Beginning

Just a Little Hope (Indonesian)

[Previous Part.]

 

.

 

'Aku tahu aku tidak seharusnya menciummu saat itu.'

 

'Apalagi kau sudah mempunyai kekasih.'

 

'Kau sudah mempunyai kekasih...'

 

'Sudah mempunyai kekasih...'

 

'Mempunyai kekasih....'

 

 

'Kekasih....'

.

 

..

 

...

 

"Ukh!" decak Woohyun marah.

 

'Kenapa...'

 

'Ada apa denganku?'

 

'Kenapa aku merasa...'

 

'Kenapa aku....'

 

'Kenapa.....'

 

'Sakit?'

 

.

 

.

 

.

 

-- Just a Little Hope 4 –

 

.

 

.

 

Woohyun berada di ruang kerjanya, membaca daftar para pasien yang harus dia operasi hari ini. Meski Woohyun harus merawat Sunggyu, tapi dia juga tetap harus menepati kewajibannya sebagai seorang dokter untuk mengoperasi pasiennya. Semuanya karena Inguk mengakhiri perjanjian mereka. Andai saja Inguk tidak mengakhiri perjanjiannya, andai saja mereka berdua tidak pernah membuat perjanjian itu.. Woohyun pasti tidak akan..

 

"Aku tidak perlu melakukan ini!" pekik Woohyun sambil meletakkan daftar pasiennya dengan kasar di mejanya. Ada apa dengan Woohyun? Apa dia marah?

 

"Ada apa denganmu? Kenapa marah-marah?" tanya Inguk yang baru saja masuk ke ruang kerja Woohyun dengan ekspresi bingung.

 

"Hyung ini semua salahmu!" sentak Woohyun tiba-tiba, membuat Inguk semakin bingung.

 

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Inguk tidak mengerti.

 

"Andai saja kau tidak mengakhiri perjanjiannya.. Andai saja kita tidak pernah membuat perjanjian itu!! " ucapan Woohyun tercegat, tidak mampu menyelesaikan ucapannya sendiri.

 

"Ya, tenanglah! Ada apa denganmu!" seru Inguk sambil mendekat ke arah Woohyun hendak menepuk bahunya, tapi ditepis oleh Woohyun.

 

"Jangan menyentuhku!" seru Woohyun marah.

 

Inguk menjauhkan tangannya dari Woohyun. "Tenanglah!” seru Inguk. “Sekarang ceritakan padaku sebenarnya ada apa dengan dirimu? Kau benar-benar tidak terlihat seperti Nam Woohyun yang aku kenal." ucap Inguk hati-hati, takut membuat Woohyun semakin memanas.

 

Woohyun menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. "Kau tidak akan mengerti!" seru Woohyun sambil menatap Inguk dengan tatapan kosong.

 

"Huh? Tidak akan mengerti tentang apa?" tanya Inguk penasaran.

 

"Semua!"

 

"Hah?"

 

"Aku bilang semua! Kau tidak akan mengerti semua yang aku rasakan, hyung! Kau tidak akan mengerti dan tidak akan pernah mengerti!" pekik Woohyun yang semakin membuat bingung.

 

"Bicara apa kau? Kau masih normal 'kan?!" Inguk menarik kerah kemeja Woohyun sambil membentaknya keras.

 

"Tentu saja aku normal!!" Woohyun membentak balik. "Atau mungkin tidak..." lirihnya singkat sambil mengalihkan wajahnya.

 

"Hah? Kau ini aneh sekali. Sudahlah. Kau istirahat saja. Biar aku yang mengoperasi pasienmu. Lagipula aku tidak ada jadwal siang ini." ucap Inguk sambil meraih daftar pasien Woohyun.

 

Woohyun mengambil kembali daftar pasiennya, dan ditatap oleh Inguk dengan tatapan penuh tanya. "Hm?"

 

"Gwaenchanha.." ucap Woohyun sambil menunduk. "Aku tidak apa. Aku akan melakukannya sendiri."

 

"Kau yakin kau bisa?" tanya Inguk ragu.

 

"Ya. Aku bisa."

 

"Ya sudah kalau kau yakin bisa." ucap Inguk sambil tersenyum. "Kau beristirahatlah. Masih ada setengah jam lagi sebelum mengoperasi pasien pertamamu, 'kan?"

 

Woohyun mengangguk pelan. "Ne."

 

"Ya sudah aku pergi dulu. Annyeong." pamit Inguk lalu pergi meninggalkan ruang kerja Woohyun.

 

Woohyun menarik nafas panjang. Dia terlihat kesal saat itu. Dia membaca lagi daftar-daftar pasien yang harus dia operasi hari itu. Ada 5 pasien yang harus dia operasi. Cukup melelahkan dan menyita banyak waktu.

 

Woohyun membuka laci mejanya, lalu mengambil kotak kecil merah muda yang diberikan Seulmi padanya. Woohyun menatap lekat-lekat kotak itu, merasa menyesal mengingat dirinya tidak datang diprosesi pemakaman Seulmi.

 

Woohyun membuka kotak itu secara hati-hati. Ada surat dan juga sebuah charm rajutan yang dirajut menyerupai Woohyun. Sejenis charm fanart. Woohyun tersenyum kecil saat melihat charm yang dirajut menyerupai dirinya itu. Charm itu begitu lucu. Membuat Woohyun merasa senang. Woohyun mengambil surat itu, lalu membacanya.

 

[Untuk Nam oppa.

 

Oppa, jika oppa membaca surat ini, itu artinya aku sudah tidak tertolong lagi. Oppa, terima kasih oppa sudah menjadi oppa yang terbaik yang aku miliki. Aku sangat sayang pada oppa. Dan oppa tahu, aku benar-benar bahagia memiliki oppa seperti Nam oppa. Nam oppa sangat perhatian padaku. Aku benar-benar merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang oppa!^^

 

Oppa, kau belum punya kekasih, 'kan? Maafkan pertanyaanku sedikit tidak sopan. Aku hanya berharap oppa menemukan kekasih yang oppa inginkan. Oppa menyukai orang yang lebih tua dari oppa, chubby, lucu, dan menggemaskan jika dicubit 'kan? Aku pernah melihat orang yang sesuai dengan kriteria oppa. Dia chubby, lucu, menggemaskan, dan sepertinya dia lebih tua dari oppa. Tapi.. dia seorang namja. Dia adalah pelanggan setia di cafe orang tuaku. Dia mungkin tidak tahu aku karena aku tidak pernah mengajaknya bicara. Tapi aku tahu dia. Dia benar-benar namja yang baik. Dan aku rasa, dia cocok dengan oppa! xD

 

Sepertinya aku terlalu banyak berbasa-basi =_= <- emoji favourite oppa xD. Langsung saja. Oppa, aku tahu kau pasti merasa depresi karena kepergianku. Karena itu aku menulis surat ini untukmu. Oppa, jangan menangis karenaku. Aku sudah tenang disini. Aku selalu mengingat oppa dan juga keluargaku. Aku sangat sayang dengan kalian! Dan.. Aku hanya ingin bilang. Oppa jangan terus-terusan bersedih. Oppa masih mempunyai tanggung jawab sebagai seorang dokter. Aku tidak mau oppa berhenti atau menyerah menjadi seorang dokter karena kematianku. Kematianku bukan karena kesalahan oppa, kok. Ini sudah waktuku. Tuhan menginginkanku untuk berada bersamaNya. Bukankah kau sendiri yang mengatakan itu padaku, Nam oppa? :)

 

Oppa, diluar sana, masih banyak orang yang membutuhkan oppa untuk hidup. Mereka menaruh satu-satunya harapan mereka pada oppa. Jadi jangan sia-siakan harapan mereka pada oppa, ne! Harapan mereka benar-benar berharga.

 

Mungkin hanya itu yang bisa aku sampaikan. Sebenarnya, banyak sekali yang ingin aku sampaikan pada oppa. Tapi aku kehabisan kata-kata untuk menulisnya xD. Terakhir, aku hanya ingin bilang, 'Selamat tinggal oppa.'. Aku menyayangimu selamanya. Bahkan meski aku sudah tidak di dunia yang sama denganmu, aku tetap menyayangimu. Aku harap oppa juga tetap menyayangiku meski aku sudah pergi. Selama tinggal lagi, oppa. Jangan sedih! Kita akan bertemu di kehidupan kedua nanti!^^

 

Ps: Kalau oppa penasaran dengan namja itu, oppa tanya saja orang tuaku. :D -Kim Seulmi.]

 

Tes.. Tes.. Tes..

Perlahan air mata Woohyun menetes membasahi surat itu. "Tidak perlu lagi, Seulmi-yah. Namja yang aku suka sudah berada di depan mataku." ucap Woohyun sambil menyeka air matanya dengan cepat. "Tapi terima kasih sudah memberi tahuku. Aku akan mencarinya jika aku sudah menyerah dengan namja yang aku sukai saat ini."

 

Woohyun menatap charmnya, lalu menciumnya. 'Aku tidak akan melupakanmu, Seulmi-yah.' gumamnya lalu kembali memasukkan charm itu di kotak mungil merah mudanya dan menyimpannya di lacinya.

 

"Aku akan berjuang!" serunya semangat sambil mengepalkan tangannya.

 

'Aku tidak akan menyia-nyiakan harapan mereka! Mereka membutuhkanku untuk hidup!' serunya lagi lalu segera pergi meninggalkan ruang kerjanya menuju ruang ganti untuk bersiap-siap melakukan pengoperasian.

 

***

 

"Myungie? Hey, Myungie. Kenapa kau melamun?" tanya seorang namja cantik pada namja dingin di hadapannya.

 

"Ah?" sahutnya yang tersadar dari lamunannya.

 

"Kau melamun?"

 

"Um, tidak." bohong Myungsoo sambil membenarkan posisi duduknya.

 

"Bohong." ucap namja cantik itu tidak percaya.

 

"Yeoli-yah.. Percayalah padaku!" seru Myungsoo meyakinkan lawan bicaranya.

 

"Kau terlihat tidak fokus. Sebenarnya kau kenapa? Akhir-akhir ini kau sering melamun bahkan disaat kita sedang berkencan seperti ini." protesnya.

 

"Aku tidak apa-apa." jawab Myungsoo sambil tersenyum singkat.

 

Namja cantik yang diajak bicara itu hanya bisa menghela nafas kesal. "Aku lelah seperti ini terus denganmu." ucapnya kesal.

 

Myungsoo tidak menjawab. Dia hanya menatap namja cantik itu dengan tatapan tajamnya.

 

"Sebenarnya, apakah kau mencintaiku?" tanya namja cantik itu dengan nada serius. Dia menatap Myungsoo lekat-lekat dengan kedua matanya yang besar.

 

"Pertanyaan macam apa itu? Sudah pasti aku mencintaimu!" jawab Myungsoo mantap.

 

"Kalau kau mencintaiku, kenapa kau sempat-sempatnya melamun memikirkan hal lain bahkan disaat kita sedang berkencan? Apa yang kau pikirkan? Apa kau mempunyai kekasih lain?" tanyanya skeptis.

 

"Ya, Lee Sungyeol. Bisakah kau tidak mengintrogasiku seperti itu?" pinta Myungsoo datar.

 

"Kenapa? Kau tidak suka?"

 

"Ya. Tidak suka."

 

"Oh? Jadi benar jika kau mempunyai kekasih lain? Pantas saja kau selalu menolak ajakanku dan berpura-pura ingin istirahat. Rupanya, kau menyelingkuhiku.." ucap Sungyeol lirih sambil memalingkan wajahnya.

 

"Sungyeol-ah.."

 

"Kau jahat Myungsoo." ringis Sungyeol sambil menunduk dan menarik ujung-ujung kaosnya.

 

"Dengarkan aku."

 

"kau jahat." getir Sungyeol sambil menahan air matanya agar tidak tumpah.

 

"Aku tidak jahat."

 

"Kau.. Kau menyelingkuhiku." perlahan-lahan air mata Sungyeol mengalir dari kedua matanya yang indah itu. Sungyeol sakit hati. Merasa dikhianati oleh satu-satunya namja yang sangat dia cintai. "Kau tidak tahu kalau aku benar-benar..."

 

!!!!!

 

"Aku mencintaimu!" seru Myungsoo keras sambil memeluk tubuh kurus Sungyeol. Sungyeol membelalakan matanya saat kekasihnya secara tiba-tiba memeluk tubuhnya. "M-Myungie.." panggilnya gugup.

 

"Aku mencintaimu Lee Sungyeol! Kenapa kau tidak mempercayaiku?" tanya Myungsoo sedih, masih memeluk Sungyeol.

 

"Aku.."

 

"Kenapa? Apa aku harus mati terlebih dahulu baru kau percaya jika aku mencintaimu?!!" pekik Myungsoo sedikit terisak.

 

"K-kau menangis?" tanya Sungyeol sedikit terkejut mendengar isakan Myungsoo.

 

"Lupakan." ucap Myungsoo, semakin mempererat pelukannya. "Katakan jika kau mencintaiku juga..."

 

"Aku..” ucapan Sungyeol menggantung.

 

Glup.

 

Sungyeol menelan salivanya sebelum melanjutkan ucapannya.

 

“Aku mencintaimu, Kim Myungsoo. Sangat cinta." ucap Sungyeol dengan senyum manisnya sambil ikut mempererat pelukannya.

 

"Baguslah.." Myungsoo tertawa senang. Air matanya perlahan menetes. Dia menangis bahagia. Tunggu. Bahagia? Benarkah itu? Apa dia menangis bahagia karena Sungyeol? Atau menangis karena hal lain? Siapa yang tahu?

 

"Aku benar-benar mencintaimu, Kim Myungsoo! Jangan pernah meninggalkanku!" pinta Sungyeol.

 

"Ne.. Aku tidak akan meninggalkanmu.. Aku janji."

 

***

 

Woohyun keluar dari ruang operasi sambil melepas sarung tangannya. Operasinya berhasil. Pasiennya selamat dan dapat melanjutkan hidupnya kembali.

 

"Hey. Bagaimana?" tanya Inguk yang sejak tadi menunggu Woohyun.

 

"Ah. Kau menungguku?" tanya Woohyun balik.

 

"Yeah, aku khawatir jika tiba-tiba kau berhenti melakukan tugasmu. Karena itu aku menunggu disini." jawab Inguk singkat.

 

"Hahaha, kau meremehkanku!" seru Woohyun sambil tertawa renyah.

 

"Aku kira kau masih trauma dengan kejadian kemarin. So, yeah.." ucap Inguk sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Woohyun hanya terkekeh melihat reaksi hyungnya. "Lalu, bagaimana operasinya? Berhasil tidak?" tanya Inguk mengalihkan pembicaraan.

 

Woohyun mengangguk mantap. "Ne! Aku berhasil, hyung!" seru Woohyun senang.

 

"Benarkah? Wah, selamat ya.." Inguk mengucapkan selamat sambil menjabat tangan Woohyun.

 

Woohyun tersenyum senang dan membalas jabatan tangan Inguk. "Gomawo hyung!" ucapnya senang.

 

"Sekarang kau istirahat. Operasi berikutnya 1 jam lagi, 'kan?"

 

"Ne, hyung. Tapi aku tidak mau istirahat sendiri. Aku mau ke kamar Sunggyu hyung!" serunya dengan mata berbinar senang.

 

"Hah? Kamar Sunggyu? Mau apa kau?" tanya Inguk penasaran.

 

"Ya, hyung.. Jangan berpikiran aneh-aneh dulu! Aku haya ingin mengecheck keadaannya saja." dalil Woohyun.

 

"Terserah kau saja lah." ucap Inguk yang tidak ingin memperpanjang keadaan.

 

"Ne hyung. Aku pergi dulu ne? Annyeong!" pamit Woohyun lalu pergi menuju kamar Sunggyu.

 

***

 

Woohyun berjalan dengan hati senang. Dia sangat senang karena dia berhasil melakukan operasi pada kedua pasiennya hari itu. '3 Pasien lagi maka tugasku hari ini akan selesai!' senangnya dalam hati.

 

Woohyun sampai di depan pintu kamar Sunggyu. Woohyun memegang knop pintu, hendak membukanya. Tetapi, gerakannya berhenti saat tiba-tiba dia mendengar ucapan seseorang dari dalam kamar Sunggyu.

 

"Di......... p.....sel....ku??(dimana ponselku??)" suara Sunggyu. Suaranya terdengar samar. Mungkin karena masker oxygen yang menutupi mulutnya.

 

"Aku tidak tahu hyung!" suara Sungjong, adik angkat Sunggyu.

 

"Ber....kaa.. p....se....ku?? a...ku....ingi... mem....tahu...M......Soo....(Berikan ponselku?? Aku ingin memberi tahu Myungsoo)"

 

"Aku sudah memberi tahunya, hyung. Tapi kekasihmu itu tidak datang."

 

"B...eri...t....dia...lagi.. Aku... m....rin...kannya...(Beri tahu dia lagi. Aku merindukannya)"

 

"Hfff..." terdengar suara helaan dari Sungjong. "Hyung.. Kekasihmu itu jahat. Kenapa kau terus mempertahankannya?"

 

"Aku.. A-a... Ku.. Mencin....nya..(Aku..A-aku mencintainya..)"

 

"Aku tahu hyung mencintainya. Tapi tak bisakah hyung melihat kenyataan? Kenyataannya kekasihmu tidak mencintaimu." sindir Sungjong sarkastik.

 

"A..Aku tidak pe....du..li.. Aku mencin....nya..(A-aku tidak peduli. Aku mencintainya)" keukeuh Sunggyu yang masih mempertahankan perasaannya.

 

"Kau pasti sudah gila!" pekik Sungjong.

 

"Kau sudah dibutakan oleh cinta!"

 

"Seharusnya kau sadar, hyung! Kekasihmu tidak mencintaimu! Jika dia memang mencintaimu, kau tidak akan menggunakannya sebagai alasan untuk bunuh diri!!!"

 

Tes.. Tes.. Tes..

 

Air mata Woohyun menetes untuk kedua kalinya.

 

Tes.. Tes.. Tes..

 

Menetes semakin deras.

 

Tes.. Tes.. Tes..

 

Woohyun menyeka air matanya dengan cepat, lalu bergeser beberapa langkah dari pintu kamar Sunggyu dan menangis sambil bersandar di dinding. Air mata Woohyun mengalir dengan deras, tak peduli seberapa cepat Woohyun menyekanya air matanya akan kembali mengalir lagi. Keadaan Woohyun kacau. Dia mencari tempat sepi yang tak jauh dari kamar Sunggyu untuk mengeluarkan semua tangisannya agar tidak dilihat orang. Woohyun benar-benar sakit hati mendengar ucapan Sunggyu. Dan untuk pertama kalinya dia merasakan sakit yang begitu dalam di hatinya. Woohyun menangis semakin lama semakin keras, namun dia berusaha agar tidak ada satu isakan pun keluar dari mulutnya. Ya, saat ini dia hanya bisa menangis. Nam Woohyun, seorang Dokter profesional menangis... Menangis dalam sunyi..

 

***

 

"Hyung jangan keras kepala!" pekik Sungjong sambil menahan kedua tangan Sunggyu dari masker oxygen. Sunggyu memaksa untuk melepas masker oxygennya karena ingin pergi meninggalkan rumah sakit untuk mencari Myungsoo.

 

"Le....pas....aku!!!(Lepaskan aku!!!!)" seru Sunggyu setengah berteriak.

 

"Hyung! Kau jangan gila!" Sungjong menahan tangan Sunggyu lebih keras hingga membuat Sunggyu kesakitan.

 

"S-s-sakit!!" ringis Sunggyu kesakitan.

 

"Maaf hyung. Tapi untuk kali ini aku tidak bisa toleransi lagi. Aku tidak mau kau berhubungan lagi dengan namja jahat itu!" tegasnya.

 

Sunggyu meronta, memberikan perlawanan yang lumayan keras pada Sungjong. Tapi perlawanan Sunggyu tidak berarti bagi Sungjong. Semakin keras Sunggyu meronta, semakin keras juga pertahanan Sungjong.

 

"Hyung, berhenti melawanku!"

 

"SHIREO!!" teriak Sunggyu sambil menendang Sungjong sekuat yang dia bisa.

 

"Arghh!" pekik Sungjong yang terjatuh karena tendangan Sunggyu.

 

Sunggyu berhasil terbebas dari pertahanan Sungjong. Segera dia lepas masker oxygennya sebelum Sungjong bangun dan menahannya lagi. Sunggyu mencabut paksa jarum infus yang menancap di tubuhnya. "Urghh.." ringisnya kesakitan, lalu segera pergi hendak meninggalkan kamarnya. Tetapi Sungjong dengan cepat menarik bel untuk memanggil dokter dan langsung menahan Sunggyu agar tidak bisa bergerak. "Jangan bergerak!" serunya.

 

"Uhh.. Lepaskan aku!" pekik Sunggyu sambil memukul tangan Sungjong.

 

"Aku tidak akan membiarkan hyung lepas! Hyung harus kembali ke tempat tidurmu! Hyung perlu istirahat banyak!" seru Sungjong.

 

"Aku tidak mau! Lepaskan aku! Biarkan aku pergi bertemu Myungsoo!" keukeuh Sunggyu sambil meronta lagi.

 

"Ayolah! Hyung! Myungsoo itu jahat! Dia tidak pantas untuk hyung!" Sungjong memanasi.

 

"Kau! Apa yang kau tahu tentang Myu-----"

 

Tubuh Sunggyu tiba-tiba melemah, dan dengan cepat Sungjong memeluknya agar tidak sampai terjatuh.

 

"Untung saja tepat waktu. Terima kasih, Sungjong." ucap Woohyun datar sambil mencabut perlahan suntik yang baru saja dia gunakan untuk menyuntik Sunggyu. Dia segera datang ke kamar Sunggyu saat mendengar bel yang dibunyikan Sungjong.

 

"Eh? Dokter Nam... Seharusnya aku yang berterima kasih padamu! Kau menyelamatkan hyungku untuk yang kedua kalinya!" seru Sungjong senang.

 

 

"Benarkah?" ucapnya sambil terkekeh kecil.

 

"Eung! 2 kali!" seru Sungjong sambil mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya membentuk sign ‘V’.

 

"Haha. Baguslah." sahut Woohyun dengan tawa garingnya. Woohyun menggendong Sunggyu dengan gaya bridal, lalu membaringkannya kembali di tempat tidurnya.

 

"Dokter Nam.. apa yang kau lakukan pada hyungku?" tanya Sungjong khawatir.

 

"Aku hanya membiusnya. Kau tidak perlu khawatir. Obat itu aman." jawab Woohyun datar sambil memakaikan kembali masker oxygen dan memasang ECG di tubuh Sunggyu.

 

"Ah, arasseo.." sahut Sungjong sambil mengangguk senang.

 

Woohyun menatap wajah Sunggyu untuk beberapa detik sebelum dia berbalik dan meninggalkan kamar Sunggyu. Sungjong menatap Woohyun bingung. Mungkin dia bingung dengan perubahan sikap dokter Nam yang saat ini menjadi sedikit pendiam.

 

'Um, Dokter.." panggil Sungjong pelan.

 

"Ne?" sahut Woohyun, sedikit menoleh ke arah Sungjong.

 

"Mata dokter merah.. Ada apa?" tanya Sungjong yang daritadi memperhatikan kedua mata Woohyun yang merah.

 

Woohyun tertegun sebentar, lalu mengusap kedua matanya untuk menyembunyikan kesedihannya. "Tidak apa. Aku hanya kelelahan." bohong Woohyun.

 

"Lalu kenapa mata dokter sembab?" tanya Sungjong lagi, sedikit mengintrogasi Woohyun.

 

"Ah? Oh, tidak apa-apa. Aku sangat lelah hingga aku menangis. Kau tahu, badanku ini terasa sangat remuk. Aku tidak kuat lagi.." dalil Woohyun sedikit berbohong.

 

"Hmm begitu ya..  Ya sudah, Dok.. Dokter istirahat saja agar tidak kelelahan." usul Sungjong.

 

Woohyun tersenyum kecil. Dalam hatinya dia merasa lega karena akhirnya Sungjong berhenti bertanya macam-macam padanya. "Ne. Gomawo." ucapnya sembari melangkah meninggalkan kamar Sunggyu.

 

"Sungjongie." panggil Woohyun sebelum dia menutup pintu kamar Sunggyu.

 

"Ne? Ada apa, dok?" tanya Sungjong penasaran.                 

 

"Lebih baik kau kembalikan saja ponsel hyungmu. Kasihan dia kalau kau terus-terusan menyembunyikan ponselnya." ucap Woohyun datar.

 

"Eh?" pekik Sungjong bingung. "B-bagaimana dokter tahu??" tanyanya panik.

 

"Haha, gampang. Aku tahu kau sangat membenci kekasih hyungmu." jawab Woohyun santai.

 

"Hah? Kenapa.. Dokter bisa tahu?" tanya Sungjong semakin penasaran.

 

"Suratmu, hehe." kekeh Woohyun lalu segera pergi meninggalkan Sungjong yang masih bergelut dengan pikirannya sendiri.

 

"Surat? Surat apa?" pikirnya bingung. "Apa jangan-jangan.. suratku yang waktu itu?!" pekik Sungjong setelah menyadari surat yang Woohyun maksud.

 

"Arkhh!! Jangan sampai Sunggyu hyung tahu! Nanti aku bisa dimarahi!" panik Sungjong. "Eottohkae eottohkae???" bingungnya sambil menggigit ujung ibu jarinya.

 

"AH! Dokter Nam!! Tunggu aku!!" seru Sungjong lalu segera berlari mengejar Woohyun.

 

***

 

Woohyun mengeluarkan ponselnya saat dia kembali ke ruang kerjanya, lalu mengetik beberapa pesan singkat.

 

[Myungsoo, nanti malam bisa temani aku ke club? Aku stress berat.]

 

[Hah? Stress? Kau bisa stress, hyung?]

 

[Jangan bercanda.]

 

[Maaf hyung. Aku hanya sedikit tidak percaya. Ini pertama kalinya aku mendengar seorang Nam Woohyun stress.]

 

[Kau benar :/. Ini juga pertama kalinya aku merasakan sakit hati yang sangat-sangat dalam. Bahkan lebih dalam dari lautan. T^T]

 

[Ah, kumat. Memang kau sakit hati kenapa?]

 

[Cintaku bertepuk sebelah tangan. :'( /3]

 

[Aw, yang sabar yah. -puk puk-]

 

[Kau malah membuatku semakin sakit! =_=]

 

[Maaf, maaf. Aku hanya ingin menghibur.]

 

[Kau yang terhibur. Aku yang tersiksa. =_=]

 

[Hahahahhaha :p]

 

[Jadi bagaimana? Kau mau menemaniku?]

 

[Wah, maaf sekali hyung. Nanti malam aku ada kencan manis dengan Yeolie-ku tersayang. <3]

 

[Kata-katamu membuatku terharu.]

 

[Hah? Apa yang salah dengna kata-kataku?]

 

[Kau tahu, mulai sekarang kata 'kencan' adalah kata yang tabu untukku sampai aku mendapatkan kencanku sendiri?]

 

[Banyak aturan kau hyung. -_-]

 

[Whatever.]

 

[Wah, Woohyun hyung marah. Jangan marah hyung! Next time, aku janji akan menemanimu!]

 

[Janji?]

 

[Ne, janji.]

 

[OK. Aku pegang janjimu. Awas kalau lupa!]        

 

[Ne.]

 

Tok.. Tok.. Tok..

 

Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Woohyun.

 

"Masuk." Woohyun mempersilahkan orang itu untuk masuk sambil meletakkan ponselnya di atas mejanya.

 

Pintu ruang kerja terbuka dan muncullah sosok namja cantik dari balik pintu. "Um, Dokter Nam.. maaf mengganggu.." ucapnya malu-malu.

 

"Ah, Sungjongie. Masuklah." suruh Woohyun ramah.

 

Sungjong menutup pintunya, lalu masuk mendekati Woohyun.

 

"Duduklah." ucap Woohyun.

 

Sungjong duduk di kursi di depan meja kerja Woohyun. Kursinya empuk. Sangat nyaman untuk diduduki. Oke, lupakan soal kursi.

 

"Ada apa kau kemari?" tanya Woohyun.

 

"Ada yang ingin aku bicarakan padamu, Dok." jawab Sungjong malu-malu.

 

"Ah, jangan sekarang ne? Aku harus bersiap-siap untuk operasi selanjutnya. Bagaimana kalau sore ini atau besok pagi? Karena aku tidak bisa kalau malam ini." tawar Woohyun.

 

"Ehh??" pekik Sungjong. "Memangnya nanti malam Dokter mau pergi kemana?" tanya Sungjong.

 

"Aku mau pergi ke rumah temanku. Aku ingin meminta maaf pada orang tuanya karena aku tidak mengikuti prosesi pemakaman anaknya." jawab Woohyun.

 

"Ah, pasti yang kemarin.." ucap Sungjong sok tahu.

 

"Yup. Benar sekali." jawab Woohyun mantap.

 

"Oh, okay Dok.. kita bicarakan nanti saja. Lagipula, ada banyak hal yang ingin aku bicarakan pada Dokter." ucap Sungjong lalu beranjak dari duduknya.

 

"Tentang apa itu?" tanya Woohyun penasaran.

 

"Tentang hyung." jawab Sungjong singkat.

 

"Hyung? Maksudmu, Sunggyu hyung?"

 

"Ne. Tentang Sunggyu hyung." jawab Sungjong meyakinkan.

 

"Hmm.." Woohyun mengangguk. "Hari ini operasiku akan selesai pukul 5 sore. Kau tunggu saja di cafe Maria." ucap Woohyun memberi tahu Sungjong.

 

Sungjong mengangguk cepat. "Ne, hyung. Aku akan menunggu disana." sanggupnya.

 

Woohyun tersenyum lembut pada Sungjong. "Kau boleh pergi sekarang." ucapnya.

 

Sungjong mengangguk lagi. "Gomawo, Dokter Nam." sahutnya sembari melangkah meninggalkan ruang kerja Woohyun. Tapi sebelum dia keluar dari ruangan Woohyun, Sungjong berbalik, "Dok, ku mohon tolong jangan beri tahu Sunggyu hyung jika aku menyembunyikan ponselnya, ne! Sunggyu hyung bisa marah besar padaku!" pinta Sungjong dengan wajah memelas.

 

"Eoh?" Woohyun mengangkat sebelah alisnya. "Ahahah. Kau tenang saja. Aku tidak akan memberi tahunya.." ucap Woohyun sambil terkekeh kecil.

 

Sungjong menarik nafas lega. "Syukurlah.." gumamnya. "Gomawo lagi, Dok! Kau yang terbaik!" serunya lalu segera pergi meninggalkan ruang Woohyun.

 

Woohyun hanya tersenyum simpul setelah Sungjong pergi meninggalkan ruang kerjanya. "Tentang Sunggyu, huh." sindirnya masih dengan senyum simpulnya.

 

"Apa yang mau kau bicarakan denganku? Kekasih Sunggyu yang bejat itu? Hah!" umpatnya sambil menggebrak mejanya.

 

"Kalau begini terus aku bisa stress! Arghh!" pekiknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Oh, aku lupa. Aku memang sudah stress!" hinanya sendiri lalu beranjak dari tempat duduknya dengan malas.

 

"Rasanya, hari ini aku malas sekali melakukan operasi." ucap Woohyun malas sambil berjalan meninggalkan ruangannya.

 

"Keadaan yang 'panas' ini benar-benar menghilangkan mood baikku."

 

"Huh."

 

***

 

[Sore. 5pm. Cafe Maria.]

 

"Hey. Sudah lama menunggu?" Woohyun menepuk bahu Sungjong dari belakang.

 

"Ah, Dokter Nam!" seru Sungjong senang. "Tidak lama kok. Aku juga baru sampai." geleng Sungjong.

 

"Oh, baguslah." sahut Woohyun lalu duduk berhadapan dengan Sungjong. "Ahh, melelahkan sekali hari ini.." omel Woohyun sambil menyandarkan tubuhnya.

 

"Bagaimana dengan operasinya, Dok?" tanya Sungjong, sekedar basa-basi.

 

"Lancar." jawab Woohyun singkat.

 

"Begitu." angguk Sungjong. "Dok, pesan dulu." ucap Sungjong sambil memberikan daftar menu pada Woohyun.

 

"Gomawo." ucap Woohyun sambil menerima menu itu. Woohyun melihat-lihat daftar menu itu. Setelah menemukan apa yang dia inginkan, dia menulisnya di daftar pesanan. "Sudah." ucap Woohyun sambil meletakkan bolpointnya.

 

"Agassi!" panggil Sungjong pada salah satu pelayan di cafe itu. Pelayan itu datang. "Ne, tuan? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

 

"Ini pesanan kami." Sungjong menyerahkan daftar pesanan pada pelayan itu. Pelayan itu mengambilnya. "Silahkan ditunggu." ucapnya dan hanya direspon dengan anggukan oleh Sungjong dan juga Woohyun.

 

"Hyung, aku boleh minta tolong?" Sungjong memulai topik pembicaraan.

 

"Apa itu?" tanya Woohyun malas.

 

"Aku ingin dokter membantuku untuk membuat Sunggyu hyung melupakan Myungsoo." jawab Sungjong to the point.

 

"Myungsoo?" Woohyun menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan ketertarikannya saat nama 'Myungsoo' terucap dari mulut Sungjong.

 

"Ne, Myungsoo." Sungjong mengulang. "Dokter mengenalnya?"

 

Woohyun menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Hanya saja, namanya seperti nama sepupuku!" seru Woohyun.

 

"Oh... Begitu.." angguk Sungjong. "Myungsoo itu kekasih hyungku. Namanya Kim Myungsoo."

 

"EH?!" pekik Woohyun kaget.

 

"Kenapa hyung??" tanya Sungjong bingung.

 

"Sepupuku juga bernama Kim Myungsoo. Tapi, ah, lupakan. Mungkin mereka orang yang berbeda. Hanya saja nama mereka sama." ucap Woohyun sambil berpikir. "Tapi sepertinya mereka berdua memang orang yang berbeda. Karena Myungsoo sepupuku itu sudah mempunyai kekasih dan kekasihnya bukan Sunggyu." lanjutnya mengutarakan analisanya.

 

"Baguslah kalau mereka orang yang berbeda. Karena aku benar-benar membenci Myungsoo kekasih hyungku." ucap Sungjong. Sangat jelas sekali terlihat aura kebencian dari cara bicaranya barusan. Sungjong memang benar-benar benci dengan namja bernama Kim Myungsoo itu.

 

"Kenapa kau membenci Myungsoo?" tanya Woohyun penasaran.

 

"Karena dia selalu menyakiti hyungku, Dok!" jawab Sungjong emosi.

 

"Tahan sedikit emosimu. Ini tempat umum. Kau tidak bisa sembarangan meluapkan emosimu." ucap Woohyun memperingati.

 

Sungjong mengangguk paham. "Arasseo..." ucap Sungjong.

 

"Ah, jangan memanggilku 'Dokter' jika kita sedang berada diluar. Panggil saja aku 'hyung'." ucap Woohyun sambil tersenyum.

 

"Ne hyung.." angguk Sungjong.

 

"Sekarang ceritakan padaku. Kenapa kau mengatakan kalau Myungsoo menyakiti hyungmu?" tanya Woohyun ingin tahu.

 

"Okay aku akan bercerita.." ucap Sungjong. "Hyung dan Myungsoo sudah menjalani hubungan selama 1 tahun lebih. Dulu saat baru pertama kali menjalani hubungan, Myungsoo sangat baik dan perhatian dengan hyungku. Tapi lama-kelamaan, Myungsoo menjadi sangat over pada hyungku. Dia melarang hyung untuk berteman. Dia selalu marah jika hyung pergi bermain bersama teman-temannya. Dia hanya ingin hyungku menjadi miliknya seutuhnya. Dan ini membuat hyungku tidak mempunyai teman. Teman-temannya satu per satu meninggalkannya karena malas berurusan dengan Myungsoo. Dan, yeah.. Jadilah hyungku seorang namja kesepian seperti sekarang. Semuanya karena Myungsoo. Namja egois yang sangat dicintai oleh hyungku." Sungjong memulai ceritanya.

 

Woohyun mengangguk-angguk kecil mendengar cerita Sungjong. "Jadi, kau membenci Myungsoo karena dia posesif dengan hyungmu?"

 

"Ne. Dan aku menjadi semakin membencinya karena gara-gara dia, hyungku hampir bunuh diri. Untung saja kau cepat menolong hyungku. Jika tidak, mungkin keinginan hyungku benar-benar tercapai." ucap Sungjong dingin.

 

"Tidak perlu berterima kasih. Itu sudah kewajibanku.." Woohyun tersenyum kecil. "Lalu, bagaimana caraku untuk membuat hyungmu lupa dengan Myunsoo?" tanya Woohyun yang sedikit tertarik dengan tawaran Sungjong.

 

"Menangkan hatinya!" jawab Sungjong singkat.

 

"Hah? Kenapa harus memenangkan hatinya???" tanya Woohyun bingung.

 

"Permisi, tuan. Pesanan anda." ucap pelayan yang membawa 2 cangkir pesanan Sungjong dan Woohyun. "Caramel latte?"

 

"Aku." sahut Woohyun. Pelayan meletakkan caramel latte di depan Woohyun, lalu meletakkan moccacino di depan Sungjong. "Silahkan dinikmati.." ucap pelayan sambil membungkuk memberi hormat.

 

"Gomawo." ucap Sungjong sebelum pelayan itu pergi meninggalkan meja mereka berdua.

 

Sungjong menyeruput moccacinonya. "Karena hanya dengan cara itu kau bisa membuat Sunggyu hyung melupakan Myungsoo. Kau tahu, rasa cinta hyungku pada Myungsoo sangat kuat. Dia bahkan tetap memilih untuk bertahan dengan Myungsoo walau dia harus mengorbankan kebebasannya. Dan jika kau mengetahui bagaimana hyungku sebelum dia menjalankan hubungannya dengan Myungsoo, aku berani bertaruh kau akan melongo tidak percaya." ucap Sungjong panjang lebar.

 

Woohyun meletakkan caramelnya yang dia seruput. "Memangnya, bagaimana Sunggyu hyung sebelum berhubungan dengan Myungsoo?" tanyanya penasaran.

 

"Dia hyung yang menyenangkan dan menggemaskan." jawab Sungjong. "Dia juga sangat suka bermain." lanjutnya. “Dan juga cerewet.”

 

"Oh.." gumam Woohyun singkat. "Sepertinya aku sudah mulai paham." ucapnya sambil menyeruput caramelnya lagi. "Tapi, kenapa kau memilihku?"

 

"Itu karena.. Karena hyung adalah dokter yang menangani hyungku. Jadi, aku rasa hyung mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk mendapatkan hatinya.." jawab Sungjong malu.

 

"Alasan yang bagus." ucap Woohyun. "Baiklah, akan ku coba." angguk Woohyun setuju.

 

Sungjong tersenyum senang. Merasa lega karena Woohyun mau membantunya.

 

"Tapi, aku tidak bisa menjamin."

 

"Tidak apa hyung.. Dicoba saja dulu.." ucap Sungjong optimis.

 

"Yeah, baiklah.."

 

***

 

Woohyun duduk di kursi di hadapan kedua orang tua Seulmi. Dia menunduk, merasa tidak enak atas kesalahannya kemarin.

 

"Ada apa, Woohyun-ah?" tanya Tuan Kim.

 

"Aku, Aku ingin minta maaf." jawab Woohyun singkat.

 

"Minta maaf untuk apa?" sahut Tuan Kim dengan ekspresi bingung.

 

"Untuk yang kemarin. Aku tidak datang di prosesi pemakaman Seulmi. Maafkan aku, Tuan, Nyonya...." ucap Woohyun sedikit menunduk.

 

"Ah, itu.. Tidak usah dipikirkan, Woohyun-ah. Kami tahu jika kau harus menangani pasien yang hampir mati.." sahut Nyonya Kim sambil menepuk bahu Woohyun.

 

"Eh?" Woohyun mengangkat wajahnya. "Bagaimana.. Bagaimana Tuan dan Nyonya mengetahuinya?" tanya Woohyun penasaran.

 

"Dokter Inguk yang memberi tahu kami." jawab Tuan Kim.

 

"Ah, arasseo.." Woohyun mengangguk lega.

 

"Kau memang dokter yang hebat, Woohyun-ah. Kami bangga anak kami ditangani olehmu." puji Nyonya Kim sambil tersenyum lembut.

 

Woohyun tertegun mendengar pujian Nyonya Kim. Dia tidak menyangka beliau memujinya meski dirinya tidak bisa menyelamatkan putri satu-satunya.

 

"Jangan sedih." ucap Tuan Kim sambil menepuk-nepuk bahu Woohyun. "Kau masih mempunyai banyak nyawa yang harus kau selamatkan. Jika kau menyerah, kau benar-benar melakukan kesalahan besar." lanjutnya.

 

Woohyun mengangguk mengerti. Sambil tersenyum, dia pamit hendak pulang. "Arasseo.. Tuan, Nyonya.. Aku pamit pulang. Aku sangat lelah hari ini." pamitnya. Setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tua Seulmi, Woohyun pun pergi meninggalkan rumah keluarga Kim.

 

***

 

Woohyun melajukan mobilnya menuju salah satu club ternama di kotanya. Dia ingin melepas kepenatannya 1 hari itu.

 

Eonjenga maeumi dachineun nal itdageona.. Iyu eomneun nunmuri heureulttaemyeon~

 

Ponsel Woohyun berbunyi. Woohyun mengangkatnya untuk melihat siapa pengirim pesan itu.

 

"Ah, Myungsoo." gumamnya saat membaca nama pengirim pesan itu.

 

[Hyung, apa kau sudah di club? Aku akan menemanimu hari ini.]

 

[Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?]

 

[Siapa yang berubah pikiran? :P Yeolie mengajakku berkencan di club. Jadi, yeah sekalian saja aku menemanimu. Aku kasihan dengan hyung kesayanganku yang sedang gundah gulana.. heheh]

 

[Ucapanmu itu membuatku terharu. Terima kasih atas perhatiannya. =_=]

 

[Tidak perlu berterima kasih. Itu sudah kewajibanku sebagai adikmu.]

 

[Haaaah. Ya sudah, tunggu aku jam 10. Aku masih di perjalanan.]

 

[Pabo. Aku sudah disini.]

 

[Benarkah? Wah, Kau yang sabar ya. Aku akan tiba disana sekitar 45 menit lagi.]

 

[Omonganmu tidak bisa dipercaya. Paling-paling 1 jam lagi baru kau sampai.]

 

[Kau benar-benar mengerti aku.]

 

[Sial!]

 

Woohyun terkekeh membaca pesan terakhir Myungsoo. Myungsoo benar-benar gampang sekali untuk digoda. Dan Woohyun sangat senang karena berhasil membuat sepupunya sebal. Woohyun melihat ponselnya lagi, lalu mengetikkan beberapa pesan untuk Inguk. Isinya hanya menyuruh Inguk untuk memberi makan Sunggyu setelah dia sadar dari biusnya. Setelah selesai mengetikkan pesannya, dia mempercepat laju mobilnya agar sampai di club lebih cepat.

 

***

 

Sunggyu membuka matanya perlahan. Efek obat biusnya sudah berhenti bekerja. Dia melihat perlahan ke sekelilingnya dengan lemah. "Uhh.." ringisnya dalam hati sambil mengerjap-kerjapkan matanya. Dia terlihat kebingungan. Ya, wajar saja Sunggyu kebingungan. Karena dia tidak menemukan siapa-siapa di dalam kamarnya itu.

 

Pintu kamar terbuka perlahan. Dokter Inguk memasukki ruangan dengan membawa makan malam di tangannya. "Oh, kau sudah bangun." ucapnya sambil tersenyum lembut.

 

Sunggyu menatap datar namja tinggi yang baru saja mengajaknya bicara. Dari tatapannya, sepertinya Sunggyu tidak terlalu tertarik dengan namja itu. Dia terlihat 'sedikit' bosan saat melihat namja itu.

 

"Aku kemari untuk mengantarkan makan malam untukmu. Apa kau sudah lapar?" tanyanya sambil duduk di sebelah Sunggyu.

 

Sunggyu menggeleng pelan, masih menatap lurus dengan tatapan datar.

 

"Kau belum makan sejak siang. Kau harus makan, Sunggyu-ssi. Jika tidak, proses penyembuhanmu akan lebih lama." ucap Inguk, membujuk Sunggyu agar mau makan malam.

 

Sunggyu menggeleng lagi, keukeuh dengan kehendaknya sendiri.

 

Inguk menarik nafas panjang, mencoba untuk memikirkan cara lain agar Sunggyu tidak menolak makan malamnya. "Ya, Sunggyu-ssi.." panggil Inguk pelan.

 

Sunggyu menatap Inguk melalui sudut matanya tanpa mengatakan satu kata pun.

 

"Apa kau tidak mau makan jika tidak ada Sungjong?" tanyanya.

 

Sunggyu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Inguk.

 

"Ah, begitu..." Inguk mengangguk paham. "Sayangnya Sungjong tidak bisa menjengukmu malam ini. Dia mempunyai banyak tugas."

 

Sunggyu memejamkan kedua matanya. Dia terlihat kecewa karena adiknya tidak datang menjenguknya.

 

"Woohyun juga tidak bisa datang. Dia sedang mempunyai urusan dengan salah satu orang tua pasien disini."

 

Mendengar hal itu, Sunggyu menjadi semakin kecewa. Karena itu berarti dia harus melewati malam ini sendirian dan tentu saja itu membuat Sunggyu merasa kesepian. Ya, mungkin dia tidak sendirian karena Inguk akan menemaninya malam itu. Tapi, di dalam batin Sunggyu, dia merasa sangat kesepian. Kenapa? Apa karena Sunggyu tidak menyukai Inguk? Atau karena Sunggyu membenci Inguk? Jawabannya tidak. Dia bukannya tidak menyukai ataupun membenci Inguk. Tetapi, ada satu hal yang membuat Sunggyu bosan dengan Inguk. 'Karisma'nya.

 

Inguk mengecheck ECG Sunggyu. Dia tersenyum senang melihat rekaman denyut jantung Sunggyu di layar ECG. "Denyutmu sudah mulai normal." ucapnya sambil tersenyum.

 

Sunggyu diam tidak merespon. Wajahnya juga datar tanpa ekspresi, seperti tidak merasa bahagia saat mengetahui denyutnya hampir kembali normal.

 

"Seharusnya kau tidak memerlukan masker oxygen itu lagi. Tapi, aku tidak punya wewenang untuk melepas masker itu. Aku harus mendapat persetujuan dari Woohyun terlebih dahulu karena dia yang bertanggung jawab untuk perawatanmu." tukas Inguk sambil menatap Sunggyu dengan tatapan lembutnya.

 

"Oh, iya. Ayo dimakan makan malammu. Kau harus makan untuk penyembuhanmu!" ucap Inguk sambil menyendok sop ayam untuk Sunggyu.

 

Sunggyu menggeleng lagi, menyatakan penolakan.

 

Inguk menghela nafas, lalu menengok jam dinding di kamar Sunggyu. "Maafkan aku, Sunggyu-ssi. Aku punya jadwal saat ini. Aku akan kembali setelah aku selesai mengoperasi pasienku. Annyeong!" setelah mengucapkan hal itu, Inguk pergi meninggalkan kamar Sunggyu.

 

Sunggyu sendirian di kamarnya yang sepi. Tidak ada Sungjong, tidak ada Woohyun, dan juga tidak ada Myungsoo. Myungsoo? Kekasihnya yang kurang ajar itu? Hey, Kim Sunggyu. Kenapa kau masih mencintai namja jahat itu? Dia bahkan tidak pernah menanyakan kabarmu. Seharusnya kau sudahi saja hubunganmu dengan namja itu. Namja seperti itu, tidak akan pernah memberikanmu kebahagiaan. Yang ada hanya kau, Kim Sunggyu, menderita karena namja jahat yang dengan keukeuh kau cintai itu.

 

'Pabo..' batin Sunggyu.

 

'Kim Sunggyu pabo..'

 

'Kim Sunggyu.. K-Kim Sunggyu..' batin Sunggyu lagi.

 

Sunggyu memejamkan kedua matanya. Bibir mungilnya menyunggingkan sebuah senyuman kecil yang manis, namun terlihat lemah dan putus asa.

 

'Pecundang.'

 

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

TBC

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
9gagger #1
Waaa! ! I really enjoy this story! I'm hsppy to have found it^^ fighting author-nim~~