NINE

Lost In Love
Please Subscribe to read the full chapter

AUTHOR POV

 

Gadis cantik bernama Choi Sulli itu tengah sibuk dengan tumpukan pakaian yang berserakan di tempat tidurnya. Kedua tangan mulusnya sedang memindahkan beberapa pakaian itu ke dalam dua koper berukuran cukup besar di lantai dengan posisi terbuka, dimana salah satunya telah terisi penuh oleh barang-barang. Namun gadis itu sesekali menghentikan aktifitasnya, sesekali pula ia menghela nafas berat, menyeka air matadi pipinya, lalu kembali menata pakaian-pakaiannya di dalam koper. Kini, matanya tertuju pada beberapa baris pigura foto yang berjajar rapi di samping tempat tidur besarnya. Di dalam foto-foto itu, banyak terpajang foto-foto dirinya dengan kekasihnya, kekasih yang setelah ini akan menjadi -mantan kekasih, Kwon Jiyong. Foto keduanya tengah tertawa, foto Sulli sedang tersenyum menggandeng lengan pria itu, dan beberapa foto lainnya yang baginya sangatlah berharga.

Sejak hari itu, hari yang cerah dimana bunga-bunga dandelion yang indah memenuhi pandangannya, hari dimana ia dan Dara berbicara soal Jiyong, saat dimana ia mengatakan bahwa ia akan melepas pria itu, Sulli lantas mengurung diri di dalam kamarnya selama beberapa hari untuk menenangkan diri, bahkan dirinya pun juga membolos sekolah. Jiyong sangat kawatir akan keadaannya, namun dalam beberapa hari pula hasil yang ia dapatkan nihil. Hanya berdiri di depan pintu kamar Sulli dengan raut wajah penuh rasa cemas, hanya sebatas mengingatkan gadis itu untuk makan sesuatu, untuk selalu meminum obatnya. Ya, hanya itu yang Jiyong dapat lakukan saat itu.

Sulli bahkan belum sempat menjelaskan apa yang terjadi, ia bahkan belum mendapatkan keberaniannya 'lagi' untuk berbicara langsunng padapria yang dicintainya itu, hingga akhirnya membuatnya semakin merasa bersalah karena mengulur-ulur waktu,untuk semakin mempersempit jarak di antara Jiyong dan juga Dara agar dapat bersama seperti yang seharusnya layak mereka dapatkan.
Karena dirinya, ia telah menghambat perasaan cinta yang tumbuh begitu dalam diantara kedua sahabat itu selama ini.

Malam itu, 12 Januari 2014.. Sulli telah mengambil suatu keputusan yang menurut dirinya adalah keputusan yang terbaik.

Flashback
Bunyi nada sambung terdengar..

1 kali, 2 kali, dan suara seorang wanita paruh baya terdengar di ujung sana.

"Yeobuseyo..Sulli-ah?"

Sulli terdiam, buku-buku jarinya memutih, ia menggenggam ponselnya terlalu erat untuk meng-antisipasi butir air matanya yang akan jatuh. Ia menggigit bibir bawahnya, menghembuskan nafas, dan mulai bersuara,

"Ne, eomma."

"Jagiya? Kenapa kau menelpon eomma sepagi ini? Ah, di Korea saat ini sudah pukul 11 malam geuraeyo? Omo, apakah kau sakit lagi?" Terdengar jelas kekhawatiran di ujung sana.

"Anieyo.. eomma, gomawo karena eomma dan juga appa telah menyempatkan waktu kalian untuk mengunjungiku saat aku pulang dari rumah sakit, ne?" balas Sulli berusaha menahan suaranya yang mulai serak.

"Aigoo, Jagiya.. tentu saja eomma dan appa harus mengunjungimu. Walaupun ada Jiyong disana yang menjagamu, kau tetaplah anak eomma dan appa."
Mendengar nama Jiyong, Sulli merasakan hatinya tertusuk dengan sangat sempurna.

"Eomma.."

"Hm, jagi?"

"Nan halmarri iseo.." (ada hal yang ingin kubicarakan) ucap Sulli lirih, duduk di tepi jendela kamarnya, menatap rintik hujan yang di balik kaca. Sesekali ia juga menundukkan kepalanya, menyeka butir air matanya yang telah bergulir di pipinya, hingga menetes di telapak tangan kirinya.

"Ng? Busungmal, Jagiya? Ada apa dengan suaramu? Omo, apa anak eomma sedang menangis?" suara eommanya pun sedikit meninggi.

"Eomma.. aku, aku memutuskan untuk kembali ke New York." Ucap Sulli mantap, masih dengan kedua pipinya yang basah oleh air mata. "Aku ingin melakukan perawatan intensifku disana, eomma." Lanjut Sulli sekali lagi.

"Jagiya.. apa yang terjadi? Apa kau dan Jiyong sedang bertengkar?"

"Ani.. kita tidak bertengkar. Aku dan Jiyong.. kami berpisah. Kami telah membicarakannya, dan ini adalah keinginanku,eomma."

"Lalu, kapan kau akan berangkat, nak?"

"Lusa eomma..lusa aku akan kembali kesana." Ucap Sulli dengan senyuman kecil di bibirnya sebelum akhirnya menutup sambungan telponnya. Ia mengusap lembut lagi air mata di pipinya, lalu meringkuk di atas ranjang sambil memeluk sebuah pigura foto yang menampakkan senyuman khas pria kesayangannya, Jiyong.

***

"Apa yang terjadi padanya.." ucap Jiyong lirih sambil mengacak rambut blonde-nya dengan frustasi, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, berdiri di balkon apartemen Sulli menunggu gadis itu keluar dari kamarnya.

Jiyong melamun, menatap langit pagi yang cerah membentang di atasnya sambil memikirkan banyak hal di pikirannya.

Sulli.

Dara.

Apakah yang kini harus ia lakukan untuk mereka apabila ia sendiri ragu pada perasannya?
Jiyong memang telah mengakui, ia mencintai Dara. Ia mencintai gadis itu dengan diam-diam selama ini yang ia pikir gadis itu sama sekali tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang ia rasakan. Walaupun ia tidak pernah mendengar sekalipun kalimat 'aku mencintaimu' secara langsung dari bibir Dara, kini semuanya menjadi semakin jelas bagi dirinya untuk mengerti. Bahasa tubuh Dara, perhatian-perhatiannya, senyumnya, semua yang gadis itu tunjukkan selama ini rasanya seolah cukup meyakinkannya bahwa gadis itu juga memiliki rasa yang sama terhadapnya. Sekalipun ada seseorang yang mendekatinya, ya.. Park Chanyeol.

Jiyong selalu tidak luput untuk memperhatikan semua tingkah laku pria itu kepada Dara, terlihat jelas pria itu menyukainya.

"Sebelum semua terlambat, Jiyong.. sebelum semua terlambat.." ucapnya pada dirinya sendiri.

Kini ia merasa bahwa dirinya telah jahat karena menyakiti perasaan dua gadis yang berharga untuknya. Ia menyakiti Dara karena kepengecutannya, dan kini ia merasa telah menjadi pengecut untuk kesekian kalinya, 'lagi' karena telah menyakiti Sulli dengan berpikiran untuk bebas, untuk melepaskan bebannya, demi dapat meraih kebahagiannya, demi memiliki seseorang yang dicintainya dengan sungguh-sungguh..

Ya. Semua ini untuk Dara. Hanya untuk Dara.
...

'Klek'
Terdengar suara pintu yang terbuka. Menampakkan Sulli keluar dari dalam kamarnya dengan mengenakan mantel bulu panjang berwarna coklat dibalik seragamnya dan sepatu boots. Gadis itu berjalan ke balkon apartemennya menghampiri Jiyong. Kehadirannya membuat Jiyong menoleh seketika dengan ekspresi lega.

"Sulli-a.." Jiyong memegang pundak Sulli dengan kedua tangannya.

Sulli tersenyum lebar, "Oppa, aku sudah membuatmu khawatir mianhaeyo."

Jiyong menggeleng pelan, "Ani gwaenchanha.. Asalkan kau baik-baik saja Sulli-a."

"Jadi..kau akan masuk sekolah hari ini, bukan?" Lanjut Jiyong.

Sulli mengangguk, "Mm.. aku juga ingin menemui Dara eonni, ada hal penting yang ingin kukatakan. Begitu juga padamu, oppa."

Keheningan pun terjadi.. Jiyong menundukkan kepalanya sambil menghela nafas berat sebelum kembali menatap kedua manik mata gadis itu.

"Sulli-ya, sasireun waeniriya?" (*Sebenarnya apa yang terjadi?)

Pertanyaan itu membuat Sulli memaksakan seulas senyum di bibirnya, namun akhirnya ia menjawab dengan pasti.

"Oppa, na marhaejanha. Oppaeui maemeun, nan jal arayo. Geureunikha, oppa haengbokhaesseum chukgetta.." Jawab Sulli tersenyum sambil memegang tangan Jiyong yang dingin.
(aku sudah pernah bilang kan, aku sangat tau perasaanmu oppa. Maka dari itu, bila oppa bahagia aku akan sangat senang)

Jiyong terpaku dengan ekspresi wajah datar, lalu tersenyum getir entah bagaimana ia harus menanggapi ucapan Sulli. Sulli hanya memandang Jiyong yang tengah menundukkan kepala, lalu kedua tangannya mengusap pelan telapak tangan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
GGGRRR #1
Wah fanfic Indo, fighting authorim :D