Sincere Heart

Just a Little Hope (Indonesian)

[Previous Part.]

.

"Hyung, apa menurutmu aku ini tidak berguna? Seharusnya, aku bisa menolongnya, 'kan? Seharusnya dia bisa hidup, 'kan?"

 

"A-aku.. Aku tidak pantas.. Aku tidak pantas menjadi dokter. Seharusnya.. S-seharusnya aku pulang saja ke rumahku..."

 

"Aku.. Sebaiknya aku.."

 

And, Can you smile? Nega weonhajanha. Nega barajanha~

 

Deg!

 

.

 

 

Ringtone pesan masuk dari ponsel Sunggyu berbunyi, membuat Woohyun terhenyak. Ringtone itu adalah 'Can U Smile', lagu ballad manis yang dinyanyikan oleh boyband terkenal bernama INFINITE.

 

Woohyun sengaja tidak mengangkat ponsel Sunggyu. Dia ingin mendengarkan lagu itu hingga selesai. Sepertinya, Woohyun tertarik dengan lagu itu.

 

'Nae mam maneuroneun, neol jabeul suga obtneungabwa..' Woohyun ikut menyanyikan lagu itu.

 

'And, Can you smile? Nega galajanha. Nan gwenchanhdajeonha..'

 

'Majimak neoege, Nan igeot bakken mot junabwa..'

 

 

Woohyun tersenyum saat mendengarkan lagu itu. Lagu itu membuatnya lebih tenang. Woohyun mengambil ponsel Sunggyu setelah lagunya habis, lalu mengecheck ponsel Sunggyu. Ada 13 pesan masuk dan 8 panggilan tak terjawab dari orang yang sama. Woohyun membuka pesan itu satu per satu.

 

From : Chagiya.

 

Sayang, kau kemana? Dari kemarin aku menghubungimu tetapi kau tidak menjawabku. Ada apa? Apa ada masalah?

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang?

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang, angkat telponku.. Ku mohon..

.

 

From : Chagiya.

 

Sayangku.. Kenapa tidak membalasku?

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang, apa kau sudah bangun? Bagaimana dengan tidurmu? Kenapa kau tidak membalasku sejak kemarin?'

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang selamat tidur, ne? Mimpi indah tentangku! ^_^

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang, kenapa tidak menjawab panggilanku? :/

.

 

From : Chagiya.

 

Sayaaaaaaang.

.

 

From : Chagiya.

 

Sayang kau sudah makan?

.

 

From : Chagiya.

 

Gyuyie sayang, aku baru pulang. Apa kau rindu denganku?

.

 

From : Chagiya.

 

Ne, ne. Arasseo^^. Ya sudah, aku kuliah dulu ne? Aku akan menghubungimu lagi nanti. Saranghae! <3

.

 

From : Chagiya.

 

Hahahahah kau menggemaskan, sayang! -cubit-^^

.

 

From : Chagiya.

Sayang selamat pagi! Ayo bangun, nanti kesiangan, lho ^^

 

.

..

...

 

"Hmmm.." dehum Woohyun. "Kasihan sekali kekasihnya. Tidak mendapat kabar dari Sunggyu." ucap Woohyun iba.

 

'Aku benci kekasihmu.'

 

"Hm?"

 

Ucapan adik Sunggyu terlintas di benak Woohyun. "Kekasih Sunggyu terlihat peduli dan baik pada Sunggyu. Tapi, kenapa adiknya membencinya? Kekasihnya bahkan tidak memutuskan hubungan dengannya walau mereka sudah pernah melakukan itu." ucap Woohyun sambil berpikir.

 

"Apa jangan-jangan.. Adiknya menyukai kekasihnya?" simpul Woohyun. "Ah, terlalu cepat! Aku tidak boleh sembarangan memutuskan kesimpulan." Woohyun menggeleng cepat. "Siapa tahu saja adiknya punya alasan lain. Aku belum kenal dengan Sunggyu. Jadi, aku tidak boleh menyimpulkan apa-apa." tutur Woohyun.

 

Woohyun kembali menatap tubuh lemah Sunggyu. Dia membuka 4 kancing baju Sunggyu hingga bagian dadanya terlihat, dan.. Betapa kagetnya Woohyun saat melihat bekas-bekas keunguan yang menghiasi kulit pucat Sunggyu.

 

"Ya Tuhan!" Woohyun terkejut sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ini.. Aku baru pertama kali melihat seseorang bercinta hingga berbekas seperti ini!" pekik Woohyun tak percaya.

 

"Hyung, kekasihmu itu benar-benar.. urgh, bajingan!" umpatnya.

 

Woohyun menghela nafas berat. "Maaf." ucapnya menyesal. "Tidak seharusnya aku mengatakan kekasihmu seperti itu. Maafkan aku, hyung. Aku terbawa emosi." ucapnya sambil menunduk.

 

"Hyung, aku ingin melanjutkan ceritaku lagi." ucap Woohyun setelah emosinya reda.

 

"Aku.. Aku kehilangan kepercayaan diriku sebagai seorang dokter. Kau tahu, kegagalan operasi benar-benar membuatku kehilangan segalanya." lirih Woohyun mengepalkan kedua tangannya.

 

"Sepertinya, aku akan keluar dari dunia medis." ucap Woohyun, masih ragu-ragu.

 

"Tapi aku akan keluar setelah kau sembuh, hyung. Dan selama merawatmu, aku akan menolak semua jadwal operasi." lanjut Woohyun sambil tersenyum kecil.

 

Woohyun menatap rekaman ECG lagi. "Hm, denyutmu semakin lemah." ucap Woohyun dengan nada sedih. "Kau tahu, seharusnya kau tidak perlu mengiris pergelangan tanganmu seperti itu. Jika kau mati, kau akan mati sia-sia." ucap Woohyun to the point.

 

Tok.. Tok.. Tok..

 

Seseorang mengetok pintu.

 

"Masuk." ucap Woohyun mempersilahkan orang itu untuk masuk.

 

Pintu kamar terbuka. Seorang suster muncul dari balik pintu. "Dokter Nam, orang tua Kim Seulmi ingin bicara dengan anda. Mereka sudah menunggu di ruangan anda." ucap suster itu.

 

"Ah, arasseo. Aku akan segera kesana." ucap Woohyun menyanggupi. Setelah mendengar kesanggupan Woohyun, suster itu permisi dan pergi meninggalkan kamar Sunggyu untuk melanjutkan tugasnya.

 

Woohyun menatap Sunggyu lagi. "Aku akan pergi sebentar. Nanti setelah selesai aku akan kembali. Annyeong hyung." ucap Woohyun lalu pergi meninggalkan kamar Sunggyu.

 

***

 

"Annyeong, Tuan dan Nyonya Kim." sapa Woohyun saat memasuki ruang kerjanya.

 

"Annyeong, Dokter Nam." Tuan dan Nyonya Kim menyapanya balik.

 

Woohyun segera duduk di kursinya. "Saya turut berduka atas kepergian Seulmi. Maafkan saya, operasinya tidak berhasil." ungkap Woohyun.

 

Tuan Kim tersenyum. "Tidak apa-apa, Dokter Nam. Saya yakin kalian para medis sudah melakukan yang terbaik untuk putri saya." ucapnya.

 

Woohyun mengangguk pelan. "Ne, terima kasih, Tuan." ucap Woohyun.

 

"Kedatangan kami kemari, hanya untuk memberikan ini." ucap Nyonya Kim sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna merah muda dengan pita merah yang manis.

 

Woohyun menerima kotak kecil itu. "Mwo? Apa ini?" tanya Woohyun bingung sambil menatap kotak itu.

 

"Kami tidak tahu. Tapi, Seulmi menyuruh kami memberikan kotak itu padamu jika dia sudah pergi meninggalkan kami semua." ucap Tuan Kim dengan nada sedih. "Mungkin sebuah kenang-kenangan perpisahan darinya." lanjutnya.

 

Woohyun memperhatikan kotak kecil merah muda itu dengan tatapan sedih, mengingat bahwa kotak itu adalah kenang-kenangan terakhir Seulmi.

 

"Dokter.." Nyonya Kim mengusap tangan Woohyun.

 

Woohyun terkejut saat Nyonya Kim mengusap tangannya. Woohyun menatap Nyonya Kim dengan tatapan bingung.

 

"Terima kasih sudah menjadi oppa yang baik untuk Seulmi." ucap Nyonya Kim sambil tersenyum. "Seulmi selalu menceritakanmu setiap kali dia kembali dari rumah sakit. Dia bilang, kau adalah dokter sekaligus oppa yang hebat!" seru Nyonya Kim.

 

"Dia bilang, dia senang mempunyai oppa sepertimu." Tuan Kim ikut menimpali.

 

"Dan Seulmi juga bilang, jika suatu hari nanti, akan ada seseorang yang seperti dia. Seseorang yang membutuhkanmu untuk bertahan hidup." ucap Nyonya Kim dengan mata berkaca-kaca.

 

Woohyun terhenyak, meresapi setiap ucapan yang dilontarkan oleh kedua orang tua Seulmi. Kenapa, kenapa mereka masih bisa berkata seperti itu bahkan meski sudah kehilangan satu-satunya anak yang mereka punya?

 

"Tuan.. Nyonya.." suara Woohyun memberat. "J-jangan sedih.. J-j-jangan menangisi kepergian Seulmi.." Woohyun tercegat, tidak mampu berkata-kata dengan jelas.

 

"Kami tahu, Dok." ucap Tuan Kim.

 

"Seulmi sudah mengatakannya pada kami agar kami tidak perlu menangisinya. Dia bilang, d-dia bilang..." air mata Nyonya Kim mulai mengalir membasahi wajah cantiknya. Dengan cepat dia menyeka air matanya dengan tissue.

 

Woohyun tidak bisa berbuat apa. Dia hanya bisa mengusap tangan Nyonya Kim untuk menenangkan eomma dari gadis yang dia anggap seperti adiknya sendiri itu.

 

"S-seulmi bilang.. D-d-dia tidak akan tenang jika kami menangisinya.." lanjut Nyonya Kim, masih menangis.

 

Woohyun terdiam beberapa saat hingga sebuah senyuman menghiasi wajah tampannya. "Baguslah, jika Tuan dan Nyonya tidak menangisinya. Seulmi mengatakan hal yang sama padaku tadi pagi sebelum kami memulai operasi." ucap Woohyun menenangkan.

 

"Benarkah?" tanya Tuan Kim memastikan.

 

"Ne, Tuan. Dia mengatakan seperti itu. Dia menyuruhku untuk menyampaikannya pada kalian agar tidak perlu menangisi kepergiannya. Dia bilang, dia sudah tenang dan bahagia di surga."

 

"Oh.. begitu.." Tuan Kim mengangguk. "Ya sudah, kami pulang dulu, ne? Kami kemari, hanya untuk memberimu kotak itu dan juga untuk membawa mayat Seulmi pulang untuk pemakamannya." pamit Tuan Kim.

 

"Dokter Nam, kau harus datang di acara pemakaman Seulmi. Ku mohon, untuk yang terakhir kalinya..." pinta Nyonya Kim memelas.

 

Woohyun tersenyum kecil. "Ne, saya pasti datang." Woohyun mengangguk menyanggupi.

 

"Baiklah, kau datang ke rumah kami pukul 8 malam nanti, ne? Ini, alamat rumah kami." ucap Tuan Kim sambil mencatat alamat rumahnya dan memberikan catatan itu pada Woohyun.

 

Woohyun menerima catatan itu lalu membacanya. "Baiklah, Tuan dan Nyonya Kim. Saya pasti datang.. Pukul 8 nanti.." ucap Woohyun memastikan.

 

"Ne, Dokter Nam. Seulmi pasti senang."

 

"Arasseo. Kamsahabnida.."

 

***

 

[Kamar D - 1. Pukul 7 malam.]

 

Sungjong menjenguk hyungnya. Dia menatap layar ECG yang merekam denyut jantung hyungnya itu. "Huff.." dia menghela nafas. 'Hyung, ku mohon.. Bertahanlah!' pintanya dalam hati.

 

Pintu kamar Sunggyu terbuka. Woohyun memasuki kamar itu.

 

"Dokter!" seru Sungjong saat dokter muda itu masuk ke kamar hyungnya.

 

"Hyungmu masih belum bangun?" tanyanya sambil berjalan mendekati Sunggyu.

 

Sungjong menggeleng pelan. "Belum.." ucapnya sedih.

 

"Hmm.." Woohyun mendehum sambil kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.

 

"Dok?" tanya Sungjong dengan wajah khawatir.

 

"Ne?"

 

"Apa hyungku bisa sembuh?"

 

"..............." tidak ada jawaban dari Woohyun.

 

"Dok?"

 

Woohyun masih tidak menjawab. Woohyun menatap layar ECG. Matanya membelalak saat matanya melihat denyut jantung Sunggyu.

 

"YAH! CEPAT KAU PANGGIL TIM MEDIS! SURUH MEREKA MEMBAWA TABUNG OXYGEN DAN ALAT PACU JANTUNG!" seru Woohyun panik sambil mengecheck sisa oxygen di tabung Oxygen yang sekarang dipakai Sunggyu.

 

"Ta-tapi Dok.. A-aku tidak tahu dimana para me----"

 

"CEPAT KAU PANGGIL MEREKA SEBELUM HYUNGMU KEHABISAN OXYGEN!" seru Woohyun lagi setengah berteriak.

 

"B-b-baik!!!" seru Sungjong lalu segera berlari keluar kamar untuk mencari tim medis.

 

Woohyun mengatur tabung oxygen Sunggyu agar mampu bertahan hingga tim medis datang dan membawa tabung oxygen serta alat pacu jantung. Selama menunggu, Woohyun berpikir bagaimana cara agar Sunggyu tidak cepat kehabisan oxygen. Woohyun menatap layar ECG lagi. 'Sial!' decak Woohyun.

 

'Ayolah, Lee Sungjong! Cepat panggil tim medis!!' batin Woohyun panik. Rekaman denyut jantung Sunggyu di ECG menunjukkan jika Sunggyu akan menghadapi salah satu dari antara 2 fase. Koma, atau meninggal.

 

Woohyun membuka tasnya, lalu mengambil sarung tangannya. Dia memakai sarung tangannya, agar saat memasang tabung oxygen itu tidak ada kuman atau bakteri yang bercampur dengan oxygen di dalam tabung itu. Dia benar-benar memikirkan keselamatan pasiennya.

 

Woohyun menatap sisa cairan infus yang tertancap di pergelangan Sunggyu. 'Sial. Cairan infusnya juga mau habis!' pekiknya dalam hati.

 

"Dokter Nam!" seru salah satu dari para medis itu. Mereka membawa 3 tabung oxygen dan juga 1 alat pacu jantung.

 

"Syukurlah kalian tepat waktu!" seru Woohyun lega lalu segera mengambil tabung oxygen itu. "Hyunseung-ssi, tolong bantu aku memasang alat pacu jantung!" suruh Woohyun.

 

"Roger!"

 

"Key-ssi! Tolong bantu aku memasangkan tabung-tabung oxygen itu!"

 

"Mengerti!"

 

"Hyuna-ssi, tolong ambilkan cairan dan jarum infus yang baru!"

 

"Siap!"

 

Setelah semuanya sudah siap, Woohyun dengan sangat hati-hati menyambungkan oxygen dengan masker oxygen Sunggyu agar Sunggyu tidak kehabisan oxygen. Keringat bercucuran membasahi seluruh tubuh Woohyun. Woohyun sebenarnya sangat panik, tapi dia berusaha untuk tetap tenang menangani pasiennya. Dia panik karena untuk pertama kalinya dia melakukan tindakan medis tanpa persiapan sebelumnya.

 

Setelah berhasil menyambungkan tabung oxygen yang baru dengan masker oxygen, Woohyun mengambil alat pacu jantung dan segera melakukan pacu jantung pada Sunggyu. Tubuh Sunggyu terkejut. Woohyun menatap layar ECG untuk mengetahui respon Sunggyu. Sunggyu masih belum merespon. Denyutnya masih lemah seperti yang sebelumnya. Woohyun melakukan pacu jantung lagi, lagi, dan lagi. But, tidak ada harapan. Tidak ada peningkatan dari Sunggyu.

 

"Oh, sial!" umpat Woohyun sambil menjambak rambutnya frustasi.

 

"Woohyun-ssi, tenanglah!" ucap Hyunseung sambil menepuk-nepuk bahu Woohyun.

 

"Bagaimana aku bisa tenang?! Dia akan mati!" pekik Woohyun histeris.

 

Hyunseung tersentak kaget dengan ucapan Woohyun barusan. "M-mati? Apa kau serius?" tanyanya memastikan.

 

"Aku serius!!" sentaknya dengan nada tinggi. "Ahhh, kenapa seperti ini!!" umpatnya lagi sambil mengetuk kepalanya.

 

"Apa tidak ada cara lain?" tanya Key.

 

Woohyun berhenti mengetuk kepalanya. Dia terdiam beberapa saat untuk memikirkan cara lain.

 

"Woohyun-ssi?" panggil Key lagi. "Bagaimana? Apa ada cara lain?" tanyanya.

 

"Ada." jawab Woohyun cepat dengan tatapan kosong menatap wajah Sunggyu.

 

"Apa itu?" tanya Hyunseung.

 

Woohyun segera mengambil berkas yang menyimpan data Sunggyu. Dia membacanya dan mencari suatu informasi yang dapat membantunya untuk mempertahankan hidup Sunggyu. Setelah mendapat informasi yang dia cari, Woohyun menoleh ke arah Key dan Hyunseung serta menatap mereka dengan tatapan yang tajam dan dalam. "Tolong.." ucap Woohyun pelan.

 

"Ne, Woohyun-ssi?" sahut keduanya bersamaan.

 

"Tolong carikan darah golongan A."

 

Deg!

.

.

.

 

"G-g-golongan A?" tanya Hyunseung gugup.

 

"Ne. Golongan A." Woohyun mengulang permintaannya.

 

"T-tapi, Woohyun-ssi.. Kita kehabisan darah golongan A.." ucap Hyunseung lemah.

 

"Mwo?! Kehabisan golongan A???!!" pekik Woohyun tak percaya.

 

"N-ne.. Dan tidak ada diantara kami yang bergolongan darah A.." timpal Key.

 

"Astaga! Lalu bagaimana ini??!" panik Woohyun.

 

"Entahlah.. Sepertinya, kita harus menyerah." ucap Key pesimis.

 

"Mwo? Menyerah? Kau gila!" sentak Woohyun sambil menatap Key tajam. "Keluarganya mempercayakan kesembuhannya pada kita tapi kau ingin kita menyerah? Yang benar saja!"

 

"Lalu kita harus bagaimana?! Tidak ada cara lain! Kita juga tidak bisa membeli darah jika tidak memesan di hari-hari sebelumnya." Hyunseung menimpali.

 

"Haaah, kau benar." ucap Woohyun lirih. Woohyun menatap wajah pucat Sunggyu. Dia ingin sekali menyelamatkan Sunggyu. Tapi, bagaimana lagi? Satu-satunya cara lain yang dia punya, ternyata tidak bisa dilakukan. Woohyun menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

 

"Lalu kita harus bagaimana?" tanya Key.

 

"Entahlah. Aku masih memikirkannya." ucap Woohyun yang kembali duduk di tempat duduknya.

 

"Woohyun-ssi! Ini cairan dan jarum infus yang kau pinta." seru Hyuna sambil memberikan cairan dan jarum infus pada Woohyun.

 

"Gomawo." ucap Woohyun sambil menerima cairan dan jarum infus. Woohyun mencabut perlahan jarum infus yang menancap di pergelangan Sunggyu, lalu dia mengambil infus yang sudah hampir kosong itu dan mengganti dengan yang baru. Setelah itu, dia kembali meletakkan infus di tempat semula, lalu menancapkan jarum infus yang sudah diganti itu di pergelangan Sunggyu.

 

"Hfff.." Woohyun kembali menghela nafas. Dilihatnya lagi rekaman denyut jantung Sunggyu di layar ECG yang menunjukkan semakin lemahnya jantung Sunggyu meski oxygennya sudah diganti dengan yang baru. 'Memang, benar-benar tidak ada harapan..' batin Woohyun pasrah.

 

"Umm, chogiyo, Dokter Nam.. Golongan darahku sama dengan hyung. Kau bisa menggunakan darahku.." ucap seseorang, menawarkan dirinya.

 

Woohyun menoleh ke arah orang yang menawarkan dirinya itu. "Lee Sungjong?" Woohyun mengernyitkan dahinya. "Bukankah, kau adik angkat Sunggyu?" tanyanya memastikan.

 

"Ne, aku adik angkatnya. Tapi golongan darah kita sama. Bukankah itu hal yang bagus?" ucap Sungjong sambil tertawa senang.

 

Woohyun tampak berpikir. Melakukan pendonoran dari awal memakan waktu yang cukup lama. Dan, Woohyun tidak dapat menjamin jika dia bisa melakukannya tepat waktu.

 

"Aku tidak bisa melakukannya." ucap Woohyun datar.

 

"K-kenapa, Dok?" tanya Sungjong sedih.

 

"Karena aku tidak yakin apa aku bisa melakukannya tepat waktu atau tidak. Dan, aku tidak mau ada orang lain lagi yang harus mati di tanganku sendiri.." ucap Woohyun dengan nada yang tajam dan menusuk.

 

Sungjong terhenyak mendengar ucapan Woohyun. Dia sangat sedih karena Woohyun tidak bisa menjamin jika hyungnya akan bertahan atau tidak. Tapi, Sungjong mempercayakan hyungnya pada Woohyun. "Tidak apa-apa, Dok. Tidak ada salahnya mencoba." ucapnya positif.

 

Woohyun menggeleng cepat, menolah tawaran Sungjong. "Aku tidak mau." tolaknya.

 

"Ya, kenapa kau tiba-tiba menolaknya?" tanya Key marah.

 

"Aku takut."

 

"Kau harus profesional!" tegas Hyunseung.

 

"Aku tidak bisa..." ucap Woohyun pasrah.

 

"Kau tidak boleh seperti itu! Pasien membutuhkan bantuanmu!" pekik Key meyakinkan Woohyun.

 

"Maaf.. Aku mengubah pikiranku. Aku tidak mau ada nyawa lagi yang harus hilang di tanganku.."

 

"Nyawa manusia di tangan Tuhan! Bukankah kau yang berkata seperti itu?"

 

"Aku tahu. Tapi, itu membuatku benar-benar terpukul melihat pasienku meninggal di tanganku sendiri."

 

"Ayolah, Nam. Kau pasti bisa! Berhasil atau tidak, itu urusan belakangan!"

 

"Tidak ada harapan, Hyunseung-ssi. Sunggyu akan mati."

 

"Kita belum mencobanya, Nam Woohyun!" pekik Key marah.

 

"Key.. meski tanpa mencoba pun kau sudah tahu hasilnya." ucap Woohyun dengan senyum simpulnya.

 

"Tapi setidaknya pasienmu tidak mati sia-sia! Setidaknya, pasienmu akan mengingat usahamu untuk menyelamatkan nyawanya saat dia meninggal nanti!"

 

"Kau terlalu banyak menonton drama."

 

"Ah, sudahlah. Yang jelas, ayo. Kita tolong pasienmu! Keluarganya mempercayaimu dan kau harus menggunakan kepercayaan mereka sebaik-baiknya!"

 

Woohyun menatap jam dinding di ruangan itu. Pukul 7.55 malam. Dia hampir telat mengikuti prosesi pemakaman Seulmi. Woohyun segera menanggalkan jas dokternya, lalu pergi meninggalkan kamar Sunggyu tanpa mengatakan sepatah kata pun.

 

"Woohyun-ssi! Kau mau kemana?!" tanya Hyunseung saat Woohyun keluar dari kamar Sunggyu. Hyunseung berniat untuk mengejarnya. Namun, Key menarik lengannya. "Biarkan." ucapnya.

 

"Tapi.. Bagaimana dengan Sunggyu?" tanyanya khawatir.

 

Key menggeleng lemah. "Tidak ada harapan.." ucapnya lirih dan hampir menangis.

 

"Sialan, Woohyun itu.." umpat Hyunseung dengan nada marah. "Seenaknya saja meninggalkan kewajibannya!"

 

"Oppa, sudahlah. Kita bicarakan ini nanti. Jangan ribut di kamar pasien!" Hyuna menengahi. "Sungjong-ah, maafkan kami ne? Kami tidak bisa membantu apa-apa karena kami tidak punya hak untuk mengambil alih kewajiban dokter. Sekali lagi kami minta maaf, ne..." ucap Hyuna meminta maaf atas kelalaian Woohyun.

 

Sungjong mengangguk lemah dan hampir menangis. "N-ne.. Tidak apa-apa.." ucapnya sambil menahan tangis.

 

"Ya sudah, kami tinggal ne? Kami akan memberitahu Inguk-ssi untuk menangani hyungmu. Kau berdoa saja agar hyungmu bisa bertahan sampai Inguk-ssi datang, ne?"

 

"Ne.." ucap Sungjong sebelum para medis pergi meninggalkan kamar Sunggyu.

 

"Hmm.. Gyu hyung... Dokter Nam tidak mau menanganimu.." ucap Sungjong kecewa. "Tapi kau tenang saja hyung.. Dokter Inguk akan menanganimu. Kau bertahan, ne? Dokter Inguk akan segera kesini!" seru Sungjong sambil mengusap tangan Sunggyu.

 

'Bertahanlah! Sunggyu hyung!'

 

***

 

Woohyun berjalan tergesa-gesa menuju parkiran mobilnya. Dia sudah sangat telat untuk menghadiri prosesi pemakaman Seulmi. Wajah Woohyun terlihat datar. Dia merasa bersalah karena meninggalkan tugasnya untuk merawat Sunggyu. Tapi apa boleh buat? Dia tidak mau kejadian tadi pagi terulang lagi. Lagi pula, sudah tidak ada harapan bagi Sunggyu untuk hidup. Proses pendonoran dari sang pendonor memakan waktu paling cepat 20 menit, sementara Sunggyu hanya bisa bertahan selama 10 - 15 menit.

 

"Suster! Dimana kamar Kim Sunggyu!" panik seorang pria paruh baya pada receptionist.

 

Woohyun menghentikan langkahnya, penasaran dengan pria paruh baya dan juga istrinya itu.

 

"Kim Sunggyu? Um, biar saya check dulu, ya Tuan." ucap receptionist itu ramah. "Anda siapanya Sunggyu-ssi, tuan?" tanyanya.

 

"Kami orang tuanya!" jawab pria itu.

 

"Ah, arasseo." receptionist itu mengangguk. "Kim Sunggyu.. Kamar D - 1." ucap receptionist itu sambil membaca daftar pasien.

 

"Gomawo, suster!" ucap pria itu lalu segera pergi menuju kamar D - 1.

 

Woohyun masih terdiam sampai kedua pasangan itu berlari melewati dirinya. Setelah itu, Woohyun kembali berjalan menuju mobilnya.

 

***

 

Woohyun terdiam sambil memegangi stir mobilnya. Woohyun masih bimbang, antara pergi ke prosesi pemakaman Seulmi atau kembali untuk menyelamatkan nyawa Sunggyu. Woohyun menatap kotak kecil berwarna merah muda pemberian Seulmi yang dia letakkan di jok sebelahnya. Dia mengambilnya, lalu menatap kotak itu secara berputar.

 

Woohyun meletakkan kotak itu lagi, lalu segera melajukan mobilnya menuju ke rumah Seulmi. Selama perjalanan, hati dan pikiran Woohyun tidak tenang. Dia merasa bersalah karena meninggalkan tanggung jawabnya untuk merawat pasien Inguk.

 

Lampu merah. Woohyun menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Dia menatap ke arah jalanan yang ramai malam itu sambil sesekali mengecheck jam tangannya. Lampu lalu lintas kembali berwarna hijau. Woohyun melaju lagi menuju rumah Seulmi. Selama perjalanan, lagi-lagi Woohyun terbebani dengan pikiran-pikiran bersalahnya.

 

"Cih. Aku bukan siapa-siapanya." decak Woohyun kesal dengan sendirinya. "Untuk apa aku memikirkannya lagi? Lagipula, dia sudah pasti mati. Dia tidak punya harapan lagi untuk hidup." ucapnya datar, namun terdengar seperti sedang marah.

 

Woohyun menginjak gas lebih keras sehingga mobilnya melaju semakin cepat. Ditengah keramaian kendaraan malam itu, Woohyun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli dengan dirinya yang berkali-kali hampir menabrak kendaraan lain. Woohyun menatap jalanan dengan tatapan marah. Tangannya mencengkeram stir mobilnya dengan keras hingga uratnya terlihat. Matanya memerah dan berair serta menggigit bibir bawahnya sendiri menandakan jika Woohyun menahan amarah dan juga tangisannya. 'Aku.. A-aku.. Ini bukan salahku...' batinnya pedih.

 

Woohyun menambah kecepatan laju mobilnya, tak peduli dengan kendaraan lain yang mengklaksonnya karena kecerobohannya itu. Woohyun masih marah dan menahan tangis. 'Ini semua bukan salahku.. Bukan salahku kalau Sunggyu mati.. Aku.. Aku tidak melakukan apa-apa..'

 

'Suatu hari nanti, akan ada seseorang yang seperti dia. Seseorang yang membutuhkanmu untuk bertahan hidup.'

 

!!!!

 

Woohyun terhenyak sesaat saat ucapan orang tua Seulmi kembali terlintas di benak Woohyun. Dengan cepat Woohyun segera membalik stir secara tiba-tiba. Woohyun tidak memikirkan apapun. Tangannya secara spontan membalik stir itu.

 

'Tapi setidaknya pasienmu tidak mati sia-sia!'

 

Ucapan Key terlintas di benaknya. Woohyun menggigit bibir bawahnya lebih keras saat merasa air matanya hendak tumpah dari matanya.

 

'Setidaknya, pasienmu akan mengingat usahamu untuk menyelamatkan nyawanya saat dia meninggal nanti!'

 

"SUNGGYU HYUNG!!!! ARGHHH!!!" teriak Woohyun histeris setelah akhirnya sadar jika yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan yang sangat besar. Woohyun melajukan mobilnya lebih cepat sambil menangis menyesal karena gara-gara dirinya yang tidak mau mengambil resiko, dia akan membuat 1 nyawa hilang sia-sia.

 

'Sunggyu hyung maafkan aku..' lirih Woohyun dalam hati sambil menyeka air matanya cepat.

 

'Aku akan menyelamatkanmu.. Gidaryo..'

 

***

 

"Sunggyu hyung! Sunggyu hyung! Hyung!! Jangan tinggalkan aku!!" pekik Sungjong saat melihat rekaman denyut jantung Sunggyu yang sudah hampir datar.

 

"Hyung bertahanlah! Sebentar lagi Dokter Inguk akan datang!" seru Sungjong sambil menangis.

 

"Sungjong-ah! Bagaimana dengan Sung----"

 

"Ahjussi.. Ahjumma... Sunggyu hyung .. Hiks.. Sunggyu hyung..."

 

Tiiiiiiiiiiit.

 

Sungjong dan kedua orang tua Sunggyu bersamaan menoleh ke sumber suara. Sumber suara itu berasal dari mesin ECG. Mereka bertiga membelalakan matanya saat melihat garis datar panjang di layar ECG. Mereka semua menangis tersedu-sedu saat tahu jika orang yang mereka cintai sudah tidak bernyawa lagi.

 

"Sunggyu-ya!!!" teriak eomma Sunggyu histeris sambil memeluk tubuh tak bernyawa anaknya.

 

"S-S-Sunggyu h-h-hyung... HYUNG!!!!!" Sungjong menjerit pedih sambil menutupi matanya dengan kedua tangannya, tidak kuasa melihat hyungnya yang sudah pergi meninggalkan mereka semua.

 

"Yeobo-yah.. Anak kita yeobo-yah.. Anak kita sudah pergi!" lirih appa Sunggyu sambil memeluk istrinya.

 

Para medis dan Dokter Inguk datang. Mereka hanya bisa berdiri membatu melihat pasien mereka yang sudah tidak bernyawa lagi.

 

"Dokter! Bagaimana ini!! Anakku sudah tidak bernyawa lagi!!" teriak eomma Sunggyu yang histeris sambil menarik-narik jas dokter Inguk.

 

Dokter Inguk tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain membiarkan eomma Sunggyu meluapkan kesedihannya atas meninggalnya anak satu-satunya.

 

"Maaf kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kami sudah melakukan yang terbaik.." ucap Inguk dengan nada sedih.

 

"Kau ini kan dokter! Kau pasti bisa menolongnya! Tolong kami!!" pinta eomma Sunggyu setengah menjerit.

 

Inguk melepaskan genggaman eomma Sunggyu dari jasnya. "Maafkan kami, Nyonya. Tapi kami tim medis hanya bisa membantunya selama dia masih hidup." ucapnya sambil membenahi jasnya.

 

"KAU HARUS MEMBUATNYA HIDUP KEMBALI! PERCUMA KAMI MEMBAYAR KALIAN JIKA KALIAN TIDAK BISA MENYEMBUHKAN ANAK KAMI!!" pekik eomma Sunggyu sambil kembali menarik jas Inguk.

 

"Ahjumma sabar!" seru Sungjong sambil menahan ahjummanya yang hendak menarik Dokter Inguk lebih keras.

 

"SUNGJONG LEPASKAN!!" pekik eomma Sunggyu.

 

"Yeobo sudahlah! Kita relakan kepergian Sunggyu. Mereka semua sudah berusaha sebisa mereka." ucap appa Sunggyu menenangkan kemarahan istrinya.

 

"TAPI CHAGIYA..."

 

"CUKUP!"

 

"SUNGGYU-YAH.." isak eomma Sunggyu sambil menangis. Appa Sunggyu segera memeluk istrinya yang masih belum bisa menerima kepergian anaknya.

 

Dokter Inguk menunduk menunjukan bela sungkawa. 'Maafkan aku, Sunggyu-yah. Seharusnya aku tidak memberikan tanggung jawab ini pada Woohyun.' batinnya menyesal.

 

"Dok, apa kita sudah bisa membawa Sunggyu-ssi ke kamar mayat?" tanya Hyuna.

 

"Ne, kau bisa."

 

"TIDAK!! JANGAN BAWA SUNGGYU KU PERGI!!!" bentak eomma Sunggyu sambil menatap Hyuna dengan tatapan kemarahan. Hyuna terkejut, tapi dia mengangguk menyetujui permintaan Nyonya Kim.

 

"Yeobo-yah! Kau harus merelakannya pergi! Sunggyu kita tidak akan bahagia jika kau terus menangisinya!" ucap Tuan Kim.

 

"Aku tidak bisa, chagiya.. Aku.. Aku sayang Gyuyie!!" tolak eomma Sunggyu sambil menangis semakin keras.

 

"Bukan hanya kau yang sayang padanya! Aku sayang Gyuyie! Dan Sungjong juga sayang padanya! Tapi kita harus merelakan kepergiannya!" sentak Tuan Kim yang sudah tidak tahan dengan istrinya. "Kau tidak mau 'kan, jika Gyuyie kita tidak tenang di surga nanti?"

 

Eomma Sunggyu menangis. Menangis semakin keras di pelukan suaminya. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika anak satu-satunya harus pergi meninggalkan mereka semua. Eomma Sunggyu masih belum siap untuk kehilangan anaknya. Kim Sunggyu, satu-satunya anak kandung mereka, yang mereka selalu sayangi sejak 24 tahun yang lalu. Satu-satunya anak yang menjadi kebanggaan keluarga. Dan satu-satunya harta tak ternilai yang mereka punya.

 

"Yeobo-yah.. Kau harus merelakannya. Kau tidak mau Gyuyie kita menangis 'kan? Kau ingin Gyuyie kita bahagia, 'kan?" hibur appa Sunggyu lembut.

 

"N-ne, chagiya.. Aku ingin.. Aku ingin Gyuyie kita bahagia.." ucap eomma Sunggyu sedikit tenang.

 

"Karena itu, kau tenanglah, ne?"

 

"Ne.."

 

"Dokter, bisakah kami melihat anak kami sedikit lebih lama? Untuk yang terakhir kalinya?" tanya appa Sunggyu pada Dokter Inguk.

 

"Ne, boleh.." angguk Inguk lalu mengisyaratkan para medis untuk meninggalkan mereka bertiga di kamar itu.

 

'Sunggyu hyung.. Kenapa kau harus pergi secepat ini? Kau bahkan belum menemukan kebahagiaanmu sendiri..' lirih Sungjong dalam hati sambil menyeka air matanya yang terus mengalir membasahi wajahnya.

 

'Kau meninggal gara-gara dia..' batin Sungjong sambil menggigit bibir bawahnya. 'Aku.. Aku.. Aku akan membenci Myungsoo hyung sampai kapanpun!' gumamnya penuh kebencian.

 

'Tidak akan ku maafkan.. Aku tidak akan memaafkanmu atas kepergian hyungku. Kim Myungsoo.. Kau, bajingan!!!'

 

***

 

Woohyun segera berlari dengan cepat menuju ruang D - 1, tidak peduli sudah berapa kali dirinya hampir menabrak orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit itu.

 

Bruggh! Woohyun menabrak seseorang.

 

"Ya! Dimana matamu!!" teriak orang yang Woohyun tabrak. Bukannya meminta maaf, tetapi Woohyun malah berlari meninggalkan orang itu yang masih dalam posisi jatuhnya. "Ya! Bajingan!!"

 

Woohyun tidak peduli dengan setiap umpatan maupun setiap pasang mata yang menatapnya dengan tatapan aneh. Yang dia pedulikan dan pikirkan saat ini hanyalah 1. Kim Sunggyu. Pasien Inguk yang ditanggung jawabkan kepadanya.

 

"Ya! Lee Sungjong!" seru Woohyun saat melihat Sungjong yang menangis di depan kamar Sunggyu.

Sungjong segera menyeka air matanya dan menoleh ke sumber suara. "D-dokter Nam?"

 

"Dimana Kim Sunggyu?!" tanyanya panik.

 

"S-Sunggyu hyung.. Sunggyu hyung meninggal..." isak Sungjong.

 

"M-mwo?!" pekik Woohyun tak percaya. Woohyun menarik nafas panjang, lalu menghela pelan sambil menarik rambutnya sendiri. '. Aku telat.' umpatnya dalam hati.

 

"Lalu, dimana hyungmu sekarang?!" tanya Woohyun gawat.

 

Sungjong menunduk sedih, lalu menunjuk ke arah para medis yang mendorong tempat tidur beroda Sunggyu.

 

"Gomawo!" seru Woohyun lalu segera mengejar dengan cepat para medis yang membawa tubuh tak bernyawa Sunggyu ke kamar mayat.

 

***

 

[Kamar Mayat.]

 

Para medis membuka sebuah tempat untuk memasukkan mayat Sunggyu ke dalam lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan mayat atas instruksi Dokter Inguk.

 

"Masukkan dengan hati-hati." suruh Dokter Inguk pada penjaga kamar mayat yang bertugas untuk memasukkan mayat kedalam lemari pendingin.

 

"Ne." ucap penjaga kamar mayat itu. Dia mengangkat tubuh tak bernyawa Sunggyu yang masih mulai dingin, dan dengan hati-hati memasukkan tubuh Sunggyu ke dalam pendingin dengan bantuan para medis mulai dari ujung kakinya.

 

Inguk menarik nafas panjang, tidak percaya jika pasiennya harus berakhir seperti ini karena kelalaiannya. Dia benar-benar merasa bersalah pada Sunggyu.

 

Mayat Sunggyu sudah dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Semuanya diam. Tidak ada seorang pun yang memulai pembicaraan. Mereka semua shock sekaligus tidak percaya dengna apa yang mereka alami saat ini.

 

Tap.. Tap.. Tap.. Suara langkah orang berlari dari luar kamar mayat. Semakin lama semakin mendekat. Dan..

 

Bruagh!! Pintu kamar mayat didobrak.

 

"Berhenti!" seru Woohyun histeris setelah mendobrak pintu kamar mayat. Semua orang di dalam kamar mayat itu terkejut dan menatap Woohyun dengan pandangan aneh.

 

"Keluarkan dia!" suruh Woohyun dengan ekspresi panik.

 

"Ta-tapi Dokter Nam.. Sunggyu-ssi suda-----"

 

"KELUARKAN!!!" bentaknya dengan wajah marah.

 

"Woohyun-ah.. Kau kenapa?" tanya Inguk bingung.

 

"Aku akan memeriksa Sunggyu lagi!" jawab Woohyun meninggi.

 

"Tapi Sunggyu sudah meninggal! Sia-sia jika kau memeriksanya lagi."

 

"Hyung! Keajaiban masih ada! Aku yakin Sunggyu hyung masih bisa hidup lagi!" bantahnya.

 

"Woohyun-ah. CUKUP!"

 

"TIDAK! AKU AKAN MEMERIKSANYA LAGI!" bantah Woohyun lalu mendekati ke kotak di mana mereka menyimpan mayat Sunggyu.

 

"TIDAK BISA!" seru Inguk sambil menahan Woohyun.

 

"Hyung! Ku mohon! Berikan aku 1 kesempatan lagi!!" pinta Woohyun masih berusaha untuk menerobos pertahanan Inguk.

 

"Kenapa baru sekarang kau seperti ini?! Kemana kau saat Sunggyu membutuhkanmu!" sentak Inguk sarkastik.

 

Woohyun menggertakkan giginya marah. "Hyung! Aku bisa menjelaskannya nanti! Sekarang, berikan aku kesempatan untuk memeriksanya lagi!" pinta Woohyun memelas.

 

"Tidak bisa!" pekik Inguk dengan nada tinggi.

 

"Hyung ku mohon!"

 

"Hyunseung! Key! Tolong kau bawa Woohyun kembali ke ruangannya!" suruh Inguk pada Hyunseung dan Key.

 

"Ne!" sahut keduanya lalu dengan paksa menarik Woohyun agar keluar dari kamar mayat.

 

Woohyun meronta kasar hingga membuat tangan Key terluka. "Ouch!" pekik Key yang tangannya terkilir karena perlawanan Woohyun.

 

"Hyung! Aku mohon! Berikan aku kesempatan sekali lagi untuk memeriksanya! Ku mohon!" pinta Woohyun keukeuh dengan memelas dan hampir menangis.

 

Melihat kekeukeuhan Woohyun, Inguk menjadi luluh. "Hhhh.." helanya. "Okay. Aku akan memberikanmu 1 kesempatan lagi." ucap Inguk. "Key, Hyunseung. Lepaskan Woohyun. Biarkan dia memeriksa Sunggyu lagi."

 

"Ta-tapi Dok.."

 

"Sudah. Lakukan saja apa kataku." ucap Inguk sambil berjalan meninggalkan kamar. "Ayo, kalian semua. Kita tinggalkan Woohyun sendirian." lanjutnya sebelum keluar dari kamar mayat.

 

Key, Hyunseung, Hyuna, dan penjaga kamar mayat ikut keluar dari kamar mayat meninggalkan Woohyun sendirian bersama mayat Sunggyu di kamar itu.

 

Woohyun menarik sorongan kotak yang menyimpan mayat Sunggyu. Sunggyu terlihat sangat pucat. Tubuhnya kaku dan dingin. Woohyun mengeluarkan mayat Sunggyu dari kotak itu, lalu membaringkannya kembali di tempat tidurnya.

 

Woohyun dengan cepat mencolokkan kabel untuk menghidupkan alat pacu jantung itu, lalu menempelkan alat pacu itu di dada Sunggyu setelah tersambung dengan listrik.

 

Pertama kali.. Tubuh Sunggyu terkejut. Tapi jantungnya masih tidak berfungsi.

 

Kedua kali.. Tubuh Sunggyu terkejut lagi. Tapi jantungnya masih tetap tidak berfungsi.

 

Ketiga kali.. Tubuh Sunggyu terkejut lagi. Jantungnya masih tidak berfungsi.

 

Keempat, Kelima, Keenam.. Hasilnya sama. Tubuh Sunggyu terkejut, namun jantungnya tetap tidak berfungsi.

 

"Argh!!!!!!" Woohyun melempar alat pacu jantung itu sembarangan sambil menarik-narik rambutnya frustasi. "HYUNG KU MOHON BANGUNLAH!!!" jeritnya putus asa.

 

"Seharusnya aku.. Seharusnya aku menolongmu..Cih!" sesal Woohyun sambil menangis menyesali perbuatannya.

 

"Andai saja aku tidak meninggalkanmu, kau pasti masih hidup sekarang.." ucapnya penuh penyesalan.

 

Woohyun menatap wajah Sunggyu yang datar. Entah dia meninggal dengan bahagia atau dengan kesedihan, tidak ada satu orang pun yang tahu. Woohyun menekan-nekan perut Sunggyu, berharap namja manis itu akan meresponnya. Tapi, nihil. Tidak ada kemajuan. Sunggyu tidak merespon.

 

"Argggghhhhhh!!!!" Woohyun menjerit frustasi sambil memeluk tubuh kaku Sunggyu. Dia menangis tersedu-sedu. Berharap akan terdengar detakan dari jantung Sunggyu. Tapi hasilnya tetap sama, nihil.

 

Woohyun menyeka air matanya, lalu menatap wajah datar Sunggyu untuk yang terakhir kalinya. "Hyung.. Maafkan aku.. Aku memang tidak berguna. Aku.. Akan berhenti menjadi dokter..." ucap Woohyun lirih.

 

"Tapi.. Izinkan aku.. Izinkan aku menyentuhmu untuk yang pertama dan yang terakhir kali, hyung..." isak Woohyun yang perlahan-lahan mendekatkan bibirnya dengan bibir Sunggyu.

 

Dingin..

Bibir mungil itu.. Dingin...

.

..

...

 

/Woohyun's POV/

 

Dingin...

 

Bibirnya terasa dingin...

 

Aku semakin merapatkan bibirku dengan bibir mungil milik pasienku yang secara tidak langsung meninggal ditanganku sendiri. Entah, aku tidak tahu kenapa aku melakukan ini. Tapi, aku hanya.. Aku hanya merasa sayang padanya.

 

Aku mendorong lidahku untuk membuka pertahanannya agar aku bisa menciumya lebih dalam. Setelah aku memasukki pertahanannya, aku menarik nafas panjang lalu menyalurkannya pada Sunggyu. Ya, aku memberikannya nafas buatan. Aku tahu ini gila. Aku tahu ini bodoh. Tapi instingku menyuruhku untuk melakukan itu.

 

Aku berkali-kali memberikan nafas buatan untuknya, berharap adanya suatu keajaiban. Lama-lama aku menjadi lelah. Mulutku lelah untuk terus-terusan menyalurkan nafasku pada Sunggyu. Tapi meski begitu, tidak membuatku berhenti memberikan nafas buatan pada Sunggyu.

 

'Huffff...'

 

'Huffff....'

 

'Huffff.......'

 

'Ayolah hyung, ku mohon bangunlah!'

 

Aku menjerit sekaligus menangis dalam hatiku. Aku dapat merasakan mataku yang semakin berat, dan hatiku yang semakin lama semakin sakit setiap kali aku melakukan nafas buatan pada Sunggyu. Tapi aku tetap tidak menyerah! Aku akan berjuang hingga aku sendiri yang tumbang. Ini semua salahku. Karena aku Sunggyu hyung meninggal. Aku.. Aku akan membayar kesalahanku!

 

/End of Woohyun's POV/

 

Woohyun masih menciumi bibir Sunggyu, sambil menyalurkan nafas buatan untuk namja manis itu. Dokter Inguk yang sedaritadi menyaksikan tindakan Woohyun, hanya bisa menggeleng miris melihat Woohyun yang frustasi itu. Ada rasa kasihan di dalam hatinya. Ingin rasanya dia menyuruh Woohyun untuk berhenti melakukan tindakan yang sia-sia itu. Tapi, ada sesuatu di dalam dirinya yang menyuruhnya untuk diam dan menyaksikan perbuatan konyol juniornya itu.

 

"Hhhhh… Hhhh.. Hhhh....!!!" Woohyun semakin cepat memberikan nafas buatan. Tapi, tetap tidak ada respon dari Sunggyu.

 

Woohyun terlihat lelah. Tenaganya sudah habis karena dia telah mengeluarkan seluruh energinya untuk menyalurkan nafas buatan pada Sunggyu.

 

'Aku gagal...' lirih Woohyun dalam hati. Lagi-lagi, untuk yang kedua kalinya Woohyun gagal menyelamatkan nyawa seseorang.

 

Tetapi, meskipun gagal, Woohyun tidak melepaskan ciumannya pada Sunggyu. Dia diam, dan hanya mematung merasakan nikmatnya bibirnya dan bibir Sunggyu saat bertautan.

 

Tes.. Tes .. Tes..

 

Perlahan-lahan air mata Woohyun menetes. Dia tidak tahan lagi. Dia sudah tidak kuat, tidak kuat menghadapi ini semua. Woohyun memeluk tubuh kaku Sunggyu tanpa melepas ciumannya. Dia tidak sanggup melepas ciumannya. Ciuman pertamanya yang dia berikan untuk seseorang yang tidak dia kenal, bahkan ciumannya itu diberikan pada seseorang yang sudah menjadi mayat!

 

'Hyung.. Maafkan aku.. Semoga kau... S-s-semoga kau.. Semoga kau bahagia di surga!'

 

 

TBC.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
9gagger #1
Waaa! ! I really enjoy this story! I'm hsppy to have found it^^ fighting author-nim~~