Chapter 7

Daddy's Daughter
Please Subscribe to read the full chapter

Mata itu terbuka, menampakkan manik hitam tajam dengan pandangan sayu.

Sepasang bibir pucat itu bergerak, menyebutkan sebuah nama dengan nada yang begitu lirih, bahkan terkesan berbisik.

“Yun..”

Kesadaran Chanyeol perlahan mulai kembali.

Dia masih mengerjap pelan, berusaha memfokuskan pandangannya, menatap sekitar.

Ruangan putih.

Baru saja Chanyeol hendak menggerakkan tubuhnya untuk bangkit, tiba-tiba rasa nyeri itu kembali menjalar tubuhnya. Dia merasa sebagian tubuhnya lumpuh, tidak berdaya.

Tapi bukan Park Chanyeol namanya jika dia akan menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba bergerak, mengangkat tangannya.

“Arrrghhh!!”

Rasa sakit itu kembali menjalar. Bahkan lebih parah dari sebelumnya. Tubuhnya sangat lemas, kaku dan seperti hancur berkeping-keping.

Dia menggigit bibir bawahnya, perlahan ingatannya kembali mengusik.

Sebelum ini.

Sebelum dia berada di ruang putih ini lagi.

Dia berada..

Astaga!

Chanyeol terkesiap.

Seharusnya dia tidak berada di sini. Seharusnya Chanyeol tidak berada di ruangan putih tanpa batas itu lagi.

Seharusnya Chanyeol berada di barisan penonton, duduk dengan tenang sambil menikmati pertunjukkan bernyanyi yang dilakukan Yun.

Tapi..

Dan..

“Arggghhhh!!” Chanyeol memekik lebih keras.

Dia ingat bagaimana sebuah motor melaju dengan cepat ke arahnya. Tubuhnya yang melayang terhantam badan motor hingga ia merasakan sakit di seluruh tubuhnya.

Lalu..

Bagaimana bisa dia berada di ruangan aneh ini lagi?

Bagaimana dengan.. pertunjukkan Yun?

Chanyeol menyipitkan matanya saat sebuah sinar putih berpendar tepat di hadapannya. Dan saat itu pula dia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya.

Kekuatannya kembali secara ajaib. Dia bisa menggerakan tubuhnya. Ini hebat!

“Park Chanyeol..”

Suara pria itu kembali mengusiknya.

Chanyeol masih berusaha menegakkan tubuhnya dengan susah payah, dia berdiri dengan kedua kaki berpijak sempurna. Mata hitamnya menatap lurus ke arah seorang pria yang sedari tadi sudah berdiri di depannya.

“T-Tao..”

“Kau gagal.”

Chanyeol membeku. Lidahnya kelu. Kepalanya pening, berputar dan dadanya berubah sesak. Sangat sesak hingga rasanya tidak ada oksigen yang bisa dia hirup saat ini.

Kau gagal.

Rentetan dua kata yang paling Chanyeol takuti itu terus terngiang dalam telinganya. Mendengung seolah ada sebuah perekam di sebelah telinganya, terus mengusiknya hingga membuat Chanyeol frustasi.

“Kau benar-benar gagal, Park Chanyeol.”

“T-Tunggu!”

Pria bermata panda itu mengangkat sedikit kepalanya, memperlihatkan sebagian wajahnya yang putih berseri tertutup jubah putih.

“Ak-aku sudah berusaha. Aku sudah berusaha untuk datang, ta-tapi motor itu.. motor—“

“Kau tidak bisa menyalahkan takdir, Park Chanyeol. Bukan takdir yang mengubahmu, tapi kau yang harus mengubah takdir saat ini.”

Chanyeol menggigit bibir bawahnya, menangis dalam diam, merutuki kebodohannya untuk kesekian kali.

“Tuan T-Tao.. kumohon, beri aku satu kesempatan yang lain. Aku akan berusaha lebih dari ini. Aku tidak akan membuang kesempatan dengan percuma. Kumohon.”

Chanyeol menangis.

Tao hanya terdiam melihatnya.

“Tuan, aku sangat berharap Yun bisa kembali lagi. Aku ingin memperbaiki semuanya. Menjadi seorang ayah yang Yun inginkan. Kumohon.” Lirihnya.

“Mulutmu tidak bisa menjamin apapun.”

“Aku berjanji. Demi Tuhan! Dari lima foto yang tersisa, aku akan berhasil. Aku akan membuat Yun tersenyum dalam empat foto diantaranya.”

Tao memandangnya datar.

“T-Tuan.. kumohon.”

Lutut Chanyeol tiba-tiba melemas. Dia berlutut di hadapan Tao dengan wajah sembab, airmata sudah menganak sungai di pipinya.

Chanyeol begitu menyesal dan kecewa pada dirinya sendiri.

“Appa.”

Chanyeol mendongak. Airmata kembali turun saat melihat sosok Yun berdiri di samping pria berjubah itu. Yun menatapnya, kaku. Gadis kecil itu terlihat sangat cantik dengan gaun putih sebatas lutut sekalipun wajahnya terlihat sangat pucat.

“Yun.. Appa mohon, bantu Appa.”

“Appa.” Yun hanya mengulang panggilannya.

Tao kembali membuka suara, “Seharusnya kau tidak menyiakan keberadaan Yun selama ini, Park Chanyeol. Dia begitu mencintaimu hingga memohon padaku.”

Chanyeol menatapnya tidak mengerti.

“Aku akan memberi satu kesempatan lagi.”

Sontak Chanyeol menangis, dia terharu.

“Terimakasih.. terimakasih banyak, Tuan.”

“Tapi ingat! Satu kali kau gagal. Maka Yun tidak akan selamat. Kau akan menjadi manusia paling menderita dan menyedihkan di dunia ini. Untuk selamanya. Dan kau tidak akan bisa hidup dengan tenang, tidak memiliki pilihan selain mati.”

Chanyeol tertegun. Kata-kata peringatan itu begitu menakutkan untuk dia ingat.

Tidak. Chanyeol tidak ingin menderita. Dia tidak ingin Yun pergi. Tidak. Tidak akan pernah.

“T-Tuan..”

Chanyeol mendongak kembali, dia terbelalak.

Pria itu pergi. Yun juga menghilang.

Di hadapannya hanya terlihat ruangan putih tanpa batas. Chanyeol kembali sendirian. Tubuhnya menggigil, dia ketakutan.

“Tidak. Tuan! Tuan Tao!”

Chanyeol berteriak. Berlari kesana kemari. Dia tergesa-gesa.

“Tuan! Jangan pergi! Yun! Jangan tinggalkan Appa! Park Yun!!”

Chanyeol meremas rambutnya. Dia frustasi karena tidak bisa menemukan siapapun di sana terkecuali dirinya sendiri.

“PARK YUUUNNN!!!!”

.

.

.

Daddy’s Daughter

Youngieomma & DantExo

.

.

.

12 March 2014, 06.56 AM

“PARK YUUUNNN!!!”

Chanyeol bangkit dengan napas yang memburu. Dia mengusap peluh di sekitar wajahnya dengan gusar. Menghela napas sekali lagi, dia membelalakkan mata.

Chanyeol mengerjap, menatap lamat-lamat tubuhnya yang terbalut piyama dan selimut tebal berwarna putih. Tangannya meraba ke bawah. Benar. Dia berada di ranjang. Chanyeol terduduk di ranjangnya.

Pandangannya beralih ke sekeliling.

Benar ini kamarnya.

Chanyeol menurunkan bahunya. Dia lemas.

Pertemuannya dengan pria pengatur waktu itu, apakah sebuah mimpi?

Kenapa dia bisa berada di tempat-tempat yang berbeda hanya dalam kedipan mata saja?

Kemana perginya ruangan putih itu? Dan kenapa dia bisa berada di kamarnya?

Tubuhnya terasa segar kembali. Bahkan jauh lebih segar ketika dia berada di ruangan putih itu. Dia merasa seperti tidak pernah mengalami kecelakaan, tertabrak motor ataupun berlari d jalanan sebelumnya.

Ini benar-benar ajaib sekaligus aneh!

Baru saja Chanyeol mengatur napasnya, tiba-tiba perutnya melilit. Otot-otot bagian bawah tubuhnya menegang dan dia seperti ingin mengeluarkan sesuatu.

Oh Sial!

Pria 27 tahun itu bergegas pergi ke kamar mandi. Membanting pintu dengan kasar.

Setelah selesai dengan ‘panggilan alam’nya, Chanyeol berdiri di depan cermin yang ada di sudut kamar mandi. Dia mendesah lega. Cermin itu bersih, berukuran sedang hingga Chanyeol bisa melihat refleksi dirinya sendiri di sana. Wajahnya terlihat lelah, kantung matanya cukup terlihat, bibirnya pucat dan lagi tubuhnya terlihat kurus.

Tapi anehnya dia tidak merasakan nyeri atau sakit di bagian tubuh manapun.

Dia merasa sangat segar dan sehat.

Mengingat perjanjian yang telah dia buat dengan pria misterius itu, Chanyeol kembali tertegun. Dengan langkah lebar, dia berjalan keluar kemudian meraih sebuah kalender meja. Di tatapnya kalender itu dengan seksama.

Ada dua bulatan berwarna merah yang melingkari angka 10 dan 11 di bulan Maret. Chanyeol memang sengaja melakukan itu untuk mengingat sudah berapa hari yang dia lewatkan sampai saat ini. Mendesah pasrah, Chanyeol merasa frustasi ketika mengingat bahwa dua kesempatannya dulu telah terlewat tanpa ada sebuah keberhasilan.

Chanyeol gagal untuk kedua kalinya.

Dan hari ini.. adalah hari ketiga, dimana ada satu kesempatan lagi yang diberikan padanya untuk memperbaiki semua.

Chanyeol buru-buru mengambil amlop berisi foto yang dia simpan di dalam laci. Menarik satu foto bertuliskan 12-03-2014 lalu mengamatinya lamat-lamat.

Disana, di dalam foto itu, dia melihat dengan jelas raut sedih Yun. Chanyeol ingat jika saat itu—hari ini—Yun pulang dari sekolah dengan wajah murung. Beberapa hari sebelumnya, guru di sekolah menyuruh setiap anak untuk membawa foto beserta tulisan yang berisi tentang ayah mereka.

Chanyeol juga ingat apa yang dikatakan Minseok saat dia menanyakan kabar Yun hari ini. Minseok menjelaskan bahwa Yun merasa kecewa dan marah pada Chanyeol karena lagi-lagi dia tidak bisa menepati janjinya. Yun ingin mengatakan pada dunia luar tentang siapa ayahnya yang sebenarnya dan Chanyeol menyetujuinya. Chanyeol juga berjanji akan datang ke sekolah karena dia tahu pasti teman-teman Yun tidak akan semudah itu percaya. Chanyeol akan datang sebagai buktinya.

Dan seketika Chanyeol merutuki kebodohannya untuk kesekian kalinya.

Dia ingat sudah gagal membahagiakan Yun saat itu. Dia kembali membuat putri kecilnya sedih, karena janji yang tidak ia tepati. Chanyeol kesal. Dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa dia bisa semudah itu melupakan segala urusan yang menyangkut Yun jika sudah bekerja? Chanyeol selalu berusaha untuk menomorsatukan Yun di hidupnya, tapi kenapa selalu gagal?

Chanyeol menundukkan kepala. Dia sedih karena tidak bisa menjadi ayah yang baik bagi Yun. Hidup putri kecilnya sudah cukup menderita karenanya. Sudah cukup Yun mengenalnya sebagai orangtua. Chanyeol ingin menjadi orangtua tunggal yang bisa memenuhi segala kebutuhan Yun dan juga membuatnya bahagia tanpa ada kehadiran orang lain.

Kehadiran orang lain eh?

Pria berusia 27 tahun mendecih. Mengingat bagaimana masa lalunya dulu, ketika dia berusaha untuk mengambil Yun dari wanita itu. Wanita yang dulu pernah dicintainya tapi ternyata dia sama brengseknya dengan ke-empat sahabatnya.

Ya. Chanyeol akui jika di kehidupan lalu, dia begitu mencintai seseorang. Dia selalu menganggap bahwa dirinya menjadi pria paling beruntung karena berhasil memiliki seorang wanita sesempurna itu. Dia adalah ibu Yun. Satu-satunya wanita di dunia ini yang berhasil mengenalkan Chanyeol pada arti sebuah cinta.

Tapi sayang seribu sayang, hal itu hanyalah omong kosong belaka. Saat Chanyeol mengenal apa itu cinta, maka saat itu juga dia mengerti apa itu kebohongan. Dia telah menyerahkan seluruh cinta kasihnya yang begitu tulus, ternyata sangat mudah untuk di bohongi. Wanita itu berdusta. Dan Chanyeol merasa sangat bodoh karena begitu mudah mempercayai mulut manis wanita itu.

“Aku benar-benar kejam, telah membiarkan darah dagingku sendiri lahir dari rahim seorang wanita brengsek sepertinya.” Gumam Chanyeol.

Baru saja Chanyeol menarik napasnya kesal, suara ketukan pintu mengintrupsi. Kali ini belum sempat dia menjawab, daun pintu itu terbuka dengan sendirinya menampakkan seorang pria dewasa berwajah anak-anak yang tengah berdiri menatapnya bosan.

“Wow, kukira kau salah jam hari ini, Chanyeol-ah?”

Masih berusaha menguasai ekspresinya sebelum orang tersebut menyadarinya, Chanyeol berdeham, “Kau pikir aku hanya bisa bangun karena sinar matahari panas yang sudah menembus ke kamar ini, Hyung?”

Minseok terkekeh geli, “Kupikir begitu. Tapi baguslah, berarti kau ada kemajuan. Setidaknya hari ini kau bangun satu jam lebih cepat dari biasanya.” Ucapnya sambil melirik jam weker di atas meja. Hal itu juga di ikuti oleh Chanyeol.

“Hyung..” Chanyeol bercicit.

“Apa?”

“Kau.. kau tidak marah dengan ulahku kemarin?”

Minseok mengerutkan dahi, “Ulahmu? Memang kau membuat ulah di belakangku?”

Chanyeol menelan ludahnya kasar.

“Janji temu itu.. aku kabur dengan taksi, lalu kau berusaha mengejarku dan..”

“Jangan mengada-ada. Apa kau sakit hari ini eoh?”

Chanyeol menggeleng.

“Ucapanmu melantur seperti itu. Siapa yang kabur eoh? Bahkan kemarin kau melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal. Tidak ada masalah.”

“Hah?” Chanyeol membuka mulutnya. Dia terkejut. Dia pikir Minseok belum terlalu tua untuk mengingat kejadian sehari sebelumnya. Biasanya ketika Chanyeol melakukan ulah kecil saja, pria itu akan marah besar seperti kebakaran jenggot. Tapi kenapa sekarang tidak?

“Kau pasti bermimpi, Park Chanyeol.” Sahut Minseok.

“Tidak mungkin, Hyung! Aku benar-benar mengalaminya kemarin. Saat aku menunggu produser, aku malah kabur untuk datang ke pertunjukkan Yun di sekolah. Aku menggunakan taksi lalu.. lalu tiba-tiba ada sebuah motor yang menghantam tubuhku dan aku.. aku pingsan. Aku tertabrak.” Entah kenapa Chanyeol terbata-bata dalam menjelaskan.

Minseok menggeleng, tersenyum geli memandangnya.

“Apa kemampuan akting dan mengarangmu semakin baik? Tertabrak apanya? Kau bahkan baik-baik saja sekarang.”

“Tapi, Hyung..”

Minseok kembali berdeham, “Kemarin malam, setelah kau pulang dari kantor, kalian—kau dan Yun—bertengkar. Yun marah padamu karena kau tidak bisa menepati janji untuk datang ke pertunjukkannya. Dia bahkan menangis, kau hanya bisa meminta maaf berkali-kali. Entah apakah Yun memaafkanmu atau dia masih marah padamu.”

Chanyeol tertegun.

Bagaimana bisa ini terjadi?

“Pertemuanmu dengan produser MV juga berjalan lancar. Saking lancarnya, bahkan kau tidak mendengarkanku saat jam istirahat untuk menghubungi Yun. Setidaknya ketika kau menelponnya dan meminta maaf padanya, mungkin Yun tidak akan semarah ini.”

“Hyung..” Chanyeol bercicit.

Minseok menjawab dengan gumaman.

“Apakah aku terlihat menyedihkan sebagai seorang ayah?” tiba-tiba saja pertanyaan itu terlintas dalam benaknya. Chanyeol merasa dia begitu menyedihkan saat ini. Dia hanya seorang ayah yang bisa mengucap janji palsu pada putrinya. Dia selalu gagal untuk membahagiakan Yun.

“Tidak.” Minseok menggeleng, “Kau adalah ayah terbaik di dunia ini.”

“Tapi.. aku selalu membuat Yun sedih dan menangis.” Chanyeol menundukkan kepalanya, dia menangis dalam diam.

“Ini hidup. Dan hidup adalah sebuah perjuangan. Kau harus berjuang demi karir dan juga putrimu. Kenapa bersikap pesimis seperti ini? Kemana Chanyeol yang selalu ceria dan bersemangat eoh?”

Pria bertelinga lebar itu tersenyum kecil. Minseok memang sahabatnya yang paling baik. Dia selalu tahu bagaimana cara menerbitkan senyuman Chanyeol. Sekalipun hanya sekejap.

“Aku merasa sudah mengecewakan Yun. Aku menyiakan keberadaannya selama ini.”

Minseok berkedip, menatap Chanyeol yang terlihat tidak seperti Chanyeol yang dia kenal selama ini.

“Aku takut dia akan pergi untuk selamanya dan aku akan menjadi ayah paling brengsek di dunia ini.” lanjut Chanyeol.

Minseok mendekat, menepuk bahu Chanyeol, mencoba memberi kekuatan padanya.

“Aku tahu ini berat bagimu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Tapi satu hal yang harus kau ingat, Yeol. Perjuangkan apapun yang kau miliki saat ini, jangan mudah menyerah dan raihlah kebahagiaanmu.”

Chanyeol tersenyum dan mengangguk penuh antusias.

Minseok lega melihatnya, “Sekarang, bersiap-siaplah. Kau harus keluar menemui Yun. Jangan biarkan dia bersedih lagi.”

Pria 27 tahun itu bangkit, dia tersenyum pada dirinya sendiri. Memantapkan hatinya agar dia bisa berjuang kembali hari ini. Ya. Harus. Chanyeol harus bisa melewati hari ini dan berakhir dengan sebuah keberhasilan.

“Ngomong-ngomong, Hyung. Apakah hari ini aku bisa sedikit bersantai?”

“Tentu saja.” Minseok melangkah membuka tirai panjang menjuntai yang menutupi jendela kamar Chanyeol, “Kau sudah bekerja keras kemarin. Jadi jadwalmu akan di mulai pukul sepuluh nanti.”

“Kau berjanji tidak akan sepadat kemarin, Hyung.” Kesalnya.

“Aku memang berkata seperti itu, tapi waktu bagi seorang superstar sepertimu sangat random, Yeol. Bisa saja setelah ini akan ada—“

“Aku tidak mau menerima jadwal apapun!” Chanyeol memekik dan mengambil ancang-ancang untuk keluar dari kamarnya, “Hari ini aku akan berusaha menjadi ayah yang baik untuk Yun!”

“Tapi, Yeol-ah..”

“Aku tidak peduli, Hyung!”

Ya.

Ini sudah menjadi keputusan Chanyeol yang paling cepat untuk dia putuskan. Chanyeol akan berusaha semampu dirinya untuk menepati janji pada Yun kali ini. Chanyeol akan melakukan apapun untuk Yun. Dan kali ini Chanyeol bertekad untuk membuat senyuman Yun kembali agar dia bisa bersama putri kecilnya untuk selamanya. Tanpa ada suatu penghalang apapun.

 

~Daddy’s Daughter~

 

11 March 2014, 11.16 AM

PicoArt Corp.

Zhang Yixing, lelaki berperawakan sedang tersebut masih setia termenung di kursi kebesarannya. Tubuhnya yang atletis, terbalut setelan jas berwarna hitam polos dan dipadu dengan dasi merah bergaris hitam yang menggantung rapi di bawah leher. Lelaki berwajah bak malaikat itupun masih enggan untuk menghiraukan ucapan lelaki bertubuh tinggi yang duduk tak jauh dari posisinya.

Sebelah sikunya tertumpu di tepi meja kerja miliknya, bibirnya sedari tadi terkatup rapat enggan untuk membuka suara. Bahkan dari raut wajahnya saja, sudah di pastikan bahwa ada sesuatu yang tengah ia pikirkan saat ini.

“Kupikir jabatan sebagai seorang COE tetap membuatmu berpikir kritis, Yixing.”

Sekali lagi, Yixing sama sekali tidak menghiraukan ucapan Kris. Sekitar pukul dua siang tadi, selepas menyelesaikan rapat dengan beberapa kolega bisnisnya, Yixing di kejutkan dengan kedatangan teman lamanya—Kris. Hal ini sungguh tidak terduga, pasalnya mereka sudah sangat lama tidak bertemu. Mungkin intensitas pertemuan mereka dapat di hitung dengan jari.

Semenjak Pearl bubar, ke-4 member mulai memiliki kehidupan masing-masing. Walaupun mereka masih berhubungan satu sama lain, tetap saja intensitas pertemuan mereka sudah sangat jarang. Mereka berempat sudah tidak bisa lagi saling berbagi cerita, menghabiskan waktu bersama dengan menonton film, atau hal-hal lainnya yang biasa mereka lakukan bersama.

“Ruangan ini sangat cocok dengan gayamu. Elegan dan terkesan misterius.” Ucapan Kris diakhiri dengan tawa. Lelaki bertubuh jangkung tersebut menggeser sedikit posisi duduknya lalu meraih sebuah majalah bisnis di atas meja.

“Aku baru tahu jika seleramu benar-benar berubah. Apa kau berencana membuat design baru setelah ini?”

Kris kembali membalikkan majalah di tangannya menuju halaman lain. Mata tajamnya menatap satu per satu gambar dalam setiap halaman dengan seksama. Dia benar-benar tidak menyangka jika Yixing yang dulu ia kenal sebagai seorang penari sekaligus pecinta musik, ternyata beralih menjadi seorang pemilik usaha bisnis di bidang properti. Bahkan Kris di buat kagum dengan beberapa design interior yang terpampang di majalah tersebut. Dan bisa di pastikan, beberapa dari design-design di sana adalah ciptaan Yixing.

“Apa gunanya aku susah payah menghabiskan waktuku untuk mempelajari tentang design di bangku kuliah?”

Kris tertawa renyah saat akhirnya Yixing membalas ucapannya untuk kesekian kalinya.

“Hanya heran. Kau terlihat seperti Yixing yang asing.”

“Kau berlebihan, Kris.” Jawabnya enteng.

Lelaki berparas tampan itu mengindikkan bahunya tak peduli. Dia lebih memilih untuk menikmati segelas wine yang disediakan Yixing saat ia datang. Wine adalah minuman terbaik bagi Kris. Entah sejak kapan.

“Ah, lalu bagaimana dengan pekerjaanmu, Kris? Kudengar kau baru saja menyetujui kontrak untuk sebuah film di China.” Yixing menggeser posisinya hingga menghadap ke arah meja. Matanya menatap Kris yang duduk cukup jauh darinya.

“Film produksi China, tapi aku harus syuting di Praha untuk beberapa minggu.” Kris kembali membalikkan halaman pada majalah itu tanpa menatap lawan bicaranya. Lelaki jangkung itu kemudian menyudahi kegiatan dengan majalah tersebut dan beralih menatap Yixing dengan pandangan datar. “Kau.. sudah mengetahui kabar Chanyeol saat ini?” ucapnya pelan.

“Ya.”

“Lalu?”

“Lalu apa?”

Kris mendengus, “Kupikir kau akan menghajarnya karena telah terjadi sesuatu dengan seseorang yang sangat kau cintai. Apalagi karena si dungu itu.”

Yixing tersenyum miring, mengerti apa yang Kris maksud dengan ‘si dungu.’

“Kau pikir aku akan seceroboh itu? Membunuh seseorang akan lebih menyenangkan dengan cara halus dan perlahan, Kris. Aku tidak akan terburu-buru kali ini.”

“Oh, baiklah.” Kris mengangguk enteng, “Lantas.. rencanamu itu? Kau akan melakukannya?”

“Tentu.”

“Kau tidak takut dengan posisi Chanyeol saat ini? Kudengar dia menjadi seorang penyanyi terkenal. Nama bodohnya terdengar dimana-mana, membuatku muak.”

Alih-alih menjawab, Yixing justru berjalan menghampiri Kris, duduk di sebelahnya lalu menuang liquid berwarna ungu gelap ke dalam gelas berkakinya. Yixing menatap wine miliknya dengan pandangan penuh makna kemudian menyesapnya pelan.

“Sehebat apapun keberhasilan yang telah Chanyeol dapatkan, hal itu tidak akan pernah membuatnya menang. Dia tetaplah lelaki bodoh yang gemar mengumbar senyum lebarnya. Semua hal yang ada di dalam diri Chanyeol adalah sebuah kebodohan, jadi kenapa kau harus merasa muak? Bukankah itu hal wajar ketika orang bodoh berhasil menarik atensi orang banyak?”

“Chanyeol.. si bodoh yang malang..” gumam Kris.

“Menurutku karir aktingmu jauh lebih memuaskan. Bukankah agensimu saat ini jauh lebih besar dari agensi Chanyeol?”

“Kau benar. Bodoh sekali jika aku harus merasa kalah dari si dungu itu.”

Yixing menyeringai mendengar hal itu, “Sampai semuanya tiba, maka aku akan terus memakai topeng ini.”

“Kau benar-benar malaikat berhati iblis, Zhang Yixing.” Sahut Kris.

“Terimakasih.”

“Ngomong-ngomong..” Kris menyesap winenya sekali lagi hingga tandas, “Bagaimana hubunganmu dengan Eve?”

 

 

~Daddy’s Daughter~

 

12 March 2014, 07.27 AM

Yixing baru saja hendak melahap menu sarapannya pagi ini ketika mendengar suara bel pintu yang berbunyi. Matanya menerawang tajam ke arah depan. Sedikit mengeram kesal karena ada yang sudah menganggu pagi harinya yang tenang. Pria berwajah malaikat itu benar-benar tidak bisa menolerir siapa saja yang telah menganggu hari-harinya tanpa ada pembicaraan terlebih dulu. Bahkan untuk bertemu dengan sahabat ataupun keluarganya saja, mereka harus membuat janji sebelum itu.

Benar-benar egois.

Yixing tersenyum miring mengingat kalimat itu. Dia akui, dirinya memang egois. Tapi seberapa banyaknya kata-kata tajam untuk menggambarkan bagaimana sifatnya, seorang Yixing tidak akan pernah gentar. Biarlah banyak yang menganggapnya egois, bagi Yixing waktunya saat ini yang paling berharga. Yixing tidak akan menemui siapapun yang memang dia anggap tidak penting.

Ting Tong!

Brengsek!

Bersamaan dengan itu, Yixing melempar garpu dan pisau makannya kesal. Rahangnya mengeras saat mendengar bel pintu itu kembali berbunyi. Benar-benar tidak tahu sopan santun. Yixing bersumpah akan menyembur siapa saja yang sudah berani menganggu acara sarapannya kali ini. Apalagi orang tersebut datang dengan tujuan yang tidak penting. Yixing benar-benar akan memenggal kepalanya.

Langkahnya yang terburu-buru karena emosi, tiba-tiba terhenti saat matanya tak sengaja melirik ke arah interkom yang terpasang tepat di samping daun pintu apartemennya. Matanya membelalak lebar, emosinya segera lenyap tanpa bekas tergantikan oleh perasaan senang dan lega dalam waktu bersamaan di hati.

Pintu itu kini terbuka.

Yixing masih berdiri di bagian dalam rumahnya saat melihat seorang wanita berwajah cantik jelita tengah tersenyum manis ke arahnya. Bahkan rasanya kedua tangannya sudah sangat gatal untuk tidak segera memeluk wanita tersebut.

“Yixing Oppa..”

Dia adalah...

“Aku merindukanmu, Oppa.”

...kekasihnya.

Kepala Yixing seolah berputar saat ini. Hatinya begitu berbunga, dadanya menghangat seketika. Pelukan tiba-tiba yang menyerangnya membuat otaknya lumpuh total. Yixing tidak bisa mengingat apapun lagi selain rasa hangat dan nyaman yang mendera lubuk hatinya. Bahkan dia sudah melupakan kekesalannya beberapa menit lalu.

“Eve..” gumamnya pelan.

Tanpa sadar Yixing mengangkat kedua tangannya untuk balas memeluk tubuh Eve dengan erat. Senyuman pun terbit di wajahnya. Bukan senyuman menyeringai, bukan pula senyuman topeng yang biasa dia perlihatkan pada dun

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
byundobi_
#1
Chapter 8: Park chan you really stupid heollll berkali-kali dikasih kesempatan masih juga belum mengerti doh!! gemes juga jadinya pengen ngejitak pcy, kalo aku yang jadi time traveller nya mungkin pcy udah aku jitak --" yah sayang tao jadi time travellernya mana tega seorang panda ngejitak manusia *bhak/?*
aku baru nemu disini karakter chanyeol bener-bener kacau, beneran kacau banget dia disiniiii huhuhu bikin aku greget sama karakternya dia disini.
youngieomma masih tetep dengan gaya bahasa yang paling bisa dimengerti walaupun konflik cerita ini sangat rumit, bahkan ini lebih rumit dari daffodil *hihihi* dan sekarang aku harus kembali menebak lagi apa yang sebenarnya terjadi di fanfic ini hahaha sebelum nemu di aff ini aku tahu youngieomma sejak baca fanfic youngieomma di ffindo emang ya author ini kelihatan paling sibuk banget dari author yg lain wkwk makanya jarang update cepet tapi aku bakalan nunggu fanfic ini update lagi kok hehehe eomma fighting!!~♡ kkkk^^ btw ini fanfic kolaborasi eomma dengan author Dantexo apa gimana? Yah pokonya sukses lah buat kedua author hihihihi dan aku juga suka gaya penulisan author dantexo terlihat sama namun ada perbedaan sedikit dari youngieomma mungkin itu yang menjadi ciri khas masing2 author ya hehehe maaf komennya sebanyak ini ㅠㅠ
Keep hwaiting author-deul^^
keyhobbs
#2
Chapter 8: ahh!!!park chan gagal lagi?ya ampun....aku jd greget sendiri pas bacanya,terus itu d kasih ingatan yg mata sama Tao?duh penasaran,update soon dong,please....^^
SungRaa #3
Chapter 8: eh gagal lagi??

yaampun jelek banget si cy, padahal udah di booking restoran pizza nya

aaaaaaaaaaaaaa, gagal

terus itu dikasih tao apa? ingatan yg mana?
aigo aigoo

lanjut :D
SungRaa #4
Chapter 7: bayangin baek di omelin ama cy, kkkkkkk

aduh park yun kasian banget ya disini

si lay bener ada niat jahat g ya?

lanjut ^^
frdeela #5
Chapter 7: Baekhyun ksna marah....
Hmmm... aku rasa yg kejam itu yixing.. jng2 dia yg merencanakan pmbunuhan yun.. Dan eve adalah IBU dr yun,istri chanyeol dulu... lanjut eomma gak sabaaarrr.... waiting!!
FitrianiNs #6
Chapter 6: baekhyun kayaknya baik,tapi siapa dia sbnarnya?
Aduh,chanyeol bikin geregetan aja..
UtauTsukiyomi
#7
Chapter 7: kampret si chanyeol bikin kesel dihhh
karin_kim #8
Chapter 7: brengsek banget si chanyeol, bodoh egois dan tidak peka
ihhh..kubanting juga ni hape bayangin chanyeol yg bikin gedek
FitrianiNs #9
Chapter 5: Gagal? Lagi?
Masa Chanyeol gagal lagi?
Apa karena Yun tetap tidak tersenyum dalam foto yg pertama itu?