01 - A Newcomer
More Money No HappinessAerim menghentikan langkahnya, melihat tulisan berwarna emas yang terukir di sebuah daun pintu bercat putih tulang. Pintu itu merupakan pintu kamar asrama nya. Aerim meraih selembar kertas yang ada di saku celananya, kemudian memastikan nomor yang tertera disana tidaklah salah. Kartu itu terdapat nomor kamar kemudian dibawahnya juga tertera pin kunci pintu digital kamar dan sebuah password wifi untuk kamarnya.
Ia melihat ke sekelilingnya, memastikan tidak ada yang mengetahui nomor-nomor yang tertulis di sebuah kertas di tangannya. Tapi pemandangan yang dia lihat sekarang adalah orang-orang yang berlalu lalang dengan barang-barang yang di angkut oleh beberapa pekerja pribadi mereka. Setidaknya lorong asrama lumayan lebar, sehingga kau bisa melihat beberapa pekerja menyeret beberapa koper super besar (yang Aerim tidak bisa bayangkan apa isinya), lalu ia melihat boneka teddy bear 80cm dan boneka BayMax official yang membuat Aerim ingin iri pada pemiliknya, cermin super besar, dan beberapa lemari berbagai bentuk. Aerim mengerenyit, tidakkah pihak sekolah sudah menyiapkan kamar dan mengisinya, apa gunanya lemari-lemari itu?
Aerim melihat seorang gadis yang membawa kotak berisi gulungan-gulungan putih, di belakangnya terdapat beberapa pekerja yang membawakannya gitar dan piano. Gadis itu cantik, tampilannya sangat swag sekaligus feminim dengan kaos hitam lengan panjang dengan grafik aneh, beanie pink, jeans pendek, lalu converse all-star dengan kaos kaki berwarna pink se-mata kaki. Gadis itu mendekati kamar di seberang kamar milik Aerim yang ternyata sedang dibersihkan oleh seorang Ahjumma.
“Aigoo… banyak sekali barang-barangmu, nona.” Ahjumma itu menyeringai ketika gadis itu datang dengan senyum jail. Ia meletakkan kotak yang dipegangnya tepat di depan pintu kemudian mempersilahkan beberapa pekerja untuk masuk mengantar barang-barangnya. Lalu gadis itu tak sengaja memandang Aerim yang masih mematung di depan pintu kamarnya.
“Hai,” sapa gadis itu seraya tersenyum kecil ke arah Aerim. Membuat Aerim menetapkannya sebagai orang pertama yang berbicara dengannya.
Aerim membungkuk dengan kaku, dan tersenyum canggung. Kaget, karena ada seseorang yang menyapanya. Gadis dihadapannya itu malah tertawa.
“Tidak perlu seperti itu,” ucapnya lalu menjulurkan tangannya yang ternyata berhias plastic ring berwarna hitam, orangnye, dan hijau. “Aku Seulgi. Kang Seulgi. Selamat menjadi tetanggaku, kamarku tepat di depanmu.”
Seulgi menyeringai sambil menunjuk belakangnya dimana kamarnya sedang berisi pekerja dan ahjumma yang sibuk mengurus ini-itu. Sebenarnya pemandangan serupa juga sama seperti kamar lainnya. Hanya kamar Aerim yang tidak terjadi kehebohan, karena ia hanya mendorong sebuah troli barang yang membawa 4 kopernya dan satu buah kotak berisi tas dan perlengkapan sekolah.
Aerim menjabat tangan Seulgi, “Aku Aerim. Song Aerim.”
Seulgi tampak kaget, lalu kemudian dia menyeringai. “Song Aerim? Maksudmu ILO Company? Waah aku tidak menyangka akan bertemu denganmu. Karena kami tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya--”
Aerim hanya diam. Bingung dengan apa yang dikatakan Seulgi. Bagaimana gadis itu tahu nama perusahaan ayahnya dan apa maksudnya dengan mereka tidak pernah bertemu dirinya. ‘Mereka’ mengacu kepada siapa?
“Kau baik-baik saja?” tanya Seulgi khawatir. Dia berpikir mungkin Aerim tersinggung atau apa. “Kau benar-benar dari ILO, kan?”
“Eh?” Aerim tersenyum lalu tertawa kecil. “Bagaimana kau bisa tahu nama perusahaan kami ketika aku menyebut namaku?”
Seulgi tertawa. “Bagaimana aku lupa dengan salah satu dari sepuluh perusahaan paling besar di Korea? Perusahaan dengan pencapaian gemilangnya dua tahun belakangan ini? Rumor mengatakan anaknya kedua dari Song YoonHyuk akan bersekolah disini. Lihat, ternyata dia akan tinggal di seberang kamarku.”
Aerim tersenyum canggung. Sedikit terperangah dengan infromasi yang diketahui Seulgi. Menebak apa lagi yang Seulgi ketahui tentang dirinya.
“Ternyata kau juga tahu tentang gossip-gosip bisnis seperti itu, huh?” canda Aerim.
“Bukankah kita wajib mengetahuinya? Maksudku, kepentingan relasi perusahaan. Aku tahu dirimu tapi tidak pernah melihat dirimu dan fotomu tidak pernah beredar di internet.”
Aerim mengangguk setuju dan merasa lucu dengan topik dari pembicaraan ini. “Perusahaan kami masih termasuk baru, jadi—“
“Chaebol baru,” potong Seulgi cepat, lalu tertawa. “Orang-orang memanggil kalian seperti itu, apa kalian tahu? Jangan anggap sebagai sindiran, itu penghargaan. Toh prestasi kalian sudah..” dia mengacungkan kedua jempolnya.
Aerim tertawa sekali lagi. Chaebol baru. Anehnya dia tidak merasa tersinggung sama sekali. Justru terdengar lucu.
“Bagaimana denganmu?” tanya Aerim hati-hati.
“Aku? Oh, jadi kau belum mengenalku. Kami YoungHee Corporation.” Aerim mengangguk dan merutuki dirinya sendiri karena benar-benar tidak peduli dengan hal-hal seperti ini. Toh, kata S
Comments