CHAPTER 6 – THE HAPPINESS THAT A MERE TWO HEARTS ARE BECOMING ONE

WHERE MY HEART BELONGS ?

Inoo’s POV

Aku mencuci wajahku berkali-kali. Bayangan Nina yang pergi meninggalkanku semalam masih tak bisa kuhilangkan. Meskipun semalaman aku ditemani oleh Daiki menenggak berbotol-botol sake diapartemen Daiki yang mengakibatkan aku tak sadarkan diri dan menginap ditempatnya. Parahnya bukan hanya bayangan Nina yang aku ingat saat meninggalkanku. Tapi bagaimana kejadian-kejadian sesudahnya berurutan terjadi.

Sebuah mobil putih yang aku kenali sebagai mobil milik Yuto berhenti didepan Nina, lalu Nina masuk kedalamnya sesaat setelah dia sepertinya mengenali siapa pengemudi didalamnya. Aku semalam memutuskan untuk mengikuti mereka sampai setelah 30 menit berjalan mobil Yuto berhenti dan Nina keluar dari mobil. Yuto mengejar Nina dan kemudian mereka berpelukan. Nina terlihat menangis hebat. Aku tak tahu apa pembicaraan mereka sebelumnya ketika didalam mobil. Apalagi mendengar apa yang tengah mereka bicarakan. Tapi aku menyaksikan sendiri bagaimana akhirnya Yuto mencium Nina dan Nina sama sekali tidak menolak dan bahkan terlihat membalas ciuman dari Yuto.

Mereka kemudian tersenyum setelah berbicara sesuatu dan kemudian berpelukan lama. Aku menyaksikannya jelas. Aku muak dengan ingatan itu. Dan jelas-jelas sake tidak membantuku melupakan semuanya. “!” ujarku sambil kembali membenamkan wajahku kedalam air yang sengaja kubuat menggenang di wastafel. “Kei-kun?? Daijoubu?” tanya Daiki dari belakangku. Tentu saja dia khawatir dengan polahku yang aneh. Aku mengangkat wajahku, menatap sepasang mata Daiki dari cermin  wastafel didepanku.

“Aku baik-baik saja. Tenanglah. Gomen, merepotkanmu semalam.” Ujarku. Daiki berlalu menuju kearah ruang televisinya. “Kau sepeti orang patah hati semalam. Kau banyak minum.” Ujarnya setelah mendudukkan tubuhnya ke sofa nyaman warna merahnya. Menekan tombol remote untuk menyalakan televisi, mengganti saluran beberapa kali lalu berhenti disaluran masak-memasak. Aku mengikutinya lalu memilih duduk disofa tepat disebelah Daiki. Aku membanting tubuhku. Perasaan kesal itu masih muncul.

“Aku memang patah hati, tau.” Ujarku. Daiki terkekeh. “Bukannya kau mengobati patah hati dengan mengencani gadis lain.” Ujarnya. Aku menoleh dan meninju lengannya. “Kali ini berbeda tahu.” Ujarku. Daiki menoleh padaku raut wajahnya memandangku tak percaya, “Astaga Kei, kau benar-benar jatuh cinta?” tanyanya. Aku hanya memberengut karena dia masih saja tak mepercayaiku. “Ya, aku jatuh cinta dan patah hati. Menyebalkan.” Ujarku. Daiki tertawa keras sambil melingkarkan tangannya dibahuku. “Saranku ya. Lupakan gadis itu. Cari yang lainnya. Eh bagaimana kalau Shida Mirai. Dia kan menyukaimu. Apalagi dia Juniormu di Meiji.”

Aku menjitak kepala Daiki. Dia tertawa keras. “Aku akan merebutnya. Aku akan merebutnya suatu hari nanti dari Yuto.” Ujarku kemudian beranjak meninggalkan apartemen Daiki. Menuju sebuah apartemen lainnya.

 

….

 

Aku menemukan wajahnya yang terkejut didepanku begitu membuka pintu apartemennya, “Inoo Kei-senpai?” ujarnya tak percaya. “Kau menyukaiku?” tanyaku. Wajahnya bersemu merah namun tak menjawabku. “Kau menyukaiku tidak?” tanyaku tak sabar menunggu jawabannya sambil mencengkeram bahunya cukup kuat namun aku yakin tak membuatnya kesakitan. Dia terlihat bingung namun wajahnya masih memerah karena malu. Perlahan dia mengangguk, “Ya, aku menyukai senpai. Alasan aku masuk Horikoshi dan Meiji karena senpai, aku..”

Aku memotong kalimatnya yang belum selesai dengan sebuah ciuman yang kuhadiahkan dibibirnya. Aku membenci diriku sendiri saat ini. Apa yang kulakukan benar-benar jahat. Kenapa pula aku mencium Shida Mirai yang jelas-jelas aku tak menyimpan perasaan apapun padanya. Tapi entahlah sepertinya aku tak bisa berdiri menahan semuanya, perasaan yang seharusnya milik satu-satunya perempuan yang berlari dariku. Satu-satunya perempuan yang kusukai dan benar-benar kucintai, tapi dia menolakku.

Shida melepas ciumanku dan mendorong tubuhku dengan kedua telapak tangannya yang mungil. “Senpai!! Apa yang kau lakukan?” dia berseru, tapi terdengar sepertinya dia senang dengan apa yang aku lakukan. Aku mengangkat dagunya, “Jadilah kekasihku!” Ujarku. Lebih kesebuah perintah daripada permintaan. Matanya membulat dan terlihat bingung tapi pada akhirnya dia mengangguk, “Iya senpai. Arigatou. Onegaishimasu.” Ujarnya. Aku melangkah maju dan memeluknya. Perlahan dia membalas pelukanku. Gomen na Shida.

 

….

 

Saat aku sampai dikantor keesokan harinya aku menemukan Yuto tengah menelepon seseorang. Mau tidak mau aku merasa cemburu. Karena wajah Yuto terlihat jelas kalau dia tengah menelepon Nina. Aku memilih duduk disamping Yuto. “Wakatta. Aku akan mampir kerumahmu nanti malam. Jyaa.” Ujarnya mengakhiri teleponnya. Aku meraih sebuah majalah didepan kami. Sembari menunggu 8 member lainnya datang ke meeting rutin kami sebelum konser diadakan dua hari lagi.

“Kei-kun..” panggil Yuto. Aku menoleh, “Nani?” tanyaku acuh sambil membolak-balik halaman majalah fashion itu. “Aku berpacaran dengan Nina. Keluarga kami sudah tau dan menyetujui kami berdua.” Ujarnya. Aku kaget namun dengan segera kusembunyikan rasa kagetku. Aku selalu sukses membohongi dia, harusnya kali ini juga. “Aku tidak peduli. Lagipula aku juga sudah jadian dengan Shida.” Ujarku.

“Nani?? Kei-kun jadian dengan Shida Mirai?” suara Yamada dari ambang pintu cukup keras. Dibelakangnya ada Chinen juga Keito dan yang lainnya. Aku mengangguk, “Emm.. aku memutuskan menerima cintanya.” Ujarku. Yamada menghampiriku lalu menepuk-nepuk bahuku, “Douaaa??? Kenapa kau Kei-kunnn?? Wahhh aku patah hati rasanya.” Ujar Yamada Heboh. Semua orang tertawa. Semua tahu kalau Yamada dan Shida bersahabat dan Yamada sedikit punya perasaan dengannya. Namun Shida menghindari Yamada sejak Yamada menerima Umika Kawashima menjadi kekasihnya dan berujung dikeluarkan dari sekolah. Tentunya Shida tidak ingin terlalu dekat dengan Yamada jika harus berujung dikeluarkan dari sekolah.

Semenjak lulus, Shida yang menjadi juniorku lebih memilih berteman biasa dengan Yamada, dan akhirnya Yamada berkata dia menyerah mengejar Shida karena baginya telalu tinggi berharap pada Shida, bagaimanapun Yamada merasa dirinya tidak pantas untuk Shida yang sempurna. Sempurna. Seperti Nina. Nina? Huh? Aku memikirkan dia?

 

….

 

D-Day.. Hey! Say! JUMP’s Concert

Hari ini adalah hari konser JUMP berlangsung. Dan kami sudah menyelesaikannya dengan baik. 3 jam penuh kami memberikan hiburan untuk semua fans. Tadi sebelum konser Shida datang ke ruang staf memberikan semangat padaku. Semua JUMP menggodaku termasuk Yamada yang mengucapkan selamat pada kami berdua. Semua orang tahu kalau Yamada menyukai Shida sejak masih duduk dikelas yang sama semasa SMA. Chinen memberikan celaan padaku dan Shida, Chinen sendiri merupakan teman baik Shida yang sekaligus rival di SMA mereka. JUMP yang lain memberiku selamat dengan tepukan dan senyuman. Tak terkecuali Yuto yang tersenyum singkat untukku dan Shida. Aku tak paham arti pandangan Yuto tapi aku memilih mengabaikannya.

Sekarang kami memilih beristirahat diruangan staf. Membahas apa yang salah dan apa yang benar setelah konser. Evaluasi rutin. Beberapa hal yang dirasa kurang baik dibahas bersama-sama dan dicari jalan keluar terbaik yang tentunya akan berguna bagi konser berikutnya. Beberapa orang yang aktif berbicara memberikan pendapat-pendapat mereka. Aku hanya diam mendengarkan pembahasaan itu. Sesekali aku menyuarakan pendapatku, sekedarnya. Secara keseluruhan nilaiku baik untuk konser kali ini. Masalah Nina dan Shida sama sekali tidak menggangguku.

“Sumimasen.” Sebuah suara yang aku kenal muncul dari ambang pintu. “Nina!” seru 8 orang JUMP bersemangat. Aku menoleh kearahnya. Dia nampak begitu memukau dengan gaun warna biru muda selutut, warna yang aku suka. Dia memadukannya dengan sebuah headband berbentuk bintang warna sapphire dan senada dengan sepatu dan tasnya yang juga berwarna sapphire. Wajahnya menggunakan make up natural. Dan terlihat sangat ceria dan bahagia. “Konbanwa. Selamat malam semuanya.” Ujarnya dengan senyum lebar yang belum bernah aku lupakan.

“Kau kenapa kesini?” tanya Yuto yang langsung menghampiri dan meraih pinggang Nina. Memeluknya erat. Rasanya aku ingin mematahkan lengan Yuto saat ini juga kalau tak ingat siapa aku, aku sama sekali tidak punya hak untuk marah disini. Menyebalkan! Nina tersipu sambil meletakkan satu keranjang penuh berisi kotak-kotak bento. “Aku membawakan bento untuk kalian semua. Meskipun bukan lagi jam makan siang tapi silahkan dimakan.” Ujar Nina. Yuto nampak ingin mencium kekasihnya dan aku amat ingin mengubur diriku sendiri saat ini juga. Aku benci melihat mereka berdua.

“Arigatou, Nina-chan.” Ujar Yabu sambil meraih satu buah kotak bento dan menemukan apa yang disukainya, karena itulah wajahnya nampak sangat sumringah. Nina mengangguk, “Emm! Douitamae.”

“Maaf kami merepotkanmu.” Ujar Hikaru sambil memakan bentonya. Nina mengibaskan tangannya, “Sama sekali tidak merepotkan. Aku sekalin mau menjemput Yuto-kun.” Ujarnya sambil melirik pada Yuto yang dengan kekanakannya mencubit pipi Nina. Demi Tuhan aku sangat muak dengan Yuto saat ini.

“Ah iya, Na-chan, kau belum berkenalan dengan Ryuu. Ini Morimoto Ryutaro.” Ujar Yuto memperkenalkan Nina pada Ryutaro. Ryuu nampak meletakkan kotak bento yang dipegangnya. “Ryuu.” Nina tersenyum dan menjabat tangan Ryuu. “Nina. Kaminari Nina.” Ujar Nina. Aku menahan nafasku dan mencoba bersikap cool dengan mengambil salah satu kotak bento.

“Sumimasen…” sebuah suara perempuan kembali muncul dari ambang pintu. Berdiri disana Shida dengan mengangkat sekantong plastik yang kutebak berisi es krim. Tadi sebelum konser dia bertanya es krim rasa apa yang menjadi favorit member JUMP. “Masuklah, honey.” Ujarku. Sengaja bersuara keras agar semua mendengar apa yang kukatakan, terutama Nina, dia harus mendengarnya. Shida nampak tersenyum dan mengangguk kemudian berjalan menghampiriku. “Aku membawa es krim untuk kalian semua.” Ujarnya.

“Woooo Sugoiiii… Nina pacar Yuto membawa bento dan kini Shida pacar Kei membawa es krim. Sugoii!” ujar Keito dan Arioka yang kemudian diakhiri dengan high five.

“Yatta!!!” Yamada dan Chinen berseru sambil mengambil es krim rasa strawberry favorite mereka.

Aku menoleh pada Nina yang kini berwajah pucat, saat dia menyadari aku menatapnya dia langsung memalingkan wajahnya. Yuto meraih pinggang Nina lebih erat dan membawanya keluar ruangan. Aku memperhatikannya dan rasanya aku patah hati sekali lagi.

“Nani Kei-chan?” suara Shida menyadarkanku. Aku menoleh padanya dan tersenyum. “Nani mo nain.” Balasku. Aku masih menyukaimu, Nina.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet