SIX

REMINISCENCE

“Ten hyung, lihat!!” Jaehyun berlari mendekati Ten yang sibuk mengipasi ikan bakar. Jaehyun menunjukan telapak tangannya, memperlihatkan bintang laut yang ditemukannya. Ten menghentikan aktivitasnya.

“Patrick? Is that you?” Ten ketuk-ketuk makhluk berwarna abu-abu tersebut.

“Taruh di grill, Jaehyunnie! Penasaran rasanya gimana?” ujar Ten.

Jaehyun mundur, menjauhkan bintang laut dari Ten.

“Aish, tega kau hyung!”

Ten tertawa. Jaehyun melihat Taeyong yang menjemur pakaian di karang di tepi pantai Alena, segera Jaehyun memamerkan Patrick padanya. Ten terkekeh, gemas memperhatikan Jaehyun.

“Lo beneran lunak sama Jaehyun, Ten.” Komentar Johnny keluar dari tenda, bertelanjang dada. Ten menoleh lalu kembali membakar ikan.

“You too, John…” sahut Ten. Johnny duduk di samping Ten, menjawil ikan yang sudah masak, mencicipi. Ten menepis tangannya.

“Dia dongsaeng favoritku, gak badung kayak lo!” Johnny ketus dan berusaha mengutil ikan bakar lagi. Ten mendorong kipas ke dada Johnny.

“Giliran lo, bro! Tanganku pegal.”

Johnny tak kuasa menolak dan mulai melanjutkan pekerjaan Ten. Sambil sesekali menyantap ikan bakar.

“Mana Hansol? Mancing?” Tanya Johnny, mengedarkan pandangan.

“Tadi sih bilang mau snorkeling, katanya cari spot menakjubkan, kalau sudah dapat nanti ajak kita snorkeling bareng.”

Johnny mengangguk saat lihat perlengkapan pancing dan perahu karet.

“Pasti Hansol bete karena gagal mancing?” tebak Johnny.

Ten menggedikkan bahu.

“Bocah Osaka itu seriusan tidur lagi?” tanya Ten, sambil melirik tenda.

Johnny memutar bola mata. Ten terkekeh, sambil selonjorkan kakinya.

“Tapi berkat Yuta, kita gak terperangkap dalam acara memancing, bisa mati bosan. Gue kan bukan tipikal penyabar… Wasting time, really!”

Ten manggut setuju. Jaehyun mendekat, dia sudah tidak membawa bintang laut lagi, Jaehyun menyeret perahu karet dan mengempit dayung.

“Mau kemana Jaehyunnie?”

“Mau ke karang parutan keju, taruh jaring ikan lagi disana, hyung. Tadi Hansol hyung memintaku…”

“Tapi besok kan kita pulang pagi? Speedboat jemput pagi, kan?” Tanya Ten, dia sendiri tidak tahu perihal Hansol meminta Jaehyun pasang jaring. Jaehyun tersenyum.

“Ikannya buat teman-teman agent tour. Pesta barbeque di Northeastern Dale Island!”

“Tapi ikan yang kita dapat juga banyak!”

“Mungkin biar dapat ikan segar, jaringnya diambil sambil pulang kok!”

Ten manggut-manggut. Ten berdiri, memakai life jacket.

“Aku temani ya?” Ten membantu Jaehyun mengangkat perahu karet.

“Gak perlu hyung. Hyung istirahat saja, hyung pasti capek dari tadi mengurus ikan tangkapan kita.”

Ten melihat telapak tangannya, kulitnya keriput. Berjam-jam dia dan Taeyong membersihkan ikan, membumbui, menyalakan api dan bakar ikan.

“Aku gak capek kok.” Ten memaksa. Jaehyun menjatuhkan perahu karet dan dayung ke air. Lalu mendorong Ten.

“Istirahaatttt…” usirnya.

Ten ketawa-ketiwi saat Jaehyun menendang pantatnya.

“Ok, ok, haha. Hati hati ya, Jaehyunnie…” Ten menyerah.

Jaehyun menyeringai, berhati-hati mendorong perahu karet sebelum mencapai gerbang Alena, air laut mencapai lehernya, dia naik. Lalu melambaikan tangan.

“Hati hatii, Jaehyunnie!!!” teriak Johnny sambil melambaikan kipas. Ten terus memperhatikan sampai sosok Jaehyun lenyap dari pandangannya.

Taeyong mendekat, mengangguk kecil pada Ten, duduk di sampingnya. Johnny mengamati penuh arti. Ten melepas life jacket-nya lagi.

“Kalian masih keliatan awkward…” goda Johnny, Ten dan Taeyong acuh. “Kalau aku jadi kalian, gak akan nolak mati-matian, justru diperbuas, nunjukin secara lebay, biar oranglain yang ceng-cengin mati kutu dan malas deh.”

“Aku mau bangunkan Yuta.” Kata Taeyong lalu masuk ke dalam tenda.

“See?”

Ten memundurkan wajah.

“See, what?”

“S-E-E, see? Pipinya merah, malu-malu kucing.”

“Lo berdelusi Johnny! Terserah kalian para shipper mau jadikan gue dan Taeyong otp, berimajinasilah sebebas mungkin.” Sahut Ten.

Johnny memonyongkan bibirnya, mencibir.

Yuta keluar tenda, merangkak seperti bayi. Lalu menjatuhkan kepalanya ke pangkuan Ten, lemas. Yuta menggeliat manja seperti anak kucing.

“Ngantuk…” erangnya. Taeyong keluar tertawa puas.

“Aku kentuti dia!” ujar Taeyong. Ten dan Johnny bergabung ketawa. Yuta melingkarkan tangan, memeluk pinggang Ten. Dengan penuh kasih sayang, Ten menarik-narik rambut Yuta yang keluar dari beanie hitamnya.

“YuTen already make-up!” seru Taeyong. Ten langsung beranjak, ingat perkataan Yuta semalam. Tubuh Yuta menghempas pasir, dia protes.

“Aku mau susul Jaehyun!” ujar Ten, sambil memilih mask dan snorkel. Taeyong menggantikan Johnny mengipasi ikan.

“You’re so obvious, Ten!” Johnny membalik-balikan ikan di panggangan.

Tiba-tiba panggangan bergetar, Johnny menahannya. Lalu mereka tersadar. Bumi yang mereka pijak bergetar lebih besar. Yuta bangkit.

“GEMPA!!” serunya.

Ombak berdebur menciumi pasir pantai, permukaannya bergelombang seperti ledakan kecil. Panggangan jatuh dari kompor. Keempat pria itu panik.

“Apa karang ini akan runtuh?” Tanya Taeyong, gemetar. Melihat beting karang yang membungkus Alena.

“Ke air!! Masuk air, ke tengah…” teriak Johnny.

Mereka berlari dan berenang secepat mungkin, lalu saling memeluk melingkar. Mereka terus berdoa. Entah berapa lama melakukannya, baru berhenti saat menyadari air yang awalnya sebatas leher mereka kini hilang.

Mereka mengedarkan pandangan. Beting karang tetap berdiri kokoh. Ten terpana, karena Alena kini hanya pantai. Tak ada laut dangkal lagi.

“Air laut surut…” ucap Ten.

Yuta mengambil biota laut yang terdampar, melihatnya lalu membuang begitu saja. Johnny berjalan menuju gerbang Alena. Melihat laut yang hampir menyerupai daratan.

“Hansol! Jaehyun!!” Ten tersadar. Seolah petir menyambar ujung kepala.

“Kita bawa peralatan…”

Mereka berlari menuju perkemahan. Seluruh barang berantakan. Arang yang tergeletak masih menunjukan bara api. Ikan panggangan berhamburan di pasir. Tenda mereka bergeser beberapa meter dari lokasi awal.

“Tadi Jaehyun dan Hansol pakai life jacket gak sih?” Tanya Ten.

Mereka menggeleng. Pikiran Ten buntu, dia berusaha menyadarkan diri. Ten mengambil mask dan snorkel, dan pakai life jacket. Yang lain mengikuti.

“Jaehyun gak akan terseret ke tengah laut karena air surut kan?” Tanya Ten, cemas. Adrenalinnya terpacu, nafasnya memburu. Johnny menepuknya.

“Jangan panik, jangan panik! Aku dan Ten akan jemput Jaehyun ke karang parutan keju terlebih dahulu. Kita gak tahu lokasi Hansol, tapi kalian, Taeyong, Yuta, coba cari ke arah kanan.” Johnny memberi instruksi. Johnny mengambil jaket pelampung cadangan untuk Jaehyun. Taeyong juga.

Mereka serempak bergerak berlari menuju gerbang Alena.

“GUYSSS…!”

Terdengar gaung suara samar. Mereka menoleh, lalu mempercepat langkah dan menghambur ke luar Alena. Seolah jantung Ten berhenti berdegup sejenak, dia melihat Hansol berenang dengan kecepatan tinggi, seperti setengah gila. Seluruh kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya.

“BAWA PERLENGKAPAN!! CEPAT!!! SECUKUPNYA! CEPAT!!!” Teriak Hansol dengan nada tinggi. Meski bingung, mereka menurut berlarian ke arah pantai Alena. Hansol berenang di tepi karang yang kini dangkal. 

“CEPAT!!!” Hansol menyalak. Dia terus menoleh ke belakang, khawatir.

Ten dan Yuta berjibaku di dalam tenda, melempar ransel yang langsung dipakai Johnny dan Taeyong. Entah apa yang mereka bawa. Ten memasukkan kamera ke dalam ransel, apa yang ada di tenda dia masukkan ke dalam ransel. Yuta mengambil ranselnya yang penuh dengan makanan dan minuman kemasan. Mereka segera menyusul Hansol yang menunggu di gerbang Alena.

“CEPAT. KITA HARUS SAMPAI KE BELAKANG KARANG INI!!!” titah Hansol lalu berenang secepat mungkin. Karena berlari memperlambat mereka, akhirnya semua berenang. Ransel basah dan menambah beban di punggung mereka. Taeyong tertinggal, ranselnya semakin berat. Ten membantunya.

Setelah berjuang, akhirnya mereka sampai tepat di belakang karang yang menaungi Alena. Energi mereka terkuras. Ten dan Taeyong bersandar ke dinding karang. Hansol liar melihat sekeliling. Mendongakkan kepala.

“Kalian harus memeluk karang sekuat mungkin! Kaitkan jari kalian.”

“Ada apa, hyung? Kenapa kita harus kemari hyung?” Tanya Taeyong. Namun mereka mengikuti perintahnya. Hansol terbata-bata lalu menangis.

“Kalian tahu tadi gempa bumi, entahlah, aku yakin gempa bumi tektonik, aku gak tahu dimana episentrumnya. Yang pasti air surut signifikan…”

“Apa akan terjadi tsunami hyung?” ucap Yuta, ketakutan. Yang lain mulai gemetar ketakutan, memikirkan nasib mereka. Tangan Ten bergetar hebat.

“Kalau gempa tadi melebihi 6,5 skala richter. Ya…” jawab Hansol.

Johnny mengerang, memukuli dinding karang, tangannya terluka dan berdarah. Johnny berhenti, diam lemas tergugu. Hansol mengusap airmata.

“Peluk karang, kita berjuang.” gumam Hansol, memandangi masing-masing wajah temannya, lalu dia tersadar.

“MANA JAEHYUN?”

“Jae…” suara Ten terkunci, suaranya hilang. Kepalanya berdenyut. Bibir Ten gemetar. Ten linglung lalu tanpa ragu dia berenang. Hansol mencegah.

Suara gemuruh luar biasa menelan seruan dan teriakan mereka. Ten berusaha melepaskan diri dari kungkungan Hansol. Dan saat dia menuju tepi karang. Dengan mata kepalanya sendiri, tampak dari jauh gelombang begitu tinggi hitam mencakar cakar langit bergerak liar dengan kecepatan tinggi. Ten terpaku. Hansol menariknya, mencengkeram Ten, menindih tubuhnya dan memeluk karang.

“Tahan nafas.” Suara Hansol tak terdengar. Taeyong dan Yuta meneguhkan diri, Johnny memeluk karang, tubuhnya bergetar. Ten terus memberontak dan meraung nama Jaehyun. Hansol membekap Ten dengan tubuhnya, Ten terdiam, lalu memeluk Hansol, mulai berdo’a untuk Jaehyun.

“Guys, aku senang mengenal kalian.” bisik Hansol. 

Seperti berdiri di samping jet. Telinga mereka dipenuhi suara gemuruh ratusan decibel. Terasa gendang telinga mereka hampir robek dan tuli. Lalu langit hitam menguasai seantero.

Gelap.

Semua gelap gulita.

Dan entah berapa ratus gallon air menerjang hendak meremukkan tubuh mereka. Karang Alena melindungi, dindingnya bergetar seperti gempa susulan.

Ten semakin erat memeluk tubuh Hansol, Hansol menundukkan dan membenamkan kepalanya ke rambut Ten.

Mereka memperjuangkan hidup mereka. Gelombang tsunami seolah menghisap tubuh mereka, tubuh Ten merosot namun dia berhasil mendapat karang runcing dan mencengkeramnya erat.

Apa yang terjadi.

Entah.

Mata Ten terus terpejam serapat mungkin. Hidungnya berhenti bernafas, mulutnya terkatup. Ransel di punggungnya semakin kuat menarik.

Ten ingat Papa, Mama, Kakek, Nenek, Tern, Joy, teman-temannya.

“Aaa…” ditengah polusi udara menulikan, suara Taeyong dan Yuta terdengar. Mereka terbawa arus. Lalu terdengar benturan keras dan suara terhentak.

Apa yang terjadi pada Taeyong dan Yuta?

Entah.

Ten membuka matanya, mencari tahu, namun matanya perih luar biasa, gelap. Tubuh Ten terhempas mengenai karang kecil, menahannya disana. Lalu Johnny menabraknya. Terdengar Hansol berteriak panik.

Ini bagian terpenting, setelah tsunami menerjang, air akan kembali. Dan mereka harus tetap bertahan agar tidak tersedot ke lautan. Mata Ten mulai terbiasa, dia melihat Johnny berteriak membangunkannya. Telinganya mulai jelas mendengar, namun pandangannya tetap buram. Ten bisa melihat Hansol bergegas berenang ke arahnya namun melewatinya, menuju Taeyong dan Yuta. Hansol terus menyalak pada Yuta yang mengerang kesakitan, entah apa yang terjadi pada Taeyong dia terkulai lemas.

Alis Ten bertaut.

Belum sempat, tubuh mereka terbawa arus balik, terseret. Tangan Ten menggapai mencari pegangan. Lalu karang Alena menghentikannya. Punggungnya membentur karang, kelu, kebas, sudah tak terasa apapun. Tubuh Ten merosot dari bagian karang yang tinggi meluncur ke bawah. Dengan segenap kekuatan Ten mencoba bertahan, agar tubuhnya tidak terbanting dan terpental ke dasar laut. Ten berhasil tersangkut di permukaan karang Alena. Dia bisa melihat Johnny yang pingsan di sampingnya, jidat Johnny mengucurkan darah karena terantuk karang, Ten merangkak, dan memeluknya.

Tubuh mereka seakan dibanting lagi ke arah dinding karang, rasa sakit, perih. Saat seluruh perjuangan melewati batas, mereka kehilangan kekuatan, terjatuh dan kembali menghempas permukaan karang Alena.

HENING.

Hening...

Terik matahari di siang hari seakan memanggang tubuh.

Ten bertahan, sepertinya ransel yang digendongnya meminimalisir benturan, wajah Johnny tepat di depan hidungnya. Ten mencoba bergeser, tapi lehernya tak bisa bergerak. Ten membuka mulut, mencoba mengeluarkan suara, tapi tak ada suara yang keluar. Ten terbatuk batuk.

Pandangan Ten masih buram, dia hanya bisa melihat Johnny.

‘Johnny… Johnny… Johnny…’ Ten memanggil, berteriak tanpa suara.

Ten terus menerus mencoba membangunkan Johnny. Tapi tak ada respon.

Ten menggerakan bahu Johnny, menamparnya.

Tetap tak bereaksi.

Johnny?

Mana Taeyong?

Mana Yuta?

Mana Hansol?

Jaehyun...? Jaehyun...

Lalu telinga Ten berdenging. Ten kesakitan, kepalanya berdenyut, ubun-ubunnya seperti akan meledak.

Ten meraung, mengerang, bergelinjang, menendang-nendang kakinya untuk menahan rasa sakit yang mendera kepala.

*****

“Ten… Ten…” panggil Nat.

“Tarik nafas dalam-dalam…” Nat mulai gugup.

Tubuh Ten melorot jatuh dari ayunan rotan, dia meronta di lantai kayu gazebo. Ten berteriak-teriak histeris. Teriakan Ten disambut gonggongan anjing dari kandangnya.

Beberapa pekerja dan orangtua Ten berlari bergegas merangsek menuju gazebo. Mr Lee kaget melihat anak lelakinya menderita. Mrs Lee memandang Nat, meminta tolong. Nat terus berusaha berkonsentrasi memberikan sugesti. Mrs Lee memeluk Ten yang kejang tak terkendali. Mr Lee menahan kaki Ten yang menendang lantai. Ten menggelinjang.

Nat hampir menangis. Usahanya gagal.

“Ada apa ini, N’Nat?” jerit Mrs. Lee. Nat mencoba memberitahu agar Mrs. Lee tenang, tapi Mrs Lee mulai menangis dan memanggil nama Ten.

Tiba-tiba Ten terdiam. Nat menghela nafas, dengan gemetaran, Nat mengangkat wajah Ten, terus memberikan sugesti. Tak berapa lama, Ten membuka mata, tatapannya kosong, kemudian matanya melotot, Ten membalikkan tubuhnya dan muntah. Nat terperangah. Mrs Lee menolong Ten. Pekerja sibuk membantu.

Nat mematung, otaknya buntu. Nat menoleh dan mendapati Mr Lee sedang memandanginya dengan tatapan yang tak dapat dideskripsikan.

Nat memelas, menundukkan kepala, malu, bingung, shock. Tubuh dan tangannya bergetar, berkeringat. Airmata Nat menetes, membasahi lantai parquet.

'Ten... Ten... Apa yang terjadi? Kenapa begini? There's too hard for you? Too hard to handle? There's too tough...'

*****

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kurodya34-7 #1
Chapter 12: Kak, entah kenapa baca ff ini aku berasa kena gangguan psikologis. Pikiranku kemana-mana, intinya baper parah.
Kenapa sih kak bikin ff harus sekeren dan seberasa real ini?
Keren banget.
blacklabel1127 #2
Chapter 12: Plot nya bener bener keren.ini pertama kalinya aku baca ff yg cast nya smrookies,thanks to you authornim,ada banyak ilmu psikologi yg aku dapat (meskipun belum tentu aku ingat semuanya XD)



Maafkan komen recehku ini /ugly sobbing/
clarajung #3
it's a freaking good story! I love it! like seriously, the way you describe the characters, and the plot, that's amazing! suka banget sama Ten disini <3 and love TaeTen:3
lavenderswan #4
Chapter 1: TEN! TEN! TEN!
Can't stop thinking of him
Liufanelf #5
Chapter 12: such wonderfull story ever TvT i love u so much author-nim, ff mu byk ilmu ilmu baru buat saya tentang dunia psikologi, dan lain sebagainya
ff ini keren,feelnya berasa dan cara kamu describe suasana juga pas



ah,sama sepertimu saya juga mencintai the rookies
esp hansol,ah honey walau eksistensinya gak byk dia sukses bikin terpesona :*