FIVE

REMINISCENCE

“Johnny hyung, Johnny hyung…” Jaehyun berusaha membangunkan Johnny yang tertidur pulas di tenda. Johnny merasa terganggu lalu menarik tubuh Jaehyun dan memeluknya agar ikut tidur.

“Johnny hyung… Aishh…” Jaehyun berusaha melepaskan diri.

“Dia masih ngantuk, Jaehyunnie. Semalam dia gak bisa tidur karena terus ketawa keingat terus pertarungan YuTen…” ucap Taeyong serak, matanya masih terpejam. Jaehyun manggut-manggut.

“Iya, dan sekarang YuTen hyung pup bareng di dekat batu karang tempat kita menjemur pakaian selam...” info Jaehyun.

“Mereka? Wait! What? WHAT??!” Johnny spontan segar bugar.

“Pup…?” ulang Jaehyun, ragu.  Senyum Johnny mengembang.

“Berita ini lebih heboh dari berita George Clooney memilih melepas bujang!!” Seru Johnny lalu duduk dan memeriksa ransel Ten. “Mana kamera Ten?” tanyanya. Jaehyun menertawakan Johnny. Taeyong menutup kepalanya.

Akhirnya Johnny dan Jaehyun keluar tenda. Johnny melongo, menyebarkan pandangan, dia melihat Hansol sedang berolahraga. Yuta duduk mengantuk di depan api unggun yang sudah padam, tubuhnya masih dibalut sleeping bag. Ten sibuk menyalurkan hobi fotografinya dengan memotret setiap sudut Alena, lalu menyapa Johnny. Ten menarik Jaehyun menjadi modelnya, memotret dari angle bawah dengan background karang dan langit.

Johnny faham situasi, dia memincingkan mata pada Jaehyun, Jaehyun membalas dengan tersenyum manis. Hansol dan Jaehyun toss.

“Thanks Jaehyunnie…” ucap Hansol. Mulut Johnny membuka, melongo, dia merasa telah tertipu. 

“Kau menipuku…” desis Johnny.

“Maaf hyung, hanya itu metode terbaik. Hansol hyung sudah kewalahan karena gagal membangunkan hyung…” Jaehyun menjelaskan, sementara Ten sibuk menata gaya dan kembali memotret Jaehyun.

“Hatiku sakit. Bergaul dengan Ten bawa pengaruh buruk padamu…” Johnny patah hati. Jaehyun nyengir. Ten mengakhiri sesi pemotretan.

“Memang apa yang membuatmu bersukarela bangun tidur, John?” Tanya Hansol sambil membawa alat pancing. Jaehyun menyeringai jahil, mengangkat bahu lalu membantu Hansol menyiapkan peralatan snorkeling. Johnny diam saja, dia kecewa dengan dirinya sendiri. Apa menariknya YuTen pup bareng?

Ten mendekat, mengikat poninya, lalu memakai jaket pelampung.

“Mana Taeyong? Kenapa dia belum keluar tenda?” Tanya Hansol. Johnny berhasil mengumpulkan seluruh roh dan jasadnya.

“Dia masih tidur, semalam dia sulit tidur, mungkin kepikiran omongan si Yuta.”

Sebetulnya Taeyong sulit tidur karena Johnny terus-menerus tertawa.

Ten tampak kesal, lalu menendang pasir putih dan meleset malah mengenai Yuta. Membuat Yuta tersentak bangun.

“Why?? Aku lapar!!” protes Yuta. Ten memutar bola mata.

“Kalau lapar cepat bangunkan Taeyong kita berangkat memancing.”

“Kenapa gak mancing disini aja, hyung?” timpal Yuta, dia malas gerak.

“Bangunkan Taeyong, Ten!”

Ten membentuk huruf X dengan kedua lengannya.

“Lo ini obvious banget, Ten, kalau lo emang ga ngerasa, harusnya bersikap biasa aja, chill darling…” Johnny mencoba ‘menyulut api’.

“Oh, okay…” akhirnya Ten bersedia, ingin membuktikan diri bahwa mereka keliru, dia malas berlarut-larut dalam suasana canggung dan menghindari Taeyong.

Untung semalam Hansol menghukum Ten dan Yuta tidur di luar tenda pakai sleeping bag, dan kini mereka berdua resmi menyandang couple names YuTen. Tanpa Ten sadari, temannya menguntit dan mencuri dengar apa yang terjadi di dalam tenda. Veyourisme detected.

“Yong…” bisik Ten. Taeyong langsung membuka mata, menggosoknya. Dia menguap dan meregangkan tubuh.

“Ten…?” jawab Taeyong sembari duduk. Ten memandanginya, mereka beradu pandang beberapa saat. Ten tersenyum lalu mengacak rambut Taeyong. Taeyong tersenyum simpul.

“Ikut mancing?” Tanya Ten. Taeyong mengangguk.

“Ok.” Ten beranjak, lalu Taeyong menahan lengannya. Ten menoleh, kedua alisnya bertaut.

“Yuta… Dia…” Ten menggelengkan kepala, menghela nafas.

“I know.” jawab Taeyong lalu melepas lengan Ten. Taeyong berpikir.

“What?” tanya Ten, berbisik. Taeyong ragu berkata,

“Soo-young ssi?” ucap Taeyong sangat pelan, hanya bibirnya bergerak.

“She’s fine.” Bisik Ten. Joy tahu tentang liburan Ten, Joy sendiri sedang berlibur ke Jeju island bersama teman dan pacarnya. Taeyong jadi serba salah.

“Kalau aku gak ikut campur hubungan kalian. Gossip ini gak akan ada… Tapi, you deserve better. I mean, why did she choose him instead of you? Just choose you or lose you, You are not a back up plan and definitely not a second freaking choice...”

“She chose him. Ok! So be it. Stop wondering why. I’m fine, Yongie…”

Saat Ten keluar, teman-teman mereka langsung sibuk beraktivitas.

“What happened? Metode apa yang kau pakai? Putri Aurora?” tanya Yuta dengan muka kecewa dan penasaran.

Jaehyun langsung menariknya. Yuta berekspetasi akan ada pembicaraan kompleks dan rumit. Tapi dia hanya mendengar beberapa patah kata dan obrolan misterius dengan volume mendekati mute. Dan dia kecewa, Yuta itu TaeTen shipper dan dia mengais-ngais TaeTen moment. Cherish every moment.

Ten bingung, melirik Hansol dan Johnny yang bertampang serius dengan kegiatannya. Taeyong keluar tenda.

“Let’s go!” ajaknya cool, sambil meraih life jacket, mask dan snorkel.

*****

Setelah perjalanan selama 30 menit, akhirnya mereka mendekati sebuah beting karang setinggi 4 meter, karang ini memiliki struktur kasar dan runcing.

“Hati-hati, sisi depan karang ini tegak lurus puluhan meter ke dalam. Jika ombak menghempas akan langsung pecah dan kalian bisa saja membawa hanyut, menyeret kalian. Kalian tau maytag? Whirlpool. Pusaran air. Kalau terseret, kalian akan terperangkap di pusaran arus pinggiran karang, seperti di mesin cuci. Karang ini kasar seperti parutan keju. Jadi berhati-hati.” Jelasnya.

“Lalu kenapa kita menantang bahaya hyung?” Tanya Jaehyun.

“Karena ikan ikan pun turut terperangkap disini, baby J.” jawab Hansol.

Hansol berdiri lalu loncat ke atas batu karang. Ombak kecil menerjang dan menciprati tubuhnya. Yang lain memperhatikan penuh waspada.

“Bisa saja sewaktu-waktu, ada ombak besar menghadang.”

Jaehyun ikut turun, mengikuti Hansol.

“Kemarin sebelum memancing, aku simpan jaring disini. Ini bank ikan kita, guys.” Teriak Hansol, suaranya ditelan debur ombak. Jaehyun membantu Hansol mengangkat jaring yang diikat ke karang yang runcing.

“WOW!!” Seru Jaehyun. Johnny turun dari perahu karet dan membantu mengangkat jaring. Luar biasa, mereka berhasil menangkap puluhan ikan. Ten memotret keberhasilan mereka. Lalu tersentak tersadar. “HYUNG!!” teriak Ten.

“Hyung!! Ombak besar!!!” tunjuk Jaehyun. Semua mulai panik.

“Johnny, Jaehyun cari tonjolan karang dan berlindung, interlock tangan kalian. Kalian di perahu, semua merunduk, bungkukan kepala di antara dua kaki dan pegang kuat tali kekang perahu.” Perintah Hansol. Semua menurut. Dan BLASSS ombak itu menghempas. Jaehyun memekik girang, Johnny memekik seperti wanita. Seluruh pakaian mereka basah. Perahu bergeser jauh terbawa gelombang. Taeyong dan Yuta mendayung, mendekati karang lagi.

“Ini lebih seru dari arung jeram!!!” seru Jaehyun. Hansol tertawa. Mereka melanjutkan mengangkat jaring, lalu diestafetkan pada Yuta. Bekerjasama dengan Taeyong menahan jaring agar tidak tergelincir jatuh. Taeyong mengikat tali jaring ke perahu karet. Semua sudah kembali ke perahu. Hansol mengecek buruannya. Beban mereka bertambah. Ikan saling berkecamuk lincah.

“Aku gak ngerti hyung, kenapa harus bawa alat pancing kalau dari jaring saja kita sudah dapat banyak ikan?” seperti biasa Yuta dan sisi kritisnya.

Hansol tersenyum misterius.

“Karena sensasi mendapat ikan dengan cara memancing itu jaaauhhh  lebih memuaskan. Ada kebanggaan tersendiri. I’ve taste and tested it!”

Semua melenguh.

“Kalian ini, anak kota yang manja! Tunjukan dong sisi petualang kalian!” Hansol mencoba memotivasi teman-temannya. Hansol kecewa.

“Bukan begitu hyung. Kita mengeluh karena alat pancing yang dibawa hanya dua set. Kurang…” Johnny berkelit, yang lain setuju mencoba menghibur dan membangun imej ‘real man’ mereka di mata Hansol.

“Hansol hyung benar-benar lelaki sejati! Selama ini hyung jarang bicara, pendiam. Tapi saat bertemu dengan alam, hyung menunjukan jati diri hyung!” puji Jaehyun. Hansol tersipu malu.

“Kalau ke pegunungan, Jaehyun, itu baru medan yang aku kuasai. Aku bisa panjat pohon puluhan meter dan buat api pakai batu.” ujar Johnny. Ten menyeringai, membayangkan Johnny memanjat pohon.

“Lo bisa berkomunikasi dengan kera juga gak, John?” Tanya Ten, sinis.

“Bisa, ini buktinya!” sahut Johnny, songong.

Jaehyun dan Taeyong terkikik geli. Ten terkekeh. “Berarti lo temennya kera dong…” ucap Ten santai.

“Hansol hyung, gimana kalau acara memancing diundur nanti sore? Sekarang kita balik ke Alena ngebakar ikan?” saran Yuta, seperti oase di padang gersang. Johnny memuja kelugasan Yuta. Hansol menarik nafas.

“Okay…” gumamnya lemah, menyerah.

“YAS!!” Taeyong tanpa sadar terlalu bahagia, mengangkat dayung ke udara. Taeyong yang pendiam saja bisa segirang itu, apalagi bocah lainnya.

*****

“Terapi masih butuh beberapa sesi lagi, Doyoungie, aku gak bisa terburu-buru. Setiap sesi, Ten mengulang kisahnya dan berlanjut. Alam bawah sadarnya punya kontrol, perlindungan, dia menahan diri, menjaga diri. Dia memilih menikmati momen bahagia.” Nat mencoba menjelaskan.

“Yang penting sudah ada progress, kan?! Dia sudah gak anhedonia lagi kan? Mulai berpikir positif.” Timpal Doyoung.

Mereka sedang ada di Pantaree, awalnya menyenangkan sampai Doyoung mengecek following activity di instagram, melihat Nat menyukai salah satu foto yang diposting oleh Tern, adik Ten. Foto Nat dan keluarga Leechaiyap♥rnkul sedang makan malam bersama. Mengenai dinner, Doyoung bisa mengerti dan menerima, tapi dia kecewa karena Nat menutupi dan membohonginya. Dan saat Nat bilang dia memilih berbohong karena takut Doyoung bakal marah dan over-reacting, Doyoung pun akhirnya merajuk marah. Makanan mereka tercampakkan.

“I-Iya, tapi aku perlu bagian trauma, biar bisa reframing. Kalau gak sampai bagian itu, seluruh sesi akan percuma, trauma itu tetap terkubur disana, bisa membludak sewaktu-waktu, bunny.”

“Terus aja kasih sugesti! Jangan-jangan kemampuan kamu mengalami degresi ya? Sampai butuh waktu lama untuk menangani satu klien?”

Nat terdiam. Doyoung mengetuk jari ke meja.

“Apa antar pulang bagian dari terapi? Theurapetic?” interogasi Doyoung.

“Orangtua Ten memaksa. Yang antar pulang itu supir keluarga Lee!!” Tegas Nat. “For God’s sake. Don’t be childish!!!” Nat kesal.

“Yah, supir yang pegang kemudi. Tapi Ten ikut antar juga!!”

Pengunjung lain di Pantaree tampak terganggu dengan perselisihan mereka. Nat menunduk malu. Doyoung meneguk lemon grass lemonade.

“Aku bingung, baby. Terus aku harus gimana? Bilang ‘Ten jangan ikut antar!’? Itu sudah malam. Itu juga karena kamu berhalangan jemput aku, kan?”

“Kenapa gak diambil alih psikolog lain aja sih? P’Nok? P’Ja?!”

“Bisaa, tapi kembali ke nol. Keluarga Lee sudah keluar biaya besar…”

“Oh jadi, kamu sengaja memperlambat proses biar untung besar?”

“DOYOUNG!” Nat menggebrak meja, emosi. Nat meraih tas dan melengos pergi dari restaurant.

Doyoung kaget, bergegas membayar bill, dan segera menyusul. Menyamakan langkah dengan Nat.

“Nattcha…” cegah Doyoung, menahan lengan Nat. Namun Nat menepis.

“A-Aku tulus ingin bantu. Seluruh pembayaran gak pernah aku terima langsung, mereka langsung berurusan dengan bagian administrasi.”

“Sorry, Nattcha…” Ucap Doyoung, sambil menghalau langkah Nat.

“Akhir-akhir kamu makin keterlaluan! Ini profesiku, ini bagian dari profesiku. Kamu calon konselor, harusnya kamu ngerti dong!” seloroh Nat, kesal.

Doyoung terdiam, giginya bergemertak.

“I just need you to trust me more! Not gut feeling, paranoid, suspicion. We are committed, we have been together! If you don’t trust me, you shouldn’t be with me!” Kecam Nat, she had mixed feelings.

Mereka duduk di bangku taman. Nat selalu senang ke Pantaree, it was fun spot, watching some interesting couples in that area. Dan, sekarang dia menjadi seperti salah satu couple yang sering dia tonton. Whole life can be turned upside down.

Doyoung menarik nafas, menelungkupkan kedua tangan, menunduk.

“Aku takut kehilangan, aku takut Ten mencurimu, Nattcha…” gumamnya.

Nat mendesah. Doyoung benar. Ten berhasil mengetuk pintu hatinya. Nat berusaha menolak dan mengunci serapat mungkin, tapi Ten berhasil merangsek masuk. Apa yang akan terjadi? She doesn’t wanna betray Doyoung.

Apa ini yang dirasakan Joy?

Tapi, Ten tidak pernah menyatakan perasaan apapun pada Nat. Berbeda. Ini hanya perasaan sepihak. Mungkin benar cewek lebih egois.

Mengapa semua membingungkan?

Nat menangis sentimentil. Felt like someone hit her head with an axe. Doyoung terhenyak, dia gak pernah melihat Nat menangis, sesulit apapun masalah yang dihadapinya, Nat selalu tangguh.

Nat terisak.

“Maafin aku, Nattasha. Aku berlebihan kali ini… Maaf ya? Aku percaya sama kamu, harusnya gak boleh ragu. I’m a moron!! I’m so sorry for being such an idiot, baby… I need you, I love you from the day that I met you…”

Nat mengangguk kecil. Doyoung merangkulnya, mencium kening Nat dan membelai rambut Nat. Doyoung menghapus airmata Nat dengan jarinya, lalu memiringkan kepala, mengecup bibir Nat, lembut.

Nat diam saja.

*****

Sesi berikutnya...

“P’Nat…” sapa Ten, dia tersenyum cerah. Nat tersenyum sekilas, menyiapkan perlengkapan. Ten duduk lalu menepuk alas busa ayunan rotan, meminta Nat duduk di sampingnya. Nat menurut, tetap berusaha menjaga sikap dan hatinya. Jarak mereka sangat dekat, bahu mereka bersentuhan.

“Hari ini gak usah terapi ya?” Ten menggeliat.

“Kenapa? Kita harus rutin terapi, Ten. Ingat komitmen…!” tegur Nat. Ten mengembungkan pipinya. Nat memalingkan muka, menghindar.

“Iya sih, tapi…” Ten menggaruk kepalanya.

Nat memperhatikan air kolam, beriak bergelombang kecil oleh angin.

“Apa kamu ada acara penting, Ten?”

“Yup!” Ten mengangguk, menggerakkan kakinya, ayunan berayun pelan.

Nat menoleh. Tersadar bahwa Ten hanya beberapa senti di depannya, dia membuang muka, perasaannya mulai tak terkontrol.

Nat bangkit berdiri.

“Ok…” Nat merapikan kamera dan tripod. Ten heran dengan sikap Nat.

“Aku mau ke rumah granny. Sepulang dari rumah sakit aku belum pernah menjenguknya. Aku kangen granny…” tutur Ten. Nat berhenti.

“Mr dan Mrs Lee ikut pergi?” Tanya Nat. “Ok, terapi bisa diundur besok kok!” lanjut Nat, sebelum Ten menjawab.

“Sekarang aja.” Tolak Ten. Nat bingung, tadi Ten memintanya bolos terapi.

“Atau terapi di rumah granny aja? Bagaimana?” tawar Ten.

“Ten, aku…” Nat ingat Doyoung. Mereka baru aja berbaikan semalam. Ten mengawasi Nat, memiringkan wajahnya mengintip Nat yang menunduk dalam. Ten menyentuh bibirnya sendiri, mengerti. Dia duduk bersandar.

“Kita mulai sekarang aja. Aku bisa ke rumah granny nanti malam.”

Nat merasa bersalah. Ragu memandang Ten, tapi Ten bersikap biasa. Nat melihat tripod di tangannya.

‘Kenapa jadi canggung begini?’ rutuk Nat.

“Serius, gak apa-apa. Tadinya aku pengen ajak kamu ke rumah granny.” Jelas Ten. Nat tersenyum hambar.

Ten mengambil tripod dari Nat, memasangkan kamera. Memastikan posisinya sudah tepat. Ten mengerling. Nat menelan ludah, tenggorokannya tercekat. Dia ingin lari dan menangis sejadi-jadinya karena gejolak perasaannya. Nat menenangkan diri. Nat menyesal tidak rutin self hypnosis, karena nalurinya terus melawan.

Ten sudah siap, dia memperhatikan Nat. Nat menghela nafas, meyakinkan diri.

Baiklah.

*****

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kurodya34-7 #1
Chapter 12: Kak, entah kenapa baca ff ini aku berasa kena gangguan psikologis. Pikiranku kemana-mana, intinya baper parah.
Kenapa sih kak bikin ff harus sekeren dan seberasa real ini?
Keren banget.
blacklabel1127 #2
Chapter 12: Plot nya bener bener keren.ini pertama kalinya aku baca ff yg cast nya smrookies,thanks to you authornim,ada banyak ilmu psikologi yg aku dapat (meskipun belum tentu aku ingat semuanya XD)



Maafkan komen recehku ini /ugly sobbing/
clarajung #3
it's a freaking good story! I love it! like seriously, the way you describe the characters, and the plot, that's amazing! suka banget sama Ten disini <3 and love TaeTen:3
lavenderswan #4
Chapter 1: TEN! TEN! TEN!
Can't stop thinking of him
Liufanelf #5
Chapter 12: such wonderfull story ever TvT i love u so much author-nim, ff mu byk ilmu ilmu baru buat saya tentang dunia psikologi, dan lain sebagainya
ff ini keren,feelnya berasa dan cara kamu describe suasana juga pas



ah,sama sepertimu saya juga mencintai the rookies
esp hansol,ah honey walau eksistensinya gak byk dia sukses bikin terpesona :*