Cheater

Just a Little Hope (Indonesian)

[Previous Part.]

 

.

 

'I-ini kan...' ucapan Sunggyu tercegat, tidak kuat melanjutkan ucapannya saat melihat foto yang ditampilkan dilayar tablet.

 

'Astaga.. kenapa bisa?? Kenapa Dokter Nam... bisa bersama dengannya?'

 

.

 

.

 

.

 

-- Just a Little Hope 6 –

 

.

 

.

 

Sunggyu mematung melihat foto yang ditampilkan dilayar tablet. Bibirnya bergetar saat hendak mengeluarkan kata-kata. "Ini.. Dokter Nam.. Bagaimana bisa kau berfoto dengan..."

 

Glek. Sunggyu menelan ludahnya, gugup.

 

"Ba-bagaimana kau bisa berfoto dengan... Myungsoo?"

 

Sunggyu membelalakan matanya, tidak percaya dengan apa yang saat ini dia lihat. Bagaimana mungkin Woohyun mengenal Myungsoo? Dan kalau pun Woohyun mengenal Myungsoo, kenapa dirinya tidak pernah tahu? Apa Myungsoo memang sengaja tidak memperkenalkannya pada Woohyun? Tapi kenapa? Kenapa dia tidak memperkenalkannya?

 

Sunggyu menggigit bibir bawahnya, hendak menahan air matanya yang hendak tumpah. Semakin bertambah lah rasa sakit yang dia derita karena ulah Kim Myungsoo, kekasihnya yang tidak pernah menganggapnya. Sunggyu menggeser slide itu lagi. Entah kenapa, tangan Sunggyu bergerak dengan sendirinya walau sebenarnya Sunggyu benar-benar enggan untuk melihat foto-foto yang lainnya.

 

Myungsoo lagi, Myungsoo lagi, dan Arkhh! Kenapa semakin digeser, foto Woohyun berdua dengan Myungsoo semakin banyak? Sebenarnya, siapa Myungsoo bagi Woohyun? Kenapa mereka berdua terlihat sangat dekat?!

 

Sunggyu yang penasaran, sekarang memilih untuk membuka galery video Woohyun untuk mencari informasi lebih lanjut. Di folder video itu, dia menekan salah satu video secara acak. Video terputar. Didetik awal, tampak video sebuah kue tart dengan lilin bernomor 21 diatasnya. Lalu, muncul Myungsoo yang duduk di kursinya. Setelah itu, seorang namja tinggi duduk di sebelah Myungsoo.

 

'Hey! Namja ini kan yang aku lihat waktu itu!' pekik Sunggyu dalam hati.

 

Namja tinggi yang duduk di sebelah Myungsoo itu mengambil pematik, lalu menyulutkannya pada sumbu lilin.

 

"Sungyeol-ah! Cepat kau nyalakan lilinnya!" suruh seseorang yang merekam momen itu yang tak lain adalah Woohyun.

 

"Neee!" sahut Sungyeol sambil menyulutkan lilinnya.

 

"Nah, Myungsoo, sekarang lakukan make a wish!" suruh Woohyun lagi.

 

Myungsoo melipat kedua tangannya dan memejamkan matanya untuk membuat permintaan, setelah itu dia meniup kedua lilin bernomor sesuai dengan umurnya saat itu. "Huuuufffff.." Myungsoo meniup lilin-lilin itu.

 

"Saengil chukha habnida! Saengil chukha habnida! Saranghaneun, uri Myungsoo.. Saengil chukha habnida!! Yeeeeeeey!" seru Woohyun dan Sungyeol sambil bernyanyi merayakan ulang tahun Myungsoo.

 

"Aku ingat!" pekik Sunggyu menyadari sesuatu. "Baju yang dipakai Myungsoo.. Itu kan baju yang dia pakai saat kami berkencan.." gumam Sunggyu lirih. "Jadi..alasan kenapa kau terlihat buru-buru itu.. Karena kau mau merayakan ulang tahunmu dengan selingkuhanmu itu?"

 

Tes.. Tes.. Tes...

 

Air mata Sunggyu kembali mengalir. Kali ini dia tidak menyekanya. Sunggyu membiarkan air matanya mengalir, semakin deras dan semakin deras hingga membuat bajunya basah. Sunggyu sengaja membiarkan air matanya mengalir seluruhnya. Dia berharap air matanya akan segera habis sehingga dia tidak akan pernah menangis lagi gara-gara kekasihnya yang dengan jelasnya menyelingkuhinya.

 

"Kalau saja aku tidak pernah tidur denganmu.. Kalau saja aku tidak bercinta denganmu..." ucap Sunggyu terbata-bata. "P-pasti.. sudah kuakhiri hubungan kita sejak lama.."

 

"Aku namja bodoh.. Aku dengan bodohnya termakan kata-kata manismu.."

 

"Aku.. Kim Sunggyu.. Benar-benar bodoh.."

 

"Kim Sunggyu.. Barang bekas.."

 

"Kim Sunggyu, seharusnya mati.."

 

"Tidak ada yang menginginkanmu, Kim Sunggyu.."

 

"Kau hanyalah barang bekas yang tidak layak untuk dicintai..."

 

"Seharusnya..."

 

"S-s-seharusnya.."

 

"SEHARUSNYA KAU DIBUANG SAJA, KIM SUNGGYU!!!!"

 

!!!!!!!!!!

 

.

 

PERGI..

 

..

 

MENJAUHLAH..

 

....

 

KAU SAMPAH..

 

......

 

KAU BARANG BEKAS..

 

.........

 

KAU SUDAH TIDAK ADA HARGANYA LAGI..

 

................

 

KAU TIDAK PUNYA HARAPAN.

 

KAU LEBIH BAIK MATI.

 

...

 

MATILAH KAU KIM SUNGGYU.

 

MATILAH KAU BARANG BEKAS!!!!!

 

.

 

..

 

"ARGHH!!!!" Sunggyu menjerit histeris sambil menutup kedua telinganya. Penghakimannya terhadap dirinya sendiri membuat Sunggyu ketakutan. Sunggyu menangis sejadi-jadinya. Dia menangis karena penghakimannya sendiri. Memang, belum ada yang mengatakannya seperti itu. Tapi itu karena mereka belum tahu dengan keadaan Sunggyu. Jika mereka sudah tahu, mereka juga pasti akan menghakiminya seperti itu.

 

"Hikss.. hikss..." Sunggyu terisak. Dia memeluk kedua lututnya, dan membenamkan wajahnya diantara lututnya, menangis dalam sunyi. 'Appa.. Eomma.. Maafkan anakmu...' lirihnya disela-sela tangisannya.

 

'Anakmu kotor..Hiks.'

 

***

 

[Malam hari. Pukul 8 pm.]

 

Woohyun mengetuk pintu kamar Sunggyu. "Hyung?" panggilnya pelan dari luar pintu.

 

Tidak ada jawaban dari Sunggyu. Woohyun masuk ke kamar Sunggyu meski tanpa persetujuan Sunggyu. Woohyun menutup pintu kamar kembali. Sunggyu sedang tidur dengan posisi membulat seperti bola.

 

Woohyun membelai lembut rambut Sunggyu sambil tersenyum kecil. Kini pandangannya beralih pada tabletnya yang berada di sebelah Sunggyu. Dia mengambil tabletnya sendiri, penasaran dengan apa yang sejak tadi Sunggyu lakukan di tabletnya.

 

"Hm?" Woohyun mendehum saat melihat foto dirinya dengan Myungsoo dilayar tablet. Woohyun mengerutkan keningnya bingung. 'Kenapa Sunggyu hyung melihat fotoku? Apa yang dia cari?' batinnya penuh tanya.

 

Woohyun memandang Sunggyu lagi. Pandangannya mengarah pada kedua mata kecil Sunggyu yang terlihat sembab. Woohyun mengusap pipi Sunggyu. Lalu dengan lembut dia menyeka bekas air mata yang mulai mengering dari kedua mata Sunggyu.

 

"Umm.." dehum Sunggyu pelan.

 

Woohyun berhenti menyeka, tidak ingin Sunggyu terbangun dari tidurnya. Tetapi, mungkin sudah waktunya Sunggyu untuk bangun. Sunggyu mengusap matanya perlahan, lalu membuka kedua matanya dan mengerjap-kerjapkannya.

 

"Annyeong, hyung." sapa Woohyun sambil tersenyum manis, membuat Sunggyu sedikit kaget.

 

Sunggyu tidak menyapa Woohyun balik. Dia menoleh ke arah Woohyun, dan menatapnya datar untuk beberapa detik. Kemudian dia kembali ke dalam posisi tidurnya semula, mengalihkan pandangannya.

 

"Kalau masih lelah, istirahatlah lagi." ucap Woohyun perhatian.

 

Sunggyu diam. Tidak menyahut atau pun mengangguk. Woohyun menatap lily putih yang berada di atas meja Sunggyu. "Lily yang cantik." pujinya. "Siapa yang membawakannya untukmu, hyung?" tanya Woohyun ingin tahu.

 

"Sungjongie.." jawab Sunggyu pelan. "Sungjongie yang membawakannya untukku."

 

"Ah." angguk Woohyun. "Kau menyukai lily putih?" tanya Woohyun yang kembali tersenyum manis menatap pujaan hatinya.

 

"Um." dehum Sunggyu sebagai jawaban atas pertanyaan Woohyun.

 

"Seleramu bagus." ucap Woohyun sambil memegang kelopak lily itu. "Lily ini terlihat polos. Akan sangat indah jika dia tetap polos sampai waktunya tiba."

 

Sunggyu tertegun mendengar ucapan Woohyun. Kenapa Woohyun mengatakan itu? Apa Woohyun ingin menyindirnya dengan cara yang sedikit lebih halus? Sunggyu menoleh ke arah Woohyun yang sedang menatap datar lily putih pemberian adiknya itu. Seakan sadar jika dia sedang diperhatikan, Woohyun tersenyum kecil. "Jangan dipikirkan. Aku hanya ngelantur." tuturnya.

 

Woohyun menatap jam dindingnya yang sudah menunjukkan pukul 8.15 pm. Waktunya untuk makan malam.

 

"Hyung, kau mau makan apa malam ini?" tanya Woohyun lembut.

 

"Terserah.." jawab Sunggyu tanpa ekspresi.

 

"Hari ini aku akan membeli pangsit. Kau mau?" tanyanya memastikan.

 

Sunggyu mengangguk setuju. "Ne.. aku mau.."

 

"Baiklah, hyung." angguk Woohyun sambil tersenyum manis, lalu beranjak hendak pergi meninggalkan kamar Sunggyu.

 

"Tunggu.." panggil Sunggyu lemah.

 

Woohyun menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Sunggyu. "Ne?"

 

Sunggyu merubah posisi tidurnya. Dia bangun dan duduk di tempat tidurnya. "Namja itu... siapa?" tanya Sunggyu serius.

 

"Hm?" dehum Woohyun bingung. "Namja yang mana yang kau maksud?"

 

"Namja yang ada di tabletmu.." jawab Sunggyu singkat.

 

"Hah? Namja di tabletku? Yang berulang tahun itu kah?" tanya Woohyun memastikan.

 

"Ne."

 

"Namja yang berulang tahun adalah sepupuku. Sementara namja yang satunya lagi adalah kekasihnya. Memang kenapa, hyung?" tanya Woohyun bingung.

 

"Ohh.." sahut Sunggyu lemah.

 

"Hyung?"

 

"Tidak apa." ucap Sunggyu sambil menghela nafas. "Aku hanya berpikir jika dia mirip dengan seseorang.." lanjutnya dengan nada sedih.

 

"Seseorang? Siapa?" tanya Woohyun yang tertarik dengan ucapan Sunggyu. Woohyun menarik kursi dan duduk untuk mendengarkan cerita Sunggyu lebih lanjut.

 

"Kekasihku." jawab Sunggyu sambil menunduk.

 

Woohyun terhenyak mendengar jawaban Sunggyu. Baru saja dia merasa berbunga-bunga tadi pagi, dan sekarang bunga-bunga yang bermekaran di hatinya sudah layu hanya karena 1 ucapan yang dilontarkan oleh namja yang telah membuat bunga-bunga di hatinya bermekaran.

 

"Oh.. Kekasihmu.." tutur Woohyun pelan, sedikit menunjukkan kekecewaan. "Siapa yang mirip dengan kekasihmu?" tanya Woohyun ingin tahu.

 

"Namja yang meniup lilin." jawab Sunggyu.

 

"Myungsoo?" tukas Woohyun.

 

Sunggyu tersentak mendengar ucapan Woohyun. Dia menatap Woohyun dengan tatapan penuh tanya.

 

"Adikmu memberi tahuku jika kau mempunyai kekasih yang bernama Kim Myungsoo." ucap Woohyun menjelaskan dengan nada dingin. "Aku yakin Myungsoo kekasihmu itu berbeda dengan Myungsoo yang berulang tahun di foto itu. Myungsoo sepupuku sudah mempunyai kekasih."

 

Sunggyu mematung mendengar penjelasan Woohyun. Semua semakin jelas. Semakin jelas jika Kim Myungsoo, kekasihnya adalah seorang bajingan. Sunggyu sangat sakit hati. Dia memang tahu jika kekasihnya menkhianatinya. Tapi apa yang membuatnya tambah sakit hati adalah.. Kekasihnya mengkhianati dirinya 1 hari sebelum anniversarynya. Ya, 1 hari sebelum valentine.

 

"Sunggyu hyung?" Woohyun menepuk bahu Sunggyu, membuyarkan lamunan Sunggyu.

 

"Ne?" sahut Sunggyu linglung.

 

"Kau tak apa?" cemas Woohyun.

 

"Ne.. Aku tak apa." jawab Sunggyu singkat.

 

"Memangnya, apa yang membuatmu berpikir jika sepupuku mirip dengan kekasihmu?" Woohyun mulai mengintrogasi.

 

"Semuanya."

 

"Semua?" Woohyun mengernyitkan dahinya.

 

Sunggyu mengangguk pelan. "Semuanya.. Cara dia tertawa itu.. Dan cara dia memperlakukan kekasihnya.. Sangat mirip dengan kekasihku.." jawab Sunggyu lemah.

 

Woohyun terhenyak mendengar jawaban Sunggyu. Semuanya? Caranya tertawa dan memperlakukan Sunggyu? Hm, ada sesuatu yang aneh dari jawabannya. Dan sepertinya, namja yang Sunggyu maksud bukanlah 2 namja yang berbeda. Sepupunya dan kekasih Sunggyu.. mungkinkah keduanya adalah orang yang sama? Hmm, sudahlah. Terlalu cepat untuk menyimpulkan. Masih perlu mencari informasi lebih.

 

"Sunggyu hyung.." panggil Woohyun.

 

"Ne?"

 

"Apa kau benar-benar mencintai kekasihmu?" tanya Woohyun tajam.

 

"Huh?" Sunggyu menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan pertanyaan Woohyun. "Umm, ne. Aku benar-benar mencintai kekasihku.." jawab Sunggyu gugup dengan nada bicara yang terdengar ragu.

 

"Oh, begitu.." angguk Woohyun kecewa. "Pantas saja kau rela menahan rasa sakitmu hanya untuk bertemu dengan kekasihmu yang bahkan tidak datang menjengukmu." ucap Woohyun sarkastik.

 

"Eh?" Sunggyu menjadi semakin bingung dengan pertanyaan Woohyun. Untuk beberapa hal, dia merasa pertanyaan-pertanyaan yang Woohyun lontarkan sudah mulai serius. Tidak menggombal seperti biasanya.

 

"Saat kau meronta kemarin, aku sangat tahu jika kau benar-benar merasakan sakit yang luar biasa menyakitkan. Aku sangat terkejut melihatmu mampu menahan rasa sakit itu. Sepertinya, kekasihmu itu sangat berharga bagimu, eoh? Ya, meski pun aku tidak pernah melihatnya menjengukmu, lebih tepatnya dia memang tidak pernah menjengukmu." ucapnya lebih sarkastik daripada sebelumnya, membuat Sunggyu terhenyak sambil menggigit bibir bawahnya.

 

"Tapi aku salut padamu. Kau masih setia padanya. Sungguh, kekasihmu itu adalah namja yang paling beruntung di dunia." puji Woohyun sambil tersenyum kering, menahan rasa pedih yang memenuhi hatinya.

 

"Dokter Nam.." panggil Sunggyu lemah.

 

"Sebenarnya, apa yang membuatmu bertahan dengan namja seperti itu?" tanyanya menghiraukan panggilan Sunggyu.

 

"Ku mohon hentikan.." pinta Sunggyu dengan wajah memelas.

 

"Dia pasti sudah melakukan sesuatu padamu. Apa yang dia lakukan padamu, hingga kau memilih untuk mempertahankan hubunganmu dengannya? Oh, aku tahu. Dari bekas-bekas yang ada di tubuhmu itu—-" ucapan Woohyun terpotong.

 

"K-ku mohon hentikan!" Sunggyu bergetar saat mengulangi permintaannya. Sudah, Sunggyu sudah tidak tahan mendengar ucapan-ucapan sarkastik Woohyun yang menambah rasa sakit di hatinya.

 

"Kenapa.. Kenapa kau begitu mengkhawatirkannya? Bahkan kekasihmu sendiri tidak pernah mengkhawatirkanmu. Dimana kekasihmu disaat kau dalam keadaan sekarat dan hampir mati? Apa kekasihmu peduli? Apa kekasihmu memberimu kabar? Apa kekasihmu pergi ke rumahmu untuk menanyakan keadaanmu pada adikmu? Tidak! Kekasihmu tidak melakukannya. Kekasihmu tidak mencintaimu, hyung! Sadarlah!" seru Woohyun emosi.

 

"KU MOHON HENTIKAN!" pekik Sunggyu setengah berteriak.

 

"Kenapa.." ucap Woohyun lemah. "Kenapa kau tidak mau menerima kenyataan? Kenyataan jika kekasihmu tidak mencintaimu. Kenyataan jika kau lah satu-satunya yang mencintai kekasihmu. Kenyataan bahwa cintamu itu bertepuk sebelah tangan. Kenyataan jika kau memang benar-benar harus mengakhiri hubunganmu denga————"

 

"HENTIKAN!!!!" Sunggyu berteriak histeris sambil menutup kedua telinganya bersamaan dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya.

 

Woohyun tersentak kaget mendengar teriakan Sunggyu, sekaligus dengan isakan keras dari namja manis di hadapannya itu. Woohyun gemetar, menyadari jika dirinya telah membuat sebuah kesalahan yang sangat besar. Ya, kesalahan yang sangat besar. Dia membuat namja yang dia sukai menangis oleh ucapannya sendiri.

 

"S-Sunggyu hyung.. Maafkan aku! Aku tidak bermaksu——"

 

"Lupakan!" potong Sunggyu disela-sela isakannya sambil memeluk lututnya. "Dokter kau jahat.." isaknya.

 

"Aku.. Um, hyung.. Maafkan aku!" sesal Woohyun sambil menunduk. "Aku hanya emosi.."

 

"Emosimu benar-benar menyakitkan..." ucap Sunggyu sambil membenamkan wajahnya diantara lututnya.

 

"Maaf.." sesal Woohyun lagi.

 

"Tidak apa.." sahut Sunggyu. "Semua yang kau katakan memang benar.." ucapnya masih dengan wajah terbenam di antara kedua lututnya.

 

"Eh?" Woohyun mengangkat wajahnya menatap Sunggyu.

 

"Aku memang bodoh. Kim Sunggyu pabo.." isaknya menghina dirinya sendiri.

 

"B-bukan itu yang ku maksud hyung!" seru Woohyun ingin meluruskan kesalah pahaman mereka.

 

"Sudahlah, lupakan saja.." ucap Sunggyu yang tangisannya mulai reda sambil menyeka air matanya. Woohyun hendak membantu Sunggyu untuk menyeka air matanya, tetapi Sunggyu dengan cepat menepis tangannya.

 

"Maaf." ucap Woohyun sambil menunduk malu.

 

"Tidak apa." sahut Sunggyu. "Dokter, aku lapar..." ucap Sunggyu sambil memegang perutnya.

 

"Ne.. Aku akan membelinya sekarang.." Woohyun beranjak dari kursinya dan melangkah meninggalkan kamar Sunggyu. "Aku tidak akan lama. Kau jangan tidur dulu!" seru Woohyun sambil menutup pintu kamar.

 

Sunggyu menarik nafas panjang. Merasa dirinya benar-benar bodoh setelah mendengar ucapan-ucapan sarkastik Woohyun. Dia memang bodoh karena mencintai seseorang yang bahkan tidak peduli dengan keadaannya. Bahkan jika dia mati pun, kekasihnya tidak akan peduli. Kekasihnya justru akan merasa lebih senang karena tidak perlu menyembunyikan apa pun lagi pada kekasihnya yang lain.

 

Sunggyu memejamkan matanya untuk merilexkan pikirannya. 'Myungsoo-yah.. Apa kau memang benar-benar tidak peduli denganku?' batinnya lirih.

 

'Aku tidak peduli jika kau tidak peduli lagi denganku.'

 

'Tapi, satu yang kuminta.'

 

'Jangan pernah...'

 

'Meninggalkanku.'

 

***

 

Myungsoo berada di sebuah cafe malam bersama dengan kekasihnya, Lee Sungyeol untuk berkencan. Myungsoo terlihat lebih pendiam dari biasanya sejak tadi pagi. Ada apa dengan Myungsoo? Apa yang dia pikirkan?

 

"Myungie.." panggil Sungyeol pada Myungsoo yang sedang melihat ke luar jendela sambil menyangga dagunya dengan tangannya.

 

"Hm." dehum Myungsoo sebagai jawaban atas panggilan Sungyeol.

 

"Kenapa kau menjadi sangat pendiam hari ini? Ada apa denganmu?" tanya Sungyeol khawatir.

 

"Tidak ada apa-apa." ucap Myungsoo datar tanpa mengalihkan pandangannya.

 

Ponsel Myungsoo bergetar, tanda ada pesan yang masuk. Myungsoo segera membacanya.

 

[From: Woohyun hyung

 

Myung, besok siang bisa tolong belikan lily putih? Kau letakkan di kamar D - 1. Jika pasien di kamar itu bertanya dari siapa lily putih itu, katakan saja padanya jika lily itu dari seseorang yang menyukai dirinya. Apa istilahnya? Secret Admirer? Pengagum rahasia? Ah, apalah itu.. Katakan saja seperti yang aku katakan. OK!]

 

"Dari siapa?" tanya Sungyeol penasaran.

 

"Dari hyung." jawab Myungsoo datar.

 

"Ada apa?" Sungyeol ingin tahu.

 

"Hyung menyuruhku untuk membelikan lily putih besok siang."

 

"Lily putih? Untuk siapa?" tanya Sungyeol semakin penasaran.

 

"Untuk orang yang dia sukai."

 

"Benarkah? Siapa orang itu? Siapa orang yang bisa meluluhkan hati Woohyun hyung?!" pekik Sungyeol antusias.

 

"Pasiennya." datar Myungsoo. "Tapi dia tidak memberi tahuku siapa nama pasiennya itu.." lanjut Myungsoo masih datar, tidak mempunyai ketertarikan sama sekali.

 

"Ah, begitu.." angguk Sungyeol paham. "Myungie, kenapa ekspresimu datar? Seharusnya kau senang! Hyungmu akhirnya mempunyai seseorang yang dia suka!" seru Sungyeol sambil menatap Myungsoo dengan tatapan aneh.

 

Myungsoo tertawa kecil saat ditatap aneh oleh kekasihnya. "Aku tahu, Yeolie.." ucapnya sambil tersenyum simpul.

 

"Lalu, kenapa kau tidak menunjukkan ekspresi bahagia sama sekali?" serang Sungyeol.

 

"Itu karena..." Myungsoo tidak melanjutkan kata-katanya.

 

"Karena? Karena apa?"

 

"Karena...."

 

"Yeah?"

 

"Aku mempunyai firasat buruk.. Sangat buruk."

 

***

 

Keesokan harinya. Woohyun membuatkan sarapan untuk Sunggyu lagi. Pagi itu menunya masih sama dengan pagi sebelumnya. Ya, salad lagi. Sunggyu masih baru sembuh, karena itu dia harus lebih banyak memakan buah-buahan dan juga sayur-sayuran.

 

Tok ..Tok.. Tok..

 

Woohyun mengetuk pintu. "Hyung. Aku membawakan sarapan untukmu." ucap Woohyun dari balik pintu.

 

"Masuklah.." sahut Sunggyu dari dalam kamar.

 

Woohyun masuk ke dalam kamar, dan disambut dengan senyuman hangat oleh Sunggyu. Woohyun membalas senyuman Sunggyu dengan senyuman manisnya, seraya menutup pintu kamar.

 

"Hari ini aku akan sarapan apa?" tanya Sunggyu pada Woohyun yang sedang membenarkan posisi duduknya.

 

"Sama seperti kemarin." jawab Woohyun.

 

"Salad?" tanyanya antusias.

 

"Hm." dehum Woohyun sebagai jawaban 'iya'.

 

"Waw! Aku sangat suka salad!" seru Sunggyu senang. "Apa kau membuatkannya lagi untukku?"

 

"Tentu." jawab Woohyun dengan senyum manisnya.

 

"Aku akan makan dengan lahap."

 

"Baguslah kalau begitu." ucap Woohyun sambil mengaduk saladnya.

 

"Eum.." gumam Sunggyu, ingin mengatakan sesuatu. "Dokter Nam.." panggilnya pelan.

 

"Ne?" Woohyun menghentikan kegiatannya seraya menatap pasiennya.

 

"Bolehkan aku memakan sarapanku sendiri? Aku sudah sembuh.." pinta Sunggyu sedikit malu.

 

"Ah, begitu." angguk Woohyun. "Tentu." senyumnya sambil menyerahkan mangkuk saladnya pada Sunggyu.

 

Sunggyu menerima mangkuk salad itu dengan senang hati. Perlahan-lahan dia mencoba untuk menyendok buah pisang kesukaannya itu, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Umm.."

 

"Bagaimana?" tanya Woohyun pada Sunggyu yang sedang mencerna pisangnya.

 

"Enak seperti biasanya!" puji Sunggyu sambil mengacungkan jempolnya.

 

Woohyun tertawa kecil melihat ekspresi Sunggyu yang menggemaskan baginya. "Makanlah dengan lahap. Kalau kau ingin tambah, aku akan membuatkannya lagi untukmu." ucap Woohyun.

 

Sunggyu mengangguk kecil. "Ne! Itu pasti. Heheh." seru Sunggyu sambil tertawa kecil.

 

Woohyun terlihat sangat senang dengan jawaban Sunggyu. Dia merasa bahagia karena orang yang dia sukai ternyata sangat menyukai masakannya.

 

"Hyung.. Kenapa hari ini kau berbeda sekali dari hari-hari sebelumnya?" tanya Woohyun penasaran dengan perubahan sikap Sunggyu. Boleh diakui, sikap Sunggyu pagi itu sangat jauh berbeda dari sikapnya beberapa hari lalu. Sunggyu pagi itu terlihat sangat ceria dan senang. Sangat menyegarkan untuk dilihat.

 

"Um? Ada apa? Apa ada yang salah?" Sunggyu bertanya balik, masih mencerna sarapannya.

 

"Yeah, kau terlihat lebih segar dari sebelumnya." jawab Woohyun sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

 

"Oh, jadi kau lebih suka diriku yang murung dan putus asa seperti sebelumnya?" Sunggyu menaikkan sebelah alisnya.

 

"A-ani!" tepis Woohyun cepat. "Aku lebih suka kau yang ceria seperti sekarang.." ungkap Woohyun malu-malu.

 

Sunggyu terdiam sebentar, lalu kembali terkekeh sambil mengusap pipinya yang memerah. Woohyun mengerutkan dahinya bingung. "Hah? Kenapa kau tertawa?" tanyanya.

 

"Hahaha." Sunggyu masih terkekeh. "Jangan tanya aku.." ucapnya setelah berhenti tertawa.

 

"Kenapa?" tanya Woohyun yang semakin bingung.

 

"Karena aku juga tidak tahu kenapa aku tertawa..." jawab Sunggyu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi..." ucapnya menggantung.

 

"Tapi apa, hyung?"

 

"Tapi sepertinya.. Aku juga menyukai diriku yang sekarang." ucap Sunggyu dengan suara pelan, tetapi masih bisa didengar Woohyun.

 

"Hah?" Woohyun menganga bingung. "Apa maksudmu, hyung?"

 

"Hum?" Sunggyu menoleh ke arah Woohyun yang terlihat bingung, lalu tertawa lagi. "Ahahahaha."

Woohyun menatap Sunggyu dengan tatapan penuh tanya. Dia bingung dengan Sunggyu yang tertawa dengan pertanyaannya. Apa pertanyaannya itu terdengar lucu bagi Sunggyu? Serasa tahu dengan maksud Woohyun, Sunggyu menghentikan tawanya.

 

"Jangan menatapku seperti itu." ucap Sunggyu sambil menatap Woohyun dengan tatapan lembut. "Aku hanya senang menjadi seorang namja yang ceria." lanjutnya sambil tersenyum hingga menampilkan deretan gigi-gigi putihnya.

 

"Kau aneh pagi ini." ucap Woohyun dengan tatapan tidak percaya. "Tapi.. Aku menyukainya." ungkap Woohyun lagi.

 

"Selera kita sama.." ucap Sunggyu sambil menyantap sarapannya lagi. "Dokter Nam.." panggil Sunggyu.

 

"Ne?"

 

"Apa kau tidak mengecheckku lagi?" tanya Sunggyu tanpa ekspresi.

 

Woohyun menarik nafas panjang sambil menyilangkan kedua tangannya. "Kenapa kau tidak sadar?" ucapnya serius.

 

"Hah?" sahut Sunggyu bingung seraya menatap Woohyun lagi.

 

"Aku selalu mengecheck keadaanmu setiap kali aku datang kemari. Kenapa kau tidak menyadarinya?" tanya Woohyun dengan tatapan menyelidik.

 

"Eh? Eum.. Itu karena Dokter tidak pernah membawa alat-alat medis lagi setelah Dokter melepas masker oxygen dan juga alat pencatat denyut itu.." Sunggyu berargumen.

 

"Eoh? Jadi kau mengira mengecheck keadaan pasien harus membawa alat-alat medis?" tanya Woohyun sedikit menyeringai.

 

"Eumm, ne. Bukankah memang harus membawa alat-alat medis?" jawab Sunggyu ragu.

 

"Haha." Woohyun tertawa kecil. "Kau tidak tahu apa yang aku periksa darimu." ucap Woohyun masih dengan tawanya.

 

"Hah? M-memangnya, apa yang Dokter periksa?" tanya Sunggyu penasaran.

 

Woohyun menarik nafas, lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Sunggyu, membuat namja manis berkulit putih susu itu sedikit ketakutan. "Kau tahu apa yang aku periksa darimu?" Woohyun mengulang pertanyaannya.

 

Sunggyu menggeleng pelan, benar-benar clueless dengan pertanyaan Woohyun. Woohyun tersenyum simpul sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Sunggyu, dan mulai mengeja jawabannya.

 

"Ke-ji-wa-an-mu."

 

!!!!!

 

***

 

Myungsoo mengetikkan beberapa pesan singkat disela-sela jam pelajarannya entah untuk siapa pesan singkat itu. Sungyeol memandang kekasihnya dengan tatapan curiga.

 

"Ya, Kim Myungsoo.." panggil Sungyeol pelan agar dosennya tidak mendengarnya.

 

"Apa." jawab Myungsoo singkat.

 

"Siapa yang kau kirimi pesan itu?" tanya Sungyeol penasaran.

 

"Hyungku." jawab Myungsoo datar.

 

"Ada apa?"

 

"Um, tidak ada." ucap Myungsoo sambil memasukkan ponselnya.

 

"Kalau tidak ada, kenapa kau mengirimkan pesan ditengah pelajaran?" tanya Sungyeol menyelidik.

 

"Benar-benar tidak ada, sayang. Kenapa kau tidak mempercayaiku?" Myungsoo bertanya balik.

 

"Kita sudah berpacaran hampir 1 tahun. Aku benar-benar tahu sifatmu, Myungsoo. Kau hanya akan mengirimkan pesan ditengah pelajaran jika ada sesuatu yang sangat penting yang harus kau sampaikan." jawab Sungyeol tajam.

 

"Kau ingin mengatakan jika aku berbohong padamu?" Myungsoo menatap Sungyeol tajam.

 

"Aku tidak mengatakan jika kau sedang berbohong. Aku hanya tidak mempercayai kata-katamu." ucap Sungyeol sambil kembali fokus pada pelajarannya.

 

Myungsoo menarik nafas panjang sambil mengusap wajahnya, lalu mengangkat tangannya.

 

"Kau yang di belakang. Ada apa?" sahut dosen saat melihat Myungsoo mengangkat tangannya.

 

"Saya ingin ke toilet." ucap Myungsoo.

 

"Silahkan."

 

Setelah mendapat izin dari dosen, Myungsoo beranjak dari tempat duduknya lalu meninggalkan kelas. Sungyeol menatap kekasihnya dengan tatapan penuh tanya. Ada apa dengan kekasihnya? Kenapa dia bersikap aneh?

 

'Myungie.. Ada apa denganmu? Apa kau gugup?' batin Sungyeol cemas.

 

***

 

"Eh?" Sunggyu menunjukkan ekspresi bingung. "Kenapa.. dengan kejiwaanku?" tanyanya tak mengerti.

 

"Aku tahu kau mengalami tekanan yang sangat berat. Aku juga tahu kau mempunyai luka-luka yang terlalu menyakitkan hingga kau susah untuk melupakannya. Karena itu.. Aku selalu datang kemari untuk menyembuhkanmu, memberikanmu harapan untuk hidup bahkan setelah kau keluar dari rumah sakit ini." ucap Woohyun menjelaskan dengan serius.

 

Sunggyu tertegun mendengar penjelasan Woohyun. Jadi, selama ini.. Woohyun melakukan semuanya hanya untuk menyembuhkan luka batin yang dia derita selama ini? Tapi kenapa? Kenapa Woohyun melakukan itu? Dia bahkan bukan siapa-siapa untuk Woohyun. Untuk apa Woohyun melakukannya? Kenapa dia begitu.. Baik?

 

Woohyun beranjak dari tempat duduknya, sambil mengeluarkan tablet dari tasnya dan meletakkannya di meja Sunggyu. "Aku harus bersiap-siap untuk operasi hari ini. Annyeong, hyung." pamit Woohyun seraya pergi meninggalkan Sunggyu yang masih mematung karena ucapan Woohyun.

 

Woohyun menutup pintu kamar Sunggyu pelan, seraya tersenyum kecil sebelum akhirnya pintu kamar Sunggyu tertutup secara keseluruhan.

 

Tes.. Tes.. Tes..

 

Air mata Sunggyu mulai mengalir lagi. Dia tidak percaya masih ada orang yang peduli padanya. Sunggyu menatap mangkok salad yang dipangku dipahanya. Dengan tangan yang bergetar, dia mencoba untuk menyantap salad itu lagi.

 

"Mmm.." gumamnya sambil mencerna saladnya. Entah kenapa Sunggyu merasa mulutnya terasa berat untuk mengunyah saladnya. Apa kesehatan Sunggyu menurun lagi? Atau karena dia merasa bahagia karena menemukan orang yang peduli dengannya? Atau karena.. Dia harus pergi meninggalkan orang yang peduli padanya suatu hari nanti?

 

***

 

Myungsoo menatap pantulan dirinya yang kacau di kamar mandi universitasnya. Suara air mulai terdengar lagi. Myungsoo membasuh wajahnya.

 

"Haah." hela Myungsoo sambil menatap pantulan dirinya lagi.

 

"Kenapa.. Kenapa aku merasa takut?" gumamnya, menatap pantulannya datar.

 

"Apa yang harus kutakutkan? Aku hanya perlu mengantarkan lily putih pesanan hyung untuk orang yang disukainya." lanjutnya masih menatap pantulannya.

 

Myungsoo menatap layar ponselnya. Tidak ada pemberitahuan sama sekali.

 

"Kau dimana? Aku mengkhawatirkanmu setiap hari. Tapi kenapa tidak ada balasan darimu, Sunggyu hyung?" batin Myungsoo sambil meremas ponselnya. "Apa kau benar-benar mengetahuinya? Apa kau tahu jika aku mengkhianatimu? Apa kau sengaja mematikan ponselmu hingga aku tidak bisa menghubungimu?"

 

Myungsoo mengusap wajahnya yang basah dengan tissue. Dia tersentak kaget melihat seseorang yang berdiri dibelakangnya. "Kenapa.. menangis?" tanya orang itu.

 

Myungsoo menoleh ke arah sumber suara dengan mata yang sedikit membelalak. 'Sungyeol?'

 

"Apa yang kau sembunyikan dariku? Kau terlihat aneh sejak tadi malam." ucapnya datar.

 

Myungsoo tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya dan memandang pantulannya lagi di cermin.

 

"Kenapa kau diam? Jawab aku, Kim Myungsoo. Apa yang kau sembunyikan dariku?" tanyanya tajam, seperti hendak marah pada Myungsoo.

 

"Tidak ada.." ucap Myungsoo datar seperti biasa.

 

"Kau selalu menjawab tidak ada." sindir Sungyeol.

 

"Kau selalu tidak mempercayaiku." Myungsoo menyindir balik.

 

"Itu karena kau selalu berbohong padaku."

 

Deg!

 

"..............." Myungsoo terhenyak.

 

"Kenapa kau diam? Kau memang selalu bohong padaku, 'kan?" sindir Sungyeol memojokkan Myungsoo.

 

Myungsoo menggeleng pelan.

 

Sungyeol mengulurkan tangannya di depan Myungsoo. Myungsoo menatap Sungyeol dengan tatapan penuh tanya.

 

"Berikan ponselmu padaku." ucap Sungyeol datar.

 

Myungsoo diam, tidak bergerak dari posisinya.

 

"Diam lagi?"

 

Myungsoo menggeleng.

 

"Berikan ponselmu padaku." Sungyeol mengulang permintaannya.

 

"................."

 

"Kalau kau tidak memberikan ponselmu padaku, itu artinya kau memang berbohong." serang Sungyeol sambil menyilangkan kedua lengannya lalu pergi hendak meninggalkan Myungsoo.

 

"Tidak memperbolehkanmu menyentuh ponselku bukan berarti aku berbohong. Aku mempunyai privasiku sendiri." Myungsoo akhirnya berbicara.

 

"Privasi? Kenapa ada privasi diantara kita? Kita ini kekasih, bukan?" Sungyeol menghentikan langkahnya.

 

"Ya. Kita kekasih." jawab Myungsoo sambil menatap pantulan kekasihnya.

 

"Lalu kenapa masih ada privasi? " tanya Sungyeol masih menantikan jawaban Myungsoo.

 

Myungsoo menarik nafas panjang lalu menghembusnya perlahan. "Sudahlah, tidak usah diperpanjang." ucap Myungsoo sambil mendekati Sungyeol. "Tidak seharusnya kita bertengkar." lanjutnya sambil memeluk Sungyeol dari belakang.

 

"Kau benar." ucap Sungyeol yang akhirnya luluh. "Tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini." lanjutnya setuju.

 

Myungsoo tersenyum kecil lalu mencium leher Sungyeol. "Gomawo."

“Tapi tetap saja. Jika aku menemukanmu menyelingkuhiku, aku akan benar-benar memutuskanmu!” ancam Sungyeol.

 

Myungsoo menghela nafas panjang lalu menyahut, “Ne.”

 

Setelah itu mereka berdua kembali ke kelas mereka untuk melanjutkan pelajaran.

 

***

 

Myungsoo memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit. Dia pergi bersama kekasihnya, Lee Sungyeol yang memegang lily cantik berwarna putih ditangannya.

 

"Kau tunggu disini. Aku hanya pergi sebentar." ucap Myungsoo sambil melepas safe-beltnya.

 

"Aku ikut." sahut Sungyeol, melepas safe-beltnya juga.

 

"Tidak usah. Kau disini saja." Myungsoo mencegah Sungyeol.

 

"Ya.. Kenapa aku tidak boleh ikut?" tanya Sungyeol sambil mempoutkan bibirnya.

 

Myungsoo mengambil lily putih dari tangan Sungyeol. "Karena aku hanya pergi sebentar. Ya sudah kau tunggu disini. Turuti kata-kataku, ne?" ucap Myungsoo lalu turun dari mobilnya. "Jangan kemana-mana. Tunggu aku disini!" serunya lalu menutup mobilnya.

 

"Nee." angguk Sungyeol sebal.

 

---

 

Myungsoo menaikki lift menuju kamar D - 1 untuk mengirimkan pesanan Woohyun. "D - 1, D - 1, D - 1.." gumamnya sambil mencari kamar tujuannya.

 

'Ah. Ini dia.' batinnya senang saat berhasil menemukan kamar yang dituju.

 

Tok.. Tok.. Tok.. Myungsoo mengetuk pintu kamar.

 

"Masuk." ucap seseorang dari dalam kamar, mempersilahkannya untuk masuk.

 

Myungsoo membuka pintu, dan betapa terkejutnya dia saat melihat pasien yang duduk di tempat tidurnya sambil memainkan tablet. Ekspresi yang sama juga ditunjukkan oleh pasien itu, bahkan mungkin pasien itu lebih terkejut daripada Myungsoo.

 

"G-G-Gyuyie!!" pekik Myungsoo kaget, tidak percaya jika orang yang disukai hyungnya adalah kekasihnya sendiri.

 

Sunggyu mematung melihat namja yang berdiri diambang pintu kamarnya. Namja itu, kekasihnya yang sudah lama dia rindukan. Myungsoo menutup pintu kamar, dan mendekati Sunggyu seraya menyerahkan lily putih itu padanya.

 

Sunggyu terdiam, menatap lily putih yang disodorkan padanya. "Ini.. untuk apa?" tanyanya gugup.

 

"U-untukmu.." jawab Myungsoo gugup.

 

"Apa kau membelinya untukku?"

 

Myungsoo terdiam. Apa yang harus dia jawab? Lily itu, tentu saja bukan darinya. Tapi, jika dia mengatakan yang sesungguhnya, dia pasti akan menyakiti Sunggyu.

 

Myungsoo mengangguk pelan. "Tentu. Lily ini dariku. Aku tahu kau sangat menyukai lily putih." bohong Myungsoo sambil tersenyum.

 

"Benarkah?" tanya Sunggyu memastikan.

 

"Kau tak mempercayaiku?" jawab Myungsoo dengan membuat wajah lucu.

 

Sunggyu tersenyum kecil. "Ne. Aku percaya padamu.." ucap Sunggyu sambil menerima lily putih itu.

 

"Sunggyu hyung.." panggil Myungsoo pelan.

 

"Ne?" sahut Sunggyu.

 

"Kenapa.. Kenapa kau tak pernah memberitahuku jika kau sakit? Apa kau sengaja tidak memberitahuku?" datar Myungsoo.

 

"Eh?" pekik Sunggyu bingung.

 

"Apa kau sengaja tidak memberitahuku agar kau bebas bermain dengan doktermu?" tanyanya tajam.

 

"A-apa maksudmu?" tanya Sunggyu tidak mengerti.

 

"Tablet itu.. Punya siapa?" tanya Myungsoo sambil menunjuk tablet yang Sunggyu pegang.

 

"Ini? Punya dokter yang menanganiku.." jawab Sunggyu sedikit gemetar.

 

"Oh? Seorang dokter meminjamkan gadgetnya untuk pasiennya? Menarik sekali." sindir Myungsoo sambil bertepuk tangan.

 

Sunggyu tidak mengerti. Dia hanya diam melihat Myungsoo yang bertepuk tangan sambil menatapnya tajam.

 

"Apa yang kau lakukan hingga dokter itu berbuat baik padamu? Apa kau merayunya?"

 

"A-aku tidak merayunya!" tepis Sunggyu cepat.

 

"Oh?" sahut Myungsoo tidak percaya.

 

"Percayalah padaku! Aku benar-benar tidak merayunya!" seru Sunggyu membela dirinya.

 

"Oh ya?" Myungsoo mengulang ucapannya dengan nada marah.

 

"Ne!" seru Sunggyu mantap. "Dan kau.. Kenapa kau tidak pernah menanyakan kabarku? Kau bahkan tidak pernah menjengukku.." tanya Sunggyu lemah.

 

"Huh? Aku selalu menanyakan kabarmu. Tapi kau tak pernah membalasku. Aku pergi ke rumahmu, tapi adikmu selalu mengusirku dengan kasar!" jawab Myungsoo emosi.

 

"A-apa? Adikku? Sungjongie? Dia mengusirmu?" Sunggyu membelalakan matanya tidak percaya.

 

Myungsoo mengangguk sebagai jawaban iya.

 

"Maafkan aku.." ucap Sunggyu sambil menunduk. "Aku tidak tahu jika Sungjong melakukan itu. Aku benar-benar menyesal.."

 

"Tidak ada yang perlu kau sesalkan, Sunggyu sayang." ucap Myungsoo lembut sambil mengusap pipi Sunggyu.

 

Sunggyu tersenyum kecil saat kekasihnya mengusap pipinya. Sunggyu memegang tangan Myungsoo yang mengusap pipinya. "Aku merindukanmu.." ucap Sunggyu.

 

"Aku lebih merindukanmu." ucap Myungsoo sambil tersenyum. "Hm?" dehum Myungsoo saat melihat goresan dipergelangan Sunggyu.

 

"Ada apa?" tanya Sunggyu bingung.

 

"Apa kau masuk rumah sakit, karena mencoba bunuh diri?" Myungsoo bertanya balik sambil menatap goresan yang ada di pergelangan Sunggyu.

 

"Ahh.." Sunggyu menarik tangannya dan menutup pergelangannya.

 

"Kenapa kau melakukan itu?!" pekik Myungsoo sambil menarik tangan Sunggyu. "Kenapa kau mau bunuh diri? Siapa yang membuatmu seperti ini?!" tanya Myungsoo gawat.

 

"T-tidak ada! Tidak ada yang membuatku seperti ini.." jawab Sunggyu takut.

 

"Jangan bohong.." ucap Myungsoo datar. "Apa kau mempunyai kekasih lain? Atau kau sengaja melakukan ini supaya kau bisa masuk rumah sakit dan bertemu dengan dokter pujaan hatimu itu?" tanya Myungsoo tajam.

 

"Eh? Ani! Aku tidak punya kekasih lain!" pekik Sunggyu sambil menarik kembali tangannya, tetapi ditahan oleh Myungsoo. "Lepaskan aku, Myungsoo! Tanganku sakit!" ringis Sunggyu.

 

"Katakan yang sejujurnya."

 

"Aku sudah jujur!"

 

"Kau bohong."

 

"Aku tidak bohong!"

 

"............"

 

"Hiks.. K-kenapa kau tidak percaya padaku?" isak Sunggyu sambil menyeka air matanya. "Aku tidak bohong.. Aku tidak mempunyai kekasih lain. Dan aku juga tidak menyukai dokterku.." lanjutnya lirih.

 

Myungsoo masih tidak percaya. Dia menggenggam tangan Sunggyu lebih keras, hingga membuat Sunggyu berteriak kesakitan. "Arkh!!" Sunggyu meringis kesakitan. "Sakit, Myungsoo!"

 

"Kalau kau masih bohong, aku tidak akan melepasmu." ancam Myungsoo.

 

Sunggyu menangis kesakitan. "T-tapi aku.. Aku tidak bohong..." ucapnya disela-sela tangisnya.

 

"Aku tidak percaya." ucap Myungsoo datar.

 

"Hiks.." Sunggyu menangis lebih keras. Dia merasa, tidak ada gunanya dia mengatakan yang sebenarnya. Myungsoo akan tetap mengatakannya berbohong meski dia sudah mengatakan yang sejujurnya. Sunggyu benar-benar sakit hati. Bukan hanya sakit hati, melainkan sakit fisik juga.

 

Tes.. Tes.. Tes..

 

Myungsoo merasa tangannya terasa basah. Dia melonggarkan genggamannya, dan betapa terkejutnya dia saat melihat pergelangan Sunggyu mengeluarkan darah. Pergelangan Sunggyu yang seharusnya sudah rapat, sekarang menjadi robek lagi. Sunggyu menggigit bibir bawahnya, menahan sakit yang dia rasakan karena pergelangannya robek.

 

"S-S-Sunggyu hyung.." tubuh Myungsoo bergetar melihat tangannya yang terkena darah Sunggyu. Pergelangan Sunggyu mengeluarkan banyak darah.

 

"Myungsoo.. Sakit, Myungsoo.. Pergelanganku sakit.." ringis Sunggyu sambil memegangi pergelangan tangannya.

 

"S-Sunggyu hyung... Maafkan aku!" seru Myungsoo sambil memeluk Sunggyu. Myungsoo tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia menangis, menyesali perbuatannya yang membuat Sunggyu semakin tersiksa. "Maafkan aku hyung! Aku.. Aku terlalu kasar padamu.." sesal Myungsoo sambil mengusap punggung Sunggyu.

 

"Ani.. Tidak perlu dipikirkan, Myungsoo. Aku tidak apa, hehe." ucap Sunggyu sambil tertawa kecil meski dia juga menangis.

 

"Jangan.. Jangan berpura-pura, hyung. Aku tidak suka kau berbohong untuk membuatku tidak merasa bersalah." ucap Myungsoo sambil terisak.

 

Sunggyu terkekeh lagi. "Saranghae.." ucap Sunggyu ditengah tawanya yang terdengar lemah.

 

"Nado saranghae, hyung.."

 

Brak!

 

Seseorang membanting pintu kamar Sunggyu. Sunggyu dan Myungsoo terkejut, lalu bersamaan menatap namja tinggi yang membanting pintu kamar Sunggyu.

 

"MYUNGSOO! KAU SELINGKUH!"

 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

TBC

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
9gagger #1
Waaa! ! I really enjoy this story! I'm hsppy to have found it^^ fighting author-nim~~