EPILOG

REMINISCENCE

Nat melihat Professor Joseph berbicara padanya, dari balik kacamata Professor Joseph mengamati Nat. Nat mengerjapkan mata. She was spacing out, she didn't understand a words he said.

“Sorry, Proff?”

Professor Joseph menyerahkan tesis Nat yang sudah diperiksa.

‘Oh, revisi lagi?’ batin Nat saat melihat lembar bimbingan, skimming bahwa Professor Joseph meminta Nat memperbaiki saran teoritis. Nat sudah kebas menerima penolakan. Padahal dalam dua minggu ini dia sengaja cuti praktek di Treedao Clinic karena ingin fokus dengan tesisnya.

Nat memiliki target, but time is running out, she’s a half step behind.

“Goodluck!” ucap Professor Joseph.

Nat berterima kasih, bangkit dari tempat duduknya lalu berpamitan. Nat hendak menyisipkan lembar bimbingan ke dalam tesis, hatinya mencelos saat melihat tanda tangan Professor Joseph tertera di lembar pengesahan layak uji. Nat menoleh pada Professor Joseph, membungkuk pamit. Lalu memasukkan berkas tesis ke dalam tas.

Setelah mencari informasi mengenai persyaratan sidang tesis. Nat duduk di salah satu bangku taman di colorful garden Rangsit University, memandangi pohon dan semak belukar yang dicat berwarna-warni.

Akhirnya, it’s a big step!! Tapi kenapa Nat tidak tertawa, tersenyum, tidak merasa bahagia. Is it possible that someone stole her happiness and flew it to the opposite end of the earth?

Dua hari setelah terapi terakhir, Nat sempat menghadiri charity event yang diprakarsai Keluarga Leechaiyap♥rnkul. Nat bertemu dengan Ten, tapi Ten memperlakukan Nat seperti memperlakukan undangan yang lain. Nothing’s special! Ten tersenyum pada Nat seperti dia tersenyum pada orang lain. Itu membuat Nat patah hati, kecewa, kesal.

Yuta benar, Ten’s a complete ing moron…

Malam harinya Ten sempat mem-post foto charity event di instagram dengan caption ขอบคุณสำหรับการสละเวลาของคุณ (thank you for your time), lalu Ten memposting foto kolase liburan ke Northeastern Dale Island dengan caption “Heartbreak is tough to cope and time is a great healer. Really miss you, guys! ฉันรักคุณจริงๆนะ”. Nat segera follow instagram dan komen di postingan tersebut, namun Ten tidak menyadarinya. Lalu Ten tidak pernah memposting apapun lagi.

Nat was afraid of losing Ten. But Ten’s really gone, he left her, she lost him, and there’s nothing she can do about it.

Nat coba mengecek instagram Tern, lalu tersadar ternyata Terny memblokir Nat dan memprivate akunnya. Rasanya menyakitkan, disingkirkan begitu saja. Nat bingung kenapa keluarga Lee memutuskan hubungan.

'Why they did this? It hurts…' Nat feels deeply hurt and betrayed.

‘Why God made this heart to get hurt?’

Nat tidak menyangka bisa tersandung karena kliennya. Nat berusaha melupakan Ten. She still misses him so much.

Nat mengecek handphone, beberapa panggilan tak terjawab dan pesan masuk, kebanyakan dari Doyoung. Alis Nat bertaut.

‘Are we broken up or still together, bunny?’ batin Nat.

Cukup lama komunikasi mereka terputus, mereka sudah jarang bertemu. Lalu sekarang Doyoung menghubunginya lagi. Berkali-kali. Hati Nat berdebar.

“H-hello?” Nat menelepon. “Ya, aku memang di kampus. Kenapa? Apa? Kamu sudah ada di parkiran. Okay, I’ll be there…”

Menyingkirkan segala pemikiran, spekulasi dan keraguan, Nat memilih menemui Doyoung. Sesampai di parkiran kampus. Doyoung sedang bersandar ke mobil compact berwarna putih miliknya. Nat menghampiri, tersenyum sekilas. Lalu mereka masuk ke dalam mobil. Why so awkward?!

“Thanks,” gumam Nat. “Sudah jemput.” lanjutnya. Doyoung mengangguk.

“Apa kabar?” Tanya Nat. Doyoung berpikir sejenak.

“Sibuk apa akhir-akhir ini?” tambah Nat. Doyoung menoleh. Nat tersenyum, berangsur angsur senyumnya hilang karena respon pasif Doyoung. Nat memperhatikan seragam kampus yang dikenakan Doyoung.

“Kamu dari Chula langsung ke Rangsit?”

“Yeah, 37 km, route 31, 43 menit...” sahut Doyoung.

Nat mendesah, sambil memakai seat belt. Doyoung menggaruk pelipisnya.

“Apa aku menghalangi kalian.” ucap Doyoung.

Nat menoleh, mereka beradu pandang.

“Kamu dengan Ten?”

Nat terhenyak, segera menggeleng “Sorry, I think you misunderstood us!”

“Terus selama kita gak ketemu, apa kamu kangen sama aku?” tukas Doyoung tampak sedih. Nat menunduk, dia memang menghindar dari semua orang, menghabiskan waktu di kamar, berjibaku dengan laptop dan tesis.

Nat menghela nafas. “Sorry, aku memang terlalu sibuk ngerjain tesis…”

“Tapi kok kamu ada waktu buat cek, like dan komen instagram Ten? I realized, you don’t care about me anymore then you made me believe you did…”

Nat merengkuh tangan kiri Doyoung.

“Please don’t leave me, Doyoung. Please don’t give up on me…” pinta Nat. Doyoung mengerling, tersentuh melihat raut muka Nat yang memelas, memohon. Doyoung menyentuh pipi Nat dengan tangan kanan.

“I won’t…” jawab Doyoung, lega mendengar Nat masih menginginkannya.

“Sorry…”

Yeah, a person who truly loves you will never leave you no matter what. Nat mengutuk dirinya yang bodoh sudah menyia-nyiakan Doyoung.

“I’m really sorry…” desis Nat.

Doyoung tersenyum, lalu memandang ke depan.

“Aku mau ajak kamu ke King’s Park, Ok?” Doyoung melirik ke belakang “Aku sudah beli cemilan dan softdrink.”

Nat mengangkat wajah, heran.

“Ada hal penting yang ingin aku sampaikan…”

Nat diam terpaku. Doyoung menyalakan mesin mobil, mengabaikan rasa penasaran Nat. Mobil yang dikendarainya melaju, terjebak di kemacetan khas Bangkok. Mereka bungkam selama perjalanan, sesekali Doyoung sing along lagu yang melantun. Begitu menghayati saat menyanyikan lagu Without You by Charlie Wilson dan Listen To The Man by George Ezra. Doyoung memutarkan lagu favorite Nat, Hold Me by Jamie Grace ft. Toby Mac. Tapi Nat tetap duduk muram, melamun. Akhirnya perjalanan dibiarkan hening tanpa musik. Sesekali Doyoung melirik Nat.

King’s Park atau Suan Luang Rama IX Park adalah public park di Nong Bon, Phrawet. Jauh dari kemacetan dan hiruk pikuk Bangkok, tempat yang asyik menikmati keindahan alam seperti bunga dari berbagai penjuru dunia, botanical garden menenangkan, danau yang dapat diarungi dengan swan pedalo boats, serta Ratchamangkhala Pavilion yang agung di tengah danau.

Doyoung membeli eskrim di salah satu stall dan menyewa matras, kemudian mereka berjalan menyusuri stone paving yang dikelilingi bunga-bunga dominasi merah dan ungu. Setelah melalui jembatan melengkung menuju Chinese Garden, mereka berteduh di salah satu pavilion kayu seperti kuil kecil menghadap kolam yang dipenuhi teratai. Doyoung menggelar matras, menyusun minuman dan cemilan lalu merebahkan diri, kedua lengan menjadi alas kepalanya.

“Kenapa kamu ajak aku kemari?” Nat masih berdiri memperhatikan sekitar. Tidak banyak pengunjung lain disana. Ya, kenapa harus ke King’s Park?

“Weekend escape! Enjoying the greenery, peace and quiet. Kamu juga butuh penyegaran setelah bertempur dengan tesismu…” jawab Doyoung.

Nat memandang teratai yang mengapung di kolam. Lalu akhirnya duduk di matras. Nat melamun, segala pemikiran berkecamuk melintas di kepalanya. Nat menghela nafas. Mungkin dia memang butuh penyegaran. Nat memeluk lutut. Doyoung bangkit, membuka cardigan jeans dan menyodorkan pada Nat.

“Duh Nattcha, rok seragammu terlalu pendek!” keluh Doyoung. Nat menutupi pahanya yang tersingkap dengan cardigan jeans Doyoung.

”Kamu bilang ada hal penting yang mau disampaikan. Apa?” Tanya Nat. Doyoung membetulkan posisi duduknya menghadap Nat. Doyoung mengambil berkas dan map dari dalam backpack nya. Nat lihat map healing program Treedao Clinic, hendak mengambil map tersebut tapi Doyoung melarang.

“Biarkan aku ngasih tahu secara bertahap, ok?”

“Ok...” jawab Nat tanpa banyak protes.

“Pertama, aku ingin kamu pelajari terapi Eye Movement Desensitization and Reprocessing. EMDR!” ujar Doyoung, menatap tajam. Alit Nat bertaut.

“EMDR?”

“Aku ngobrol dengan Khun’Chantavit, dia dosenku, dia hypnotist dan hypnotherapist sama kayak kamu. Kami teman dekat dan kita sering curhat atau diskusi bareng. Khun’Chantavit bilang, klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder/ stres pasca traumatik) lebih aman, efisien dan efektif kalau pakai metode terapi EMDR, jadi gak perlu pakai obat atau hipnosis. Umm, cara kerja EMDR simpelnya gini, kalau kita ingat peristiwa negatif yang dialami cukup gerakin bola mata ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Jadi ingatan negatif itu berubah memperoleh nilai positif.” Doyoung melirik catatannya. “…dengan menggunakan dua sisi untuk memproses ingatan disfungsional dan merubah ingatan itu menjadi fungsional atau produktif. Dengan kata lain, terjadi desensiatisasi ingatan baik afektif, kognitif dan somatis. Ingatan yang menyenangkan akan diangkat kembali setelah ingatan peristiwa buruk diingat. Dengan terapi EMDR pengelolaan informasi sistem otak akan dirangsang sehingga emosi negatif, sensasi fisik dan keyakinan negatif dapat dibuang dan rasa diri positif dapat muncul. Hm, harusnya Khun’Chantavit menyederhanakan bahasanya…” Tutur Doyoung sambil membaca kertas catatan.

“Aku tahu EMDR kok, gak perlu dijelasin lagi. Kenapa kamu pengen aku ikut pelatihan EMDR...?” tukas Nat. Doyoung menyedok eskrim.

“Kamu kenal Punpun?” Tanya Doyoung.

“Punpun?”

“Punpun Suttata Udomsilp. Kenal gak?”

Nat menggoyangkan bahu. “Nope.”

“Tapi dia kenal kamu, dia terapis yang menangani Ten juga…”

Nat terhenyak, tentu saja Nat ingat terapis itu.

“Aku gak kenal dia. Cuma tahu sepintas, kita ketemu sekali aja…” Nat ingat kalau Punpun mahasiswi Chulalongkorn University. Hmm~

“Kenapa?”

Doyoung menarik nafas.

“Ayah Punpun itu salah satu petinggi di Bangkok Psychological Association (BPA), beliau certified master level Ericksonian Hypnotherapy, certified National Guild of Hypnotists, certified hypnotherapist International Association of Counselors and Therapist, banyak deh. Sering mengadakan workshop hypnosis and hypnotherapy, master level Dave Elman Induction juga.”

Alis Nat mencuat. “Really? What a surprise! Karena seingatku Punpun justru mencela hypnosis dan memuja T.A.T…”

“Maybe because her father was her greatest rival? Yang pasti ayah Punpun membantu Punpun menangani Ten…”

Tawa Nat berderai mengingat kalimat Punpun saat mereka bertemu di sesi terakhir psikoterapi Ten. Bahwa T.A.T jauh lebih sederhana, efektif, dan optimal.

“Funny, she seems to swallow her words… Dia bilang metode terapinya gak butuh banyak percakapan kayak hypnosis. Dia gak tahu aja kalau aku pakai teknik hipnoterapi yang lebih permisif, pakai pola bahasa analogi dan metafora Ericksonian Hypnosis a.k.a Conversational Hypnosis. People  do things to make themselves feel better. What a pity, beautiful girl with rough attitude…” Seloroh Nat mengungkapkan kekesalannya, Nat tersenyum puas. Doyoung berdeham.

“Little kids who’ve never handled a gun could pull off headshots.” Ujar Doyoung, Nat mengerenyitkan dahi. “Jangan remehkan orang lain, Nattcha…”

Nat terkesiap, emosinya naik. “Bukannya aku bela diri ya, tapi dia yang remehin aku, menghina kemampuanku. Mengejekku, menyalahkan aku!”

“Punpun melaporkan kamu ke Badan Hypnosis Bangkok (BHB) dan BPA.”

Nat terkecoh. Emosinya langsung terjun bebas jadi kebingungan. Nat memandang Doyoung, mencari penjelasan. Doyoung membuka map healing program Treedao Clinic.

“Ini healing program Ten Chittaphon Leechaiyap♥rnkul.” Ucap Doyoung. Nat mendengarkan. Doyoung memeriksa beberapa kertas lainnya.

“Aku diberitahu oleh Khun’Chantavit soal laporan Punpun dan ayahnya. Khun’Chantavit anggota BHB dan BPA juga. Sejak kasus itu mencuat, aku bareng Khun’Chantavit langsung koordinasi dengan Mama Tridao untuk menganalisa healing program ini, menganalisa secara komprehensif psikoterapi yang kamu jalankan. Termasuk meneliti seluruh video rekaman terapi.”

“Aku gak ngerti? Kasus apa? Kenapa Punpun laporin aku? Mama gak bilang apapun!” gumam Nat, bingung. Doyoung meremas telapak tangan Nat.

“I’m sorry, Nat. Aku menyesal sudah bersikap childish, cemburuan. Andai aku bisa nahan ego dan bantu kamu menganalisa Ten dari awal…” Doyoung ingat saat dia memutuskan tutup mata tutup telinga tentang Ten sejak lihat video di Pantaree Restaurant. “Tapi asal kamu tahu aja. Walau seluruh dunia memusuhimu, aku akan tetap dipihakmu, Nat…”

Jantung Nat berdebar kencang. Apa yang terjadi? Apa ini sebab Tern memblokir Nat di instagram? Apa ini sebab Ten menghilang begitu saja?

“Mama Tridao minta aku untuk mengupas tuntas persoalan ini. Kami juga minta penangguhan waktu ke BPA dan BHB karena kamu harus fokus kerjain tesis. Beruntung mereka pengertian, sangat bijaksana, gak ngotot. Jadi ada waktu dan kesempatan buat membalikkan keadaan. Semoga aja…”

Nafas Nat tercekat, dadanya sesak, hatinya sakit. Apa yang terjadi?

Doyoung melirik Nat, dia minum softdrink lalu mulai memaparkan:

  • Klien bernama Ten Chittaphon Leechaiyap♥rnkul mengalami PTSD, depresi, trauma, beberapa problem psikomatis termasuk anhedonia.

  • Dokter dan psikiater Mrs. Tridao Pongsuriyan dari Treedao Clinic merekomendasikan kepada psikolog, hypnotist dan hypnotherapist Miss Nattasha Nauljam untuk memberikan konseling, intervensi lanjutan dan terapi, mengatasi berbagai simptom baik fisik maupun psikologis, serta mengubah perilaku destruktif menjadi konstruktif.

  • Hal pertama yang harus dilakukan Miss Nauljam adalah pendekatan holistik, yaitu melihat klien secara komprehensif, baik sebagai individu bio-psiko-sosial, maupun sebagai anggota masyarakat.

“Kamu disini bilang kalau pretalk yang berlangsung 20 menit, tapi tidak mencapai tujuan wawancara. Sehingga belum dapat menegakkan diagnosis dan membuat rencana tatalaksana. Am I right?” Nat mengangguk lemah.

  • Ten adalah klien apriori.

  • Dengan mengabaikan pre-talk, pendekatan holistik, konsultasi, dan konseling. Miss Nauljam langsung menerapkan hypnotherapy di sesi kedua tanpa memperhitungkan kondisi fisik klien, tanpa menganalisa dan menegakkan diagnosa.

  • Seluruh proses hypnotherapy berjalan sesuai. Secara terstruktur Miss Nauljam berusaha membongkar memori klien sesuai urutan kejadian dari awal. Hasil hypnotherapy menunjukan progress positif, ditunjukan dengan psikomatis dan anhedonia sudah teratasi.

  • Klien sudah dapat berinteraksi sosial dengan baik.

Doyoung melirik ke arah Nat, melihat ekspresi Nat yang sedang melongo.

“Khun’Chantavit bilang untuk proses efisien, seharusnya kamu melakukan hypnotheraphy regresi masa lalu teknik affect bridge, langsung loncat ke waktu dimana masalahnya berawal, langsung mencari initial sensitizing event atau langsung mencari akar masalah klien. Gak perlu bongkar memori di setiap lapisan alam bawah sadar Ten…” komentar Doyoung. Nat membisu, dia hanya memandangi Doyoung dengan raut muka menyedihkan. Doyoung jadi iba.

  • Klien memiliki kontrol dan perlindungan terhadap alam bawah sadar. Alam bawah sadarnya tidak mengijinkan untuk membicarakan seluruh kejadian secara gamblang. Ten adalah klien yang resisten.

  • Pada sesi ke-10, akhirnya Miss Nauljam berhasil mendekati initial sensitizing event, namun klien mengalami shock. Miss Nauljam belum sempat menyudahi proses hypnosis. Akan tetapi, klien sudah tidak bisa memahami sugesti. Dan,

“Ten terjebak di gelombang delta?” Doyoung mengerjapkan mata. Manggut-manggut. Doyoung menggembungkan pipinya. Nat menunduk.

  • Dan, Miss Nauljam menyimpulkan bahwa klien terjebak dalam keadaan deep sleep. Kondisi tidur nyenyak tanpa mimpi di gelombang pikiran bawah sadar yang sangat rileks sekitar 4 Hz.

“Bagaimana kamu tahu Ten berada di gelombang delta sedangkan kamu gak pernah memastikan dengan alat seperti EEG, Nattcha?” Tanya Doyoung.

Nat menggigit bibirnya, lalu berpikir.

“Ka-Karena gak ada gerakan rapid eye movement?” sahut Nat tidak yakin. “Kalau Ten berada di theta, mungkin dia akan mengalami spontaneous remission atau sembuh tanpa alasan yang jelas. Tapi pas aku lanjutin sesi terapi, dia…”

“Jadi kamu cuma berspekulasi kan?” potong Doyoung. Nat tercekat.

“Ge-gelombang theta sangat sugestif. Tujuan hypnosis membawa klien ke gelombang otak yang sangat rileks, gelombang theta itulah yang aku bidik. Pas aku lanjutin sesi terapi, pikiran dan kesadaran Ten seolah terpecah. Jadi… Aku pikir Ten terjebak di gelombang otak delta?” Tutur Nat, ragu-ragu.

“Ya, kamu berspekulasi…” Doyoung menghela nafas. Nat menunduk lagi.

  • Keluarga klien menolak meneruskan terapi dan beralih ke T.A.T, namun Miss Nauljam memutuskan tetap melanjutkan therapy.

Doyoung menggelengkan kepala, lalu membaca catatan dari Chantavit.

“Kalau memang Ten terjebak di gelombang delta. Terus kenapa di sesi ke-11 kamu masih menghipnotis Ten dengan induksi pendulum? Bukankah pola sugesti dan strategi terapi Milton Erickson yang kamu terapkan lebih mengedepankan arti penting fungsi therapeutic dibandingkan sebatas menginduksi trance?” Doyoung memandang Nat yang kebingungan.

“…Karena kalau age-regression, klien gak bisa sebatas light trance, tapi harus ke kondisi hypnosis cukup dalam, Doyoungie…” jawab Nat pelan.

“Okay, lalu poin selanjutnya, aku baca lagi catatan Khun’Chantavit. Sebelum mengakhiri hypnosis kamu membimbing Ten untuk terus menurunkan gelombang otaknya menjadi sangat reseptif dengan tujuan agar dapat mengakses memori theta. Tapi disini letak gak sinkron-nya karena kamu bilang Ten sudah berada di memori delta yang notabene di bawah theta. Tujuan kamu mengakses memori theta untuk memberikan sugesti dan pesan mental perubahan, memberikan resolusi trauma, merekonstruksi memori Ten. Dan poin terpenting, kamu juga menghapus Taeyong dan Jaehyun dari memori Ten.”

Nat tertohok. Kenapa dia tidak tersadar melakukannya. Doyoung benar, kalau Ten memang sudah berada di gelombang otak delta, maka Nat sudah bisa memberikan sugesti tanpa harus membimbingnya menuju trance lebih dalam.

“Masih kata Khun’Chantavit, saat kamu melakukan itu, besar kemungkinan kamu berhasil membimbing Ten mencapai coma state…”

Angan Nat melayang, dia menunduk melihat eskrim di hadapannya yang mulai mencair. Gemericik riak air di kolam jelas bergaung di telinganya.

Coma state? Kondisi trance yang sangat dalam, 0,5 Hz. Dimana sudah terjadi anestesi secara alami sehingga coma state banyak digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang tidak spesifik (Intractable Pain).

Doyoung melanjutkan memaparkan catatannya.

  • Saat klien kehilangan kendali terhadap alam bawah sadarnya. Miss Nauljam melakukan interferensi di pikiran alam bawah sadar klien, dengan berusaha merubah masa lalu klien.

“Disini poin kedua kalau kamu menyalahi kode etik hypnotherapist dan hypnotist, Nattcha. Ini gak sesuai SOP. Kalau kata Mama Tridao, kamu menerapkan sugesti asal-asalan karena frustasi dengan kesembuhan Ten.”

“Tapi aku udah perbaiki kok… Aku perbaiki kesalahan itu, Doyoung.”

“Iya, kamu berusaha memperbaiki tapi dengan menciptakan memori baru. Parahnya lagi, kamu lupa menetralisir sugesti yang sudah diberikan. Padahal kamu tahu apa yang terjadi saat hipnoterapis memberikan terapi kurang tepat pada klien yang mengalami clinical depression seperti Ten. Ten bisa makin depresi. Di sesi ke-11 kamu coba hapus Taeyong dan Jaehyun dari ingatan Ten. Terus sesi ke-12 kamu menghadirkan mereka lagi. Tapi, kamu ngasih sugesti kalau Ten dapat menerima kematian mereka. Yah, tapi gimanapun juga, entah kamu sadar atau gak, saat kamu memperbaikinya kamu gak pernah mencapai keadaan trance coma state lagi. Mungkin hanya mencapai theta? Bahkan kayaknya gak mencapai delta? Jadi, besar kemungkinan Ten misintepretasi sugesti... Khun’Chantavit bilang, sejak itulah Ten menceritakan kejadian tidak secara utuh dan bercampur dengan memori yang sudah kamu tambahkan.”

“Maksudnya? Ten berbohong?”

“Ten gak pernah bohong, baby.”

Nat menelan ludah, dadanya seperti akan meledak menahan gemuruh.

“… Doyoungie… Tiap selesai hypnosis, Ten mengalami posthypnotic amnesia. Biasanya kalau posthypnotic amnesia klien cuma ingat saat disuruh menutup dan membuka mata aja. Tapi anehnya Ten bergumul di moment sebelum dia terjebak di keadaan trance pas dia shock di sesi 10…” ungkap Nat.

Doyoung terkesiap. “Kenapa kamu gak tulis di healing program?”

“Aku takut…”     

Doyoung memundurkan wajahnya, dia tidak habis pikir.

“Terus, kenapa gak cerita sama aku? Jadi bisa konsul ke Khun’Chantavit!”

Nat menggeleng lemah. Doyoung menutup wajahnya. Menenangkan diri lalu kembali memaparkan hasil analisa.

“Kata Khun’Chantavit, memori atau trauma masa lalu yang dihilangkan di alam bawah sadar sebenarnya hanya akan menimbulkan efek sementara aja. Nantinya kalau ada peristiwa tertentu, memori tersebut bisa terakses kembali...” telunjuk Doyoung menelusuri catatan. “Atau disebut juga metode melupakan sejenak. Terus teknik yang digunakan untuk menghilangkan trauma di masa lalu dengan metode menumpuk dengan memori baru dengan mengganti skala informasi yang masuk ke otak dengan informasi lain, ini juga cuma pengalihan doang. Seolah olah mengobati, padahal gak sama sekali. In short, kamu sudah mengorbankan dirimu sendiri, nekad menjegal SOP untuk hal sia-sia belaka...”

Nat menerawang, pada awalnya dia ragu bisa menangani Ten. Nat menyesal seharusnya dia menolak saat ibunya menyodorkan kasus Ten padanya. Bagaimanapun jam terbang Nat masih minim, dia belum cakap. Nat belum memiliki pengetahuan mumpuni. Nat hanya angkuh dan terlalu bangga.

“Kenapa kamu lakuin itu, Nat? Kenapa kamu gegabah, sampai nekad melanggar kode etik yang selama ini kamu junjung?”

“Aku pengen ngurangin sumber trauma Ten, bunny… Benar kata mama, kalau aku frustasi. Aku udah gak bisa mikir logis lagi…”

“Bukannya hypnotist hanya perlu membimbing klien untuk menemukan solusinya sendiri? Kenapa gak cerita sama aku? Kenapa harus Punpun yang tahu duluan kejanggalan itu? Parahnya lagi sampai melibatkan ayah Punpun?!”

Nat mulai menangis, terisak pilu. Doyoung mendengus.

“Untung Khun’Chantavit langsung ngasih tahu kalau BPA menggelar forum kasus penyelewengan profesi yang kamu lakuin…”

Nat menahan jeritan frustasi, menyeka airmata yang meleleh.

“Khun’Chantavit bilang mungkin BPA dan BHB akan evaluasi kamu dan minta pertanggungjawaban kamu sebagai psikolog, hypnotist dan hypnotherapist… Jadi, baby, tolong tahan emosi kamu. Aku ingin kamu rubah kejanggalan yang ada di healing program ini! Okay? Ini illegal, tapi satu-satunya cara buat menyelamatkanmu? Kalau sampai kamu terbukti salah, gak menutup kemungkinan lisensi dan izin praktek Treedao clinic turut dicabut oleh Medical Association of Bangkok, nama baik Mama Tridao turut dipertaruhkan…”

Nat terperangah, jeritannya terhenti dalam sekejap. Doyoung sangat serius. Airmata Nat menetes, dia gak menyangka akan terjadi hal serumit ini.

“Apa kamu gak pernah lihat berita tentang Ten, baca artikel atau media yang bahas dia sebelum atau selama therapy?” Tanya Doyoung lembut.

Nat menggeleng, “Aku pikir gak ada gunanya selama kamu bisa dengar dan tahu dari sumbernya langsung?”

“Tapi apa yang Ten ceritakan hanya berdasarkan sudut pandang dia aja.”

Doyoung membaca sekilas kertas-kertas di tangannya. Nat menangis tanpa suara, Nat tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya dia ingin pergi ke luar galaxy dan tidak pernah kembali ke bumi. Doyoung menarik nafas.

“Alena adalah sebuah attol, yaitu terumbu karang berbentuk cincin berukuran besar berdiri kokoh nan tinggi dari permukaan laut dan menyerupai sebuah pulau. Berada 168 km dari Northeastern Dale Island. Karang-karang yang mengelilingi turut menjadi karang penghalang, terdapat celah seukuran 2 meter untuk jalur keluar masuk. Oleh sebab itu di tengah Alena terbentuk daratan, gak membentuk laguna seperti attol pada biasanya. Aku baca artikel yang lain, not gonna lie, Alena memang menakjubkan, the real hidden paradise.”

Doyoung membaca kertas hasil printed artikel lainnya.

“Saat Ten dan teman-temannya mengunjungi Alena, sebenarnya mereka gak pernah diijinkan berkunjung kesana karena pemerintah sudah mensterilkan Alena sebelum ditutup resmi. Mungkin agent tour atau mungkin Hansol menutupi fakta tersebut dari mereka. Makanya Ten bilang mereka hanya bisa berangkat pada hari Jumat. Hari dimana Northeastern Dale ramai pengunjung dan pemerintah off pengawasan. Ini hanya asumsi aku dan Khun’Chantavit. Banyak yang bisa diketahui dari media. Itu bisa bantu proses terapi…”

Nat kehilangan kata-kata, dia pasrah. Nat memang angkuh dan sombong.

Doyoung mengeluarkan kertas seperti kliping.

“Aku dapat berita terkait dari berbagai situs di internet. Mungkin kamu juga gak akan tahu, karena media disini lebih fokus membahas korban dari Thailand. Ini kliping beberapa artikel dari media Korea, aku udah sertakan terjemahannya disini. Terus ini media internasional yang…”

Doyoung menunjukan beberapa lembar kertas artikel. Nat membaca tagline berita. Jantung Nat seakan berhenti berdenyut. Kepalanya pusing.

‘Pasukan Khusus Maritim Angkatan Laut Dale berhasil menemukan korban tsunami Dale yang berlindung di Pulau Alena’

‘12 hari bertahan di tengah perairan Dale akhirnya Mahasiswa Seoul National University dievakuasi Tim SAR’

‘Enam Mahasiswa Seoul National University berhasil selamat dari bencana tsunami Dale’

“Enam?” gumam Nat, suaranya tercekat. Doyoung menghela nafas berat.

“Yah, enam. Bukan tiga orang. Kalau kamu tahu berita ini, kamu gak akan hapus Taeyong dan Jaehyun dari memori Ten, gak akan melanggar SOP.…”

Nat tercengang, pikirannya buntu. Nat bingung, otaknya tidak dapat memproses informasi yang baru didapatnya. Airmata Nat mengalir tanpa henti.

‘What happened?’ Nat berusaha mengendalikan nafasnya yang berpacu.

“Tapi-tapi Taeyong meninggal saat mereka melakukan CPR…” ucap Nat.

Doyoung mengusap bahu Nat, lalu membaca kertas printed email.

“Aku sudah komunikasi dengan salah satu temanku, Moon Taeil, dia mahasiswa SNU. Peristiwa ini jadi sensasi disana, mereka juga tenar disana, fenomena serupa seperti yang terjadi pada Ten disini. Jadi aku coba surfing internet, stalking, mencari nama mereka. Ternyata banyak penggemar mereka yang mengunggah foto-foto saat Taeyong, Jaehyun, dan Hansol menghadiri upacara belasungkawa korban Dale di kampus, saat mereka bakti sosial, bahkan foto-foto mereka sedang berjalan dan aktivitas biasa. Taeil hyung bilang Taeyong, Jaehyun dan Hansol sempat menjalani terapi PTSD dan perawatan fisik yang cukup lama. Lalu pihak kampus mengadakan forum resmi untuk memaparkan kronologis tragedy yang menimpa mereka. Taeil hyung ikut menghadiri forum. Mereka benar-benar membuat stoma di tenggorokan Taeyong, beruntung malpraktik itu berjalan lancar dan luka Taeyong tidak infeksi. Setelah aksi nekad tersebut Taeyong gak mampu bicara, sekarang pun Taeyong masih menjalani terapi bicara. “ Doyoung membaca kertas selanjutnya.

“Jaehyun berhasil menyelamatkan diri dari tsunami dengan bersembunyi di gua karang yang terletak 2 km dari Alena. Oh ya, kata Taeil hyung, Jaehyun disebut-sebut sebagai pahlawan karena berhasil menyelamatkan Hansol dari serangan binatang laut, entah apa tapi orang-orang menebak binatang tersebut adalah ubur-ubur. Jaehyun merawat Hansol sampai akhirnya membawa Hansol ke Alena. Menurut Khun’Chantavit dengan melihat korelasi antara sugesti yang kamu kasih saat Ten comma state, dengan kisah yang disampaikan Ten serta kebenaran sesungguhnya, mungkin itulah sebab kenapa Hansol gak pernah kembali di memori Ten, karena Hansol kembali ke Alena bersama Jaehyun, sosok yang kenangannya sudah dihapus dan dirubah di memori Ten. Termasuk menjawab kenapa Ten selalu yakin kalau Taeyong, Jaehyun dan Hansol masih hidup. Banyak media Korea membahas lebih rinci. Menurutku, dengan menghapus Taeyong dan Jaehyun cukup meringankan beban mental Ten! Aku yakin kejadian sebenarnya jauh lebih mengerikan dari apa yang Ten ceritakan…”

Truth has been spoken…

Tubuh Nat menggigil, pakaiannya basah oleh keringat. Nat berusaha mendoktrin pikirannya untuk tetap tenang dan fokus.

“Kenapa mereka gak pernah mengubungi Ten? Pasti kamu bertanya-tanya kan? Entahlah aku juga gak tahu pasti. Ten benar kalau orangtuanya menjauhkan dia dari dunia dan kehidupannya. Ingin menjaga tapi justru menyekap dia. Mungkin sahabat Ten kehilangan komunikasi karena Ten langsung dibawa ke Thailand atau entahlah, aku juga menyesalkan hal ini…”

Doyoung menyodorkan softdrink pada Nat. Nat tidak menggubris.

“Yuta? Johnny?” desis Nat, ketakutan. Doyoung melihat-lihat seluruh dokumen, lalu terpekur di salah satu kertas. Doyoung berdeham.

“Terkait Yuta. Aku udah minta bantuan Tomo, mahasiswa asal Jepang yang pernah naksir kamu itu, aku minta dia buat cari artikel yang memuat berita Yuta. Ternyata ayah Yuta politisi berhaluan konservatif yang punya posisi penting di kabinet pemerintahan, ayahnya juga pengusaha, anggota Kaidanren dan punya kedudukan di MITI. Kayaknya orangtua Yuta membatasi media untuk memberitakan tragedi yang menimpa Yuta ke publik. Tapi aku dan Tomo gak mentok di media resmi, Tomo berhasil dapat banyak info termasuk foto-foto terkini dari fanaccount Yuta. Aku heran kenapa korban bencana alam bisa menjadi selebriti instan? Kata Tomo, Yuta pindah kuliah ke Handai, Osaka daigaku. Itu berarti Yuta gak lanjutin kuliah di SNU. Pas cari nama Yuta di internet, kebanyakan artikel ngebahas prestasi Yuta di bidang science. Yuta itu jenius, tapi kita gak bahas prestasi yang dia capai. Kalau Johnny Suh a.k.a John Seo a.k.a Seo Youngho, aku kesulitan cari info Johnny tapi kalau merujuk media Dale ini, diantara enam mahasiswa SNU yang ditemukan, luka Johnny yang paling ringan. Johnny dibawa langsung oleh walinya ke Chicago untuk perawatan fisik dan psikis. Mungkin di Amerika gak segencar kayak di Jepang, Korea atau Thailand. Fenomena selebrity instan gak berlaku pada Johnny. Aku coba stalk akun social media dia, tapi belum ada aktivitas terbaru. Kalau memang cerita soal ibu dan adik Johnny itu benar, kemungkinan aktivitas Johnny sengaja dibatasi sampai kondisi dia benar-benar pulih. Taeil hyung bilang, status Johnny di SNU adalah cuti selama satu semester penuh, jadi Johnny pasti kembali ke SNU. Menurut pendapat seorang pengamat apa yang terjadi pada mereka bukan sebuah mukjizat, justru besar kemungkinan mereka gak akan selamat kalau mereka berada di pesisir Northeastern Dale, banyak pengunjung yang hilang tersapu tsunami. Karang Alena yang kokoh menjulang telah menyelamatkan mereka dari amukan tsunami Dale! Tapi pengamat itu memuji kemampuan mereka dapat bertahan dengan semua luka fisik, trauma dan segala keterbatasan bahkan sampai 12 hari. Alena bukan target operasi Tim SAR karena Alena merupakan pulau tak berpenghuni yang sudah disterilkan. Mereka beruntung berhasil mendekati perairan Pulau Danish, salah satu pulau berpenghuni dari kepulauan Dale. Pulau Danish sendiri tenggelam di kedalaman 9 meter. They’re so blessed! God must love them!” Doyoung menarik nafas.

“There’s always a good side to bad things. Aku harap informasi ini bisa meringankan beban kamu. Pelik memang! Aku juga berharap Ten tahu keadaan sahabatnya, terus mereka bisa berkumpul lagi. Kalau baca forum fans mereka, Taeyong, Jaehyun dan Hansol bilang mereka sangat merindukan ketiga sahabatnya Johnny, Yuta, dan Ten.” Mata Doyoung mulai berkaca-kaca. “Aku benar-benar menyesal gak ngebantu kamu dari awal, gak cari info-info. Aku memang childish, selfish, jealousy!” Doyoung mengucek matanya. Nat seperti kehilangan jiwanya, membisu, diam terpaku, hanya airmata yang terus mengalir yang membuktikan bahwa dia masih terjaga. Doyoung mengusap airmata Nat.

“Ten masih menjalani hypnotherapy oleh ayahnya Punpun. Kamu gak usah khawatir, dengan teknik induksi Elman yang dikuasai ayah Punpun, beliau bisa mencapai somnambulism maupun ke dalam coma state. Kita beruntung karena keluarga Lee enggan menuntut dan gak mau dilibatkan, bahkan mereka meminta kasus wanprestasi ini gak diekspos media. Namun tetap aja BPA, BHB dan Medical Association of Bangkok akan evaluasi kamu berikut Treedao Clinic. Jadi aku pengen kamu segera koreksi healing program ini! Situasi bener-bener krusial! Semua kliping artikel ini termasuk acuan dan bahan yang kamu sertakan saat menjalankan hipnoterapi. Dan ingat, kamu gak pernah merekam sesi terapi! Aku pengen bantu kamu menyelamatkan karirmu, mempertahankan nama baik Mama Tridao dan memperjuangkan eksistensi Treedao Clinic…” ujar Doyoung, tulus.

“Doyoung…” bisik Nat. Dia teringat perkataan Ibunya, terngiang-ngiang menghantui, mendengung, menyakitkan.

‘Jujur, Mama mulai meragukan kecakapan dan kompetensimu, Nattasha’.

‘Jadilah psikolog sejati!’

‘Kamu malah mengacaukan, dan memperparah keadaannya, Nattasha! Dan saat memorinya kembali seutuhnya, dia gak akan pernah percaya lagi pada siapapun!’

‘Kamu mempermainkan klien, Nat. Bermain-main dengan hypnosis!’

 

Kenapa selalu terlambat? It's always too late!

Nat menjerit lalu menangis histeris, Nat menjambak rambutnya. Kakinya menendang cemilan dan botol softdrink, eskrim yang sudah mencair terbalik dan tumpah mengotori matras. Doyoung segera memeluknya, Nat tetap histeris.

“I’m here, Nattcha… I won’t leave you… I really wanna help you, I wanna try to give you a helping hand…” bisik Doyoung berulang-ulang sambil terus membelai rambut Nat, mengusap punggung Nat sampai Nat tenang, kelelahan.

It's too late now. It's always too late...

“Doyoung… I need time machine…” ucap Nat pelan di tengah isakannya.

Nat mengangkat wajah, menatap Doyoung. Terpuruk, merana, putus asa.

Doyoung sedih melihat gadis favoritnya yang biasanya hangat, ceria secerah mentari kini padam kehilangan cahayanya.

“I won’t leave you. I’m always here, Nattasha! I’ll be here for you, always... I love you…” Doyoung mencium kening dan memeluk Nat lebih erat.

“I need a time machine…” bisik Nat.

Why do I always learn about things when it's too late?

“I really need a time machine…”

*****

PS: Finally, ff series pertamaku di AFF selesai. Thanku so much bagi yang udah bersedia baca (^o^)v

Altho still no comments yet, no subscribers, no voters in here #sobs T^T it doesn't really matter bc I love writing damn much ♥

Find me on twitter @xingyuten

Let's be friends~♡

 

edit 16 Jan'16:

Thanks for reading, subscribing and commenting, guys... meant a lot to me ^^

Thank you so much that you all took the time from your busy lives to read this fic and even drop some comments, genuinely made me happy~♥♥♥

Lets' support our precious SMROOKIES till the end!!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kurodya34-7 #1
Chapter 12: Kak, entah kenapa baca ff ini aku berasa kena gangguan psikologis. Pikiranku kemana-mana, intinya baper parah.
Kenapa sih kak bikin ff harus sekeren dan seberasa real ini?
Keren banget.
blacklabel1127 #2
Chapter 12: Plot nya bener bener keren.ini pertama kalinya aku baca ff yg cast nya smrookies,thanks to you authornim,ada banyak ilmu psikologi yg aku dapat (meskipun belum tentu aku ingat semuanya XD)



Maafkan komen recehku ini /ugly sobbing/
clarajung #3
it's a freaking good story! I love it! like seriously, the way you describe the characters, and the plot, that's amazing! suka banget sama Ten disini <3 and love TaeTen:3
lavenderswan #4
Chapter 1: TEN! TEN! TEN!
Can't stop thinking of him
Liufanelf #5
Chapter 12: such wonderfull story ever TvT i love u so much author-nim, ff mu byk ilmu ilmu baru buat saya tentang dunia psikologi, dan lain sebagainya
ff ini keren,feelnya berasa dan cara kamu describe suasana juga pas



ah,sama sepertimu saya juga mencintai the rookies
esp hansol,ah honey walau eksistensinya gak byk dia sukses bikin terpesona :*