3#

Retro-Reflection (sequel to: Thru the Mirror)

 

Kyungsoo terus bersikap seperti itu kepada Sooyoon. Pemuda itu sering berkunjung ke rumahnya akhir-akhir ini dan tentu bukan untuk menemuinya. Ia datang untuk menemui kakaknya, tentu saja. Kyungsoo terlihat begitu sibuk. Ia terus datang dengan buku-buku besar dan tebal juga dengan kertas-kertas dan laptop. Chanyeol adalah salah satu asisten dosen hingga saat ini dan sejak dulu ia memang selalu memberikan arahan pada Kyungsoo. Sooyoon terkadang menemukan Kyungsoo sedang sibuk mengedit sesuatu di laptop di ruang tengah dan meski Sooyoon menyapa dan berbasa-basi, pemuda itu tetap sibuk dan berlagak seolah Sooyoon tidak ada. Pemuda itu mengabaikannya.

Siapa yang tidak kesal dengan semua sikap Kyungsoo itu? Sooyoon tahu pemuda itu sibuk, namun kenapa pemuda itu sampai mengacuhkannya seperti itu? Ia tidak habis pikir. Keanehan itu ternyata disadari oleh Chanyeol. Kakak Sooyoon itu tahu hubungan Sooyoon dan Kyungsoo sedang tidak baik. Ia sering mengernyit bingung bila melihat Sooyoon yang mengajak Kyungsoo bicara diacuhkan oleh Kyungsoo.

“Apa yang terjadi pada kalian? Kalian tampak tidak akur. Kalian bertengkar?” tanya Chanyeol waktu itu, saat Kyungsoo sudah pulang setelah berjam-jam berkonsultasi. Sooyoon tidak menjawab. Chanyeol mendecakkan lidah. “Aku tidak pernah melihatmu bertengkar dengan Baekhyun. Sekarang kau malah bertengkar dengan Kyungsoo. Aneh sekali.”

Tidak, bertengkar sepertinya bukan kata yang tepat. Namun situasi ini memang menggambarkan seolah mereka sedang bertengkar karena suatu masalah. Ya Tuhan, masalah apa yang mereka perkarakan? Tidak ada, bukan? Lantas mengapa pemuda itu tiba-tiba mengacuhkannya? Apakah ia telah melakukan sesuatu yang salah? Sooyoon berpikir. Mungkin saja, namun kesalahan apa itu?

“Kau tahu, bunga-bunga sakura ini akan kehilangan keindahan bila seseorang yang tadinya sangat bersemangat untuk melihat mereka malah melamun seperti ini.”

Sooyoon mengerjap dan mendapati Baekhyun cemberut menatapnya. Mereka berdua sedang berjalan-jalan melihat sakura di taman sore ini. Sambil bergandengan tangan dan berjalan pelan, mereka mengitari taman dan menikmati keindahan sakura. Kelopak-kelopak sakura yang berjatuhan karena angin jatuh tepat di kepala mereka. Dan saat Baekhyun hendak mengambil kelopak sakura yang berada di atas kepala Sooyoon, ia sadar Sooyoon sedang menatap ke arah lain dengan tatapan tidak fokus.

“Ah, aku tidak melamun,” elak Sooyoon sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang bebas. Baekhyun mencibir. “Lagipula bagaimana bisa sakura ini kehilangan keindahan?” tanyanya dengan dahi berkerut.

Baekhyun mencibir lagi. “Bagiku mereka kehilangan keindahan bila kau melamun. Lamunan dan khayalanmu yang berlebihan membuat mereka layu,” sahutnya.

“Tidak masuk akal,” gumam Sooyoon sambil tertawa kecil.

“Kenapa temanmu itu?” tanya Baekhyun tiba-tiba. Sooyoon tidak terkejut bagaimana pemuda itu bisa tahu yang sedang ia pikirkan. Sooyoon membuang napas sambil menendang kerikil kecil dekat kakinya.

“Dia bersikap aneh padaku. Dia menolak berbicara padaku dan mengacuhkanku.” Ia mengangkat bahu. Ia membuang napas lagi. Perlahan masalah ini membebaninya. Ia bingung bagaimana ia harus menghadapi Kyungsoo. Ia sungguh tidak tahan diacuhkan seperti itu. Tidak akan ada orang yang tahan, bukan? Ia merasa Kyungsoo menghindarinya seolah ia adalah virus penyakit. Fakta yang menyakitkan.

“Kalian ada masalah atau apa?” Baekhyun ikut-ikutan menendang kerikil.

“Tidak ada masalah, tapi kurasa aku melakukan sesuatu yang salah,” gumam Sooyoon,”karena itu dia berhenti bicara padaku. Sejak acara kelulusan Chanyeol Oppa, dia menjadi berbeda. Dia menatapku dengan tatapan aneh,” tambahnya sambil membayangkan tatapan Kyungsoo padanya. Ia benar-benar tidak menyukai tatapan itu dan terkadang tatapan itu malah terbayang-bayang dalam benaknya.

Baekhyun mengangguk. “Aku melihatnya. Dia sendiri melihatku dengan tatapan tidak menyenangkan, seolah aku sudah melakukan sesuatu yang buruk padanya.”

“Benarkah?” Sooyoon mengerjap. Jadi yang merasa Kyungsoo aneh bukan cuma dirinya?

“Aku baru bertemu dengannya hari itu, kau tahu. Saat itu juga aku merasa dia tidak seperti yang sering kauceritakan padaku.” kali ini Baekhyun yang mengangkat bahu. “Mungkin dia sedang ada masalah,” tebaknya, asal saja.

“Kurasa juga begitu,” kata Sooyoon. “Aku tidak mengerti mengapa sikapnya begitu aneh. Tapi dia bersikap biasa pada Chanyeol Oppa.” Ia mulai memikirkan beberapa kemungkinan. Hei, bisa jadi…

“Kau adalah sumber masalahnya? Dia kesal padamu?” Baekhyun melirik Sooyoon. Mata Sooyoon melebar. “Yah, bila dia bersikap berbeda pada orang-orang menandakan dia kesal pada orang-orang itu, berarti aku bisa menyimpulkan dia kesal padaku juga. Bukankah begitu?”

Sooyoon mengerutkan alis. “Kenapa dia kesal padaku dan kepadamu?”

“Mana aku tahu itu,” jawab Baekhyun langsung, ia kembali mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman. “Mungkin dia hanya iri,” katanya kemudian sambil mengikik.

“Kenapa iri?” Sooyoon terkejut karena mendapat banyak kemungkinan tentang keanehan Kyungsoo. Baekhyun meliriknya dan tersenyum lebar. Ia menggenggam tangan Sooyoon dengan lebih erat.

“Yah, aku merasa orang-orang iri melihatmu bersamaku.”

Mereka berdua tertawa dan mengayunkan-ayunkan tangan mereka ke depan dan ke belakang seperti anak kecil. Mereka bertukar banyak cerita selagi mereka mengitari bagian lain taman dan mampir ke warung tteokpokki. Baekhyun berkata ia akan pergi ke Daegu untuk beberapa hari. Akan ada pertandingan di sana dan pertandingan juga akan dilakukan di Gwangju minggu selanjutnya. Sepertinya Sooyoon tidak bisa bertemu dengan Baekhyun dua-tiga minggu ke depan. Baekhyun menghiburnya dan berkata ia akan pulang secepatnya dengan banyak oleh-oleh dan medali.

Mereka berdua pulang dengan menggunakan subway. Mereka duduk di kursi paling pojok dan Baekhyun yang tampak kelelahan sejak tadi langsung tertidur. Sooyoon hanya memandangi Baekhyun. Sungguh pemuda ini kelihatan sangat lelah, namun jika Sooyoon mengatakannya sudah pasti pemuda ini mengelak. Sooyoon mengedarkan pandangan dan melihat sekelilingnya. Saat ini subway penuh dengan banyak anak sekolah menengah, juga pekerja kantoran. Yah, ini memang jam-jam pulang. Anak-anak sekolah itu tampak sibuk mengobrol, pekerja kantoran terlihat mengantuk dan beberapa terlihat tertidur seperti Baekhyun. Ada yang sibuk mendengarkan music dari ipod mereka, ada yang sibuk membaca majalah dan koran dan beberapa ada yang memandang ke arah Sooyoon. Sooyoon mengerjap begitu melihat beberapa orang lainnya juga terlihat melakukan hal yang sama. Eh, ada apa?

Baekhyun di sebelahnya bergerak-gerak gelisah dan terdengar menggumamkan sesuatu. Suara gumamannya semakin lama semakin keras. Wajahnya pun banjir keringat. Hei, apakah pemuda ini sedang bermimpi buruk? Sooyoon lekas memanggil pemuda itu pelan saat ia merasa orang-orang semakin memandangnya dengan tatapan terganggu dan ingin tahu.

“Yah, Baekhyun,” Sooyoon mengguncang pelan lengan pemuda itu,”bangunlah.”

Pemuda itu membuka mata dan menarik napas dengan berat. Ia terengah-engah seolah ia sedang berlari marathon. Tatapannya sejenak tidak fokus. Ia memandang sekeliling seperti orang linglung seolah ia tidak menyadari di mana ia sedang berada. Kedua tangannya gemetar, begitu pula tubuhnya. Ya Tuhan, apa yang terjadi pada pemuda ini? Sooyoon meraih tangan Baekhyun.

“Kau berkeringat banyak sekali. Apakah kau mendapat mimpi buruk?” tanyanya. Ia menjadi cemas. Demi Tuhan baru kali ini ia melihat Baekhyun gemetar dan tampak ketakutan seperti ini. Seberapa buruk mimpi yang ia dapat? Sangat buruk kah? Mendadak rasa takut juga menyelimutinya.

“Aku yakin aku pernah bertanya hal yang sama padamu, dulu,” kata pemuda itu beberapa detik kemudian. Ia tertawa namun terdengar sumbang, terlihat jelas ia sedang berusaha membuat suasana menjadi biasa. Sooyoon masih menatapnya dengan cemas meski orang-orang sudah tidak lagi melihat ke arah mereka. Ia mengabaikan kata-kata pemuda itu dan bertanya lagi

“Kau bermimpi apa? Apakah sangat buruk?”

“Sangat buruk,” jawab Baekhyun pendek. Ia tampak tidak ingin menjelaskan lebih jauh. Sooyoon hanya memandanginya. Kemudian ia menyeka keringat di wajah pemuda itu. Baekhyun balas memandangnya dan berkata,”Tidak usah cemas. Aku tidak apa-apa.” Ia menurunkan tangan Sooyoon.

Sooyoon mengernyit. Ia sudah hendak membuka mulut untuk bertanya saat Baekhyun berkata,”Aku ingin tidur lagi tapi aku takut mendapat mimpi yang sama.” Sooyoon mengerjap bingung. Bagaimana mungkin bisa mendapat mimpi yang sama bila tertidur kembali? Aneh sekali. Ia masih sibuk berpikir saat ia merasa pundaknya berat. Ia menoleh dan mendapati Baekhyun sudah menyandarkan kepala di bahunya. Pemuda itu tampak menutup mata dengan erat.

Tangan Baekhyun sudah tidak lagi gemetar namun Sooyoon tetap menggenggamnya. Ia berharap, meski ia tidak tahu pasti seberapa buruk mimpi pemuda itu, ia bisa menghilangkan kegelisahannya. Ia menepuk-nepuk pelan tangan Baekhyun dengan tangannya yang bebas. Tak berapa lama kemudian Baekhyun sudah tertidur kembali dengan nyenyak dan tidak terbangun sampai subway tiba di stasiun tujuan.

 

п

 

“Ya Tuhan.”

Sooyoon mengerjap. Di mana ia sekarang berada? Ia merasa tempat ini tidak pernah asing. Oh, ia tahu di mana ia sedang berada! Kamar lama di rumah tuanya. Namun bagaimana bisa ia sampai di sini? Rumahnya sudah terbakar habis, bukan? Lalu bagaimana bisa ia mengenali ruangan ini sebagai kamarnya? Ruangan ini begitu gelap gulita dan anehnya ia masih bisa melihat seisi ruangan. Sooyoon tidak mungkin salah, ruangan ini benar kamar lamanya. Ia memandang sekeliling. Ia masih bingung mengapa ia berada di sini. Ia terperanjat begitu melihat seseorang duduk di kursi kecil di depan meja riasnya.

Byun Baekhyun.

Sooyoon mengerjap kebingungan. “Baekhyun?” ia memanggil. Pemuda itu tak bergeming. Pemuda itu seperti tidak mendengar Sooyoon. Sooyoon mengerutkan kening. Mengapa dia tidak bisa mendengarku? Sooyoon mencoba mendekat. Pemuda itu sedang memandang lurus ke arah cermin tanpa bergerak sedikit pun. Ia tampak begitu tegang. Ia terlihat sedang menunggu sesuatu. Apa yang sedang dia tunggu? Sooyoon mengerjap. Ia menatap cermin-cermin meja riasnya yang besar. Ia kebingungan lagi. Cermin-cermin itu tidak memantulkan apa pun. Cermin-cermin itu terlihat kosong. Lalu mengapa Baekhyun terus menatap ke arah cermin? Ia bertanya-tanya. Ia sudah akan bertanya, ia menyentuh pundak pemuda itu namun ia tidak bisa. Ia seolah berusaha menangkap asap. Ia sama sekali tidak bisa menyentuh Baekhyun. Tangannya serasa menembus pundak pemuda itu. Kedua mata Sooyoon melebar ketakutan.

“B-Baekhyun?” ia memanggil lagi. Pemuda itu sama sekali tidak merespons. Hei, ada apa ini sebenarnya? Sebelum Sooyoon mendapat jawaban atas pertanyaannya, mendadak cahaya datang, membuat seisi kamar menjadi lebih terang. Kamar ini tidak lagi gelap gulita. Entah mengapa bisa seperti itu. Baekhyun yang masih duduk di kursi kecil terlihat terkejut. Ia semakin menatap ke arah cermin-cermin dengan antusias. Sooyoon yang berdiri di belakang Baekhyun pun dapat melihat cahaya-cahaya dari cermin-cermin itu. Seperti halnya saluran televisi yang putus dan kembali menemukan siaran, cermin-cermin itu perlahan kehilangan cahaya dan terlihat memantulkan seisi ruangan dengan versi yang lebih cerah dan terang-benderang.

“Astaga.” Sooyoon mendengar Baekhyun bergumam. Ia beranjak dari kursi dengan tiba-tiba. Sooyoon melangkah ke samping menghindari bertubrukan dengan pemuda itu. Namun sepertinya itu tidak perlu karena sepertinya Sooyoon adalah makhluk tak kasat mata di sini. Kini Baekhyun berdiri tepat di belakang kursi kecil itu, entah mengapa. Ia terus memandang tepat ke arah cermin. Dan tidak ada yang lebih mengejutkan dari yang terjadi saat ini, saat Sooyoon melihat dirinya sendiri di cermin.

Ya, ia melihat dirinya sendiri.

Ia kaget bukan main. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Ia sungguh tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sooyoon menolak untuk mempercayai apa yang ia lihat. Cermin-cermin itu sungguh telah rusak, mereka sama sekali tidak berfungsi dengan baik. Bagaimana mungkin cermin itu memantulkan dirinya dengan berbeda? Ia yakin ia tidak sedang duduk di kursi itu dan ia melihat dirinya di cermin tampak duduk di bangku kecil itu dan tersenyum cukup lama. Hei, ada apa ini? Apa maksudnya ini?

Sooyoon yang masih terkaget-kaget memandang Baekhyun. Baekhyun menatap lurus tanpa ekspresi ke arah cermin tanpa bicara apapun. Sooyoon kembali menoleh ke arah cermin dan hei, cermin juga sama sekali tidak memantulkan Baekhyun. Ya Tuhan, ada apa sebenarnya ini?

Beberapa detik kemudian, Sooyoon melihat dirinya di cermin diselimuti ekspresi ketakutan. Kedua matanya membesar dan ia tampak shock. Ia menoleh ke belakang dengan cepat kemudian ia perlahan menghadap ke cermin lagi. Dan kemudian Sooyoon mendengar dirinya berteriak.

“OPPA!!”

Sooyoon beranjak dari kursi dengan segera dan sudah tak terlihat dari cermin. Baekhyun masih tidak bereaksi, namun ia tersenyum kecut. Terdengar suara-suara bicara yang tidak jelas dan kemudian yang muncul di depan cermin adalah seorang pemuda bertubuh tinggi, kakak Sooyoon sendiri. Ia melihat ke arah cermin sekilas, melirik ke samping, tempat kemungkinan Sooyoon sedang berdiri, dan bergumam bahwa ia hanya melihat bayangan dirinya dan tidak melihat bayangan lain. Sooyoon yang sedang berada di ruangan yang sama dengan Baekhyun saat ini terbelalak. Ya Tuhan, kejadian ini adalah kejadian nyata dua tahun yang lalu, saat ia baru pindah ke rumah tua itu. Mengapa ia melihat semua ini? Ia melirik Baekhyun. Pemuda itu masih menatap ke arah cermin. Sooyoon melihat dirinya duduk kembali di kursi kecil di depan meja rias. Wajah Baekhyun terlihat mengeras. Lalu Sooyoon mendengar pemuda itu berkata

“Yah, kau tidak gila, Agassi.”

Sooyoon membuka mata. Ia menarik napas dengan berat. Astaga, mimpi apa itu tadi? Mengapa terasa sangat nyata? Tidak, itu seperti bukan mimpi. Tidak, itu adalah potongan kenyataan dari sisi yang berbeda. Sooyoon yakin itu adalah kenyataan, semua memang terlihat seperti itu. Namun tadi ia melihat dari sudut yang lain, sisi yang lain. Ia berada di sisi Baekhyun. Sooyoon menghela napas. Apa artinya ini? Mengapa ia seperti masuk ke dalam ruangan gelap yang menjadi terang, yang sangat mirip dengan kamarnya dulu? Ruangan apa itu? Sungguhkah itu ruangan dalam cermin? Cermin itu punya ruangan?

Mendadak kepala Sooyoon berdenyut sakit. Ia menutup mata erat-erat untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia memandang sekeliling. Ia mendadak lupa di mana ia sedang berada. Oh, ia sedang berada di perpustakaan kampus. Kuliahnya sudah selesai sejam yang lalu dan ia memutuskan untuk mengerjakan beberapa laporan di perpustakaan. Akhirnya ia malah ketiduran seperti ini. Untungnya ia duduk di meja paling pojok dan cukup terlindungi oleh rak-rak tinggi. Perpustakaan juga tidak begitu ramai siang ini.

Ia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik setelah ia mendapat mimpi seperti tadi. Ia memutuskan untuk merapikan buku-buku dan laptopnya dan keluar dari perpustakaan. Namun keluar dari perpustakaan adalah ide yang tidak bagus. Kepalanya menjadi semakin pusing dan ia bisa tumbang kapan saja. Oh, ia merasa buruk. Apa yang sudah terjadi pada dirinya?

Saat ia berjalan terseok-seok keluar dari area gedung jurusannya, ia melihat sosok yang familiar di gerbang. Kyungsoo. Pemuda itu sedang berbicara dengan seseorang yang meski dari kejauhan wajahnya tampak cerah dan bersinar sekali. Sooyoon mengerjap. Benar, wajah orang itu cerah sekali. Orang itu terus berbicara kepada Kyungsoo dan sesaat kemudian Sooyoon melihat orang itu tepat melihat ke arahnya. Dan anehnya, dari kejauhan, Sooyoon melihat, ia merasa orang itu tersenyum kepadanya. Orang itu tersenyum kepadanya atau kepada Kyungsoo atau kepada orang lain? Mengapa ia harus memikirkannya? Astaga, ia harus berhenti memikirkan hal sederhana seperti ini. Oh, sungguh banyak hal yang membuat kepalanya semakin sakit. Sooyoon memijat-mijat pelipisnya.

Ia tidak berharap Kyungsoo akan menghampiri dan menyapanya. Oh, sungguh ia tidak berharap. Lagipula dilihat dari situasi sekarang, Kyungsoo sama sekali tidak melihatnya. Ia berdiri cukup jauh dari gerbang. Dan lagipula mereka masih saling diam seperti hari-hari sebelumnya dan sampai saat ini ia masih bingung mengapa pemuda itu mengacuhkannya. Tidak banyak yang bisa ia lakukan. Ia mendongak dan melihat langit sudah berubah gelap. Sebentar lagi hujan akan turun, pikirnya. Ia merapatkan jaketnya begitu merasakan angin yang bertiup cukup kencang. Ia harus segera sampai di rumah sebelum hujan turun sebab ia tidak membawa payung.

Sooyoon berusaha menahan kepalanya yang berdenyut sakit sambil terus berjalan. Ia mulai memasuki area perumahan rumahnya. Perumahan ini memang selalu sepi seperti ini. Oh ya, pagi akan sedikit ramai karena para penghuninya berbondong-bondong pergi untuk bekerja atau bersekolah. Dan malam akan terlihat sedikit ramai saat semua orang sudah kembali dari segala aktifitas. Garis besarnya adalah perumahan ini sangat sepi di siang hari. Selain suara kendaraan yang samar-samar Sooyoon dengar dari jalan raya, suara lain yang ia dengar adalah suara angin yang menderu dan juga langkah kakinya. Dan, ah, ia mendengar langkah kaki lain di belakangnya.

Ia mengernyit. Ia tidak melihat orang lain berjalan memasuki ke area perumahannya. Dan sekarang mengapa ia mendengar langkah kaki lain? Apakah ada orang yang sedang mengikutinya? Ia menggeleng kuat. Bagaimana mungkin dengan kepalanya yang sedang sakit begini ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan aneh yang akan membuat kepalanya bertambah sakit? Seharusnya ia berhenti berpikir yang macam-macam. Tapi mau bagaimana, ia memang tipe pencemas. Sooyoon membuang napas saat pikirannya melayang ke kejadian di tempat kursus Hapkido Baekhyun sebulan yang lalu. Ada seseorang yang tampak mengawasinya. Ia memang sudah tidak pernah memikirkannya lagi, namun mendadak saat mendengar langkah kaki di belakangnya, hal itu kembali menghantuinya.

Ia sama sekali tidak berani untuk menoleh ke belakang meski ia sangat ingin. Ia tidak ingin melihat kemungkinan terburuk, tidak ingin melihat dugaannya benar. Pasti hanya orang lain saja, bukan orang yang berniat mengikutiku, batin Sooyoon, berusaha biasa saja. Ia menekankan hal itu pada dirinya saat ia merasakan rintik hujan di wajahnya. Ia mempercepat langkah dan ia mendengar langkah di belakangnya juga semakin cepat. Ia mengerjap. Dugaannya tidak mungkin benar, bukan?

Hujan turun semakin deras dan langkah kaki Sooyoon pun semakin cepat. Ia berlari. Langkah kaki di belakangnya terdengar sama cepatnya. Sooyoon ketakutan meski ia seharusnya tidak perlu merasa seperti itu. Ia semakin ketakutan begitu ia mendengar suara samar yang memanggilnya di dalam hujan yang deras.

“Park Sooyoon!”

Astaga, siapa yang memanggilnya? Kepalanya berdenyut semakin sakit saat ada yang menarik tangannya. Orang itu menarik tangan Sooyoon hingga tubuh Sooyoon membalik menghadapnya. Sooyoon mengerjap melihat wajah Do Kyungsoo. Ia terkejut namun ia dapat membuang napas lega. Kyungsoo juga nampak terkejut. Ia membawa payung besar yang dapat memayungi mereka berdua. Hujan turun semakin deras beserta angin yang bertiup kencang.

“K-Kyungsoo…” Sooyoon mendapati dirinya memanggil temannya. “Aku kira kau orang lain. Ma-maksudku, aku tidak menyangka kau yang memanggilku.” Ia berkata dengan gagap. Ia yakin ia masih terlihat ketakutan. Udara yang dingin membuat tubuhnya gemetar.

Kyungsoo yang masih memegang pergelangan tangan kanan Sooyoon hanya diam. Ia memandangi Sooyoon dalam kebingungan dan ia juga terlihat cemas. Sooyoon heran mengapa pemuda itu terlihat cemas. Dan mengapa anak ini ada di sini? ia bertanya-tanya. Dengan masih terengah-engah, Sooyoon perlahan berusaha melepaskan tangannya dari tangan Kyungsoo. Anehnya, Kyungsoo tidak membiarkannya. Ia terus memegang tangan Sooyoon dan terus menatap Sooyoon, namun bukan dengan tatapan tidak menyenangkan itu lagi. Entah Sooyoon harus bagaimana dengan perubahan Kyungsoo ini. Kepalanya terasa semakin berat. Ia bisa tumbang, sebentar lagi.

Mereka berdiri diam di dalam hujan selama beberapa saat. Kyungsoo menunduk sedikit menatap Sooyoon tepat di matanya. Sooyoon melihat kedua mata Kyungsoo yang besar bergerak-gerak gelisah. Pemuda itu berkata pada Sooyoon agar mereka lekas pergi sebelum hujan bertambah deras. Sooyoon langsung menyetujui gagasan itu karena ia sudah mulai kedinginan dan ia sudah tidak sanggup berdiri. Rasa takut Sooyoon memang sudah mereda, untuk saat sekarang. Dan ia merasa ketakutan lagi saat ia, ia benar-benar melihatnya, melihat orang dengan payung plastic berdiri di ujung gang dan tampak menatap dirinya dan Kyungsoo. Sooyoon melihat senyum kecil terulas di bibir orang itu.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
morinomnom
#1
Chapter 8: Oh my god. Akhir ceritanya so sweet bgt ;_; dan rasanya kayak terbangun dari mimpi buruk. Off to your other stories~
weirdoren
#2
Chapter 8: Suho jadi org jahat ;_; tapi asli intinya ini BAGUSSSS bgttt ;;;;;;;
nora50
#3
Baekyhun fanfic?! Oh...update plizz
weirdoren
#4
oke hohoho ditunggu ^^
nammyunghee
#5
@weirdoren : mian, masih dalam proses lol~ kkk ^^;
weirdoren
#6
Updatenya pls T~T