiri.” Ibu Baekhyun berkata dengan ramah. Ia menepuk-nepuk pundak Sooyoon.

“Nanti rumah ini akan menjadi rumahmu juga, setelah kau menikah dengan Baekhyun.” Kata-kata kakak Baekhyun itu kontan membuat wajah Sooyoon memanas. “Sudahlah, jangan malu-malu.” Ia mengibaskan tangan sambil tertawa-tawa.

Sooyoon hanya mengagguk pelan meski ia merasa sangat malu. Awalnya ia tidak menduga kemana Baekhyun akan mengajaknya pergi. Sooyoon sudah selesai mengurus skripsi dan akan diwisuda bulan depan. Di sisa waktu senggangnya ini, selama menunggu waktu wisuda, ia bingung hendak melakukan apa. Namun kemudian Baekhyun memberinya saran.

“Aku tahu di mana tempat yang bagus,” kata Baekhyun waktu itu, saat Sooyoon memberitahukannya tentang skripsinya yang sudah beres dan wisudanya yang akan diselenggarakan bulan depan dan tentang ia yang kebingungan apa yang akan dilakukan untuk mengisi waktu senggang.

“Di mana?” tanya Sooyoon.

“Aku tidak akan menceritakannya padamu. Ini kejutan.” Baekhyun tersenyum penuh arti. “Aku akan membawamu ke sana.”

Baekhyun membawa Sooyoon ke rumahnya yang berada di Incheon. Sooyoon tidak tahu menahu, ia sungguh tidak menyangka bahwa Baekhyun akan mengajaknya bertemu keluarganya. Sooyoon sendiri terkejut karena selama ini ia tidak mengira bahwa Baekhyun telah menemukan keluarganya. Pemuda itu tidak pernah menceritakannya, bukankah begitu? Dan kini Sooyoon merasa sudah mengetahui beberapa hal tentang pemuda itu. Setelah pemuda itu keluar dari cermin, hal yang ia lakukan pertama kali adalah mencari keluarganya. Itu tidak mudah karena keluarga Byun selalu hidup berpindah-pindah dikarenakan pekerjaan ayah Baekhyun. Baekhyun juga mencari Sooyoon. Namun ia lebih dulu menemukan Sooyoon daripada ia menemukan keluarganya. Ia baru menemukan keluarganya saat ia mengikuti pertandingan Hapkido yang digelar secara marathon di lima kota, termasuk Incheon. Di waktu luang saat ia tidak sedang bertanding, Baekhyun akan keluar dan pergi berkeliling kota mencari keluarganya. Dan kebetulan ia bertemu dengan kakak laki-lakinya di dalam kereta. Baekhyun cepat mengenali kakaknya karena wajah kakaknya tidak berubah sama sakali dari waktu mereka kecil dulu.

Sooyoon sendiri tidak mengerti bagaimana cara Baekhyun mengatakan tentang terkuncinya ia dalam cermin. Sooyoon rasa pemuda itu tidak menceritakannya. Jika pemuda itu melakukannya, apakah orangtua dan kakak laki-lakinya akan percaya? Sooyoon rasa tidak. Namun sebagai gantinya, pemuda itu mengatakan bahwa ia terlalu jauh bermain saat mereka masih tinggal di area perumahan di Seoul dan akhirnya ia tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Ia mengaku ada sebuah keluarga yang menemukannya dan mengangkatnya sebagai anak. Mungkin pemuda itu berkata seperti itu agar keluarganya tidak begitu mencemaskannya. Bayangkan bila mereka mengetahui apa yang Baekhyun lalui selama 14 tahun terakhir. Baekhyun berkata pada Sooyoon bahwa ia sangat senang bisa bertemu dengan keluarganya lagi. Ia sangat senang ia bisa merasakan lingkaran hangat keluarga lagi. Sooyoon turut senang merasakan betapa bahagianya pemuda itu.

Ponsel Sooyoon berdering saat Baekhyun dan orangtua serta kakaknya sedang berbicara tentang perayaan 100 hari kematian salah seorang sepupu Baekhyun. Sepupu Baekhyun itu meninggal dalam pelayaran menuju Beijing dikarenakan kapal yang ditumpanginya terhempas ombak besar di laut China. Sooyoon sudah mengerti kemana arah pembicaraan itu dan sepupu mana yang dimaksud meski ia tidak paham bagaimana kisahnya bisa teralihkan seperti itu. Ia merinding. Ia berpamitan sejenak kepada Baekhyun dan yang lainnya, sebelum akhirnya ia berjalan menuju ruang tamu dan mengangkat telpon.

“Sooyoon? Apakah itu kau?”

Sooyoon kontan tersenyum mendengar suara teman baiknya di seberang telpon. “Kyungsoo? Kau menelepon? Bagaimana kabarmu?”

“Aku baik-baik saja.” Kyungsoo tertawa ringan. Terdengar suara kereta di belakang. Sooyoon menduga Kyungsoo baru saja keluar dari kereta. “Kau akan jarang mendapat telepon dariku, Sooyoon. Aku tidak bisa setiap hari menelpon dengan jaringan internasional seperti ini.” Ia masih tertawa. “Bagaimana kabarmu? Skripsimu sudah beres, bukan?” tanyanya.

Sooyoon mengangguk meski Kyungsoo tidak bisa melihatnya. “Aku baik-baik saja. Dan ya skripsiku sudah beres. Bulan depan aku akan diwisuda.” Ia memberitahu temannya.

“Chukkahaeyo~!” Kyungsoo terdengar bertepuk tangan. Sooyoon membayangkan Kyungsoo menjepit ponsel di telinga dengan dagu sambil bertepuk tangan di seberang sana. Sooyoon tertawa kecil.

“Apakah kau akan datang di wisudaku nanti?” tanyanya penuh harap.

“Aku tidak tahu,” sahut Kyungsoo dengan nada ragu dan sedikit menyesal. “Banyak hal yang harus kulakukan di sini, kau tahu. Aku tidak tahu kuliah strata 2 akan merepotkan seperti ini,” keluhnya.

Sooyoon tersenyum kecil. “Apakah sangat merepotkan?”

“Tentu saja.” Sooyoon membayangkan Kyungsoo mengangguk-angukkan kepala.

“Kau bisa saja tidak memutuskan untuk lulus dengan terburu-buru, Kyungsoo,” kata Sooyoon.

“Mau bagaimana lagi? Program beasiswa strata 2 di Jepang memang menjanjikan. Aku tidak bisa tidak mengambilnya. Aku tidak punya pilihan lain.” Kyungsoo tertawa lagi.

Sooyoon mengangguk dan tersenyum. Kini sudah jelaslah mengapa Kyungsoo dulu begitu rajin konsultasi dengan Chanyeol, karena nilai proyek akhirnya harus sempurna untuk mendapatkan beasiswa strata 2 di Tokyo. Kyungsoo mengurus segalnya dengan cepat dan berusaha untuk mengikuti wisuda kuarter pertama di awal tahun. Kyungsoo pun lulus lebih dulu dari Sooyoon, ia lulus tiga bulan yang lalu. Pemuda itu langsung pindah ke Tokyo seminggu setelah wisuda. Sooyoon melihat pemuda itu begitu bersemangat untuk memulai kuliah strata 2-nya. Mengingat Kyungsoo yang berada jauh di sana, Sooyoon merasa kehilangan. Ia merasa kehilangan teman baiknya, ia merasa sendirian karena kini Kyungsoo begitu jauh. Namun dengan Kyungsoo yang rajin mengirimi pesan atau terkadang menelpon seperti ini, Sooyoon merasa lega. Ia tahu ia tidak akan pernah kehilangan teman baiknya. Tidak akan pernah lagi.

“Aku harap kau bisa datang saat wisudaku,” kata Sooyoon kemudian. Ia mendengar Kyungsoo tertawa kecil.

“Untukmu, aku akan datang.”

Mereka berbincang tentang beberapa hal lainnya sampai akhirnya Kyungsoo berkata ia harus pergi karena kuliahnya akan dimulai. Sebelum menutup telepon Kyungsoo berkata ia akan mengirimi fotonya di kampus barunya. Sooyoon tersenyum begitu sesaat setelah ia menutup telepon, pesan bergambar dari Kyungsoo telah masuk ke ponselnya. Kyungsoo tampak tersenyum lebar di foto itu, dengan latar bangunan-bangunan tinggi universitas. Teman baik Sooyoon itu tampak sangat bahagia. Sooyoon sudah akan memutar tubuh untuk kembali bergabung dengan Baekhyun dan keluarganya di ruang keluarga saat ia melihat sebuah cermin tinggi besar yang ada di dekat lemari kaca berisi souvenir perak. Matanya terbelalak karena terkejut.

Ya, semua memang berakhir. Ia bisa merasakan perasaan tenang setelah ia melalui berbagai peristiwa yang baginya sangat buruk dan tidak ingin ia ingat lagi. Ia tidak ingin lagi membayangkan ataupun mengingatnya. Ia berusaha dengan keras untuk mengubur ingatan itu dalam-dalam bahkan membuangnya. Efek dari itu semua adalah ia masih dan akan selalu trauma terhadap cermin, dan satu lagi, belati. Ia tidak suka melihat dirinya sendiri terpantul dalam cermin dan ia akan ketakutan begitu melihat belati.

Namun setidaknya sekarang ia sudah tidak mendapat mimpi tentang kamar lamanya dan ia juga tidak pernah mendapat sesak napas. Entah apa yang membuatnya bisa sembuh dari semua itu. Dan terkadang ia masih teringat dengan sepupu Baekhyun yang tersedot dalam cermin. Sudah ada yang pernah mencari potongan cermin itu di bawah jembatan dermaga, namun tidak membuahkan hasil. Cermin itu pasti sudah terbawa arus ke tengah laut. Sooyoon sendiri tidak tahu apa yang harus ia lakukan bila ia berhasil menemukan potongan cermin itu. Buku dongeng tua itu kini benar-benar rusak karena terhempas air laut. Lagipula ia tidak percaya buku itu memberikan jalan keluar. Buku itu memang memberikan cara, melalui kisah di dalamnya, bagaimana untuk mengunci seseorang. Namun buku itu tidak menceritakan bagaimana cara untuk keluar. Bila mungkin ada, itu tidak rinci dan mungkin tidak benar. Tidak semua cerita memilikinya. Bagaimana pun juga, buku itu hanya buku dongeng.

Pemandangan tentang sepupu Baekhyun yang terkunci itu terkadang masih terngiang-ngiang dalam kepala Sooyoon. Hal itu selalu menjadi hal yang paling mengerikan baginya. Terkadang ia merasa dihantui oleh bayang-bayang Joonmyun.

“Apa yang sedang kaupikirkan?”

Sooyoon menoleh dan mendapati Baekhyun menatapnya kebingungan. Setelah semua kejadian mengerikan itu, Baekhyun tidak bisa membaca pikiran Sooyoon lagi. Pemuda itu sejak dulu memang tidak bisa selalu membaca pikiran Sooyoon. Namun kini bila ia bisa tahu semua yang ada dalam kepala Sooyoon itu hanya karena ia sudah mengenal Sooyoon dengan sangat baik, lebih baik dari Sooyoon sendiri.

“Tidak ada.” Sooyoon berbohong. Ia menggeleng pelan dan mencoba tersenyum kecil. Ia tidak pandai berbohong, dan tentu saja saat ini wajah dan gerak-geriknya menjadi sangat aneh. Alis Baekhyun terangkat.

“Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu,” kata Baekhyun langsung. “Aku tahu itu meski aku sudah tidak bisa membaca pikiranmu lagi.” ia mengangkat bahu. “Aku bisa melihat itu dari wajahmu.”

Sooyoon mengangkat kepala dan melihat bayangannya di cermin. Ia dengan mudah memberi label untuk ekspresi wajahnya yang terlihat saat ini. Wajahnya terlihat resah dan kusut. Jelas saja Baekhyun bisa menebaknya dengan baik, dan jelas saja memikirkan semua hal tentang kehilangan Joonmyun membuatnya resah, dan ketakutan. Sooyoon tidak ingin melihat refleksinya di cermin lama-lama. Ia segera menunduk. Baekhyun di belakangnya mengerjap bingung.

“Apakah kau melihat bayangan yang tidak menyenangkan di dalam cermin?” Baekhyun menanyainya. Ia mendaratkan dagunya di pundak kanan Sooyoon. Sooyoon menoleh sedikit ke arah Baekhyun di sampingnya.

“Aku hanya teringat..yang terjadi dulu,” jawab Sooyoon jujur. Ia kembali menunduk sesaat kemudian. Ia membuang napas dengan berat. Peristiwa yang terlewat itu masih menjadi beban pikirannya. Entah mengapa sangat sulit menghilangkan itu semua dari dalam kepalanya.

“Cermin ini tidak mungkin memantulkan kejadian yang telah berlalu, bukan?” Baekhyun mencoba bergurau.

Sooyoon tersenyum kecil. “Tentu saja tidak.”

“Lantas apa yang membuatmu begitu memikirnya?” tanya Baekhyun lagi. “Semuanya sudah lewat, kau tahu. Semuanya sudah lewat. Karena kejadian itu tidak menyenangkan, ada baiknya kau melupakannya saja. Anggaplah itu semua tidak terjadi dan tidak pernah kaulalui.”

Saran Baekhyun ada benarnya. Tidak seharusnya ia terus tenggelam dalam traumanya. Sooyoon tahu Baekhyun juga sama dengan dirinya, berusaha lepas dari trauma itu. Meski Baekhyun tidak pernah memperlihatkannya dengan jelas, Sooyoon tahu pemuda itu sama tertekan dan depresinya seperti dirinya. Pada akhirnya mereka berdua sama saja.

“Coba lihatlah ke cermin, dan beritahu apa yang kaulihat.” Baekhyun mengangkat dagunya dan sebagai gantinya ia mendaratkan kedua tangannya di pundak Sooyoon. Sooyoon mengernyit bingung. Dengan ragu, ia mengangkat kepala dan melihat bayangannya dan Baekhyun dan seluruh benda di ruang tamu ini. Lalu apa lagi yang bisa ia lihat?

“Apa? Aku hanya melihat..kita dan ruangan ini,” sahut Sooyoon bingung.

“Sungguh kau tidak melihatnya?” Baekhyun tertawa kecil. “Aku melihatnya.”

“Melihatnya?” apa yang sebenarnya pemuda ini lihat?

Sooyoon menoleh ke belakang dan menatap wajah Baekhyun dengan penasaran. Pemuda itu hanya tersenyum penuh arti.

“Apa yang kaulihat?”

“Aku melihat kau dan aku, selama berpuluh-puluh tahun, hidup bersama dan bahagia.”

 

 

Fin

September 27th 2012

 

 

This fan-fiction is dedicated to:

92liner EXO members, Byun Baekhyun, Kim Jongdae & Park Chanyeol. 92liner rumored EXO member, Maknae of SMTB, the one who I always miss, Jo Jinho. Our guardian angel, our Kim Joonmyun, and the one whose voice I love the most, Do Kyungsoo. EXO members. And EXOtics.

Thank you for reading this story!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
morinomnom
#1
Chapter 8: Oh my god. Akhir ceritanya so sweet bgt ;_; dan rasanya kayak terbangun dari mimpi buruk. Off to your other stories~
weirdoren
#2
Chapter 8: Suho jadi org jahat ;_; tapi asli intinya ini BAGUSSSS bgttt ;;;;;;;
nora50
#3
Baekyhun fanfic?! Oh...update plizz
weirdoren
#4
oke hohoho ditunggu ^^
nammyunghee
#5
@weirdoren : mian, masih dalam proses lol~ kkk ^^;
weirdoren
#6
Updatenya pls T~T