Setelah kepergian Amanda, Wendy sangat tidak banyak bicara. Ia hanya bicara apa yang harus ia bicarakan, meminta sesuatu atau menginginkan sesuatu. Irene yang melihat perubahan Wendy juga bersedih, karena ia tidak bisa lagi melihat senyuman Wendy. Setiap pagi, Wendy bangun dengan matanya yang sembab karena menangis. Bahkan tuan dan nyonya Son sangat khawatir melihat kondisi Wendy. Ia berencana membawa Wendy ke psikiater, namun Wendy menolaknya dengan alasan ia akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu.

“Kau sudah selesai bekerja?” Irene mengangguk, ia merasa sangat senang karena setelah sekian lama, akhirnya Wendy mau keluar dan menjemputnya di tempat kerja. Mereka tidak langsung pulang karena Wendy belum mau pulang. Mereka memutuskan untuk pergi ke taman, Wendy memeluk Irene seperti seorang anak yang merindukan orang tuanya.

“Irene, aku sangat merindukanmu.”

“Aku juga Wendy,” Wendy melihat ke arah Irene, ia melihat wajah lelah kekasihnya itu, namun seperti biasa Irene akan berusaha untuk tersenyum.

“Apakah pekerjaanmu membuatmu lelah?”

“Tidak Wendy, aku lelah karena aku memikirkanmu.”

“Mengapa kau lelah memikirkanku, apa kau tidak mau memikirkan ku lagi?”

“Bukan,” senyum Irene hadir melihat Wendy yang kembali manja padanya.

“Aku lelah, karena kau tidak mau bicara padaku, dan bahkan tersenyum saja kau tidak mau.”

“Maaf,” ujar Wendy sambil menundukkan wajahnya, namun Irene meraih wajah itu dan ia kecup lembut bibir Wendy.

“Bicaralah padaku Wendy, bagilah sedikit kesedihanmu padaku.”

“Kau sudah banyak menderita Irene, bagiamana aku bisa membagi lagi kesedihan untukmu. Biarlah kesedihan ini aku yang menanggungnya.” Keduanya hanya berpelukan sebelum meninggalkan taman itu.

“Hai Seul.”

“Sepertinya mood mu sedang baik Irene.”

“Iya, karena Wendy sudah mau bicara padaku.”

“Syukurlah, aku juga senang mendengarnya.” Keduanya mengobrol dengan asyik dan dari jauh Wendy melihat Irene yang bisa tertawa lepas bersama Seulgi. Wendy tersenyum melihat keakraban itu. Ia langsung menunju ruang perpustakaan untuk membaca buku di sana.

Irene bangun seperti biasa, ia mempersiapkan pakaian dan perlengkapannya untuk sekolah. Ia turun ke ruang makan bersiap untuk sarapan, namun ia melihat ibunya tidak menyiapkan apa-apa.

“Ibu, kok tidak ada makanan di meja makan?”

“Hari ini, kelurga Son berangkat ke Jepang.”

“Keluarga Son, maksud ibu Wendy juga pergi?” Ibunya hanya mengangguk.

“Berapa lama mereka akan berada di Jepang?”

“Entahlah Irene, nyonya Son mengatakan bahwa mereka ingin membawa Wendy untuk menenangkan diri.”

Ia menghubungi handphone Wendy, namun sama sekali tidak mendapatkan jawaban.

“Mereka mungkin sudah naik pesawat Irene,”. Irene tidak percaya Wendy meninggalkannya begitu saja.

“Ibu lupa, sebelum pergi Wendy menitipkan ini untukmu.”

Hai Irene

Maaf aku tidak memberitahumu sebelumnya, karena keputusan untuk pergi menuju Jepang baru aku ambil kemaren malam. Aku sempat menyelesaikan sebuah lagu untukmu, aku tahu kau fans ku nomor 1. Aku tidak berharap kau menunggu ku setelah ini, aku membutuhkan waktu ku sendiri Irene. Untuk menenangkan diriku, jauh dari semua kenanganku bersama Amanda oennie. Aku tak tahu akan kembali ke Korea atau tidak, terlalu banyak hal yang membuat dada ku sesak setiap kali aku melihat kamar kakak, aku merindukannya setiap saat. Dan itu sangat menyakitkan bagiku Irene, aku harap kau dapat mengerti keputusanku. Maafkan aku Irene, semoga kau bisa bahagia tanpa ku.

                                                                                                               Wendy.

“Kau baik-baik saja Irene?” Seulgi yang meihat Irene menitikkan air matanya begitu khawatir dengan kondisi Irene. Keduanya saling berpelukan dalam waktu yang lama sampai pelajaran di mulai.