Memories

Hello Heartthrob
Please Subscribe to read the full chapter

Memori. Satu hal tak nampak yang jauh lebih berharga dari harta apapun di dunia. Pernah seseorang berkata, keluarga bukanlah keluarga jika tak ada memori yang mengaitkan tiap individunya menjadi satu keluarga. Dan aku setuju akan hal itu.

Kembali membalik halaman demi halaman album lama yang menyimpan wujud lamaku, lagi, aku tersenyum dibuatnya. Jariku terhenti pada satu foto dimana tiga bocah tampak tersenyum riang di bawah paparan sinar mentari. Mereka duduk di sebuah kotak pasir dan aku masih ingat apa yang mereka lakukan—membangun lintasan mobil-mobilan.

“Ini kau? Aaw, sangat lucu.” ucap sebuah suara mengagetkanku. Aku menoleh, dan Hyeri berdiri di belakangku, ia tersenyum. Aku menepuk kasurku, dan dengan itu Hyeri turut duduk di sebelahku. “Minho sepertinya sudah tampan sejak ia masih kecil. Dan… oh, gadis kecil ini pasti Aecha. Kalian benar-benar lucu.”

Kembali mengenalkannya pada sosok kecilku, membalik halaman demi halaman album lamaku dan cerita demi cerita terus terungkap dari deretan film-film bisu yang mengabadikan moment masa kecilku. Ia benar-benar tertarik pada foto-foto lamaku, eh? 

Jari Hyeri terhenti pada sosok dua anak lelaki yang duduk saling berjauhan di sebuah sofa—aku dan Minho, yang masing-masing berusia 5 dan 4 tahun.

“Kalian terlihat kaku satu sama lain. Ini benar-benar lucu.”  ucap Hyeri. Aku tersenyum, lalu mengusap kepalanya.

“Ini saat pertama kali aku datang kemari. Semua begitu tiba-tiba, jadi kami masih sedikit kaku.” tahu pasti apa yang ku maksud, Hyeri mengangkat wajahnya menatapku. Ya, orangtuaku meninggal dan keluarga Minho mengangkatku menjadi putranya. Aku tidak akan melupakan kebaikan mereka.

“Jinki…”

“Hey, kenapa kau sedih? Aku baik-baik saja, Hyeri-yaaa~” aku mencubit pipinya, tapi Hyeri hanya diam, kembali menunduk menatap foto itu.

“Tapi Jinki kecil di sini tampak baik-baik saja. Lihat, ia bahkan tersenyum—senyumnya tampak begitu tulus. Apa Minho memperlakukanmu dengan baik? Wajah Minho terlihat menakutkan di foto ini.”

“Saat pertama aku datang Minho masih memusuhiku. Ia bahkan tidak membiarkanku ikut bermain dengannya.”

“Benarkah? Aish, bocah itu!”

“Tapi secara natural kami membaur dengan baik, meski pada awalnya omoni yang memaksanya mengajakku bermain bersama Aecha.” aku tersenyum geli mengingatnya. Itu sudah sangat lama.

“Ah, kalau begitu wajar saja, sebelum kau datang mereka hanya bermain berdua.” Hyeri tertawa, menggelengkan kepalanya  tidak percaya lalu kembali membalik halaman album di pangkuanku.

Kali ini tampak 4 wajah riang yang berdiri di muka akuarium hiu raksasa. Aku ingat, foto ini diambil ketika kami

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet