FOUR

REMINISCENCE

Nat takjub melihat Ten sudah terbebas dari kursi roda dan infusan. Setiap pertemuan selalu ada progress positif menakjubkan. Sesi kali ini dilakukan di halaman belakang, tepatnya di gazebo menghadap kolam renang. Anjing peliharaan Ten terpaksa dimasukkan kandang, karena khawatir mengganggu proses therapy. Perawat membantu Ten duduk di ayunan rotan. Nat menyiapkan kamera dan tripodnya. Lalu duduk di bench chair kayu.

“I’m ready…” ucap Ten. Nat mengangguk, targetnya kali ini adalah menjemput senyuman Ten. Senyuman hangat menyenangkan.

“Sesi ke enam!” ucap Nat ke arah kamera. Ten mengacungkan ‘peace’.

Tahap demi tahap berlangsung, sugesti demi sugesti menuju relaksasi. Ten termasuk mudah dihipnotis, dan itu mengefisiensikan waktu.

*****

Jum’at pagi, setelah menempuh perjalanan tiga jam menggunakan speedboat akhirnya mereka sampai di Pulau Alena, mini hidden paradise, salah satu pulau dari 268 pulau di kepulauan Dale. Sering disebut-sebut sebagai mini Playa del Amor yang berada di kepulauan Marieta, pulau-pulau kecil tak berpenghuni di lepas pantai Nayarit, Meksiko.

Berbeda dengan Playa del Amor yang merupakan pantai tersembunyi di bawah tanah yang berada di dalam sebuah lubang gua raksasa dan untuk memasukinya harus melewati terowongan air sepanjang 27 meter, Pulau Alena berada di tengah perairan, pulau tropis kecil di tengah laut yang dikelilingi beting karang yang tinggi menjulang membentuk melingkar, di satu sisi batu karang tersebut terdapat celah pintu masuk seukuran 2 meter yang kerap disebut gerbang Alena. Beting karang menjadi barrier penghalau ombak namun melalui gerbang tersebut sebagian ombak kecil masuk ke dalam, menuju perairan dangkal menyisakan buih putih membelai pantai landai berpasir putih berkilau, nyaris tidak terdapat ombak sehingga pantai tidak mudah abrasi dan aman dipakai camping.

Dari Pantai Alena, suara debur ombak yang pecah saat menghantam bebatuan karang terdengar cukup keras. Menciptakan musik alam, menegangkan namun menenangkan. Pantai Alena kaya akan flora dan fauna, di dekat Alena banyak terumbu karang indah dengan aneka biota laut, cocok untuk snorkeling. Kekayaan alam inilah yang menggoda oknum wisatawan jahil yang nekad mencuri. selain itu beberapa pengunjung yang datang maupun camping disana malah meninggalkan banyak sampah, turut berkontribusi merusak dan mengotori lingkungan, tanpa mereka sadar sedang merusak ekologi Alena. Karena hal itulah pemerintah setempat memutuskan menutup Alena untuk umum. Banyak yang mengatakan Alena lebih indah dibanding Playa del Amor. Ukuran Alena jauh lebih kecil sehingga memberi kesan lebih ekslusif. Tidak semua wisatawan dapat mengunjungi Alena, tidak semua operator tur diizinkan. Mereka merasa beruntung, menjadi pengunjung terakhir sebelum Alena resmi ditutup. This is history, rite?!

Speedboat hanya mengantar sampai ‘gerbang’, untuk masuk ke dalam, melewati laut dangkal ke pantai, mereka menggunakan perahu karet. Perlu dua kali putaran, pertama mengangkut seluruh barang-barang yang dibawa, kedua mengangkut Johnny dan Yuta yang terkapar mabuk laut. Yang lainnya memilih berenang. Air laut disana terasa sejuk. Pasir putih menghampar berkilauan tercium sinar mentari. Selagi Hansol bercakap-cakap dengan teman agen tour-nya. Ten dan Taeyong mendirikan tenda dome berkapasitas enam orang, Jaehyun membereskan perlengkapan bawaan. Dari kejauhan Hansol mendayung perahu karet, seringai bangga menghiasi wajahnya.

“Ten, tolong ambilkan peralatan memancing, aku mau langsung mancing untuk makan malam kita. Jangan lupa bawa jaring!” Teriak Hansol berusaha menyaingi suara debur ombak. Hansol enggan menepikan perahu karet ke pantai, khawatir merusak perahu jika bergesekan dengan karang. Ten menuruti perintahnya, mencari barang yang dimaksud, berlari lalu berenang.

“Mancing kemana, hyung?” Hansol memandang laut lepas membentang.

“Ke arah kanan. Mungkin ke depan. Atau mungkin ke balik karang ini.”

“Okay, setelah selesai beres-beres. Aku, Jaehyun dan Taeyong mau langsung snorkeling ya. Johnny masih mengumpulkan energi. Khusus bocah Osaka, dia masih overdosis fly boarding, jadi kayaknya dia memilih tidur.”

Beruntung karena karang menjulang setinggi 7-10 meter yang mengelilingi Alena menaungi sebagian pantai, pantai teduh dari terpaan matahari. Namun tetap saja, hawa musim panas sama sekali tidak nyaman.

“Okay, be carefull. Jangan lupa pakai life jacket!”  Ten mengangguk. “Be carefull hyung…” Hansol mengusap kepala Ten lalu mulai mendayung.

*****

“Hansol hyung sudah terbiasa dengan alam bebas. Aku gak pernah tahu lokasi Hansol memancing. Kami tidak melihatnya dimanapun saat snorkeling. Yang pasti sepulang snorkeling, di Alena sudah ada Hansol hyung memamerkan hasil tangkapannya. Kami berpesta barbeque sampai malam tanpa henti. Johnny dan Yuta langsung segar bugar saat ikan selesai dibakar.”

Nat merasa cukup dengan sesi kali ini, Nat mulai mental rehearsal, reframing permasalahan Ten, menerapkan pemahaman baru, terus memberi sugesti positif. Saatnya mengakhiri trance, Nat membangunkan Ten secara perlahan. Mata Ten mengerjap terbuka, selama beberapa menit Ten memilih bersandar santai di ayunan tanpa mengatakan apa-apa. Nat membereskan barang-barangnya. Ten memperhatikan aktivitas Nat.

“Mau langsung pergi?” Tanya Ten memecah hening.

“Iya, hari ini pacarku gak bisa jemput.”

“Kan bisa diantar supirku…”

Nat menoleh, membalas tatapan Ten. Lalu menggeleng.

“Terima kasih, tapi…”

“Makan malam disini aja, P’Nat…” ajak Ten sambil bangkit, menopang tubuhnya ke kerangka ayunan. Nat termenung, mempertimbangkan.

“Takut pacarnya ngambek atau cemburu, ya?”

Nat menggeleng cepat. Meski benar. Dalam sebulan ini kecemburuan Doyoung meningkat, dan kecemburuannya hanya ditujukan pada Ten. Doyoung bilang, dia percaya pada Nat, tapi tidak percaya pada Ten. Apalagi setelah tahu kisah Ten dengan Joy. Ten pantang menyerah dan bersedia menjadi selingkuhan gadis itu. Tidak menutup kemungkinan kejadian itu akan menimpa mereka. Doyoung kesal membayangkan perasaan pacar Joy jika tahu gadis yang dicintainya ternyata diam-diam mengkhianati berkali-kali, terus menerus pada orang yang sama. Untuk meminimalisir keraguan Doyoung, Nat berhenti membicarakan Ten, dan menjaga sikap saat memberikan terapi.

Ten menyentuh lengan Nat, mendekatkan wajahnya. Nat terkesiap.

“O-okay, tapi kalau Mr dan Mrs Lee tidak keberatan.” jawab Nat ragu.

Lalu momen itu tiba. Seperti mimpi tanpa tertidur. Ten tersenyum, tertawa, menggelengkan kepala.

“Mama Papa terus menantikan kapan kami bisa dinner bareng kamu, P'Nat…”

Nat tak tahu Ten berkata apa, Nat hanya menatapnya, terpukau. Nat memang mengharapkan senyuman Ten dan kini dia menyaksikannya secara langsung. Lebih indah dari foto maupun video. Ten tampak dingin dan tidak ramah jika tidak tersenyum, namun saat tersenyum, senyumannya mampu melelehkan gunung es tadi. Nat berharap semoga Ten tidak mendengar degup jantungnya yang bertalu-talu.

Ten membalas tatapan Nat, lembut, sayu.

‘I love your smile…’ batin Nat.

Nat mematung. Dadanya bergelora. Blank out.

‘Please God, help me. I think I'm in love, but please don't make me!’

*****

Malam pertama di Alena, cahaya api unggun menerangi sekitar. Bayangan mereka terpantul di batu karang.  

Yuta hendak melempar sebilah kayu ke api namun ditahan Hansol.

“Jangan boros, sisakan untuk malam berikutnya.” Tegur Hansol. Tapi Yuta tetap melemparnya. Dan menyeringai puas. Hansol facepalmed.

Perut mereka kenyang menikmati barbeque. Akhirnya, Yuta dan Ten ber-KOALISI menciptakan sebuah game sederhana. Tounge twisters.

“She sells sea shells by the sea shore. The shells she sells are surely seashells. So if she sells shells on the seashore, I’m sure she sells seashore shells.” Seru Johnny, pamer. Pasang tampang menantang. “I’m a KING, dude!”

“Take my lightning, but don’t steal my thunder, fatass!” ucap Ten.

Johnny tersadar dengan apa yang baru saja diperbuatnya, dia menyesal. Tentu saja bukan tounge twisters dalam bahasa Inggris. Dia mengutuk dirinya.

Ten mengucapkan kalimat dalam bahasa Thailand diulang tiga kali,

“Yak yai lai yak lek yak lek lai yak yai (a big ogre chases a small ogre, a small ogre chases a big ogre)”

Kemudian Ten melempar korek api. Yuta memainkan ukulele asal petik, korek api dioper dan jika Yuta berhenti bermain ukulele, orang yang mendapat korek api harus mengulang kalimat tersebut, jika gagal maka dia harus melepas pakaiannya. Dan dikatakan berkoalisi, karena target utama kedua berandalan itu adalah the one and only Johnny, yang segera dipahami peserta lainnya. Selincah apapun Johnny mengoper, korek api akan berakhir padanya. Saat giliran Yuta mengajukan kalimat tounge twisters dalam bahasa Jepang,

“Niwa no niwa ni wa, niwa no niwatori wa niwaka ni wani o tabeta. (in Niwa’s garden, two chickens suddenly ate a crocodile.)”

Johnny berhasil menjawab dengan benar, tapi Yuta menganggap keliru. Alhasil, kini Johnny hanya memakai underwear. Tentu saja Johnny tidak keberatan, dia berdiri dan terus menahan nafas agar six pack nya terpampang.

“Playboy Jyani!! Bhuahaha…” seru Hansol. Johnny mengerjapkan mata, memandangi Hansol yang tiba-tiba tertawa nikmat. Dia heran dan shock.

“TCL number one fan…” tambah Hansol lalu menutup mulutnya menahan tawa. Johnny agak bingung, Jaehyun sibuk mengalihkan perhatian Hansol. Ten berusaha mengirimkan sinyal-sinyal dengan matanya agar Hansol diam.

“Kau mabuk mancing ya, Hansol hyung?” Tanya Johnny yakin, karena Hansol seharian memancing di tengah lautan di bawah terik panas matahari. Ten meraih lengan Johnny menggiringnya agar kembali ke posisi duduk melingkari api unggun.

“I wanna tell you, John. Who wouldn’t wanna tap your unique tanning booty. It looks fluffy and soft. Even Nicki Minaj rooted in envy. Please sit down and hid your bodacious asset!” pinta Ten. Johnny setuju walau masih bingung.

“I’m bored…” keluh Yuta sambil melempar ukulele ke pasir pantai.

“Ini ke 75 kalinya kau mengeluh bosan, Yuta.” Sahut Taeyong.

“I’m bored. 76 now…”

“Itu karena Yuta hyung pengen segera ke Northeastern Dale terus flyboarding lagi…” timpal Jaehyun. Yuta terperangah.

“Jaehyuuunnn…” Yuta berlari dan memeluk Jaehyun. “Hanya Jaehyun yang mengerti isi hatiku….” Yuta menggelendot manja, Jaehyun tertawa gembira. Mau bagaimana lagi, memang mereka sudah mati gaya, jauh di dalam hati mereka bersyukur mempersingkat waktu camping menjadi 3 hari 2 malam. Johnny mengenakan kaus dan boxernya lagi. Hansol calming-down.

“Badanku lengket karena mandi pakai air laut…” gumam Taeyong lalu mengambil tissue basah untuk menyeka ketiak dan lehernya.

“Pantatku juga lengket…” tambah Johnny lesu. Ten mendamprat kepalanya. “Kenapa sih lo, selalu aja identik dengan pantat!!” Omel Ten.

“Kan fatass…” sahut Johnny sambil gesek pipi kanannya ke pundak Ten. Dengan mesra Ten menjawil pipi kiri Johnny, tersenyum. Semua tertawa renyah menyaksikan love-hate antara Johnny dan Ten. Tawa mereka bergaung bersaing dengan deburan ombak. Hansol tiba-tiba bertepuk tangan, seluruh mata tertuju padanya. Johnny mulai ketakutan dengan tindak-tanduk Hansol.

“Okay, tadinya aku ingin menunjukkan ini pada malam terakhir, tapi baiklah kapanpun ok. Kita berangkat sekarang…” Hansol berdiri.

“Kemana hyung?” Tanya mereka berbarengan.

Hansol menghampiri tumpukan life jacket dan melempar satu-satu pada temannya lalu membawa perahu karet beserta dayungnya. Meski kebingungan, mereka mengenakan rompi pelampung. Taeyong berlari membantu Hansol mengangkut perahu karet lalu ditaruh di laut dangkal.

“C’mon!” Panggil Hansol, dia sudah di perahu karet bersama Taeyong.

“Ah, Ten. Bawa senter dan kameramu…! Yuta, Johnny ambil beberapa batu!” seru Hansol. Ten bergegas ke dalam tenda dome mengambil senter dan kamera DSLR miliknya. Mengecek perlengkapan lalu mengunci tenda, kuncinya dimasukkan ke dalam tas selempang kamera.

“Ayo Ten hyung…” ajak Jaehyun, dia menunggu Ten. Lalu menyusul yang lainnya. Naik perahu karet, sibuk memeras air di celana mereka yang basah.

“Alena… Kalian tahu kenapa pulau kecil yang berada di dalam karang ini dinamakan Alena?” Tanya Hansol. Mereka sambil berpandangan, angkat bahu.

“Ayo jawaabb… Tebak aja dulu!” ujar Hansol. Beberapa melenguh malas.

“Apa jawaban kita mempengaruhi nilai GPA?” Tanya Johnny.

“Nope.”

“Terus kenapa liburan berasa seperti masih ujian!” protes Yuta.

“Aku gak sempat googling apapun tentang tempat ini, hyung.” Jawab Ten. Antusiasme Hansol menguap, dia menyabarkan diri.

“Lalu kenapa kalian mau liburan kesini?” Hansol heran.

“Karena di lokasi lain, kita sudah gak ada tempat kan? Hansol hyung terus merayuku agar mendukung ide summertime kesini, dengan iming-iming dikenalkan pada cewek Busan…” jawab Johnny, jujur. Hansol merenggut.

“Ka-karena aku real man! Aku suka petualangan…” sahut Ten, lalu mendongak bangga pada Johnny. Johnny kesal dan menyesal terlalu jujur.

“Memang kenapa, hyung?” Tanya Jaehyun.

“Iya kenapa Alena? Kenapa tidak dinamakan Yuta aja?” Tambah Yuta.

“Pasti penemu pulau ini bernama Alena? Tapi Alena nama cewek, kan? Bukannya diskriminasi gender, tapi kalau cewek, cool banget!” Sahut Taeyong.

Hansol menyesal memulai topik pembicaraan ini. Dia memijit alisnya.

“Kawan-kawan, Alena itu artinya cahaya. Jika dilihat dari udara pada malam hari, pulau ini tampak bercahaya di tengah lautan…” Hansol menerangkan dengan malas. Mereka manggut-manggut.

“Aku kira alasannya lebih kompleks, mengandung filosofi yang dalam, ternyata karena itu doang ya. Make sense…” gumam Yuta, manggut-manggut. Yang lain setuju. Hansol memejamkan mata, menenangkan gejolak batinnya. Lalu mulai menjalankan perahu karet yang ditumpangi mereka. Mendayung.

“Kalian tahu starlight avatar?” Tanya Hansol memecah keheningan ombak malam berdebur tenang. Suara alam sayup, hening, sunyi. Mereka celingukan melihat lautan yang gelap. Hansol dan Taeyong mendayung perahu ke arah kanan.

“Filmnya James Cameron yang biru biru itu kan. Siapa tuh nama ceweknya? Nek-Neytiri!” Jawab Johnny. “Aku kan moviegoers.” Tambahnya.

“Seriusan? Jadi Starlight Avatar? Sekuel AVATAR, hyung?” Ten, antusias. “Seingatku sekuelnya di-rilis 2017. Why is my life so confusing?” gumam Ten.

Johnny cengengesan. Hansol menepuk jidat.

“Jelaskan Taeyong…” pinta Hansol. Taeyong gelagapan. “Eyy, I dunno!”

Hansol menghela nafas. Lalu menjelaskan bahwa, starlight avatar adalah tanaman yang dapat memancarkan cahaya berwarna hijau sendiri. Tanaman tembakau hasil rekayasa gen yang dikembangkan Bioglow, Missouri.

“Oh aku tahu, aku tahu” seru Yuta.

“Ya, kau tahu karena Hansol hyung baru aja jelasin ke kita-kita…”

“Aku tahu sebelum hyung ngasih tahu…” bela Yuta.

“Terus kenapa tadi diam aja?” sahut Johnny.

“Karena tadi masih belum ingat, hehe. Autoluminescent kan hyung…”

“Apa disini juga ada tumbuhan tersebut, hyung?” Tanya Ten penasaran.

“Ahhh, pantas pemerintah setempat mau menutup Alena, pasti karena tumbuhan tersebut…” komentar Taeyong, manggut-manggut. Hansol menepuk jidat, karena kelupaan dia malah menepuk jidat dengan tongkat dayung. Dia memekik, lalu mengusap jidatnya sendiri. Yang lain hanya menertawakannya.

“Kalian terlalu banyak berasumsi…” ucapnya. “Belok kanan Yongie…”

“Itu gimana, Yuta, yang starlight avatar itu? Mirip kunang-kunang gak?” Tanya Ten masih penasaran. Yuta mengerjapkan mata, melongo.

“Yang mana?” Tanya Yuta. AISHHH… Ten memejamkan mata, menggigit bibirnya, bersabar. Mereka menyerah. Yuta membetulkan posisi beanie-nya.

“Okay, sshhh.” Bisik Hansol sambil mematikan senter. Semua terdiam.

Kini mereka berada di balik batu karang pulau Alena yang gagah menjulang. Beting karang tinggi dan kasar. Disana hening dan gelap gulita. Taburan bintang di langit tak mampu menerangi tempat tersebut.

“Jaehyunnie mana batu tadi? Siapkan kamera Ten! Video!” suara Hansol nyaris tak terdengar. Penuh hati-hati Jaehyun dan Ten mengikuti instruksi. Yang lainnya menahan nafas karena tahu ada sesuatu penting dan misterius.

“Hyung, kita bukan mengunjungi tempat paus bongkok atau ikan pari tidur kan?” desis Yuta, ekspresi ketakutan begitu nyata. Bahkan Jaehyun tidak tertawa, aura di tempat tersebut menghanyutkan mereka. Nafas memburu.

“Siap, Ten?” Tanya Hansol. Ten angkat jempol, kamera sudah siaga. Hansol melemaskan tangannya, mengambil aba-aba dan melempar batu ke permukaan laut di depan. Dan, seketika laut menjadi terang kebiruan. Bercahaya. Sekeliling terang temaram kebiruan, berpendar dan menyebar mengelilingi mereka. Bulir-bulir cahaya perak menyebar berbintik di laut biru.

Semua terpukau. Hansol tersenyum. Ten terus mengambil gambar.

“Mereka adalah ostracod, semacam phytoplankton tapi memancarkan cahaya lebih lama. Fenomena serupa yang ada di pantai pulau Vaadhoo di kepulauan Maldives.” Terang Hansol, sendu. Seakan terhipnotis.

“I remember now. Mereka bukan rekayasa gen seperti starlight avatar. Melainkan bagian dari milliaran karya Tuhan yang agung. Bioluminescent. Aku ingat, Maldives, ostracod.” Tambah Ten. Hansol mendayung dan mendekati.

Tubuh Jaehyun menempel ketat pada Ten, mencengkeram lengan, takut.

“Kau takut, baby J?” Tanya Ten. Jaehyun mengangguk lugu.

“Itu bukan monkfish kan? Ikan karnivora aneh yang pernah kita lihat di acara masak itu? Yang mulutnya lebar menganga itu?” Jaehyun trauma.

Hansol menoleh, “Ini phytoplankton, mereka gak berbahaya, Jaehyunnie. Mereka bercahaya karena terganggu aktivitas kita.” jelas Hansol, lembut.

“Ta-tapi…” Hansol mengalihkan pandangan pada Yuta.

“Tapi apa Yuta…”

“Plankton jahat selalu mencoba mencuri resep rahasia krabby patty!” lanjutnya. Hansol membuang muka. Yuta terkekeh. “Kena deh…” dasar iseng.

“Plankton gak jahat, Yuta. Dia itu pekerja keras, giat, dia gak menyerah mencapai tujuannya. Konsisten dan pegang komitmen!” Ujar Johnny, serius.

“I refuse to believe every word you say, bad boy! But it’s pleasant to hear…” Sahut Yuta. Johnny terhenyak. “Tuh, badboy itu kau, Yuta. Lihat sablon yang tertera di beanie favoritmu. BAD-BOY!” balas Johnny. Yuta nyengir.

Taeyong mencoba melempar batu ke arah lain, dan kilau cahaya biru semakin terhampar luas. Taeyong mendongak, memastikan langit tidak terbakar dan apa yang di lautan bukan refleksi cahaya dari langit. Taeyong ingat film Life of Pi. Dia mencoba membuat pusaran dengan kedua tangannya. Kini mereka berada diantara jutaan phytoplankton yang bercahaya. Mereka mengedarkan pandangan. Hansol turut mencelupkan tangannya. Indah. Yang lain mengikuti. Taeyong shock karena saat diangkat lengannya ikut bercahaya biru. Ten terus mengabadikan momen tersebut dengan kameranya.

Jaehyun bahkan memberanikan diri membenamkan kedua kakinya.

“Ini satu dari sekian banyak keindahan Alena, teman-teman… Besok pagi, aku akan mengajak kalian melihat maytag, pergi memancing dan kita pesta barbeque lagi. Aku tunjukin lokasi snorkeling terbaik dan lihat daratan kecil bergaram yang dipenuhi cangkang kerang dan pecahan terumbu karang.”

Semangat para lelaki itu terkobar lagi. Antusiasme mereka terpercik lagi.

“Kau bisa menemukan flyboarding dimanapun, Yuta. Tapi fenomena alam seperti ini hanya ada dibeberapa tempat.”

Yuta menggaruk beanie-nya, memamerkan senyumnya yang menawan. Ten memotretnya dan puas dengan hasilnya.

“Healing smile Yuta. Your smile is alluring, Yuta!” Puji Ten tulus. Senyum Yuta seketika lenyap.

“Jangan coba-coba flirting padaku di depan Taeyong, Ten!” ujar Yuta. Ten tersedak nafasnya sendiri, lalu menyibukan diri dengan memotret sekitar.

“Why? Why me?” Tanya Taeyong.

Hansol menepuk pundak Taeyong agar mengabaikan Yuta.

“Why? Why? What do you mean with why?”

“Lihat kakiku biru, Yuta hyung…” Seru Jaehyun mencoba mengalihkan Yuta. Ten memotretnya. Yuta mendorong wajah Jaehyun begitu saja. Ten memotretnya. Johnny terkagum kagum menonton Yuta. Ten memotretnya. Johnny melihat Ten lalu terkekeh geli melihat Ten yang kelihatan dongkol di balik kameranya, Hansol membujuk Taeyong agar mengakhiri pembicaraan.

“Bahkan Ten membeli k♥ndom untuk kalian berdua…” seloroh Yuta disambut jerit bahagia Johnny yang tertawa terpingkal-pingkal.

Taeyong shock.

Ten langsung menubrukkan tubuhnya menghantam Yuta, membekap mulut bocah Osaka itu. Berteriak marah dalam bahasa Thailand bercampur bahasa China. Word vomit. Yuta membalasnya dengan bahasa Jepang dialek Osaka. Jaehyun mengambil kamera di tangan Ten dan merekam pertunjukan langka tersebut. Bocah Thailand berjibaku dengan bocah Jepang di atas perahu karet dikelilingi cahaya biru phytoplankton. Hiburan menyenangkan bagi Jaehyun dan Johnny. “Gosip murahan ini masih aja…” keluh Taeyong.

Hansol face palmed karena keajaiban alam tak mampu membuat teman-temannya terpekur bersyukur dan diam menghayati. Taeyong memijit pelipisnya karena serangan migrain mendadak, dia menolak menonton pertarungan sengit di ruang sempit antara Yuta dan Ten.

“Kita kembali ke Alena, Yongie…” ajak Hansol lemas. Pergumulan aneh Yuta dan Ten saling menggelitik, bilingual word vomit. Dan tawa histeris Johnny memecah hening, tak perlu melemparkan batu lagi. Jaehyun yang mengambil alih sebagai fotografer saat perahu meninggalkan area phytoplankton. Dia memegang erat kamera karena perahu berguncang hebat. Hansol dan Taeyong mengerahkan kekuatan mereka mengayuh dayung.

*****

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kurodya34-7 #1
Chapter 12: Kak, entah kenapa baca ff ini aku berasa kena gangguan psikologis. Pikiranku kemana-mana, intinya baper parah.
Kenapa sih kak bikin ff harus sekeren dan seberasa real ini?
Keren banget.
blacklabel1127 #2
Chapter 12: Plot nya bener bener keren.ini pertama kalinya aku baca ff yg cast nya smrookies,thanks to you authornim,ada banyak ilmu psikologi yg aku dapat (meskipun belum tentu aku ingat semuanya XD)



Maafkan komen recehku ini /ugly sobbing/
clarajung #3
it's a freaking good story! I love it! like seriously, the way you describe the characters, and the plot, that's amazing! suka banget sama Ten disini <3 and love TaeTen:3
lavenderswan #4
Chapter 1: TEN! TEN! TEN!
Can't stop thinking of him
Liufanelf #5
Chapter 12: such wonderfull story ever TvT i love u so much author-nim, ff mu byk ilmu ilmu baru buat saya tentang dunia psikologi, dan lain sebagainya
ff ini keren,feelnya berasa dan cara kamu describe suasana juga pas



ah,sama sepertimu saya juga mencintai the rookies
esp hansol,ah honey walau eksistensinya gak byk dia sukses bikin terpesona :*